Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit paruh obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD) merupakan salah satu dari kelompok penyakit

tidak menular yang telah menjadi masalah keshatan di Indoneisa ( Andayani,

2014). Tidak Cuma di Indonesia PPOK juga menjadi masalah kesehatan di

seluruh dunia. Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas PPOK mulai meningkat di

seluruh dunia dan di perkirakan merupakan masalah kesehatan yang

membutuhkan perhatian khusus dalam penatalaksanaan pencegahan terhadap

penurunan progesivitas fungsi paru ( Ismail.2017). Menurut Global Initiative

for Chronic Obstructive Lung Disease I(GOLD), PPOK saat ini merupakan

penyebab kematian ke-4 terbesar di dunia. tetapi diproyeksikan menjadi

penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020. Lebih dari 3 juta orang meninggal

karena COPD pada tahun 2012, menyumbang 6% dari semua kematian secara

global. COPD merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang penting yang

dapat dicegah dan diobati (GOLD.2018).

Sejalan dengan pendapat GOLD, Data Badan Ksehatan Dinia atau World

Health Organization (WHO) menunjukan pada tahun 2005 menyatakan

sebanyak 201 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia

meninggal akibat PPOK(Saminan. 2014. pada tahun 2015 Secara global,

diperkirakan bahwa 3,17 juta kematian disebabkan oleh PPOK dimana terdapat

5% dari presentase semua kematian secara global pada tahun tersebut. Secara

global pada tahun 2016terdapat prevalensi 251 juta kasus PPOK, dan Lebih dari
90% kematian PPOK terjadi di negara-negara yang miskin dan menengah ke

bawah. Penyebab utama PPOK adalah paparan asap tembakau (baik aktif

merokok atau perokok pasif). Faktor-faktor risiko lainnya yaitu paparan polusi

udara dalam ruangan dan luar ruangan serta debu dan asap kerja. Paparan polusi

udara dalam ruangan dapat mempengaruhi janin dan merupakan faktor risiko

untuk mengembangkan PPOK di kemudian hari. Beberapa kasus PPOK adalah

karena asma jangka panjang. PPOK kemungkinan akan meningkat pada tahun-

tahun mendatang dikarena prevalensi merokok yang lebih tinggi serta populasi

yang menua di banyak negara (WHO.2017)

Negara berkembang adalah istilah yang umum digunakan untuk

menjelaskan suatu negara dengan kesejahteraan material tingkat rendah. Karena

tidak ada definisi tetap negara berkembang yang diakui secara internasional,

tingkat pembangunan bisa saja bervariasi di dalam negara berkembang tersebut.

Sejumlah negara berkembang memiliki standar hidup rata-rata yang tinggi, dan

Indonesia merupakan salah satu di antaranya ( Wikipedia. 2018). Indonesia juga

sebagai Negara dengan jumlah perokok tertinggi yang mempunyai prevalensi

lebih besar. Dari riset kesehatan pada tahun 2013 menunjukan presentase

sebesar 3,7% ( Rosha. 2018). Sedangkan di papua menurut hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) terdapat presentasi 5,4%, yang mana lebih

banyak menyerang pada pedesaan ketimbang perkotaan (RISKESDAS. 2013).

PPOK yang merupakan penyakit kronik dimana monitoring terhadap

evektifitas pengobatan tidak hanya diperoleh dari parameter klinik saja, akan

tetapi lebih kepada parameter perspektif pasien, salah satunya adalah perbaikan

kualitas hidup. Perbaikan kualitas hidup pada penyakit kronik yang meliputi
kenyamanan dan kondisi stres psikologi sebaiknya lebih menjadi perhatian dari

pada perubahan kecil dari parameter fisiologis (pratiwi.2017). kualitas hidup

pasien PPOK merupakan kmponen sanggat penting dinilai karena berhubungan

langsung dengan gejala yang dialami. Kegunaan dari penilaian kualitas hidup

pasien untuk membedakan penderita yang mempunyai status kesehatan yang

baik dan buruk sehingga dapat di perkirakan prognosis penderita ( Agustina.

2017).

Sesak napas adalah salah satu gejala yang paling sering dilaporkan oleh

pasien dengan PPOK yang tahan lama. Kehadiran dyspnea secara signifikan

mengurangi kualitas hidup, menyebabkan ketidakmampuan dan menyebabkan

perubahan signifikan dalam gaya hidup pasien PPOK. Ini juga menyebabkan

insomnia dan gangguan tidur, membuat pasien merasa lelah secara mental dan

fisik. Sebagai akibatnya, tujuan utama pengobatan PPOK adalah untuk

mengurangi gejala ini. Banyak tes yang digunakan termasuk dyspnea, tetapi

Medical Research Council dyspnea scale (MMRC), kemudian revisi dari tes

Medical Research Council, adalah yang paling sering digunakan dalam praktek

klinis. Itu diperkenalkan lebih dari lima puluh tahun yang lalu untuk pasien

dengan bronkitis kronis dan meringkas skor lima pernyataan yang ditawarkan

tentang kemungkinan napas selama kegiatan sehari-hari. Pasien ditawarkan

untuk memilih salah satu yang menggambarkan masalah mereka dengan cara

terbaik. Dengan cara itu, peneliti klinis bisa mendapatkan kesan persepsi dan

keparahan penyakit pasien. Tes ini sangat mudah dilakukan; itu valid dan

berkorelasi dengan parameter klinis dan parameter fungsi pernapasan (Milacic.

2015).
St George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) dirancang untuk mengukur

gangguan kesehatan pada pasien dengan asma dan PPOK. Ini juga berlaku

untuk penggunaan bronkiektasis dan telah berhasil digunakan pada pasien

dengan kyphoscoliosis dan sarkoidosis. Ada laporan validasinya dalam

penelitian kecil pada orang dewasa dengan cystic fibrosis. Itu ada dalam dua

bagian. Bagian I menghasilkan skor Gejala, dan Bagian 2 Skor Aktivitas dan

Dampak. Nilai total juga dihasilkan ( jones.2009).

6-Minute Walk Test (6MWT) merupakan latihan fisik yang di

rekomendasikan secara internasional yang diharapkan meningkatkan toleransi

aktivitas yang akan memperbaiki kemandirian pasien (puspasari.2015). Tes ini

dapat di gunakan untuk menilai kapasitas fungsional dan sangat berguna untuk

menilai prognosis pasien dalam menjalani kehidupan sehari-hari

(Harikatang.2016).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian pada

SGRQ, MMRC, dan 6MWT pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Jayapura.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan topik diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian, yaitu :

1. bagaimana penilaian kualitas hidup pasien PPOK di RSUD Jayapura

dengan menggunakan alat analisi SGRQ ?

2. bagaimana penilaian kualitas hidup pasien PPOK di RSUD Jayapura

dengan menggunakan alat analisi MMRC ?

3. bagaimana penilaian kualitas hidup pasien PPOK di RSUD Jayapura

dengan menggunakan alat analisi 6MWT ?


1.3.Tujuan Penulisan

1. menilai SGRQ pada pasien PPOK di RSUD Jayapura.

2. Menilai MMRC pada pasien PPOK di RSUD Jayapura.

3. Menilai 6MWT pada pasien PPOK di RSUD Jayapura.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Memberi dan menyediakan informasi mengenai data SGRQ, MMRC,

6MWT pasien PPOK di RSUD Jayapura.

2. Memberi dan menyediakan informasi tentang kualitas hidup pasien PPOK

di RSUD Jayapura.

Anda mungkin juga menyukai