Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini ( KPD ) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda
awal persalinan (tanpa melihat umur kehamilan). Sebagian besar kasus ini terjadi pada
waktu mendekati kelahiran.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan
bedah caesar.
KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat
kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama
dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketuban Pecah Dini (KPD)


2.1.1. Definisi
Ketuban pecah dini ( KPD ) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda
awal persalinan (tanpa melihat umur kehamilan).
2.1.2. Epidemiologi
Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling
sering dijumpai. Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%,
dimana sekitar 20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8
hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat
interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien akan
mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal.
2.1.3. Fisiologi Air Ketuban
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500 cc. Air
ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak
alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin,
urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam
anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.
Didapatkan lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk
mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan
kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan
syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau
ada gawat janin atau pada letak sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-
hijauan, karena telah bercampur dengan mekonium.
Fungsi air ketuban adalah sebagai berikut ; untuk proteksi janin, mencegah
perlengketan janin dengan amnion, agar janin dapat bergerak dengan bebas, regulasi
terhadap panas dan perubahan suhu, meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan
jalan lahir bila ketuban pecah, peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan
perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc.
Air ketuban bersal dari kencing janin (fetal urin), transudasi dari darah ibu,
sekresi dari epitel amnion, asal campuran (mixed origin).
Cara mengenali air ketuban adalah dengan lakmus, makroskopis, berbau amis,
adanya lanugo dan verniks kaseosa, bercampur mekonium, mikroskopis.

2.1.4. Etiologi
Beberapa etiologi dari ketuban pecah dini antara lain:
 Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
 Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x
 Tindakan sanggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk,
predisposisi terhadap infeksi
 Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga
(20x)
 Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
 Ph vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
 Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
 Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
 Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
 Kadar crh (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress
psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
2.1.5. Anatomi dan struktur Membran Fetal
Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak
mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan
amnion. Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epitelium amniotik. Epitel
amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen
(laminin, nidogen dan fibronectin) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya.
Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini
membentuk skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta disekresikan
oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial (tipe I dan III)
mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan integritas mekanik
amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi filamentosa antara kolagen
interstitial dan membrane basalis epithelial. Tidak ada interposisi dari materi yang
menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotic sehingga amnion dapat
mempertahankan tensile strength selama stadium akhir kehamilan normal.
Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari sel
mesenkimal dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk
jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa.
Lapisan intermediate (spongy layer atau zona spongiosa) terletak diantara amnion
dan korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein
yang memberikan sifat “spongy” pada gambaran histology. Lapisan ini juga mengandung
nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan
intermediate ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.
Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength yang
lebih besar. Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas langsung
menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara lapisan
korionik dari membrane fetal (bebas plasenta) mengalami regresi. Dibawah lapisan
sitotrofoblas (dekat janin) merupakan membrane basalis dan jaringan konektif korionik
yang kaya akan serat kolagen.
Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang
menunjukkan adanya titik lemah dimana membran akan pecah, observasi harus dilakukan
untuk menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membran yang memicu
terjadinya ketuban pecah dini.
Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung
materi bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan
penurunan volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam
menghadapi infeksi. Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa pasien dengan
oligohidramnion (AFI<5) memiliki risiko tinggi menderita korioamnionitis dan sepsis
pada neonatus.
Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan
proses biokimia meliputi rusaknya kolagen antar matriks ekstraseluler amnion dan korion
dan programmed cell death pada membran janin dan lapisan uteri maternal (desidua)
sebagai respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan membran (membrane
stretching) dan infeksi saluran reproduksi, yang menghasilkan mediator seperti
prostaglandin, sitokin dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi
matriks.
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis KPD didapat dari anamneis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan USG.
1. Anamnesis
Penting untuk dicatat waktu pecahnya ketuban, dan warna ketuban. Pasien juga
perlu ditanya adanya pengeluaran darah atau cairan pervaginam juga adanya nyeri
abdomen.
2. Pemeriksaan
Hanya perlu dilakukan pemeriksaan dengan spekulum. Tidak dilakukan
pemeriksaan dalam secara digital kecuali diprediksikan persalinan akan berlangsung
dalam 24 jam. Nitrazin atau test fern dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi. Tes cairan
vagina untuk mengetahui pematangan paru janin juga perlu dilakukan dengan tes cepat
amniostat yang mendeteksi adanya phospatidilgliserol.
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2007) dibagi
menjadi aktif dan konservatif. Penatalaksanaan aktif dilakukan pada KPD dengan
kehamilan lebih dari 37 minggu.
 induksi dengan oksitosin. Bila gagal dilakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan
misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri :
bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan, partus pervaginam.
2.1.8. Komplikasi
KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat
kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama
dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif. Komplikasi KPD pada aterm adalah infeksi intrauterin selain itu
adanya distosia (partus kering), dan tali pusat menumbung.

Komplikasi Insiden (%)


Respiratory distress syndrome 35
Kompresi tali pusat 32 sampai 36
Chorioamnionitis 13 sampai 60
Abruptio placentae 4 sampai 12
Antepartum fetal death 1 sampai 2
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien
Nama : Ny. Mina Pegawak
Usia : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : k. protestan
Suku : wamena
Alamat : koya barat
Tgl MRS : 26-05-2016 jam 12.15 WIT

II. Anamnesa
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien adalah rujukan PKM koya dengan G1P0A0
40 minggu/T/H/IU presentasi kepala inpartu kala 1 dengan riwayat keluar air.
Riwayat keluar air sejak pukul 04.00 wit, merembes, warna cairan yang keluar
keruh dan berbau amis, darah bercampur lendir (-). Selain itu, disertai dengan
perut mules yang menjalar sampai ke pinggang, dirasakan hilang timbul, gerakan
janin (+). Nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), pengelihatan berkunang-kunang (-).
Kemudian pada pukul 09.00 wit pasien datang ke PKM koya.
Riwayat Penyakit Sekarang : DM, HT, Alergi, Paru, Jantung,Operasi disangkal
Riwayat Penyakit Sebelumnya : DM, HT, Alergi, Paru, Jantung,Operasi
disangkal
Keadaan umum: baik
TD : 110/70 mmHg
FN : 80x/menit
RR : 22x/menit
Temp : 36,6°C
TFU : 28 cm
 punggung bayi pada sebelah kanan ibu.
 Presentasi kepala, DJJ (+)
 VT : Ø 1 cm, eff 10%, ketuban tidak jelas, presentasi kepala, denominator
tidak jelas, ↓ H I, tidak teraba tali pusat dan bagian kecil janin.
 Diberikan injeksi ampicillin pada pukul 09.15 wita kemudian dirujuk ke RSUD
jayapura

 HPHT : 21. 8. 2015


 TP : 28. 5. 2016
 ANC : > 4 kali, di PKM koya
 Riwayat KB :-
 Rencana KB : suntik
Riwayat Obstetri :
1. ini

III. Pemeriksaan Fisik


STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : E4V5M6
Tek. Darah : 120/70 mmHg
FN : 80 x/menit
FP : 20x/menit
Suhu : 36,5ºC
Mata : An -/-, Ikterus -/-
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat +/+

STATUS OBSTETRI
a. Leopold I : bokong
b. Leopold II : punggung fetal disebelah kanan
c. Leopold III : kepala
d. Leopold IV : 4/5
- TFU : 31 cm
- TBJ : 2945 gr
- His : -
- DJJ : + / 11-12-12
- Inspeksi : keluar cairan pervaginam
- Pemeriksaan dalam:
 VT Φ 1 cm, eff 10 %, ket (-), teraba kepala , ↓ H I, tidak teraba bagian
kecil janin/tali pusat.
- Evaluasi panggul :
 Spina ischiadica tidak menonjol
 Arcus pubis > 90°
 Os coccygeus mobile

IV. Pemeriksaan Penunjang


 Hb :11,5 g/dL
 Leu : 7600/µL
 Plt : 129000/µL
 HBsAg : (-)

V. Diagnosis
G1P0A0H0 Parturien Aterm Kala I Fase Laten janin presentasi belakang kepala
tunggal hidup dengan KPD 5 jam

VI. Rencana Tindakan


 Obsevasi ibu dan janin
 Observasi tanda-tanda vital
 KIE ibu dan keluarga
 Injeksi Ceftriaxone 1x2 gram/IV
 CTG

VII. BAYI
- Lahir tgl / jam : 26. 5. 2016 / 21.55 WIT
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Macam Persalinan: Spt.B
- Apgar Score : 6/8
- Berat : 2700 gr
- Anus :+
- Kel.kongenital :-

PLACENTA
- Lahir tgl / jam : 26. 5. 2016/ 22.05 WIT Spontan
- Lengkap : ya
- Air Ketuban : jernih

IBU POST PARTUM


- Keadaan umum : Baik
- Tek. Darah : 110/70 mmHg
- FN : 82x/menit
- FP : 20x/menit
- Suhu : 36,7°C
- Kontraksi Uterus : baik
- Tinggi Fundus Uteri : 2 jari di bawah pusat
- Laktasi 30 menit pertama : + baik
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assesment Planing
26/5/2016 Tidak ada keluhan Keadaan Umum : G1P0A0H0 39-  Obsevasi
baik 40 ibu dan
12.15 Kesadaran : minggu/T/H/IU janin
E4V5M6 presentasi kepala  Observasi
Tek. Darah : 120/70 dengan KPD tanda-tanda
mmHg vital
FN : 80 x/menit  Injeksi
FP : 20x/menit Ampicillin
Suhu : 36,5ºC 1 gram/IV
 CTG

16.00 Tidak ada keluhan Tek. Darah : 120/80 G1P0A0H0 39- Lapor
(12 jam setelah mmHg 40 supervisor :
keluar air) FN : 84x/menit minggu/T/H/IU Drip oksitosin
FP : 19x/menit presentasi kepala jika CTG
Suhu : 36,7ºC dengan KPD reaktif
His : -
DJJ : 11-12-11

CTG reaktif
Start oksitosin drip
(8 tpm)

18.00 Nyeri perut His : 3x/10’-40” G1P0A0H0 39- Observasi kesra


DJJ :12-12-12 40 ibu dan janin
minggu/T/H/IU Drip oksitosin
inpartu kala 1 (24 tpm)
fase Evaluasi 2 jam
aktif+riwayat lagi
keluar air

20.00 Nyeri perut His : 3-4x/10’-50” G1P0A0H0 39- Observasi kesra


DJJ :11-12-12 40 ibu dan janin
VT Φ 8 cm, eff 75 minggu/T/H/IU Drip oksitosin
%, ket (-), teraba inpartu kala I (24 tpm)
kepala , ↓ H III, fase aktif Evaluasi 2 jam
tidak teraba bagian lagi
kecil janin/tali
pusat.

21.50 Nyeri perut Doran teknus G1P0A0H0 39- Pimpin


bertambah hebat perjol vulka 40 persalinan
minggu/T/H/IU
inpartu
21.55 Bayi lahir ♀,
AS 7-9, 2700 g,
anus +,
kongenital
anomali (-),

22. 05 Plasenta lahir


lengkap

00.00 Tidak ada keluhan Ibu: 2 jam post Observasi kesra


Keadaan Umum : partum ibu dan bayi
baik
Kesadaran :
E4V5M6
Tek. Darah : 120/70
mmHg
FN : 82 x/menit
FP : 20x/menit
Suhu : 36,5ºC
His : baik
TFU : 2 jari
dibawah pusat
Perdarahan : -

27.5.16 Tidak ada keluhan Bayi: Hari pertama Observasi kesra


07.00 HR : 148x/mnt post partum ibu dan bayi
RR : 44x/mnt
Suhu : 36,6 ºC

Ibu:
Keadaan Umum :
baik
Kesadaran :
E4V5M6
Tek. Darah : 120/80
mmHg
FN : 84 x/menit
FP : 18x/menit
Suhu : 36,6ºC
His : baik
TFU : 2 jari
dibawah pusat
Perdarahan : -

Bayi:
HR : 148x/mnt
RR : 44x/mnt
Suhu : 36,6 ºC
BAB IV
PEMBAHASAN

Laporan kasus ini merupakan resume dari hasil observasi dan pengelolaan obstetri
pada pasien nyonya 28 tahun dengan kehamilan 39-40 minggu. Pasien merupakan rujukan
dari PKM koya, datang dengan keluhan keluar air pada pukul 04.00 WIT (25.5.2016),
merembes, warna cairan yang keluar keruh dan berbau amis, darah bercampur lendir tidak
ada. Selain itu pasien merasakan perutnya mules yang hilang timbul setelah beberapa saat
keluar air dari jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan bahwa pada inspeksi
terlihat cairan yang merembes sedikit-sedikit keluar dari introitus vagina, pada pemeriksaan
dalam perabaan ketuban janin (-). Data subyektif dan obyektif ini mendukung ke arah telah
pecahnya ketuban. Walaupun demikian, akan lebih valid jika dilakukan pemeriksaan
inspekulo untuk melihat langsung cairan yang merembes keluar dari OUE.
Saat datang ke UGD, pasien tidak dalam kondisi inpartu, dimana dari hasil
pemeriksaan tidak didapatkan tanda-tanda persalinan, yaitu perut mules hilang timbul, his
belum ada, dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan serviks 1 cm dengan
penipisan 10%. Hal ini sangat bertentangan dengan diagnosa dari PKM yang menyatakan
bahwa pasien dalam kondisi inpartu (G1P0A0H0 40 minggu/T/H/IU presentasi kepala inpartu
kala 1 dengan riwayat keluar air). Kita ketahui bahwa tanda-tanda inpartu adalah keluarnya
darah bercampur lendir, terdapat his yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40
detik), dan adanya dilatasi servik minimal 2 cm.
Dilakukan pengelolaan protap KPD aterm. Pada kasus ini terlebih dahulu ditunggu 12
jam setelah keluar air dengan harapan akan terjadi tanda-tanda inpartu. Tetapi pada kasus ini
setelah 12 jam keluar air, tidak ada tanda-tanda inpartu sehingga dilakukan induksi persalinan
dengan pemberian oksitosin drip (1 ampule), dengan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
pelvic score (> 5) dan hasil CTG reaktif.
Dua jam setelah pemberian oksitosin drip (24 tpm) didapatkan his adekuat dan bayi
lahir tiga jam setelah his adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Preterm Birth. In william’s obstetrics 21th ed. In PDB

Kumboyo, D.A., dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan Ginekologi. RSU
Mataram

Martaadisoebrata,D., dkk. 2005. Obstetri Patologi ed.2. jakarta : EGC

University of virginia. 2008. High Risk Pregnancy. Available from: http://www.w3.org

Wiknjosastro, H., dkk. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP

Anda mungkin juga menyukai