PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan
sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia
disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara lain dan
dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Menurut WHO, pada tahun 1990, 80%
kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan
Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia
dan China. Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru
pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu
WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global.1
Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita, ibu
melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15 juta penderita malaria
dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga pemerintah memprioritaskan
penangulangan penyakit menular dan penyehatan Lingkungan.1
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat
dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukàn untuk memutus mata
rantai penularan malaria.2
Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P. falciparum terhadap
klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus resistensi terhadap klorokuin yang dilaporkan
semakin meluas Tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi parasit P. falciparum terhadap
klorokuin dan seluruh provinsi di Indonesia selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi
plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia Keadaan
seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria OIeh sebab itu,
upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs resistance), maka
pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan Sulfadoksin-
Pirimethamin (SP) terhadap P. falciparum dengan terapi kombinasi artemisinin (artemisinin
combination therapy).
BAB II
PEMBAHASAN
Defenisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang
berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat
dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali
secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala
pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika,
disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat
malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma,
mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae,
memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut
kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang
paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala
pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan
dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.
Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria
(yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Pada keadaan lain, malaria
berkembang pasca penularan transplasenta atau sesudah transfuse darah yang terinfeksi, dimana
keduanya melewati fase pre-eritroser perkembangan parasit dalam hati. Malaria disebabkan oleh
protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan
protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax,
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia
dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah
atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P.
malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan
penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria
tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat
menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar,
sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh
Parasit malaria
Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit
tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk,
yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat
menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda,
yaitu:
1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis penyakit
malaria yang terberat atau paling ganas, kadar parasitemia paling tinggi. Satu-satunya parasit
malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena dapat menyebabkan berbagai
komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal
akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana.
Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa minggu – 5
tahun setelah penyakit awal.
3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana.
Asimtomatis dalam waktu lama.
4. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan.4
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi
demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum dengan
P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis
ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria yang disebabkan oleh
P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang disebabkan
oleh spesies selain P.Falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi tubuh;
lemah, menggigil dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari.
Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan
respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat
maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih
falciparum.
perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang
Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat
menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin terutama penting dalam hal ini.
Penularan malaria terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan subtropics, walaupun Amerika
Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas malaria local, wabah setempat dapat
terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis.
Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, jarang
ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan dapat sebagai akibat dari pencampuran darah
ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.
Gambar 1. Peta Distribusi Malaria.
O, daerah dimana malaria tidak ditemukan, telah berhasil dieradikasi atau tidak pernah ada; +,
daerah dengan risiko rendah; ++, daerah dimana transmisi terjadi
daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka
akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya
kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria
yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga
parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.
Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit
yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam
resetting.
pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung
merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga
berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah
golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai
1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi
Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah
yang berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia
spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium
falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax menyerang
terutama retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini
yang cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari
20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai kepadatan
hingga 500.000 parasit/mm3. 5
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi sumsum tulang
Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum
ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan
autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan
hemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua
eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin
pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah berakumulasi
dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang
nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan
pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi immun,
pelepasan sitokin seperti TNF
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :
a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap
malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat
dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium vivax, individu
dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non spesifik yang
terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF,
IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik),
membunuh parasit (sitotoksik). 5
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies
spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. 5
4. Anoxia jaringan
parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah merah berparasit yang
memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-parasitized red cells ke sel-sel endotel vaskular otak,
ginal, organ yang terkena lainnya à obstruksi aliran darah & kerusakan kapiler à leakage protein
dan cairan vaskular, edema, serta anoxia jaringan otak, jantung, paru, usus, ginjal.
P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur
P. malariae: menyerang eritrosit matur
P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur parasitemia lebih berat
Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah merah:
Hemoglobin S
Hemoglobin F
Thalassemia
Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum. 5
Manifestasi Klinis
Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis:
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya cukup
menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama yaitu: demam, dan menggigil, juga
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala
yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari
mana parasit berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala
utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya
pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek
untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung
stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu,
sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare
ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.
vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil
dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari
pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit
kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat
haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu
tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh
kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita
beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada
gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum mempunyai
kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali menderita
malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan (imunitas)
terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali
bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai
tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam,
tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai
gejala malaria yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara
2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada
malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae.
Perbedaan kurva suhu tubuh penderita malaria fasciparum, malaria vivax, dan malaria
malariae dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin terdiri
dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @
50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai
berikut:
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.
Primakuin tidak boleh diberikan kepada:
lbu hamil
Bayi < 1 tahun
Penderita defisiensi G6-PD 2
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak
efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang
(persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). 2
Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh) hari. 2
Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang dewasa adalah 4
mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak
diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan
tetrasiklin. 2
Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5 mg/kgbb/kali Seperti
halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah. 8 tahun
dan ibu hamil.
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.
Penilaian Situasi Malaria
Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan surveilans (pengamatan)
epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi dan
kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan
penanggulangan yang setepat-tepatnya.
Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection) oleh fasilitas
kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case Detection) oleh petugas
khusus seperti PMD (Pembantu Malaria Desa) di Jawa-Bali. Di daerah luar Jawa-Bali yang tidak
pernah mengalami program pembasmian malaria dan tidak mempunyai PMD sehingga pengamatan
rutin tidak bisa dilaksanakan, penularan malaria dilakukan melalui survey malariomatrik (MS), mass
blood survey (MBS), mass fever survey (MFS) dan lain-lain. 1
Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter sebagai berikut:
Annual Parasite Incidence (API)
Kasus malaria yang dikonfirmasikan dalam 1 tahun
API = x1000
Jumlah penduduk daerah tersebut
Kasus malaria ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
mikroskopik. 1
Annual Blood Examination Rate (ABER)
Jumlah sediaan darah yang diperiksa
ABER = x100
Penduduk yang diamati
ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk menilai API.
Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti penurunan insidens. Penurunan
API berarti penurunan insidens bila ABER meningkat
Slide Positivity Rate (SPR)
SPR adalah persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR baru bermakna bila
ABER meningkat. 1
Parasite Formula (PF)
PF adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai PF tertinggi disebut
spesies yang dominan. Interpretasi dari masing-masing dominansi adalah sebagai berikut: 1
P. falciparum dominan:
penularan masih baru/belum lama
pengobatan kurang sempurna/rekrudesensi
P. vivax dominan:
transmisi dini yang tinggi dengan vector yang paten (gametosit P. vivax timbul pada hari 2-3
parasitemia, sedangkan P. falciparum baru pada hari ke-8) 1
pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens
P. malariae dominan:
kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang (P. malariaemempunyai siklus sporogoni yang
paling panjang dibandingkan spesies lain)
Penderita demam/klinis malaria unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas
laboratorium dan mikroskopis dapat melakukan pengamatan terhadap penderita demam atau
gejala klinis malaria. Nilai data akan meningkat bila disertai pemeriksaan sediaan darah
(dapat dikirim ke laboratorium terdekat). Hasil pengamatan dinyatakan dengan proporsi
pengunjung ke unit kesehatan tersebut (mis. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu) yang
menderita demam atau gejala klinis malaria. Meskipun hasilnya tidak sebaik penggunaan
parameter a. s/d d., proporsi yang meningkat sudah bias menunjukkan kemungkinan adanya
wabah/kejadian luar biasa dan mengambil tindakan yang diperlukan.
Survei malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah yang belum mempunyai program
penanggulangan malaria yang teratur, terutama di luar Jawa-Bali.
Pada MS dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut:
1. Parasite Rate (PR)
PR adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria pada saat tertentu.
Kelompok umur yang dicakup biasanya adalah golongan 2-9 tahun dan 0-1 tahun. PR kelompok 0-1
tahun mempunyai arti khusus dan disebutInfant Parasite Rate (IPR) dan dianggap sebagai indeks
transmisi karena menunjukkan adanya transmisi lokal.
2. Spleen Rate (SR)
SR menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar, biasanya golongan umur 2-9
tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini harus dinyatakan secara khusus. Besarnya limpa
dinyatakan berdasarkan klasifikasi Hacket sebagai berikut:
H.0 : tidak teraba (pada insipirasi maksimal)
H.1 : teraba pada insipirasi maksimal
H.2 : teraba tapi proyeksinya tidak melebihi garis horisontal yang ditarik melalui pertengahan arcus
costae dan umbilicus pada garis mamilaris kiri.
H.3 : teraba di bawah garis horisontal melalui umbilicus
H.4 : teraba di bawah garis horisontal pertengahan umbilicus-symphisis pubis
H.5 : teraba di bawah garis H.4
3. Average Enlarged Spleen (AES)
AES adalah rata-rata pembesaran limpanya dapat diraba. Indeks ini diperoleh dengan mengkalikan
jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa (menurut Hacket) dengan pembesaran limpa
pada suatu golongan umur tersebut. AES bermanfaat untuk mengukur keberhasilan suatu program
pemberantasan. AES seharusnya menurun lebih cepat daripada SR bila endemisitas menurun.
Survei-survei lain yang dapat dilaksanakan untuk menilai situasi malaria adalah:
1. Mass Blood Survey (MBS)
Pada MBS seluruh penduduk di suatu daerah tertentu diperiksa darahnya. Hasilnya adalah parasite
rate (PR) dan parasite formula (PF).
2. Mass Fever Survey (MFS)
Pada MFS semua penduduk yang menderita demam atau menderita demam dalam waktu sebulan
sebelum survey diperiksa darahnya. Ini dilaksanakan bila MBS tidak bias dilaksanakan karena
keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu.
3. Survey Entomologi
Survei ini sama penting dengan survey malariometrik terdahulu. Tanpa mengetahui sifat-sifat
(bionomic) vector setempat tidak akan dapat disusun upaya pemberantasan yang berhasil. Parameter
penting yang perlu diketahui adalah a.l:Man Biting Rate (gigitan nyamuk per hari per orang), Parous
Rate (nyamuk yang telah bertelur), Sporozoit Rate (nyamuk dengan sporosoit dalam kelenjar
liurnya),Human Blood Index (nyamuk dengan jumlah darah manusia dalam lambungnya),Mosquito
Density (jumlah nyamuk yang ditangkap dalam 1 jam), Inoculation Rate(man biting rate x sporozoit
rate) 1
4. Survey Lingkungan
Data mengenai lingkungan seperti data meteorologi dan demografi harus diusahakan dari instansi
lain di luar kesehatan. Yang penting diketahui adalah data tentang tempat-tempat perindukan
nyamuk, baik yang alamiah maupun yang buatan manusia. 1
5. Survei-survei lain
Sesuai dengan kebutuhan program penanggulangan malaria, perlu dilakukan studi/survey khusus
seperti misalnya:
- studi resistensi parasit terhadap berbagai obat malaria
- survei prevalensi defisiensi G6PD pada masyarakat daerah tertentu (misalnya bila primakuin
akan digunakan sebagai profilaksiss
- studi resistensi vector terhadap berbagai insektisida yang akan dipakai.
- studi mengenai aspek social-budaya, a.l ‘health seeking behaviour’ yang berkaitan dengan
penyakit malaria
- studi sero-epidemiologi. Adanya berbagai metode serologi (ELISA, IFAT, dll) untuk
mengukur antibody terhadap berbagai stadium parasit malaria memungkinkan diadakannya
studi sero-epidemiologi untu melengkapi data malariometrik yang ada dan memahami
transmisi serta perkembangan imunitas penyakit malaria dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun XXIX.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN (editor).
Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000, Hal: 171-97.