Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan


atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk
oleh tiga unsur yaitu unsur bahan bakar atau bahan mudah terbakar,
oksigen dan sumber panas. Menurut NFPA (National Fire Protection
Association) kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan
tiga unsur yang harus ada, yaitu : bahan bakar, oksigen, dan sumber
panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cidera bahkan
kematian. Sedangkan menurut Dewi Kurniwati, 2013:75 kebakaran
adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita
kehendaki dan bersifat merugikan, pada umumnya sukar untuk
dipadamkan Secara umum kebakaran merupakan suatu peristiwa atau
kejadian timbulnya api .

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kualitas sistem penanggulangan kebakaran di
rumah sakit

2. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan kebakaran di rumah


sakit

C. MANFAAT

Menambah wawasan tentang penanganan kebakaran di rumah sakit,


serta dan dapat menambah dan meningkatkan wawasan pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan gawat darurat ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan
secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di
bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.
Sedangkan mengenai klasifikasi bangunan gedung sesuai dengan
Keputusan Menteri PU no. 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung dan Lingkungan.

B. BAHAYA KEBAKARAN
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya
ancaman potensional dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal
terjadi kebakaran hinga penjalaran api, asap, dan gas yang
ditimbulkannya.

C. PENANGGULANGAN

1. Exit atau jalan keluar adalah :


2. Salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan
keluar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
 Bagian dalam dan luar tangga,
 Ramp
 Lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
 Bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka
3. Jalan keluar horizontal atau lorong yang dilindungi terhadap
kebakaran yang menuju ke exit horizontal.
4. Jalan akses adalah jalur pencapaian yang menerus dari perjalanan
ke atau didalam bangunan yang cocok digunakan untuk/oleh orang
cacat sesuai dengan standar aksesibilitas.
5. Jalan penyelamatan/evakuasi adalah jalur perjalanan yang menerus
2
6. (termasuk jalan keluar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap
bagian bangunan termasuk di dalam unit hunian tunggal ketempat
yang aman.
7. Tempat aman adalah :
Suatu tempat yang aman di dalam bangunan, yakni:
 Yang tidak ada ancaman api, dan
 Dari sana penghuni bisa secara aman berhambur setelah
menyelamatkan dari keadaan darurat menuju ke jalan atau ruang
terbuka, atau
7. Suatu jalan atau ruang terbuka.
8. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan bila terjadi kebakaran.
9. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga
kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.
10. Waktu penyelamatan/Evakuasi adalah waktu bagi
pengguna/penghuni bangunan untuk melakukan penyelamatan ke
tempat aman yang dihitung dari saat dimulainya keadaan darurat
hingga sampai ke tempat yang aman.

D. AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE LINGKUNGAN

1. Lapis perkerasan dan jalur akses masuk


2. APAR

E. AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE BANGUNAN GEDUNG

1. Akses petugas pemadam kebakaran ke dalam bangunan

Akses petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk


operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap
dibuka dari dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah
dipecahkan, dan senantiasa bebas hambatan selama bangunan
dihuni atau dioperasikan. Akses petugas pemadam kebakaran harus
diberi tanda segitiga warna merah atau kuning dengan ukuran tiap

3
sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi
tulisan “AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI”
dengan ukuran tinggi minimal 50 mm.

2. Akses petugas pemadam kebakaran di dalam bangunan

Diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan


untuk menghindari penundaan dan untuk memperlancar operasi
pamadaman.

F. PROTEKSI KEBAKARAN
Suatu bangunan dilengkapi dengan proteksi kebakaran sedemikian rupa
sehingga:

1. Penghuni diperingatkan akan adanya suatu kebakaran dalam


bangunan sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman.
2. Penghuni mempunyai waktu untuk melakuikan evakuasi secara aman
sebelum kondisi pada jalur evakuasi menjadi tidak tertahankan oleh
akibat kebakaran.
3. Persyaratan Kinerja
4. Dalam suatu bangunan yang menyediakan akomodasi tempat tidur,
harus disediakan sistem peringatan otomatis pada sistem deteksi
asap, sehingga mereka dapat berevakuasi ke tempat yang aman pada
saat terjadi kebakaran.
5. Pada saat terjadi kebakaran pada bangunan gedung, kondisi pada
setiap jalur evakuasi harus dijaga untuk periode waktu yang diperlukan
penghuni untuk melakukan evakuasi dari bagian bangunan, sehingga :
 Temperatur tidak membahayakan jiwa manusia
 Jalur/rute evakuasi masih dapat terlihat jelas
 Tingkat keracunan asap tidak membahayakan jiwa manusia
6. Periode waktu yang diperlukan untuk melakukan evakuasi harus
memperhitungkan:
 Jumlah, mobilitas, dan karakteristik lain dari penghuni, dan
4
 Fungsi bangunan
 Jarak tempuh dan karakteristik lainnya dari bangunan
 Beban api
 Potensi intensitas kebakaran
 Tingkat bahaya kebakaran
 Setiap sistem konstruksi kebakaran aktif yang terpasang dalam
bangunan
 Tindakan petugas pemadam kebakaran
G. PELAPORAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN:
 Laporan sistem proteksi kebakaran memuat informasi mengenai
sistem proteksi yang terdapat atau terpasang pada bangunan
termasuk komponen-komponen sistem proteksi dan kelengkapannya.
 Laporan sistem proteksi kebakaran ini disusun atau dibuat sebagai
pegangan bagi pemilik atau pengelola bangunan serta menjadi salah
satu dokumen yang harus diserahkan kepada instansi teknis yang
berwenang, dalam rangka memperoleh ijin-ijin yang telah ditetapkan.

5
H. SPO PENANGANAN KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT
Pengertian : Langkah-langkah yang harus ditempuh bila terjadi kebakaran di
Rumah Sakit.

Tujuan : 1. Menyelamatkan jiwa pasien dan petugas kesehatan serta


menyelamatkan sarana dan prasarana yang ada di Rumah
Sakit.
2. Memikirkan tindak lanjut pelayanan pasien di IGD.
Kebijakan : 1. Apabila terjadi kebakaran di Rumah Sakit , pertolongan harus
memprioritaskan jiwa pasien dan petugas kesehatan.
2. Pengamanan tempat kejadian untuk penyidikan dari
kepolisian.
Prosedur : 1. Petugas jaga menyelamatkan pasien dan ditempatkan pada
tempat yang aman.
2. Menyelamatkan sarana dan prasarana yang bisa
diselamatkan.
3. Salah satu petugas jaga lapor kepada pengawas perawatan
yang saat itu bertugas jaga, untuk selanjutnya pengawas
perawatan menghubungi unit terkait lainnya (Karu IGD, Ka.
IGD, Direktur RS, Kepolisian)
4. Dokter jaga IGD bertugas sebagai triage officer untuk
mengkoordinir semua kegiatan penanggulangan bencana.
5. Listrik dipadamkan serta dilakukan pemadaman dengan alat
yang tersedia.
6. Jika dirasa perlu agar menghubungi Dinas Pemadam
Kebakaran setempat untuk mendapat pertolongan.
7. Setelah kebakaran bisa diatasi, dibawah koordinasi pihak RS,
pasien dan seluruh peralatan yang ada dipindahkan ke
tempat penampungan sementara.
8. Mendata semua kerugian RS.
9. Jika hanya IGD yang terbakar, maka dibawah koordinasi
pihak RS dan Kepala IGD mencarikan tempat penampungan
sementara untuk pasien dan sarana di lingkungan RS.
Unit terkait :  IGD
6
 Pengawas Keperawatan
 Direktur
 Kepolisian
 Dinas Pemadam Kebakaran

I. MENGGUNAKAN APAR SESUAI SOP APAR DI RUMAH SAKIT

Saat kebakaran terjadi di rumah sakit, hal pertama yang harus dilakukan
adalah evakuasi pasien. Bawa pasien ke tempat aman dan tidak berpotensi
terkena api kebakaran. Setelah itu baru coba untuk menyelamatkan sarana
prasarana dan segera menghubungi dinas terkait juga berkoordinasi dengan
semua elemen di rumah sakit. Jika masih memungkinkan segera matikan
arus listrik di area kebakaran.

Apabila api masih kecil dan belum meluas, Anda bisa mencoba
memadamkannya menggunakan APAR. Dalam menggunakan APAR Anda
tidak boleh sembarangan, ada tekniknya tersendiri. Karena jika salah dalam
menggunakan APAR akan mengakibatkan error dan pemadaman api tidak
maksimal.

Dalam menggunakan APAR, teknik yang harus digunakan adalah teknik


PASS (Pull, Aim, Squeeze, Sweep):

1. Pull: tarik safety pin pada APAR

7
2. Aim: arahkan ujung selang atau nozzle ke titik api
3. Squeze: tekan tuas APAR
4. Sweep: sapukan media pemadam api dari kiri ke kanan di atas titik api
5. Dengan teknik ini diharapkan api dapat dipadamkan dengan cepat dan
maksimal.

J. MENYEDIAKAN APAR SESUAI SOP APAR DI RUMAH SAKIT

Menilik sangat dibutuhkannya APAR di rumah sakit, maka kertersediaan


APAR sangatlah penting. APAR harus dipersiapkan di tiap ruangan
rumah sakit sesuai dengan potensi kelas kebakaran yang mungkin terjadi
di ruangan tersebut.

Misalnya untuk dapur rumah sakit, di ruangan tersebut berpotensi muncul


kebakaran kelas K. Maka harus disiapkan pemadam api kimia khusus.
Sedangkan untuk ruangan pasien yang berpotensi terjadi kebakaran
kelas ABC, maka harus disediakan APAR powder. Lalu, untuk ruangan
dengan potensi kebakaran dari kelas C seperti ruang diesel atau ruang
penyimpanan data dengan banyak alat elektronik, harus disiapkan

8
APAR CO2.

Dengan banyaknya jiwa dan aset yang harus diproteksi di rumah sakit,
maka SOP APAR di rumah sakit harus dipelajari dengan baik. Pelatihan
penggunaan APAR dan penyediaan APAR harus dipersiapkan dengan
baik. Supaya mitigasi bencana kebakaran di rumah sakit bisa
dimaksimalkan. Dan jangan lupa untuk tetap merawat dan melakukan
inspeksi APAR dengan bantuan FIRECEK.

I. SIMULASI KODE BIRU, KODE MERAH


Saat simulasi dilakukan para petugas menggunakan helm dengan warna
beda untuk mengetahui tugas masing-masing, yaitu :

1. Helm merah bertugas sebagai pemadam api


2. Helm biru melakukan evakuasi pasien
3. Helm putih mengamankan dokumen-dokumen dan
4. Helm kuning bertugas mengamankan alat-alat medis.

Pemeliharaan dan pengoperasian sistem proteksi kebakaran termasuk


menjaga berfungsinya semua peralatan/perlengkapan pencegahan api

9
(fire stop)

1. Inspeksi
Inspeksi / pemeriksaan harus didefinisikan dengan baik, dan harus
meliputi:
 Lokasi / daerah yang diperiksa
 Frekuensi pemeriksaan
 Apa kinerja yang dapat diterima
 Siapa yang akan melakukan pemeriksaan
2. Sarana jalan keluar (means of egress).
3. Sarana jalan keluar meliputi eksit, eksis ke akses dan exit pelepasan,
tanda jalan keluar, penerangan darurat dan fan presurisasi tangga
kebakaran
4. Inspeksi harus dilakukan secara berkala setiap bulan, atau lebih
sering tergantung kondisi, untuk
 Pintu:
 Tidak boleh dikunci atau di gembok
 Kerusakan pada penutup pintu otomatik (door closer)
 Terdapat ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu terbuka, pada
pintu yang harus selalu pada keadaan tertutup.
 Halangan benda dan lain-lain di depan pintu eksit
 Tangga kebakaran:
 Terdapatnya ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu tangga
terbuka.
 Bersih, dan tidak digunakan untuk tempat istirahat/merokok
penghuni/karyawan, serta tidak digunakan untuk gedung
 Tidak boleh dipakai untuk tempat peralatan seperti panel, unit AC
dan sejenisnya
 Kerusakan pada lantai dan pegangan tangga.
 Koridor yang digunakan sebagai jalur untuk keluar
 Bebas dari segala macam hambatan
 Tidak digunakan untuk gudang
 Eksit pelepasan di lantai dasar yang menuju ke jalan umum atau
tempat terbuka di luar bangunan harus tidak boleh dikunci.
10
 Tanda eksit:
 Jelas kelihatan tidak terhalang
 Lampu penerangannya hidup
5. Alat pemadam api ringan (APAR)
6. Alat pemadam api ringan meliputi alat pemadam portabel/jinjing dan
yang memakai roda.
7. Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian hidrostatik dan
pemeriksaan berkala mengikuti SNI 03-3987-1995 tata cara
perencanaan dan pemasangan alat pemadam api ringan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung
8. Cara penghembusan media pemadam
Pengisian kembali: semua alat pemadam api ringan yang dapat diisi
kembali, harus di isi kembali setelah stiap penggunaan atau seperti
ditunjukkan oleh hasil inspeksi atau pemeliharaan.

J. SUATU BANGUNAN HARUS DILENGKAPI:

1. Dalam menunjang proses evakuasi, tanda-tanda yang cocok atau


cara lain untuk dapat mengenali, sampai pada tingkat yang
diperlukan, harus:

 Dipasang pencahayaan darurat untuk mengidentifikasi lokasi


eksit
 Dapat memandu penghuni/pengguna bangunan ke eksit
 Dapat terlihat secara jelas
 Dapat beroperasi saat sumber daya untuk sistem pencahayaan
tidak berfungsi, untuk waktu yang cukup hingga penghuni
bangunan terevakuasi dengan selamat.

2. Untuk mengingatkan penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya


kondisi darurat, maka sistem peringatan dini dan interkomunikasi
darurat harus disediakan sampai pada tingkat yang diperlukan,
disesuaikan dengan:

11
 Luas lantai bangunan
 Fungsi atau penggunaan bangunan
 Ketinggian bangunan.

4. Persyaratan Teknis Pencahayaan Darurat

Suatu sistem pencahayaan darurat harus dipasang:

a. Disetiap tangga, ramp dan jalan terusan yang dilindungi terhadap


kebakaran,
b. Di setiap jalan terusan, koridor, jalur penghubung di ruangan besar
(hall) atau semacamnya yang menjadi bagian dari jalur perjalanan
ke eksit,setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih dari 100
m² yang tidak membuka ke arah koridor atau ruang yang
mempunyai pencahayaan darurat atau ke jalan umum atau ke
ruang terbuka, setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih
dari 300 m²
c. Desain Sistem Pencahayaan Keadaan Darurat
d. Setiap sistem pencahayaan keadaan darurat harus:

 Beroperasi otomatis
 Memberikan pencahayaan yang cukup tanpa penundaan
yang tidak perlu dalam upaya menjamin evakuasi yang
aman di seluruh daerah dalam bangunan di lokasi atau
tempat yang dipersyaratkan
 Dilindungi terhadap kerusakan akibat kebakaran bila sistem
pencegahan darurat tersebut merupakan sistem yang
tersentralisasi.

e. Pencahayaan darurat harus memenuhi standar yang berlaku.


f. Tanda keluar (Eksit)

Suatu tanda eksit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri
eksit dan harus dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan

12
setiap:

1) Pintu yang memberikan jalan ke luar langsung dari satu lantai


ke:

 Tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur


tahan api, yang berfungsi sebagai sksit yang memenuhi
persyaratan
 Tangga luar, jalan terusan atau ramp yang memenuhi syarat
sebagai eksit
 Serambi atau balkon luar yang memberikan akses menuju
ke eksit.
 Pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang
dilindungi struktur tahan api atau tiap level hamburan ke
jalan umum atau ruang terbuka

2) Eksit horisontal

Pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang


disyaratkan pada lantai bangunan yang harus dilengkapi
dengan pencahayaan darurat.

3) Tanda penunjuk arah

Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan


jelas oleh penghuni atau pengguna bangunan, maka harus
dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan
arah, dan di pasang di koridor, jalan menuju ruang besar
(hllways), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi
penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.

4) Perkecualian Untuk Pemasangan Tanda Penunjuk Arah Ke


Luar
5) Desain dan Pengoperasian Tanda Penunjuk Arah Keluar

13
6) Setiap tanda eksit harus:

 Jelas dan pasti serta mempunyai huruf dan simbol


berukuran tepat
 Diberi pencahayaan yang cukup agar jelas terlihat setiap
waktu saat bangunan dihuni atau dipakai oleh setiap orang
yang berhak untuk memasuki bangunan

7) Dipasang sedemikian rupa sehingga bila terjadi gangguan


listrik, maka pencahayaan darurat segera menggantikannya
8) Bila diterangi dengan sistem pencahayaan darurat, maka
komponen pengkabelan dan sumber daya dan lain-lain harus
memenuhi syarat.
9) Tanda penunjuk arah ke luar harus memenuhi standar yang
berlaku.
10) Sistem Peringatan dan Interkomunikasi Darurat

 Suatu sistem pemberitahuan atau peringatan dan


interkomunikasi darurat sesuai dengan standar yang
berlaku harus dipasang pada:
 Bangunan dengan tinggi efektif lebih dari 25 m

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan


secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun
kegiatan sosial dan budaya

Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya


ancaman potensional dan derajat terkena pancaran api sejak dari
awal terjadi kebakaran hinga penjalaran api, asap, dan gas yang
ditimbulkannya.

B. SARAN
Demikian yang dapat saya tuliskan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak
kekurangannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penulis berharap para pembaca bersedia memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca pada umumnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Asal Mula Terjadinya Kebakaran

Hasyim. 2010. Definisi Dan Pencegahan Bahaya

Anonim. Strategi Pencegahan, Kawalan dan pelepasan Diri

Anwar Prabu Mangkunegara, (2002),

Bahan Training Keselamatan Kerja Penanggulangan Kebakaran

Jakarta, 1987. Fatmawati, R. 2009.

Audit Keselamatan Kebakaran Jakarta Tahun 2009

Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai