Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. RESIKO JATUH PADA LANJUT USIA

1. Pengertian

a. Resiko

Resiko adalah fungsi dari probabilitas (change, likelihood) dari suatu

kejadian yang tidak diinginkan dan tingkat keparahan atau besarnya

dampak dari kejadian tersebut.

Resiko didefinisikan juga sebagai ketidakpastian terhadap hasil yang akan

didapatkan, baik suatu kesempatan yang sifatnya positif atau ancaman

yang bersifat negatif dari suatu tindakan atau kejadian. Resiko harus

dinilai sehubungan dengan kombinasi dari kemungkinan terjadinya

sesuatu dan dampak yang timbul jika tidak benar-benar terjadi.

Menejemen resiko termasuk mengidentifikasi dan mengkaji resiko dan

respon terhadap resiko tersebut (Treasury,2004).

Resiko di rumah sakit secara klinis adalah semua isu yang dapat

berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi,

aman dan efektif.





b. Jatuh

Menurut Tinetti, et al. (1997, dalam Feder, 2000) Jatuh adalah tiba-tiba,

tidak disengaja yang menyebabkan perubahan posisi seseorang berada di

area yang lebih rendah pada suatu objek, dilantai atau di rumput atau

ditanah, selain akibat dari serangan paralis, epilepsi atau kekuatan diluar

batas.

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi

mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak

terbaring/terduduk dilantai atau di tempat yang lebih rendah dengan atau

tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo,2004)

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan suatu subjek yang

menyebabkan subjek yang sadar menjadi berada dipermukaan tanah tanpa

sengaja. Dan tidak termasuk akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran,

atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik

yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam kesadaran

sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa jatuh

kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan seseorang

terbaring atau terduduk dilantai.





2. Faktor Resiko

Faktor resiko jatuh pada lansia terdiri dari faktor instrinsik (host dan aktivitas)

dan faktor ekstrinsik (lingkungan dan obat-obatan)

a. Faktor instrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa

seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi

yang sama mungkin tidak jatuh (stanley, 2006).

Faktor intrinsik dibagi menjadi dua yaitu :

1. Faktor instrinsik yang dapat diantisipasi (Physiological Anticipated

Fall) diantaranya adalah :

a. Gangguan muskuloskeletal atau gangguan keseimbangan/mobilitas

misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan

ekstermitas bawah, kekakuan sendi, osteoporosis.

b. Sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang

disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala

lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing.

c. Riwayat Jatuh sebelumnya

d. Incontinensia urine

e. Gangguan kognitif (Psikologis)

f. Usia lebih dari 65 tahun

g. Status kesehatan yang buruk





2. Faktor Instrinsik yang tidak dapat diantisipasi (Unanticipated

Physiological Fall) diantaranya adalah :

a. Kejang

b. Aritmia jantung

c. Stroke atau serangan Ischema Attack (TIA)

d. Pingsan

e. Serangan jatuh (Drop Attack)

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan

pasien.

Faktor ekstrinsik juga dibagi dua yaitu :

1. Faktor ekstrinsik yang dapat diantisipasi (Physiological Anticipated

Fall) diantaranya adalah :

a. Lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang

kurang terang atau silau, lantai yang basah atau licin, tempat

berpegangan yang tidak kuat, kabel yang longgar.

b. Kursi atau tempat tidur yang beroda

c. Dudukan toilet yang rendah

d. Peralatan yang rusak atau tidak aman

e. Tempat tidur yang terlalu tinggi

f. Alas kaki yang tidak pas

g. Rawat inap yang berkepanjangan





2. Faktor ekstrinsik yang tidak dapat diantisipasi (Unanticipated

Physiological Fall) diantaranya reaksi pasien terhadap obat-obatan,

seperti pasien yang mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi,

diuretik, autonomik bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik,

analgetik dan psikotropik memiliki faktor resiko seseorang untuk

jatuh. Hal ini disebabkan karena obat-obatan tersebut memiliki efek

samping yang dapat menyebabkan seseorang memiliki resiko untuk

jatuh.

3. Akibat Jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusaka fisik dan

psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah

patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah

fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis, serta kerusakan jaringan

lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok

setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak

konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dlam

aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh (stanley, 2006).

4. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi jatuh adalah :

a. Perlukaan (Injury)





Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa

sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringa otot, robeknya

arteri/vena, patah tulang atau fraktur atau misalnya fraktur pelvis, femur,

humerus, lengan bawah, tungkai atas.

b. Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan

perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan

kepercayaan diri dan pembatasan gerak

c. Kematian

5. Pencegahan

a. Pencegahan jatuh ada 3 usaha pokok yaitu mengidentifikasi faktor resiko,

penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, mengatur atau mengatasi

faktor situsional :

1. Mengidentifikasi faktor resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari

adanya faktor instrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesment

keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik

yang sering menyebabkan jatuh.

2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan

badan pada saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka diperlukan





bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan juga

harus dilakukan dengan cermat apakah kakinya dapat menapak dengan

baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan

benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstermitas bawah

penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Semuanya harus

dikoreksi bila terdapat kelainan atau penurunan.

3. Mengatur atau mengatasi faktor situsional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia

dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara

periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan

mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional yang berupa

aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut

usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang

diperbolehkan sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka dianjurkan

lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau

beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

Untuk mengidentifikasi apakah lansia beresiko jatuh atau tidak, dapat

menggunakan penilaian skala jatuh dari Morse (Morse Fall Scale) dan

penilaian resiko jatuh pasien Geriatri

1. Penilaian skala jatuh dari Morse (Morse Fall Scale)

Tabel 2.1

Penilaian skala jatuh dari Morse





NO PENGKAJIAN SKALA SKOR


Riwayat jatuh : apakah lansia pernah Tidak 0
1 jatuh dalam 3 bulan terakhir Ya 25
Tidak 0
2 Diagnosis Medis Sekunder > 1
Ya 15
Menggunakan alat bantu jalan
− Bed rest/dibantu perawat 0
3 − Penopang/tongkat/walker 15
− Berpegangan pada benda-benda
30
disekitar (kursi, lemari, meja)
Tidak 0
4 Menggunakan infus
Ya 25
Gaya berjalan/berpindah
− Normal/bed rest/imobilisasi 0
5
− Lemah 15
− Terganggu 30
Status mental :
6
− Orientasi sesuai kemampuan diri 0
− Lupa keterbatasan diri 15
Total Skor

Keterangan :

Nilai 0-24 = Tidak beresiko jatuh

Nilai 25-50 = Beresiko rendah

Nilai ≥ 51 = Resiko tinggi untuk jatuh

2. Penilaian resiko jatuh pasien Geriatri

Tabel 2.2

Penilaian resiko jatuh pasien Geriatri

NO RESIKO SKALA SKOR


Gangguan gaya berjalan (diseret, menghentak,
1 4
berayun)
2 Pusing/pingsan pada posisi tegak 3
3 Kebingungan setiap saat 3
4 Nokturia/Inkontinen 3
5 Kebingungan intermiten 2





6 Kelemahan umum 2
Obat-obat beresiko tinggi (diuretik, narkotik,
sedatif, anti psikotik, laksatif, vasodilator,
7 2
antiaritmia, antihipertensi, obat, hipoglikemik,
antidepresan, neuroleptik, NSAID)
8 Riwayat jatuh dalam 12 bulan sebelumnya 2
9 Osteoporosis 1
10 Gangguan pendengaran atau penglihatan 1
11 Usia 70 tahun keatas 1
Total Skor

Keterangan :

Nilai 1-3 = Beresiko rendah

Nilai ≥ 4 = Resiko tinggi untuk jatuh

b. Diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik dan

koordinasi keseimbangan.

Latihan keseimbangan berguna untuk meningkatkan fleksibilitas,

menguatkan otot-otot tungkai dan meningkatkan respon keseimbangan

bila tidak dikombinasi dengan intervensi lain hanya menurunkan resiko

jatuh sebesar 11%. Sedangkan strategi manajemen meliputi kombinasi

latihan keseimbangan yang terstruktur, modifikasi lingkungan,

penghentian atau pengurangan obat-obatan psikotropik serta perbaikan

visus dapat menurunkan resiko jatuh sampai 25-39% (Bernedh, 2006). Hal

ini sesuai dengan pendapat Colon-Emeric (2002) yang menyatakan bahwa

latihan fisik adalah salah satu bentuk intervensi tunggal yang dapat

dilakukan pada lansia karena kekuatan kedua ekstermitas bawah dan





keseimbangan dapat terlihat peningkatannya secara nyata dengan program

latihan yang sederhana dan terukur.

Penelitian lain oleh Barnett, et al (2003, dalam anonim, 2007) menyatakan

bahwa program latihan fisik yang terdiri dari pemanasan diikuti dengan

keseimbangan, koordinasi dan latihan kekuatan otot serta pendinginan

yang dilakukan 1 jam per minggu selama satu tahun dapat menurunkan

angka kejadian jatuh sebesar 40%.

Menurut Skelton (2001), aktifitas fisik mempunyai efek positif terhadap

keseimbangan tubuh atau faktor resiko jatuh, yaitu meningkatkan

keseimbangan, kemampuan fungsional, mobilitas, kekuatan dan tenaga,

koordinasi dan gaya berjalan serta menurunkan depresi dan ketakutan

terhadap jatuh. Hal ini menandakan bahwa aktifitas fisik pada lansia perlu

dilakukan karena banyak keuntungan yang dapat dirasakan oleh lansia itu

sendiri.

c. Melakukan evaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan

gerakan pindah tempat dan pindah posisi.

Penilaian goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya

jatuh, begitu pula dengan penelitan apakah kekuatan otot ekstermitas

bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan

kakinya dengan baik, tidak mudah goyah dan mengangkat kai dengan





benar saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat

penurunan (Darmojo, 2004).

d. Anggota keluarga dianjurkan untuk berperan aktif karena selain

kebutuhan fisik yang diperlukan, kebutuhan psikis dan sosial juga sangat

penting, mengamati kemampuan dan keseimbangan dalam berjalan lansia,

berjalan bersama dan membantu stabilitas tubuh.

e. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya

dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan dibuat aman (stabil

ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta

lantai yang tidak licin dan penerangan yang cukup.

Beberapa cara memodifikasi lingkungan, antara lain:

1. Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk

menghindari pusing akibat suhu.

2. Letakkan barang-barang yang diperlukan berada dalam jangkauan

tanpa harus berjalan terlebih dahulu.

3. Gunakan karpet antislip dikamar mandi.

4. Perhatikan kualitas penerangan pencahayaan diruangan.

5. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.

6. Pasang pegangan tangan pada tangga dan pasang antislip pada

pegangan tangga, dan bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah

tangga.

7. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan

yang biasa untuk melintas. Misalnya karpet, sajadah.





8. Gunakan lantai yang tidak licin atau memakai alas kaki yang tidak

licin.

9. Atur letak barang-barang agar jalan untuk melintas mudah dan

menghindari tersandung.

10. Pasang pegangan tangan di tempat yang diperlukan seperti di kamar

mandi.

11. Pasang stiker cahaya yang akan menyala apabila lampu mendadak

padam sehingga memudahkan jalan untuk berjalan atau keluar.

12. Hindari penggunaan perabot yang beroda.

13. Pasang alarm dan alat komunikasi yang tinggal menekan tombol

apabila lansia meminta bantuan.

f. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas, atau penyakit yang baru.

Apabila keadaan lansia lemah atau lemastudan kegiatan sampai kondisi

memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi.

g. Menggunakan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat

ketiak) dan walker. Jika hanya satu ekstermitas atas yang digunakan,

pasien dianjurkan pakai tongkat. Pemilihan tipe tongkat yang digunakan,

ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika

kedua ekstermitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan

dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah

four-wheeled walker. Jika kedua ekstermitas atas diperlukan untuk

mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka





pemilihan alat di tentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam

menunjang berat badan.

Beberapa contoh alat bantu jalan (assistive devices) berikut ini :



Quad Cane

Folding cane





Hemi Walker

Front Wheel Walker Folding Walker

caring-for-aging-parents.com

B. LANJUT USIA (LANSIA)

Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

dan ditandai oleh gagalnya seorang untuk mempertahankan keseimbangan

kesehatan dan kondisi stres fisiologisnya. Lansia juga berkaitan dengan

penurunan daya kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara individual,

menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya

beberapa perubahan dalam hidup.

Menurut UU No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia pada Bab 1

Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai

usia lebih dari 60 tahun. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya





kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang terjadi.

Usia lanjut juga dapat dikatakan dengan usia emas karena tidak semua orang

dapat mencapai usia tersebut, maka jika seseorang telah berusia lanjut akan

memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun

preventif, agar dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang

berguna dan bahagia.

1. Batasan Lansia

Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas pada usia berapa penampilan

seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya

sangat berbeda baik dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya.

Beberapa pendapat mengenai batasan usia sebagai berikut :

a. Menurut UU No 4 Tahun 1965 "seseorang dapat dinyatakan sebagai

seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur

55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri atau

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari oranglain.

b. Menurut Dra.Ny.Jos Masdani (Psikolog UI)

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat

dibagi menjadi empat bagian yaitu :





1. Fase Luventus : antara 25 sampai 45 tahun

2. Fase Vertilitas : antara 40 sampai 50 tahun

3. Fase Prasenium : antara 55 sampai 65 tahun

4. Fase Senium : antara 65 tahun sampai dengan tutup usia

c. Menurut Prof.Dr. Koesmanto Setyonegoro

Pengelompokan lanjut usia yaitu :

1. Usia dewasa Penuh (middle years) atau maturitas, yaitu usia 25 sampai

60 atau 65 tahun.

2. Lanjut usia (geriatric age), lebih dari 65 atau 75 tahun yang dapat

dibagi menjadi :

a. Young old : usia 70 sampai 75 tahun

b. Old : usia 75 sampai 80 tahun

c. Very old : usia lebih dari 80 tahun

d. Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia :

1. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun.

2. Lansia, sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3. Lansia resiko tinggi, sesorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan

4. Lansia Potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa





5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain

e. Sedangkan klasifiksi lansia menurut WHO adalah :

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 sampai 59 tahun

2. Elderly : usia 60 sampai 74 tahun

3. Old : usia 75 sampai 89 tahun

4. Very old : usia >90 tahun

2. Perubahan Pada Lansia

Perubahan pada usia lanjut dapat dilihat dari perubahan fisik, psikis, sosial dan

lain-lain. Menua adalah proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Penuaan akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh, namun tidak semua

sistem tubuh mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama (Nugroho,

2008).

Perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses penuaan adalah perubahan

fisik. Penurunan fungsi fisik tersebut yang ditandai dengan ketidakmampuan

lansia untuk beraktifitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat.

Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut akan

menyebabkan berbagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi

kesehatan serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia (Setyoadi,

Noerhamdani dan Ermawati, 2011).





Perubahan fisik meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem

organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,

kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal,

genito urinaria, endokrin dan integumen.

a. Sistem Pernafasan pada lansia

1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara

inspirasi berkurang, sehingga pernafasan dangkal.

2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk

sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.

3. Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga

jumlah udara pernafasan yang msuk keparu mengalami penurunan.

4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan

normal 50m2).

5. Penurunan oksigen (O2) arteri menjadi 75mmHg mengganggu proses

oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak tersangkut semua ke

jaringan.

6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga

menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.

7. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran secret dan corpus

alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadi obstruksi.





b. Dalam sistem persyarafan pada lansia yaitu:

1. Cepat menurunkan hubungan persyarafan

2. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir

3. Mengecilnya saraf panca indra

4. Berkurangnya penglihatan, pendengaran, mengecilnya saraf pencium

dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya

ketahanan terhadap dingin.

c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia meliputi :

1. Penglihatan :

a. Kornea lebih berbentuk skeris.

b. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap

sinar.

c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).

d. Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.

e. Hilangnya daya akomodasi.

f. Menurunnya lapang pandangdan berkurangnya luas pandang.

g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada

skala.

2. Pendengaran

a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) : hilangnya

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama





terhadap bunyi suara, antara lain nada-nada yang tinggi, suara yang

tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, biasanya terjadi pada diatas

umur 65 tahun.

b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklresosis.

c. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena

meningkatnya kreatin.

3. Pengecap dan penghidu

a. Menurunnya kemampuan pengecap

b. Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera

makan berkurang.

4. Peraba

a. Kemunduran dalam merasakan sakit.

b. Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

d. Perubahan cardiovaskuler pada lansia

1. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

2. Kemampuan jantung memompa darah menurun satu persen setahun

sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan

volumenya.

3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah

4. Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh

darah perifer (normal ±170/95 mmHg).





e. Sistem genito urinaria pada lansia

1. Ginjal, mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50%, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50%,

fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan

mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria (biasanya

+1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai

ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

2. Vesika urinaria atau kandung kemih, otot-otot menjadi lemah,

kapasitasnya menurun sampai 200ml atau menyebabkan frekuensi

BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut

usia sehingga meningkatnya retensi urin.

3. Pembesaran prostat ± 75% dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.

4. Atropi vulva

5. Vagina, selaput menjadi kering, elastisitas jaringan menurun juga

permukaan menjadi halus, sekeresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya

lebih alkali terhadap perubahan warna.

6. Daya sexsual, frekuensi sexsual intercouse cenderung menurun tapi

kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

f. Sistem endokrin/metabolik pada lansia

1. Produksi hampir semua hormon menurun.

2. Fungsi paratiroid dan sekesinya tidak berubah.





3. Pituitary, pertumbuhan hormom ada tetapi lebih rendah dan hanya ada

di pembuluh darah dan berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH dan

LH.

4. Menurunnya akibat tiroid Ù BMR (Basal Metabolik Rate) turun dan

menurunnya daya pertukaran zat.

5. Menurunnya produksi aldosteron.

6. Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen,

testosteron.

7. Definisi hormonal dapat menyebabkan hipotiroidism, depresi dari

sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa

(stress).

g. Perubahan sistem pencernaan pada lansia

1. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya peridontal disease yang biasa

terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi

yang buruk dan gizi yang buruk.

2. Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput

lendir, atropi indera penngecap (± 80%), hilangnya sensitivitas dari

syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam dan pahit.

3. Esofagus melebar

4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam

lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.

5. Peristaltik lemah dan biasanya timbul kosntipasi.





6. Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).

7. Liver (hati), makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,

berkurangnya aliran darah.

h. Sistem muskuloskeletal pada lansia

1. Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.

2. Resiko terjadi fraktur.

3. Kyphosis.

4. Persendian besar dan menjadi kaku.

5. pada wanita lansia lebih besar resiko fraktur.

6. Pinggang, lutut dan jari pergelangan tangan terbatas.

7. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi badan

berkurang).

i. Perubahan sistem kulit pada lansia

1. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak

2. Kulit kering dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan

hilangnya cairan adiposa.

3. Kelenjar-kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga

tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.

4. Kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibatnya menurunnya

aliran darah dan menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen.

5. Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan

peneyembuhan luka-luka kurang baik.





6. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.

7. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak sserta warna

rambut kelabu.

8. Pada wanita lebih dari 60 tahun rambut wajah meningkat kadang-

kadang menurun.

9. Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang

menurun.

10. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas

yang banyak rendahnya aktifitas otot.

j. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual pada lansia

1. Perubahan sistem reproduksi : Selaput lendir vagina menurrun atau

kering, menciutnya ovarium dan uterus, atropi payudara, testis masih

dapat memproduksi meskipun adanya penurunan berangsur-angsur,

dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi

kesehatan baik.

2. Kegiatan sexsual

Sexsualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu

dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain

mengetahui bahwa ia sangat berati untuk anda. Juga sebagai pihak

yang lebih tua tanpa harus berhubungan badan, masih banyak cara lain

untuk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan-pernyataan





lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil

alih fungsi hubungan sexsualitas dalam pengalaman sex.

k. Perubahan-perubahan mental/psikologis

Perubahan mental, dalam bidang mental atau psikis pada usia lanjut, dapat

berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau

tamak jika memiliki sesuatu. yang perlu dimengerti adalah sikap umum

yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yaitu keinginan berumur

panjang dengan sedapat mungkin tenaganya dihemat, mengharapkan tetap

diberikan peranan dalam masyarakat, ingin tetap berwibawa dengan

mempertahankan hak dan hartanya, ingin meninggal secara terhormat

(Nugroho, 2008).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

2. Kesehatan umum.

3. Tingkat pendidikan.

4. Keturunan (herediter).

5. Lingkungan.

6. Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.

8. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman.

9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri dan perubahan konsep diri.





l. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yaitu nilai seseorang sering diukur melalui

produktivitasnya dan identitasnya dengan peranan dalam pekerjaan. Ketika

seseorang mengalami pensiun (purnatugas), maka yang dirasakan adalah

pendapatan berkurang (kehilangan finansial), kehilangan status (dulu

mempunyai jabatan atau posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua

fasilitas), kehilangan relasi, kehilangan kegiatan, akibatnya timbul

kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan cara

hidup (Nugroho, 2008). kesimpulannya adalah strata sosial merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia.

m. Perubahan Spiritual

Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya lansia

dalam kehidupan keagamaan. Agama dan kepercayaan terintegrasi dalam

kehidupan dan terlihat dalam pola berfikir dan bertindak sehari-hari.

Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk

menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun

merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan (Setyoadi,

Noerhamdani dan Ermawati, 2011).

3. KELUARGA

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang tersusun atas keluarga

(berperan sebagai suami dan ayah) dan beberapa orang yang terkumpul dan





tinggal bersama pada suatu tempat dibawah satu atap dalam kondisi yang

saling membutuhkan/ketergantungan (Departemen kesehatan RI, 1988).

Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.

b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan

mereka membentuk satu rumah tangga.

c. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling

berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu,

anak dan saudara.

d. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal

dari kebudayaan umum yang lebih luas.

Menurut Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara

meninjaunya berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu :

1. Secara struktual : Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau

ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orangtua, anak dan kerabat

lainnya.

2. Secara fungsional : Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang

dilakukann oleh keluarga, keluarga didiefinisikan dengan penekanan pada

terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial mencangkup

fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi,

pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.





3. Secara transaksional : memfokuskan pada bagaimana keluarga

melaksanakan fungsinya.

a. Fungsi Keluarga

Terdapat lima fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat, yaitu :

1. Fungsi biologis : Untuk meneruskan keturunan, memelihara dan

membesarkan anak, memberikan makanan bagi keluarga dan memenuhi

kebutuhan gizi, merawat dan melindungi kesehatan para anggotanya,

memberi kesempatan untuk berekreasi.

2. Fungsi psikologis : Identitas keluarga serta rasa aman dan kasih sayang,

pendewasaan kepribadian bagi para anggotanya, perlindungan secara

psikologis, mengadakan hubungan keluarga dengan kelurga lain atau

masyarakat.

3. Fungsi sosial budaya atau sosiologi : Meneruskan niai-nilai budaya,

sosialisasi, pembentukan norma-norma dan tingkah laku pada tiap tahap

perkembangan anak serta kehidupan keluarga.

4. Fungsi sosial : Mencari sumber-sumber untuk memenuhi fungsi lainnya,

pembagian sumber-sumber tersebut untuk pengeluaran atau tabungan,

pengaturan ekonomi atau keuangan.

b. Peran Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Peran keluarga adalah mampu mengenal masalah kesehatan, mampu

membuat keputusan tindakan, mampu melakukan perawatan pada anggota





keluarga yang sakit, mampu memodifikasi lingkungan rumah dan mampu

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Mubarok, 2007).

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran

dan tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yang

meliputi :

1. Mengenal masalah kesehatan

2. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga

3. Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit

4. Memodisikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

5. Menggunakan pelayanan kesehatan


Anda mungkin juga menyukai