Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama beberapa dekade terakhir dimana semakin meningkatnya permintaan oleh para
politisi dan masyarakat dalam ranah akuntansi pemerintah, dimana sektor pemerintah seharusnya
tidak hanya berfokus dan mencatat mengenai arus kas dan kas itu sendiri. Tuntutan ini lebih
menekan pemerintah untuk bagaimana pemerintah bertanggung jawab juga pada bagaimana
pemerintah menggunakan uang rakyat dalam pengelolaan pemerintahannya. Pada akhirnya
tuntutan dan permintaan dari masyarakat ini mengarah pada reformasi manajemen publik, yang
dikenal sebagai New Public Management di banyak negara. Menurut Jones&Pendlebury,1996
dan OECD,1993 mengatakan bahwa basis akrual dalam akuntansi dapat memenuhi hal-hal yang
terkait dengan bagaimana sistem akuntansi yang lebih baik, mendukung dalam pembuatan
keputusan, dan konsekuensi jangka panjang dari suatu kebijakan pemerintah. Basis akrual ini
dianggap lebih mampu menyediakan hal tersebut dibandingkan dengan basis kas yang dipakai
selama ini oleh negara kita. Reformasi sektor publik yang membuat pemerintah perlu untuk tidak
hanya menggunakan laporan keuangan dalam konteks kas saja tapi juga pada penggunaan
informasi-informasi yang disediakan oleh laporan keuangan sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan.
Reformasi yang terjadi di negara ini juga berdampak pada tuntutan masyarakat untuk
mereformasi juga masalah keuangan negara kita, sehingga Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan reformasi di bidang keuangan negara. Hal ini tertuang dalam pasal 3 ayat (1)
Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengharuskan
Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan, dapat semakin diwujudkan. Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan
penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang
berbunyi sebagai berikut:
”Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang
ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
Secara konseptual akuntansi berbasis akrual dipercaya dapat menghasilkan informasi
yang lebih akuntabel dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi
berbasis akrual dianggap mampu mendukung terlaksanakannya perhitungan berbagai macam
biaya pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah dengan wajar. Pencatatan dan
perhitungan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun yang belum dibayar dalam basis
akrual membuat akuntansi berbasis akrual secara konseptual dapat menyediakan pengukuran
yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di masa mendatang.
Sedangakan apabila dilihat dalam rangka pengukuran kinerja, informasi berbasis akrual dapat
menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya. Oleh
karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang saat ini
diperlukan oleh pemerintah dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Manfaat
sistem berbasis akrual antara lain (Van Der Hoek, 2005):
1. Mendukung Manajemen Kinerja
2. Menfasilitasi Manajemen keuangan yang lebih baik
3. Memperbaiki pengertian akan biaya program
4. Memperluas dan meningkatkan informasi alokasi sumber daya
5. Meningkatkan pelaporan keuangan
6. Memfasilitasi dan meningkatkan manajemen aset (termasuk kas)
Penetapan PP No. 71 Tahun 2010 maka penerapan sistem akuntansi pemerintahan berbasis
akrual telah mempunyai landasan hukum. Dengan penerapan ini maka pemerintah mempunyai
kewajiban untuk dapat segera menerapkan SAP yang baru yaitu SAP berbasis akrual. Hal ini
sesuai dengan pasal 32 UU No. 17 tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa bentuk dan isi
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan
SAP. Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1) PP No. 71 Tahun 2010 yang menyebutkan
bahwa Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual. SAP tersebut disusun oleh Komite Standar

1
Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang independen dan ditetapkan dengan PP setelah terlebih
dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tantangan baru yang muncul dari penetapan basis akrual ini membutuhkan suatu
pedoman yang dapat menjelaskan proses pembangunan sistem akuntansi pemerintahan berbasis
akrual ini secara lebih detil agar dapat berjalan dengan baik. Pasal 6 PP No. 71 Tahun 2010,
dimana ayat (2) menyebutkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintahan Pada Pemerintah Pusat
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem
Akuntansi Pemerintahan, dan pada ayat (3) menyebutkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintahan
Pada Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengacu pada
pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sementara itu dalam pedoman umum Sistem
Akuntansi Pemerintahan tersebut ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan dan
khusus untuk Pemerintah Daerah Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan setelah
Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, hal ini sesuai dengan amanat
yang tertuang dalam pasal 6 ayat (4) PP No. 71 Tahun 2010.
Terdapat perubahan yang cukup signifikan dalam unsur laporan keuangan yang harus
disajikan oleh setiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan di pemerintahan, jika dibandingkan
antara PP 71 tahun 2010 dengan PP No. 24 tahun 2005, yaitu sebagai beriku

t:

2
Hubungan antar laporan:

Laporan operasi (LO) pada dasarnya adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang
disusun dengan basis akrual, sementara LRA merupakan bagian dari Laporan Pelaksanaan
Anggaran (LPA) disusun dengan menggunakan basis kas. LO ini jika merujuk pada PP No. 24
tahun 2005 dapat dipersamakan dengan Laporan Kinerja Keuangan (LKK) yang pada Ppno 24
tahun 2005 bersifat optional. Bila LO ini jika disandingkan dengan Laporan Keuangan di sektor
swasta/ bisnis dapat dipersamakan dengan Laporan Laba (Rugi) (income statement).

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Manfaat Akuntansi Berbasis Akrual


• Memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah daerah;
• Menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah;
• Pengendalian defisit anggaran dan akumulasi biaya pemerintah lebih baik;
• Bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivias
perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi.

2.2 Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual


Perubahan basis akuntansi dari CTA menjadi akrual membawa dampak terhadap
perubahan tahapan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang dihasilkan. Seiring dengan
penerapan basis akrual untuk pelaporan keuangan, penyusunan anggaran tetap dilakukan dengan
menggunakan basis kas. Hal ini berarti proses pelaporan penganggaran akan menghasilkan
laporan realisasi anggaran yang tetap mengunakan basis kas, sedangkan untuk pelaporan
keuangan lainnya akan menggunakan basis akrual.
Perbedaan utama antara Basis Kas Menuju Akrual dengan Basis Akrual adalah pada basis
pengakuan pendapatan dan biaya. Sebagaimana dijelaskan pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan biaya pada basis kas dilakukan berdasarkan masuk dan keluarnya kas, sementara
basis akrual berdasarkan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas
diterima atau dibayarkan.
Perbandingan komponen laporan keuangan antara basis kas menuju akrual dan basis akrual
dapat dilihat dalam tabel berikut:

4
komponen laporan keuangan basis kas komponen laporan keuangan basis akrual
menuju akrual terdiri dari : terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2. Neraca 2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih
3. Laporan Arus Kas (LAK) 3. Neraca
4. Catatan atas Laporan Keuangan 4. Laporan Operasional
(CALK) 5. Laporan Arus Kas
6. Laporan Perubahan Ekuitas
7. Catatan atas Laporan Keuangan
Komponen laporan keuangan dalam Draft Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis
Akrual terdiri dari 7 komponen laporan dimana terdapat penambahan 3 jenis laporan
dalam draft SAP berbasis akrual yaitu Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan Kinerja Keuangan pada
Lampiran II PP 71/2010 menjadi Laporan Operasional pada Lampiran I PP 71/2010.

2.3 Siklus Akuntansi


Adapun tahapan-tahapan dari siklus akuntansi yaitu:
1. Siklus akuntansi dimulai dengan tahap menganalisis transaksi.
2. Tahapan kedua adalah menjurnal transaksi. Transaksi-transaksi pada awalnya dicatat
secara kronologis didalam jurnal sebelum dipindahkan ke Buku Besar akun-akun. Jadi
jurnal disebut dengan buku pencatatan awal. Biasanya jurnal memiliki kolom untuk
mencantumkan tanggal, nama akun, dan uraiannya, referensi dan dua kolom jumlah debit
dan kredit.
3. Tahap ketiga, transaksi yang telah dicatat dalam Jurnal kemudian diklasifikasikan ke
dalam Buku Besar per akun atau kode rekening.
4. Tahap keempat menyusun Neraca Saldo. Pada tanggal tertentu (misal akhir periode),
saldo dari setiap akun atau kode rekening dari Buku Besar diikhtisarkan atau dirangkum
dalam Neraca Saldo.

5
5. Tahap kelima menjurnal dan memposting jurnal penyesuaian untuk transaksi pembayaran
dimuka/pendapatan diterima dimuka (prepayment) atau transaksi yang masih harus
dibayar/yang masih harus diterima (accrual).
6. Tahap keenam menyusun Neraca Saldo Disesuaikan.
7. Tahap ketujuh menyusun laporan keuangan.
8. Tahap kedelapan menjurnal dan dan memposting ayat jurnal penutup.
9. Tahap kesembilan menyusun neraca saldo setelah penutupan.
Langkah-langkah optional jika worksheet disusun, maka tahap ke-4, ke-5, dan ke-6
dimasukkan dalam worksheet. Jika ayat jurnal pembalik (revershing entry) disusun, maka ayat
jurnal pembalik akan terjadi antara tahap 9 dan 1. Ayat jurnal koreksi, bila ada, seharusnya
dibukukan sebelum ayat jurnal penutup.

2.4 Persamaan Akuntansi


Persamaan akuntansi merupakan gambaran dari posisi keuangan entitas (Neraca)
dimana sisi kiri menggambarkan harta yang dimiliki oleh entitas, sedangkan sisi kanan
menggambarkan hak atau klaim atas harta tersebut.
Hal penting dari konsep akuntansi adalah kategori-kategori yang menjadi dasar
pengklasifikasian peristiwa-peristiwa ekonomi. Dua unsur kategori dasar adalah apa yang
dimiliki dan apa yang menjadi kewajibannya. Aset adalah sumberdaya yang dimiliki suatu
entitas. Kewajiban dan Ekuitas adalah hak atau klaim terhadap sumberdaya tersebut. Klaim
terhadap aset tersebut dari yang berutang (kreditur) disebut dengan kewajiban. Klaim dari
pemilik disebut sebagai ekuitas.
Hubungan antara aset, kewajiban, dan ekuitas dapat dinyatakan dalam persamaan berikut
ini :

a)Aset = Kewajiban + Ekuitas


Aset adalah sumberdaya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
daerah dan diharapkan memberikan kemanfatan dimasa yang akan datang. Kewajiban adalah
utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar
sumber daya ekonomi pemerintah daerah. Ekuitas merupakan kekayaan bersih pemerintah
daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah.

6
Selanjutnya Pendapatan yang diperoleh entitas akan menambah Ekuitas, sedangkan
adanya Beban akan mengurangi Ekuitas.
Sehingga persamaan akuntansi diturunkan sebagai berikut :
b) Aset = Kewajiban + Ekuitas + (Pendapatan – Beban)

c) Aset + Beban = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan

Pendapatan adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali. Beban
adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang
menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya
kewajiban. Ekuitas terdiri atas kejadian/transaksi yang bersumber dari transaksi akrual dan
transaksi kas yang terakumulasi dalam SAL. Sedangkan Pendapatan LRA akan menambah
SAL, dan Belanja akan mengurangi SAL. Demikian Juga Penerimaan Pembiayaan akan
menambah SAL, dan Pengeluaran Pembiayaan akan mengurangi SAL. Karena SAL
merupakan bagian dari EKUITAS, maka persamaan akuntansi yang digunakan untuk
persamaan akuntansi akrual sudah termasuk persamaan akuntansi dengan basis kas. Sehingga
untuk transaksi akrual maupun transaksi LRA menggunakan satu persamaan yg sama.

2.5 Konsep Home Office Branch Office (HOBO)


Struktur hubungan entitas dalam akuntansi yang diimplementasikan di Pemda adalah
struktur HOBO (Home Office & Branch Office).Dalam hal ini PPKD yang merepresentasikan
Pemerintah Daerah adalah sebagai Kantor Pusat (Home Office), sedangkan SKPD adalah
sebagai Kantor Cabang (Branch Office). Struktur hubungan HOBO lebih tepat untuk
menggambarkan hubungan transaksi antara PPKD dan SKPD, dibandingkan dengan struktur
hubungan induk dan anak (Parent & Subsidiary) dengan beberapa alasan:
a. PPKD-SKPD bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan;
b. Antara PPKD dan SKPD tidak terjadi Transfer Income (dalam pengertian profit);
c. SKPD dimiliki 100% oleh Pemerintah Daerah.
Sebagai konsekuensi dari struktur akuntansi HOBO, transaksi antara PPKD dan SKPD
dicatat menggunakan akun Reciprocal yaitu RKPPKD yang merupakan akun ekuitas di SKPD,
dan akun RK-SKPD yang merupakan akun aset di PPKD.Dengan demikian akun Reciprocal ini

7
adalah merupakan akun ril (real account). Akun Rekening Koran-PPKD merupakan akun ekuitas
di tingkat SKPD. Hal ini dikarenakan SKPD merupakan cabang dari Pemerintah Daerah,
sehingga sebenarnya SKPD tidak memiliki ekuitas sendiri, melainkan hanya menerima ekuitas
dari Pemerintah Daerah, melalui mekanisme transfer. Akun “Rekening Koran-PPKD” akan
bertambah bila SKPD menerima transfer aset (seperti menerima SP2D UP dan GU, menerima
aset tetap dari Pemerintah Daerah), pelunasan pembayaran belanja LS (menerima SP2D LS),
dan akan berkurang bila SKPD mentransfer aset ke Pemerintah Daerah (seperti penyetoran uang
ke Pemerintah Daerah).

2.6 Tantangan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Pemerintahan Indonesia


Sampai saat ini penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut belum terealisasi dengan
maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi akrual telah diterbitkan. Hal ini
merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus dilakukan secara cermat dengan persiapan
yang matang dan terstruktur.
Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju basis akrual agar dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya
dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja
masih banyak menghadapi hambatan, apalagi lagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi
berbasis akrual (Simanjuntak, 2010).
Beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia yang
dapat diidentifikasi yaitu:

2.6.1 Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System (Simanjuntak,
2010) dan (Bastian,2006)
Adanya kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa
penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi
dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern
yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

8
Dalam rangka mendukung penerapan basis akuntansi akrual, penggunaan teknologi yang
andal amat diperlukan guna mendukung keberhasilan pengolahan data baik pada masa transisi
maupun pada masa penerapan basis akrual secara penuh. Persiapan di bidang teknologi informasi
terutama diarahkan untuk pengembangan sistem akuntansi. Pengembangan sistem akuntansi
berbasis akrual membutuhkan suatu sistem akuntansi untuk mengakomodasinya. Kementerian
Keuangan telah mengembangkan :
1. SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara). Sistem SPAN telah diluncurkan
pada tanggal 19 Agustus 2013.
2. SAKTI (Sistem Akuntansi Tingkat Instansi). Sistem ini telah dilakukan
tahapan Integration Testdan piloting system direncanakan Tahun 2014.

2.6.2 Komitmen dari Pimpinan


Ritonga (2010) dalam Halim (2012 menyatakan harus ada komitmen dan dukungan
politik dari para pengambil keputusan dalam pemerintahan, karena upaya penerapan akuntansi
berbasis akrual memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama, bahkan lebih lama dari masa
periode jabatan presiden, gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPR/DPRD.
Menurut Simanjuntak (2010) dan Bastian (2006), dukungan yang kuat dari pimpinan
merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan
penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya
komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima
dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Kejelasan perundang-undangan mendorong penerapan
akuntansi pemerintahan dan memberikan dukungan yang kuat bagi para pimpinan
kementerian/lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.

2.6.3 Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten


Ritonga (2010) dalam Halim (2012) mengatakan dibutuhkan dukungan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan. Penyiapan dan
penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi
pemerintahan. Selain itu, menurut Simanjuntak (2010) dan Bastian (2006), pada saat ini,
kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya upaya untuk menerapkan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius

9
menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya
memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan.
Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk
memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.
Training kepada stakeholders diperlukan untuk menguatkan komitmen, penguatan
kompetensi SDM dan meminimalisasi risiko ketidakandalan data keuangan. Berdasarkan peta
pemangku kepentingan, maka training kesiapan implementasi basis akrual dibagi ke dalam 3
(tiga) level, yaitu Level Penentu Komitmen dan Politis, Level Manajerial dan Level Teknis.
Secara umum, melalui Program Integrasi Sosialisi/Training ini diharapkan semua pemangku
kepentingan memahami dan mendukung implementasi basis akrual dan bersama-sama
mengupayakan pencapaian opini terbaik pada LKKL dan LKPP Tahun 2015.

2.6.4 Resistensi Terhadap Perubahan


Dalam setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem
yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan
dan dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga penerapan
akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa ada resistensi.
Kompleksitas akuntansi akrual dapat menimbulkan resistensi di K/L, khususnya bagi para pelaku
akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. Adanya resistensi dari lembaga legislatif untuk
mengadopsi penganggaran akrual. resistensi ini seringkali akibat dari terlalu kompleksnya
penganggaran akrual.
Blondal (2003) sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007) dalam Halim
(2012),mengatakan bahwa kesulitan penerapan anggaran berbasis akrual di pemerintahan adalah
terkait Anggaran akrual diyakini beresiko dalam disiplin anggaran. Keputusan politis untuk
membelanjakan uang sebaiknya ditandingkan dengan ketika belanja tersebut dilaporkan dalam
anggaran. Hanya saja, basis kas yang dapat menyediakannya. Jika sebagian besar proyek belanja
modal, misalnya, dicatat dan dilaporkan pada beban penyusutan, akan berakibat meningkatkan
pengeluaran untuk proyek tersebut (Blondal (2003) sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007)
dalam Halim (2012),

10
2.6.5 Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dan dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan
penerapan akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan
keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan menyadari penggunaan atas penerimaan
pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan
dukungan yang positif diharapkan masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan
akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.

2.6.6 Pendanaan
Dalam rangka pelaksanaan pelatihan akrual, Pemerintah membutuhkan dana yang sangat
besar dengan mempertimbangkan jumlah satuan kerja (± 24.000) yang tersebar di seluruh
Indonesia, kelompok stakeholders (pemangku kepentingan) serta jenis komunikasi dan
pelatihan yang dibutuhkan untuk berbagai level. Untuk itu, selain dana yang berasal dari APBN,
Pemerintah juga mendapat komitmen untuk bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat
dan lembaga internasional, seperti dari Australia melalui program GPF-AIP dan Bank Dunia.

2.6.7 Penerapan akuntansi berbasis akrual


Dapat berakibat pada penurunan kualitas laporan keuangan (opini audit LKKL dan LKPP
menurun), hal ini dimungkinkan terjadi bila pemerintah kurang mengantisipasi dampak
penyusunan laporan keuangan berbasis akrual yang jauh lebih kompleks.
Dari beberapa permasalahan tersebut, salah satu poin penting dalam penerapan akuntansi
berbasis akrual adalah juga harus diterapkan anggaran berbasis akrual. Anggaran berbasis akrual
ini sulit diterapkan di organisasi pemerintahan karena sangat kompleks. Dalam akuntansi
anggaran mensyaratkan adanya pencatatan dan penyajian akun operasi sejajar dengan
anggarannya. Pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan ini dengan membangun Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), yaitu suatu sistem yang berbasis teknologi
informasi ditujukan untuk mendukung pencapaian prinsip-prinsip pengelolaan anggaran tersebut.
Seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran,
manajemen dokumen anggaran, manajemen komitmen pengadaan barang dan jasa, manajemen
pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas dan pelaporan diintegrasikan ke
dalam SPAN. Perubahan yang signifikan tersebut menuntut perbaikan pada proses bisnis yang

11
dijalankan dan perubahan pola pikir para pihak yang terlibat pada proses bisnis tersebut, baik
pengguna langsung dari Departemen Keuangan (internal), maupun dari kementerian/lembaga
(eksternal).

2.7 Peluang yang Dimiliki


Dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual pemerintah memiliki peluang antara lain
sebagai berikut:
1. Amanat UU No. 17/2003 dan UU No. 1/2004 serta rekomendasi BPK dalam penerapan
akuntansi berbasis akrual
2. Komitmen yang tinggi dari pimpinan penyelenggaran negara
3. Pengalaman dalam mengembangkan dan menyusun sistem akuntansi dan aplikasi laporan
keuangan berbasis Kas Menuju Akrual
4. Pengalaman dalam menyiapkan SDM bidang akuntansi dan pelaporan keuangan melalui
Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP)
5. Tersedianya SDM dalam jumlah yang cukup yang memahami akuntansi berbasis CTA
6. Pengalaman Kementerian Keuangan dalam pembinaan dan penyebarluasan bidang
akuntansi dan keuangan kepada seluruh kementerian negara/lembaga
7. Lebih efektifnya pengambilan keputusan yang telah mendapatkan informasi yang lebih
komprehensif
8. Adanya komitmen bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat dan lembaga
internasional, seperti dari Australia melalui program GPF-AIP dan Bank Dunia.

2.8 Langkah-Langkah Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual


Dengan berbagai permasalahan dan tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual dalam
pemerintahan indonesia seperti yang telah disebutkan diatas, maka pemerintah harus berupaya
semaksimal mungkin agar penerapannya dapat berjalan dengan baik dan optimal demi
terciptanya tata kelola pemerintahan (good governance) yang lebih transparan dan akuntabel.
Diharapkan gambaran operasional pemerintah yang lebih transparan serta pendapatan dan
belanja pemerintah dapat dialokasikan secara tepat setiap saat. Sehingga dalam hal ini diperlukan
strategi pemerintah untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual.

12
Dalam rangka penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut, pemerintah dalam hal ini
Kementerian Keuangan telah menetapkan peraturan-peraturan teknis yang akan dijadikan acuan
pelaksanaan. Peraturan-peraturan itu antara lain:
1. PMK No. 213/PMK.05/2013 Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat
2. PMK No. 214/PMK.05/2013 Tentang Bagan Akun Standar
3. PMK No. 215/PMK.05/2013 Tentang Jurnal Akuntansi Pemerintah Pada Pemerintah
Pusat
4. PMK No. 219/PMK.05/2013 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat
Selain itu dapat dilakukan langkah-langkah untuk mendukung persiapan penerapan
akuntansi berbasis akrual antara lain:
a. Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang memadai untuk dapat digunakan oleh
berbagai pihak dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
b. Menentukan daerah percontohan di setiap regional sebagai upaya
menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah dapat memfokuskan pada
beberapa daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat digunakan oleh seluruh daerah.
c. Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Hal tersebut dapat digunakan untuk menyerap
input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait penerapan akuntansi basis akrual.
d. Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi pimpinan
level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan sosialisasi dan pelatihan
untuk meningkatkan skill pelaksana, membangun kesadaran (awareness), dan mengajak
keterlibatan semua pihak.
e. Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis akrual
secara penuh.

2.9 Kasus
Implementasi Laporan Keuangan untuk SKPD Berbasis Akrual
Berikut akan diberikan ilustrasi akuntansi SKPD-berbasis akrual untuk menjelaskan
mengenai implementasi laporan keuangan untuk SKPD yang diperoleh dari Modul Pelatihan
oleh Kementerian Keuangan: Pemkab A mulai menerapkan akuntansi berbasis akrual PP No. 71
Tahun 2010. Berikut ini data-data akuntansi pada Dinas Perhubungan Kabupaten A.

13
ASET Rp KEWAJIBAN Rp

Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek

Kas di Bendahara Rp Rp
Pengeluaran 1,500,000 Utang PPh dan PPn 1,500,000

Rp
Persediaan 500,000

Rp
Total Aset Lancar 2,000,000

Aset Tetap EKUITAS

Rp Rp
Tanah 250,000,000 Ekuitas 639,500,000

Rp
Gedung/Bangunan 240,000,000

Rp
Peralatan dan Mesin 149,000,000

Rp
Total Aset Tetap 639,000,000

TOTAL KEWAJIBAN &


TOTAL ASET Rp641,000,000 EKUITAS Rp 641,000,000

14
Ringkasan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) Dinas Perhubungan untuk T.A. 2015 adalah
sebagai berikut:

Uraian Jumlah

Retribusi Rp 24,000,000

Belanja

Belanja Tidak Langsung:

Belanja Pegawai Rp 1,500,000,000

Belanja Langsung:

Belanja Pegawai Rp 65,000,000

Belanja Barang dan Jasa Rp 150,000,000

Belanja Modal Rp 120,000,000

Total Belanja Langsung Rp 335,000,000

Total Belanja Rp 1,835,000,000

15
Transaksi yang terjadi selama Tahun Anggaran 2015 di Dinas Perhubungan diringkaskan sebagai
berikut:

1/1/2015 Bendahara pengeluaran menyetorkan potongan PPh/PPN sebesar Rp 1.500.000 ke


rekening Kas Negara, berdasarkan bukti transaksi berupa SSP (Surat Setoran
Pajak Pusat).

2/2/2015 Bendahara pengeluaran menerima uang persediaan (UP) dari BUD sebesar
Rp50.000.000 berdasarkan bukti transaksi berupa SP2D UP.

3/3/2015 Total realisasi belanja gaji dan tunjangan selama setahun sebesar Rp
1.487.500.000 berdasarkan bukti transaksi berupa SP2D-LS Gaji dan Tunjangan.

4/4/2015 Total realisasi belanja modal yang seluruhnya untuk pengadaan peralatan dan
mesin sebesar Rp 110.000.000 berdasarkan bukti transaksi berupa SP2D-LS
Belanja modal.

5/5/2015 Total realisasi belanja barang dan jasa untuk konsumsi yang dibayar secara LS
sebesar Rp55.000.000 berdasarkan SP2D-LS Belanja Barang dan Jasa.

6/6/2015 Surat Ketetapan Retribusi (SKR) yang diterbitkan selama T.A 2015 sebesar Rp
27.000.000. Dari jumlah tersebut, pendapatan retribusi yang diterima bendahara
penerimaan sebesar Rp 25.500.000. Pendapatan tsb telah disetor seluruhnya ke
rekening Kas Daerah, berdasarkan bukti transaksi berupa STS (Surat Tanda
Setoran).

7/7/2015 Total SP2D GU yang diterima selama tahun berjalan meliputi pengesahan belanja
yang dibayar dengan UP dan sekaligus pengisian kembali UP yang terpakai
dengan rincian sbb: Belanja Pegawai (honor-honor) sebesar Rp 53.750.000;
Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp 62.500.000

8/8/2015 Belanja UP yang terakhir telah disahkan dengan diterimanya SP2D GU Nihil
(bukti transaksi pengesahan belanja UP tanpa pengisian UP yang terpakai) untuk
belanja sbb: Belanja Pegawai (honor-honor) sebesar Rp 11.000.000; Belanja
Barang dan Jasa sebesar Rp 27.500.000.

16
9/9/2015 Sisa UP telah disetor seluruhnya pada akhir tahun ke rekening Kas Daerah sebesar
Rp 11.500.000. Berdasarkan bukti transaksi berupa STS.

10/10/2015 PPh/PPN yang dipotong/dipungut oleh bendahara pengeluaran selama tahun


berjalan telah disetor seluruhnya ke rekening Kas Negara sebesar Rp 19.750.000.
Berdasarkan bukti transaksi berupa SSP.

31/12/2015 Berdasarkan hasil inventarisasi fisik persediaan, diketahui persediaan yang masih
tersisa pada akhir tahun 2015 sebesar Rp 1.000.000.

31/12/2015 Berdasarkan kebijakan akuntansi Pemkab Adil Makmur, penyusutan aset tetap
mulai diterapkan terhitung T.A. 2015. Semua aset tetap yang dapat disusutkan
dihitung penyusutannya dengan metode garis lurus dengan asumsi nilai residu
nol. Gedung dan Bangunan disusutkan dengan tarif penyusutan sebesar 2,5% per
tahun, sedangkan peralatan dan mesin disusutkan dengan tarif penyusutan sebesar
10% per tahunnya. Semua aset tetap (kecuali tanah dan Konstruksi Dalam
Pekerjaan) yang diperoleh pada tahun berjalan diasumsikan telah dapat disusutkan
untuk setahun penuh.

31/12/2015 Tagihan belanja barang dan jasa berupa belanja langganan daya dan jasa untuk
bulan Desember 2015 sebesar Rp 15.325.000 belum terbayarkan.

a. Langkah 1: Analisis Transaksi dan Penjurnalan di Buku Jurnal Finansial atau dan
Pencatatan di Buku Anggaran
Buku Jurnal Finansial:

17
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit

1/01/2015 Kas 1,500,000

Persediaan 500,000

Tanah 250,000,000

Gedung dan Bangunan 240,000,000

Peralatan dan Mesin 149,000,000

Utang Perhitungan Pihak


1,500,000
Ketiga

Ekuitas 639,500,000

1/01/2015 Utang Perhitungan Pihak Ketiga 1,500,000

Kas 1,500,000

2/02/2015 Kas 50,000,000

Ekuitas untuk
50,000,000
Dikonsolidasikan

3/03/2015 Beban Pegawai 1,487,500,000

Ekuitas untuk
1,487,500,000
Dikonsolidasikan

4/04/2015 Peralatan dan Mesin 110,000,000

18
Ekuitas untuk
110,000,000
Dikonsolidasikan

5/05/2015 Beban Barang 55,000,000

Ekuitas untuk
55,000,000
Dikonsolidasikan

6/06/2015 Piutang Pendapatan 27,000,000

Pendapatan Retribusi Daerah-


27,000,000
LO

Kas 25,500,000

Piutang Pendapatan 25,500,000

7/07/2015 Ekuitas untuk Dikonsolidasikan 25,500,000

Kas 25,500,000

7/07/2015 Beban Pegawai 53,750,000

Beban Barang 62,500,000

Ekuitas untuk
116,250,000
Dikonsolidasikan

8/08/2015 Beban Pegawai 11,000,000

Beban Barang 27,500,000

19
Kas 38,500,000

9/09/2015 Ekuitas untuk Dikonsolidasikan 11,500,000

Kas 11,500,000

10/10/2015 Kas 19,750,000

Utang Perhitungan Pihak


19,750,000
Ketiga

10/10/2015 Utang Perhitungan Pihak Ketiga 19,750,000

Kas 19,750,000

20
Buku Anggaran:

Tanggal Keterangan Penerimaan Pengeluaran

3/03/2015 Belanja Pegawai 1,487,500,000

4/04/2015 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 110,000,000

5/05/2015 Belanja Barang dan Jasa 55,000,000

6/06/2015 Pendapatan Retribusi Daerah-LRA 25,500,000

7/07/2015 Belanja Pegawai 53,750,000

7/07/2015 Belanja Barang dan Jasa 62,500,000

8/08/2015 Belanja Pegawai 11,000,000

8/08/2015 Belanja Barang dan Jasa 27,500,000

b. Langkah 2: Pencatatan Penyesuaian di Buku Jurnal Finansial


Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit

31/12/2015 Persediaan 500,000

Beban Barang 500,000

31/12/2015 Beban Penyusutan 31,900,000

Akumulasi Penyusutan 31,900,000

31/12/2015 Beban Barang 15,325,000

Utang Beban 15,325,000

21
c. Langkah 3: Posting ke Buku Besar kemudian menyusun Neraca Saldo Setelah
Penyesuaian
Pemerintah Kabupaten A
NERACA SALDO SETELAH PENYESUAIAN
Per 31 Desember 2015
Debit Kredit
Nama Akun
Kas

Piutang Pendapatan 1,500,000

Persediaan 1,000,000

Tanah 250,000,000

Peralatan dan Mesin 259,000,000

Gedung dan Bangunan 240,000,000

Akumulasi Penyusutan 31,900,000

Utang Perhitungan Pihak Ketiga

Utang Beban 15,325,000

Ekuitas 639,500,000

Ekuitas untuk Dikonsolidasikan 1,781,750,000

Pendapatan Retribusi Daerah-LO 27,000,000

Beban Pegawai 1,552,250,000

Beban Barang 159,825,000

Beban Penyusutan 31,900,000

Jumlah 2,495,475,000 2,495,475,000

d. Langkah 4: Penyusunan Laporan Keuangan


(dibawah ini ditampilkan laporan keuangan Dinas Perhubungan Kabupaten A)

22
Pemerintah Kabupaten A
Dinas Perhubungan
LAPORAN OPERASIONAL
Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015

Akun Jumlah
PENDAPATAN-LO
Pendapatan Asli Daerah (PAD)-LO
Pendapatan Pajak Daerah-LO
Pendapatan Retribusi Daerah-LO Rp 27,000,000
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan-LO
Lain-Lain PAD yang Sah-LO
Jumlah Pendapatan Asli Daerah Rp 27,000,000
Pendapatan Transfer-LO
Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah Lainnya
Bantuan Keuangan
Jumlah Pendapatan Transfer
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah-LO
Pendapatan Hibah
Pendapatan Lainnya
Jumlah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Pendapatan Non Operasional-LO
Pos Luar Biasa
JUMLAH PENDAPATAN-LO Rp 27,000,000

BEBAN
Beban Operasi
Beban Pegawai Rp 1,552,250,000
Beban Barang Rp 159,825,000
Beban Bunga
Beban Subsidi
Beban Hibah
Beban Bantuan Sosial
Beban Penyusutan Rp 31,900,000
Beban Penyisihan Piutang
Beban Lain-lain
Jumlah Beban Operasi Rp 1,743,975,000
Beban Transfer
Bagi Hasil Pajak
Bagi Hasil Pendapatan lainnya
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah
Lainnya
Transfer Bantuan Keuangan ke Desa
Transfer Bantuan Keuangan lainnya
Jumlah Beban Transfer
Beban Non Operasional
Beban Luar Biasa
JUMLAH BEBAN Rp 1,743,975,000

SURPLUS/DEFISIT Rp (1,716,975,000)

23
Pemerintah Kabupaten A

Dinas Perhubungan

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015

Ekuitas Awal Rp 639,500,000

Surplus/Defisit-LO Rp (1,716,975,000)

Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan/Kesalahan


Mendasar:

Koreksi Nilai Persediaan

Selisih Revaluasi Aset Tetap

Lain-lain

Rp
Ekuitas Akhir (1,077,475,000)

24
Pemerintah Kabupaten A

Dinas Perhubungan

NERACA

31 Desember 2015

ASET KEWAJIBAN
Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
Kas Utang Perhitungan Pihak Ketiga
Investasi Jangka Pendek Utang Bunga
Piutang Pendapatan Rp 1,500,000 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Piutang Lainnya Pendapatan Diterima Dimuka
Penyisihan Piutang Utang Beban Rp 15,325,000
Beban Dibayar di Muka Utang Jangka Pendek Lainnya
Persediaan Rp 1,000,000 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek Rp 15,325,000
Aset untuk Dikonsolidasikan Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah Aset Lancar Rp 2,500,000 Utang Dalam Negeri
Investasi Jangka Panjang Utang Luar Negeri
Utang Jangka Panjang Lainnya
Investasi Jangka Panjang Non Permanen
Investasi Jangka Panjang Permanen Jumlah Kewajiban Jangka Panjang Rp -
Jumlah Investasi Jangka Panjang Rp - JUMLAH KEWAJIBAN Rp 15,325,000
Aset Tetap
Tanah Rp 250,000,000 EKUITAS
Peralatan dan Mesin Rp 259,000,000 Ekuitas
Gedung dan Bangunan Rp 240,000,000 Ekuitas Rp (1,077,475,000)
Jalan, Irigasi, dan Jaringan Ekuitas SAL
Aset Tetap Lainnya Ekuitas untuk Dikonsolidasikan Rp 1,781,750,000
Konstruksi Dalam Pengerjaan JUMLAH EKUITAS Rp 704,275,000
Akumulasi Penyusutan Rp (31,900,000)
Jumlah Aset Tetap Rp 717,100,000
Dana Cadangan
Dana Cadangan
Jumlah Dana Cadangan Rp -
Aset Lainnya
Tagihan Jangka Panjang
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tidak Berwujud
Aset Lain-lain
Jumlah Aset Lainnya Rp -
JUMLAH ASET Rp 719,600,000 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS Rp 719,600,000

25
Pemerintah Kabupaten A

Dinas Perhubungan

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2015

Anggaran Sete lah


Uraian Realisasi %
Perubahan
PENDAPATAN-LRA
Pendapatan Asli Daerah-LRA
Pendapatan Pajak Daerah-LRA
Pendapatan Retribusi Daerah-LRA Rp 24,000,000 Rp 25,500,000 106%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan-LRA
Lain-lain PAD yang Sah-LRA
Jumlah Pendapatan Asli Daerah Rp 24,000,000 Rp 25,500,000 106%
Pendapatan Transfer-LRA
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat- Dana
Perimbangan
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah-Lainnya
Bantuan Keuangan
Jumlah Pendapatan Transfer Rp - Rp - 0%
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah-LRA
Pendapatan Hibah
Pendapatan Lainnya
Jumlah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp - Rp - 0%
JUMLAH PENDAPATAN Rp 24,000,000 Rp 25,500,000 106%

BELANJA
Belanja Operasi
Belanja Pegawai Rp 1,565,000,000 Rp 1,552,250,000 99%
Belanja Barang dan Jasa Rp 150,000,000 Rp 145,000,000 97%
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Jumlah Belanja Operasi Rp 1,715,000,000 Rp 1,697,250,000 99%
Belanja Modal
Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Peralatan dan Mesin Rp 120,000,000 Rp 110,000,000 92%
Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya
Jumlah Belanja Modal Rp 120,000,000 Rp 110,000,000 92%
Belanja Tak Terduga
Belanja Tak Terduga
Jumlah Belanja Tak Terduga Rp - Rp - 0%
Jumlah Belanja Rp 1,835,000,000 Rp 1,807,250,000 98%
Transfer
Transfer Bagi Hasil Pendapatan
Transfer Bagi Hasil Pajak
Transfer Bagi Hasil Pendapatan Lainnya
Transfer Bantuan Keuangan 26
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah
Lainnya
Transfer Bantuan Keuangan ke Desa
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya
Jumlah Belanja Modal Rp 120,000,000 Rp 110,000,000 92%
Belanja Tak Terduga
Belanja Tak Terduga
Jumlah Belanja Tak Terduga Rp - Rp - 0%
Jumlah Belanja Rp 1,835,000,000 Rp 1,807,250,000 98%
Transfer
Transfer Bagi Hasil Pendapatan
Transfer Bagi Hasil Pajak
Transfer Bagi Hasil Pendapatan Lainnya
Transfer Bantuan Keuangan
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah
Lainnya
Transfer Bantuan Keuangan ke Desa
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya
Jumlah Transfer Rp - Rp - 0%
JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER Rp 1,835,000,000 Rp 1,807,250,000 98%

SURPLUS/DEFISIT Rp (1,811,000,000) Rp (1,781,750,000)

e. Langkah 5: Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan


Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: a) menyajikan
informasi tentang ekonomi makro, kebijakan fiskal/keuangan dan pencapaian target perda APBD
beserta kendala dan hambatan; b) menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja selama tahun
pelaporan; c) menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi yang dipilih untuk diterapkan; d) menyajikan informasi tambahan yang diperlukan
untuk penyajian yang wajar.
Sistematika penyajian CaLK sebagai berikut: 1) informasi umum tentang Entitas
Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 2) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 3) Ikhtisar
pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya; 4) kebijakan akuntansi yang
penting: (a) entitas pelaporan; (b) basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
(c) basis pengukuran yang digunakan; (d) kesesuaian kebijakan akuntansi dengan ketentuan
SAP; dan (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan; 5) penjelasan pos-pos laporan
keuangan: (a) rincian dan penjelasan masing-masing pos; dan (b) pengungkapan informasi yang
diharuskan oleh PSAP yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan; serta 6)
informasi tambahan lainnya yang diperlukan.

27
BAB III

KESIMPULAN

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan bagian dari pemerintah daerah yang
melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik, baik secara langsung ataupun tidak.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut, SKPD diberikan alokasi dana
(anggaran) dan barang atau aset yang dibutuhkan. Oleh karena itu, Kepala SKPD disebut juga
Pengguna Anggaran (PA) dan Pengguna Barang (PB). Penyebutan SKPD selaku entitas
akuntansi pada dasarnya untuk menunjukkan bahwa SKPD melaksanakan proses akuntansi untuk
menyusun laporan keuangan yang akan disampaika kepada kepala daerah sebagai bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah (yang mencakup anggaran dan barang,
diiringi dengan dana yang dikelola oleh bendahara selaku pejabat fungsional).
SKPD diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Operasional, dan Catatan atas Laporan
Keuangan. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi tentang anggaran SKPD, yang
terdiri dari pendapatan dan belanja serta realisasi atas anggaran. Neraca memberikan informasi
mengenai posisi keuangan pada akhir tahun anggaran. Laporan Operasional menyajikan ikhtisar
sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikeola oleh
pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaran pemerintahan dalam satu periode
pelaporan. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas
tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Catatan atas Laporan Keuangan
memberikan informasi mengenai berbagai hal yang tidak “terbaca” dari laporan keuangan
lainnya.
Langkah-langkah menyusun laporan keuangan untuk SKPD, diawali dengan melakukan
analisis transaksi dan penjurnalan ke buku jurnal finansial serta pencatatan ke buku anggaran.
Langkah kedua adalah pencatatan penyesuaian ke buku jurnal finansial. Kemudian dilanjutkan
dengan memposting ke buku besar lalu menyusun neraca saldo setelah penyesuaian. Langkah
keempat adalah menyusun laporan keuangan, yaitu Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, Neraca, dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyusun Catatan atas Laporan
Keuangan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul, dan Syam Kusufi. 2012. Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik,
dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan dari Pemerintah Hingga Tempat
Ibadah. Salemba Empat. Jakarta.

Mursyidi. 2009. Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

www.kemenkeu.go.id

29

Anda mungkin juga menyukai