Anda di halaman 1dari 18

UPAYA

MEMBELAJARKAN LIFE SKILL

MELALUI BELAJAR MEMBUAT ALAT PERAGA PADA SISWA SMK

N 2 WONOSARI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

Bambang sudiyono*)

Abstrak:  Pembelajaran  dasar   kelistrikan   otomotif   di   sekolah   menengah   kejuruan

kelompok   teknologi   dan   industri   (SMK-N2) Wonosari Gunungkidul Yogyakarta

kurang dapat dimaksimalkan dalam memberdayakan alat peraga pembelajaran

dikarenakan alat peraga yang diperlukan berupa cutter motor listrik starter,

generator DC dan generator AC belum dimiliki sekolah. Cutter dimaksud adalah alat

peraga yang padanya sengaja dilakukan pemotongan untuk menjelaskan susunan

anatomis dan cara kerja komponen agar tampak dari luar. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut guru dan siswa melaksanakan pembelajaran membuat alat

peraga yang dibutuhkan dalam pembelajaran dengan cara membelajarkan siswa

membuat alat peraga. Dilaksanakan pada satu kelas dengan siswa berjumlah 36

orang. Hasil dari pembelajaran menunjukkan peningkatan pemahaman dan

kompetensi serta life skill pada siswa dengan menghasilkan produk belajar berupa

alat peraga pembelajaran.


Kata kunci: Pembelajaran, dasar kelistrikan otomotif, pemahaman dan kompetensi,

life skill, alat peraga.

Pendahuluan

Sebagian besar siswa SMK N 2 Wonosari berasal dari daerah Gunungkidul dan

sekitarnya dengan letak jarak dan geografis tempat tinggalnya merupakan dataran

pegunungan yang berbeda-beda. Kondisi ekonomi orangtua siswa juga beragam,

namun sebagian besar adalah golongan ekonominya menengah ke bawah. Dari hasil

wawancara dengan para siswa jurusan otomotif, tujuan mereka sekolah di SMK

adalah bila tidak dapat meneruskan sekolah ke pendidikan yang lebih tinggi mereka

dapat memiliki keterampilan yang diharapkan menjadi bekal ketika akan bekerja di

industri atau berwiraswasta.

Proses pembelajaran mata pelajaran kelistrikan otomotif pada jurusan teknik

kendaraan ringan (otomotif) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Wonosari

kurang didukung dengan keberadaan alat peraga pembelajaran secara maksimal

sehingga dalam memberdayakan kehadiran alat peraga untuk belajar siswa juga

kurang maksimal. Hal ini terjadi karena jumlah dan jenis alat peraga di sekolah masih

kurang mencukupi secara kwalitas maupun kwantitas, sehingga perlu pengadaan dan

penambahan baik jumlah maupun jenis variasinya.

(seharusnya)………. Proses pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan

seharusnya diupayakan dengan cara mendekatkan materi dalam bayangan (teori)

2
dengan benda nyata. Di SMK N 2 Wonosari telah menghadirkan alat peraga, namun

penggunaannya sebagian besar untuk kelas tingkat akhir sedangkan ditingkat dasar

yang dibutuhkan untuk pemahaman, pengetahuan dan pengenalan konsep kelistrikan

otomotif menurut penulis masih kurang bahkan belum ada. Jika alat peraga dimaksud

tidak ada maka akan berdampak pada tujuan pembelajaran siswa dan guru akan tidak

tercapai terutama pembelajaran kejuruan (produktif) yang menekankan pada materi

prinsip-prinsip fundamental. Siswa perlu mendapatkan pengetahuan dan pengertian

yang lengkap secara rinci mengenai cara kerja bagian alat dari sistim yang sedang

dipelajari misalnya sistim starter. Jika siswa ingin tahu cara bekerjanya motor starter

guru kurang dapat menjelaskan secara nyata tanpa didukung dengan peraga cutting

motor starter meskipun hal ini dapat di bantu dengan gambar-gambar dari LCD

namun gambar-gambar dimaksud tidak dapat diraba, dipegang secara nyata oleh

siswa sehingga keterlibatan siswa dalam belajarnya kurang dekat dengan benda nyata

tetapi berupa bayangan-bayangan dari computer dan LCD saja. Belajar siswa menjadi

kurang puas dan siswa secara tidak sadar dipaksa menerima bayangan materi yang

abstrak.

Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar menurut tingkat dari yang paling

kongkrit sampai ke yang paling abstrak. Klasifikasi ini kemudian terkenal dengan

nama kerucut pengalaman (Cone of experience) dari Edgar Dale. Dalam klasifikasi

tersebut, pengalaman langsung, partisipasi dan observasi adalah pembelajaran

yang paling efektif untuk memandirikan siswa dalam belajar, karena siswa

3
dihadapkan atau dilibatkan secara nyata dalam belajar memberi solusi kekurangan

alat peraga sekolah dan diharapkan berkembang,berkreasi atas materi yang dipelajari.

(Permasalahan yang ada) alat peraga yang tersedia dan mendukung pembelajatan

masih didominasi untuk kebutuhan belajar ditingkat lanjut sedangkan ditingkat dasar

yang memerlukan kaidah prinsip dasar dan mendasar untuk pembelajaran kelas I

belum mencukupi, bahkan belum ada misalnya cutter(potongan): motor starter,

generator AC dan generator DC.

Permasalahan juga muncul jika alat peraga diadakan dengan membeli dari pabrik alat

peraga tidak dapat memenuhi selera dan maksud pembelajaran yang telah

direncanakan guru maupun siswa, ongkos pemesanan pembuatan juga lebih mahal

dan marugikan pembelajaran siswa.

Pengadaan alat peraga dapat memberikan kontribusi kepada siswa berupa gambaran

mendesain dan cara membuat atau memproduksinya. Jika pengadaan dan

pembuatannya melibatkan siswa SMK dalam pembelajarannya dapat menjadi wahana

tranformasi pendidikan dan belajar ketrampilan hidup.

Membelajarkan keterampilan hidup (life skill) siswa dapat dilakukan secara

terintegrasi dengan program pembelajaran dengan pelaksanaan di saat pelajaran

praktik produktif misalnya pengembangan bengkel.

4
Terdapat banyak keuntungan yang akan diperoleh dalam ranah pembelajaran

diantaranya :

Siswa mendapatkan pengalaman belajar baru yakni membuat alat peraga

pembelajaran

Bagi sekolah dapat melakukan penghematan anggaran pengadaan alat peraga

pembelajaran.

Bagi guru dapat meningkatkan peran guru sebagai fasilitator dan agen pembelajaran

untuk mentransformasikan nilai-nilai hidup dalam pembelajaran.

Dapat dijadikan sebagai area untuk membelajarkan life skill siswa diantaranya :

Kerjasama dalam kelompok atau kelompok berbeda, berpikir analisis, tanggung

jawab dan rasa memiliki buatannya.

(Tindakan penulis) penulis melakukan pembelajaran bersama siswa untuk mengatasi

kekurangan alat peraga di sekolah. Menurut penulis kegiatan ini dapat memberikan

manfaat bagi siswa dalam hal keterampilan life skill dan juga ketersediaan alat peraga

dapat terwujud dan dibuat sesuai dengan alur cerita sebagaimana yang ada pada

silabus pembelajaran. Siswa dapat lebih aktif mengerahkan potensinya sedang guru

sebagai fasilitator dan juga motivator,membantu membangkitkan inspirasi siswa pada

pembelajaran ini. Pembuatan alat peraga dengan melibatkan siswa sebagai subyek

pembelajaran dapat menambah kontribusi pada sekolah terutama sekolah-sekolah

5
swasta yang dituntut harus mandiri tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah.

Dapat pula menambah jiwa petualangan siswa dalam belajar dan penguasaan

pengetahuan kompetensi alternatif yang diharapkan semakin nyata di masa sekarang

ini. Upaya-upaya ini juga masih relevan dengan Competency Based Currikulum,

Broad Based Currikulum, Production Based Training serta Competence Base

Training

Mengadakan alat peraga dengan cara memesan atau membeli pada produsen alat

peraga atau siswa kurang dilibatkan dalam pembuatannya, maka harapan untuk

memperoleh penjelasan dan pengetahuan serta pemahaman materi dengan alat peraga

pembelajaran secara rinci akan tidak sesuai dengan maksud silabus dan target yang

dikehendaki dalam pembelajaran diantaranya penjelasan proses cara kerja dan prinsip

kerja secara rinci sebuah peralatan atau komponen dari suatu sistim yang sedang

dipelajari kurang jelas karena letak pemotongan pada bagian yang dijelaskan tidak

runtut atau asal dikerjakan. Sehingga dengan demikian pembelajaran akan mengalami

kendala ketika bersentuhan dengan prinsip dan cara kerja peralatan secara rinci dari

bagian yang seharusnya ditampakkan malah tidak terlihat sama sekali. Disamping itu

jika siswa kurang dilibatkannya dalam pembuatan alat peraga, akan berpengaruh

kurang memperoleh pengalaman baru bagi siswa misalnya, pada proses pembuatan,

proses kerja, cara kerja serta rasa ikut andil atau partisipasi belajar siswa atas

pengadaan alat peraga pembelajaran, dengan kata lain siswa tidak mendapatkan

pengalaman baru tentang pembuatan alat peraga dan tidak merasa memiliki andil atas

6
hadirnya peraga pendidikan yang dipergunakannya, siswa juga tidak memperoleh

ilmu cara membuat alat peraga dan life skill.

Dalam kegiatan proses pembuatan alat peraga terdapat pengalaman belajar dan

pengalaman lain bagi siswa yang bermanfaat baginya di kemudian hari sebagai

komponen untuk mengembangkan diri. Pengalaman yang akan diperoleh siswa antara

lain penggunaan alat-alat tangan, penggunaan alat-alat mesin, di samping

menuangkan ide gagasan letak pemotongan dari alat peraga kelistrikan otomotif yang

sedang dibuat supaya alat peraga tersebut mampu memberikan informasi pesan yang

dibutuhkan dalam belajar. Pembelajaran dengan metode ini, akan memberi pengaruh

positif, yakni dapat memperjelas daya pemahaman siswa dan siswa akan memperoleh

pengalaman belajar nyata dan langsung yang berulang-ulang mengenai materi yang

sedang dipelajari karena siswa terlibat secara langsung. Pembelajaran ini juga dapat

meningkatkan keaktifan siswa sebagai subyek pembelajaran dalam memanfaatkan

sumber belajar karena siswa akan merasa senang dalam belajar, potensinya dapat

dimunculkan karena merasa diakui oleh lingkungan pembelajaran(Maslow).

Keaktifan dimaksud misalnya : siswa dapat melakukan perencanaan sebelum

membuat alat peraga dimana sebelumnya siswa secara aktif berkelompok atau

individu berpetualang dalam belajar bagaimana cara belajar, cara membongkar,

membuat pola, mempelajari cara kerja, memahami prinsip kerja dan mengerjakan

pembuatan alat peraga sesuai dengan yang ditugaskan dan bimbingan dari guru mata

pelajaran. Langkah - langkah ini dapat terjadi berulang-ulang dan ini merupakan

7
penguatan (afirmasi) belajar siswa sehingga akan menimbulkan kesan untuk waktu

lama pada siswa atas materi, makna dan isi pelajaran yang sedang dipelajari. Dengan

kata lain pembelajarannya akan lebih bermakna bagi siswa ( Djohar MS dalam Radar

Yogja 7 April 2000), dan bermakna bagi guru dan sekolah. Pengalaman tersebut

diperoleh siswa secara langsung dan dapat diingat terus sampai jangka waktu lama.

Kebermaknaan belajar siswa dimaksud adalah siswa merupakan subyek dalam belajar

bukan obyek penderita, bahwa pendidikan adalah upaya sengaja yang dilakukan

untuk membangun manusia menjadi manusia diharapkan menjadi manusia yang

berbudaya dan memiliki pengalaman keterampilan hidup bermanfaat baginya di

kemudian hari.

Memaksimalkan dan memberdayakan peran serta siswa dalam belajar di sekolah

kejuruan dapat ditingkatkan lagi ke arah suatu usaha siswa untuk menghasilkan

sebuah produk unjuk kerja menguasai pengetahuan materi teori dan praktik dan

sebuah produk untuk menunjang kelancaran proses pembelajarannya berupa alat

peraga pembelajaran. Hal ini dapat menjadikan variasi belajar siswa lebih beragam

dalam belajar dan salah satu media untuk memperdalam kompetensi. Melalui cara ini

siswa dapat membuktikan konsep yang ada di dalam teori dan siswa memperoleh

informasi tambahan ketrampilan membuat alat peraga.

8
Pendahuluan

Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar menurut tingkat dari yang

paling kongkrit sampai ke yang paling abstrak. Klasifikasi ini kemudian terkenal

dengan nama kerucut pengalaman (Cone of experience) dari Edgar Dale dan pada

saat itu dianut secara luas untuk menentukan alat bantu pembelajaran yang paling

sesuai untuk memberikan pengalaman belajar bagi siswa.

Dalam klasifikasi tersebut, pengalaman langsung, partisipasi dan observasi

adalah pembelajaran yang paling efektif untuk memandirikan siswa dalam belajar,

karena siswa dihadapkan atau dilibatkan secara nyata dalam belajar memberi solusi

kekurangan alat peraga sekolah dan diharapkan berkembang,berkreasi atas materi

yang dipelajari.

Dari pandangan di atas, penulis melakukan pembelajaran bersama siswa untuk

mengatasi kekurangan alat peraga di sekolah dengan cara melibatkan siswa pada

pembuatan alat peraga pembelajaran. Siswa aktif mengerahkan potensinya sedang

guru sebagai fasilitator dan juga motivator,membantu membangkitkan inspirasi siswa

pada pembelajaran ini. Pembuatan alat peraga dengan melibatkan siswa sebagai

subyek pembelajaran dapat menambah kontribusi petualangan siswa dalam belajar

dan penguasaan kompetensi yang diharapkan semakin nyata di masa sekarang ini.
*)Bambang sudiyono. adalah guru pada SMK N2 Wonosari Gunungkidul Yogyakarta
Competency Based Currikulum, Broad Based Currikulum serta Production Based

Training, Competence Base Training(Bag I Kurikulum SMK 2004) sebagai pijakan

9
dasar pemikiran pada pembelajaran ini. Jika siswa kurang dilibatkannya dalam

pembuatan alat peraga, akan berpengaruh kurang memperoleh pengalaman pada

proses pembuatan, proses kerja, cara kerja serta rasa ikut andil atau partisipasi belajar

siswa atas pengadaan alat peraga pembelajaran, dengan kata lain siswa tidak

mendapatkan pengalaman baru tentang pembuatan alat peraga dan tidak merasa

memiliki andil atas hadirnya peraga pendidikan yang dipergunakannya.

Apabila alat peraga diperoleh dengan cara siswa tidak dilibatkan(membeli dari

pabrik, tinggal pakai saja) maka siswa dipaksa untuk terima jadi atas keberadaan alat

peraga sebagai sumber belajar, hal ini dapat menjadi kendala bagi siswa dalam

memahami sistim atau pesan yang dijelaskan oleh hadirnya alat peraga tersebut. Ini

mengapa, karena tidak menutup kemungkinan penjelasan bagian potongan yang

dijelaskan pabrik kurang sesuai dengan maksud materi yang harus diinformasikan

oleh alat peraga tersebut. Menurut pandangan penulis, dalam kegiatan proses

pembuatan alat peraga terdapat pengalaman belajar dan pengalaman lain bagi siswa

yang bermanfaat baginya di kemudian hari sebagai komponen untuk mengembangkan

diri.

Pengalaman yang akan diperoleh siswa antara lain penggunaan alat-alat tangan,

penggunaan alat-alat mesin, di samping menuangkan ide gagasan letak pemotongan

dari alat peraga kelistrikan otomotif yang sedang dibuat supaya alat peraga tersebut

mampu memberikan informasi pesan yang dibutuhkan dalam belajar. Pembelajaran

10
dengan metode ini, akan memberi pengaruh positif, yakni dapat memperjelas daya

pemahaman siswa dan siswa akan memperoleh pengalaman belajar nyata dan

langsung yang berulang-ulang mengenai materi yang sedang dipelajari karena siswa

terlibat secara langsung.

Pembelajaran pembuatan alat peraga akan bermanfaat bagi siswa dalam

pemahaman mata diklat kelistrikan otomotif yang diikuti dan dapat pula bermanfaat

bagi sekolah yang bersangkutan untuk menjamin tersedianya alat peraga yang masih

kurang atau belum ada dan meningkatkan keaktifan siswa sebagai subyek

pembelajaran dalam memanfaatkan sumber belajar karena siswa akan merasa senang

dalam belajar, potensinya dapat dimunculkan karena merasa diakui oleh lingkungan

pembelajaran(Maslow). Keaktifan dimaksud misalnya : siswa dapat melakukan

perencanaan sebelum membuat alat peraga dimana sebelumnya siswa secara aktif

berkelompok atau individu berpetualang dalam belajar bagaimana cara belajar, cara

membongkar, membuat pola, mempelajari cara kerja, memahami prinsip kerja dan

mengerjakan pembuatan alat peraga sesuai dengan yang ditugaskan dan bimbingan

dari guru mata pelajaran. Langkah - langkah ini dapat terjadi berulang-ulang dan ini

merupakan penguatan (afirmasi) dalam belajar siswa sehingga akan menimbulkan

kesan pada siswa atas materi, makna dan isi pelajaran yang sedang dipelajari. Dengan

kata lain pembelajarannya akan lebih bermakna bagi siswa ( Djohar MS,Radar Yogja

7 April 2000), dan bermakna bagi guru dan sekolah. Pengalaman tersebut diperoleh

siswa secara langsung dan dapat diingat terus sampai jangka waktu lama.

11
Kebermaknaan belajar siswa dimaksud adalah siswa merupakan subyek dalam belajar

bukan obyek penderita, bahwa pendidikan adalah upaya sengaja yang dilakukan

untuk membangun manusia menjadi manusia diharapkan menjadi manusia yang

berbudaya dan memiliki pengalaman keterampilan hidup bermanfaat baginya di

kemudian hari.

Belajar membuat alat peraga kelistrikan Otomotif

Proses pembelajaran di Sekolah seharusnya diupayakan dengan cara

mendekatkan materi dalam bayangan (teori) dengan benda nyata. Siswa perlu

mendapatkan pengetahuan dan pengertian yang lengkap secara rinci mengenai cara

kerja bagian alat atau keseluruhan dari sistim unit materi yang dipelajari (Bagian I

Kurikulum SMK 2004:20). Mendapatkan pengetahuan dan pengertian yang lengkap

secara rinci mengenai cara kerja proses kerja secara menyeluruh atau per-bagian dari

sistim unit materi kelistrikan otomotif yang dipelajari sangatlah mustahil dan sulit

tanpa kehadiran alat peraga. Kendalanya, bila suatu sekolah belum punya atau kurang

jumlah dan vareasi alat peraganya maka untuk mencapai amanat tersebut perlu

dilakukan guru suatu terobosan-terobosan yang dalam prosesnya dapat dirasakan

maknanya oleh seluruh komponen yang terlibat terutama siswa, sebagai subyek

pembelajar. Terobosan itu berupa pengadaan alat peraga dengan cara membuat sendiri

dalam format belajar serta siswa dilibatkan dalam proses pembuatannya. Hal ini akan

bermanfaat bagi siswa dalam hal belajar mengembangan diri, belajar keterampilan

12
hidup, belajar mengatasi masalah belajar serta melatih kompetensi siswa. Ini

merupakan komponen penting untuk mentransfer suatu pengetahuan atau pengalaman

belajar yang sedang dialami siswa(sekarang) menuju pengetahuan yang baru bila

kelak terjadi perubahan atas sistim teknologi yang dipelajari ke arah yang lebih maju

atau modern.

Pemahaman dan Kompetensi Siswa

Memaksimalkan dan memberdayakan peran serta siswa dalam belajar di

sekolah kejuruan dapat ditingkatkan lagi ke arah suatu usaha siswa untuk

menghasilkan sebuah produk unjuk kerja menguasai pengetahuan materi teori dan

praktik dan sebuah produk untuk menunjang kelancaran proses pembelajarannya

berupa alat peraga pembelajaran. Hal ini dapat menjadikan variasi belajar siswa lebih

beragam, vareatif dan salah satu media untuk memperdalam kompetensi kelistrikan

otomtif. Melalui cara ini siswa dapat membuktikan konsep yang ada di dalam teori

secara lebih mendalam dan siswa memperoleh informasi tambahan ketrampilan

membuat alat peraga.

Pada saat pembelajaran membuat alat peraga, siswa tertantang untuk belajar

dengan memadukan gambaran pengetahuan yang telah didapatkan dari pelajaran teori

maupun praktik. Kesulitan atau permasalahan yang didapatkan siswa, akan

mendorong siswa untuk ber-interaksi dengan teman dalam satu kelompok atau

kelompok lain ataupun pihak luar misalnya (bengkel, toko onderdil dan guru) tentang

13
permasalahan yang dihadapi. Semua proses interaksi ini diharapkan akan membekas

pada ingatan siswa, sehingga siswa dapat memiliki suatu pengalaman belajar dan

dapat menumbuhkan sikap positif pada diri siswa dalam belajar. Pengaruh dari

interaksi ini diharapkan akan mendewasakan pikiran siswa serta dapat meningkatkan

kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar sangat penting karena merupakan

modal yang dibutuhkan pada penanaman kecakapan hidup (life skills) yang bersifat

umum dan kecakapan hidup(Life skill) yang bersifat spesifik pada siswa. Dengan ini

siswa sebagai subyek pembelajaran menjadi prioritas untuk dikedepankan karena

pada proses pembuatannya siswa terlibat secara aktif, meningkatkan pemahaman dan

kompetensinya berupa kemampuan unjuk kerja yang dapat ditampilkan secara

meyakinkan, misalnya saling tukar pendapat tentang pengetahuannya serta produk

pembelajarannya. Sehingga siswa dapat belajar bagaimana membuat dan belajar

tentang apa yang sedang dibuat, belajar menawarkan,memasarkan produk pada pihak

lain, dengan kata lain siswa dapat belajar cara membuat alat peraga dan belajar

dengan menggunakan alat peraga dengan tujuan menggali (mengeksplorasi)

informasi yang ada di dalamnya.Belajar membuat alat peraga oleh siswa merupakan

pembelajaran dan pengalaman langsung bagi siswa.

Pembelajaran dengan melibatkan siswa, pada dasarnya merupakan upaya-upaya

yang dilakukan penulis dalam pembelajaran kelistrikan otomotif dengan harapan

siswa dapat memiliki beragam pengalaman belajar, dengan demikian dalam

mengikuti pembelajaran siswa akan semakin terlibat secara nyata mengenai

14
keaktifan belajar, sosialisasi, afirmasi, kerjasama, toleransi saling menghargai sesama

teman kelompok dalam belajar serta dapat merespon, mengolah informasi dari pihak

luar (pemakai produk)

Pada akhirnya siswa diharapkan memiliki ketrampilan kompetensi kelistrikan

otomotif yang dapat menjadi bekal siswa kelak dikemudian hari. Dalam pembelajaran

dengan cara ini siswa diharapkan dapat memiliki suatu kemampuan untuk

mentransfer pengetahuan dan keterampilan ke situasi yang baru, sebuah keterampilan

yang berkemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan

kehidupan pada keterampilan baru dan jenis pekerjaan( Bag I kerangka dasar sistim

penilaian hasil belajar peserta didik SMK).

Dalam pelaksanaan pembelajaran penulis menampilkan penyajian

pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam hal penglihatan (visual),

pendengaran (auditori) dan fisik(melakukan langsung). Hal ini dilakukan karena

diharapkan dengan cara ini siswa akan berusaha mandiri dalam belajar. Sebagaimana

hasil penelitian Vernon Magnesen yang menerangkan “Bahwa belajar dengan

melibatkan multi indrawi yakni visual, auditori dan fisik akan mencapai target daya

ingat pembelajar paling maksimal sebesar 90%”(Colin Rose dalam Hernowo

2004:78-80). Pembelajaran dengan melibatkan siswa untuk menghasilkan sebuah alat

peraga akan mengerahkan potensi indra pendengar, penglihatan dan perilaku siswa

atau dengan kata lain merupakan pembelajar kinestetik.

15
Menurut pandangan penulis semakin maju bangsa kita maka tingkat kesadaran

pada pendidikan akan semakin tinggi pula. Ini memungkinkan akan banyak muncul

industri pendidikan dan latihan atau lembaga kursus baru atau pengembangan

lembaga pendidikan yang telah ada untuk di kembangkan agar dapat menyesuaikan

dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Hal inilah yang mendorong

penulis bahwa pendidikan dan latihan harus sesuai dengan perkembangan zaman

yang semakin maju. Sehingga melakukan proses pembelajaran dengan siswa

dilibatkan pada proses pembelajarannya, (misalnya: dalam pembuatan alat peraga)

merupakan salah satu upaya pembelajaran siswa untuk mendidik, melatih dan

mengajarkan siswa supaya memiliki bekal dasar keterampilan sebagai antisipasi atas

perkembangan tersebut.

Kesimpulan

Pembelajaran ini dilakukan sebagai usaha untuk menanamkan pemahaman

siswa pada sistim kelistrikan otomotif dengan cara berpetualang dalam belajar

melalui pembuatan alat peraga. Belajar dengan berpetualang diharapkan berdampak

pada pengerahan potensi internal maupun eksternal siswa untuk meningkatkan

kompetensi dan pemahamannya. Pembelajaran ini dilaksanakan sebagai upaya

memberikan bekal keterampilan alternatif variatif bagi siswa dengan tidak

menyimpang dari diklat kompetensi yang seharusnya diajarkan di sekolah yakni

sistim kelistrikan otomotif, karena pelaksanaannya menyatu dengan pembelajaran

16
bidang diklat tersebut. Model pendekatan pembelajaran ini merupakan upaya yang

dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran keterampilan hidup (life skills),

melatih siswa memenuhi kebutuhan belajarnya secara mandiri, peran guru sebagai

motivator dan fasilitator membangkitkan kesadaran diri siswa terhadap ide dan

gagasan serta aspek lain yang dipelukan pada kegiatan pengembangan kecakapan

hidup yakni: Kecakapan berpikir rasional, Kecakapan Sosial, Kecakapan Akademik,

Kecakapan kejuruan untuk keberlangsungan proses pembelajaran namun bermanfaat

pula untuk kehidupan selanjutnya.

ALAT – ALAT PERAGA HASIL BELAJAR SISWA

ALTERNATOR AC GENERATOR DC

MOTOR STARTER

17
DAFTAR PUSTAKA

DePorter, Bobbi. 2004. Quantum Teaching.Bandung. Kaifa.

DePorter, Bobbi. 2004. Quantum Learning.Bandung. Kaifa.

Hernowo. 2004. Quantum Reading. Bandung. MLC.

Dryden, Gordon. 2003. Revolusi cara belajar. Bandung. Kaifa.

Zaini, Hisyam. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta. CTSD.

Usman, Uzer,Moh, Drs. 2002. Menjadi guru Profesional. Bandung. Remaja


Rosdakarya.

Goleman, Daniel. 2004. Emotional Intelligence. Jakarta. Gramedia.

Depdiknas, Kurikulum edisi 2004 (Bag I)

Materi lembar kerja pada penataran alat bantu mengajar. Malang. VEDC.

Vol. 1. Mei 2005. Matapena. Yogyakarta. LPMP.

Vol. 04. Mei 2004. Racmi. Yogyakarta. LPMP

Radar Yogya 2000

18

Anda mungkin juga menyukai