Proklamator Indonesia”
Biodata Ir Soekarno
Nama
Lengkap Soekarno
Sapaan
Akrab Bung Karno atau Pak Karno
Agama Islam
Gelar Pahlawan Nasional
Tempat
Lahir Surabaya
Tanggal
Lahir 6 Juni 1901
Warga
Negara Indonesia
Ayah Raden Soekemi Sosrodiharjo
Ibu Ida Ayu Nyoman Rai
Fatmawati, Hartini, Haryati Heldy Djafar, Inggit Garnasih, Kartini manoppo,
Istri Oetari, Ratna Sari Dewi, Yurike Sanger
Megawati Soekarno Putri, Mohammad Guruh Irianto Soekarno Putra,
Rachmawati Soekarno Putri, Sukmawati Soekarnoputri, Taufan Soekarnoputra,
Bayu Soekarnoputra, Totok Suryawan, Kartika Sari Dewi Soekarno, Ayu
Anak Gembirowati, Rukmini Soekarno, Guntur Soekarnoputra
Biografi Singkat Ir Soekarno
Ir Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang akrab dipanggil Bung Karno lahir pada 6 Juni
1901 di Surabaya, Jawa Timur. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu
Nyoman Rai. Semasa hidupnya, ia memiliki sembilan istri dan dikaruniai sebelas anak. Ketika dilahirkan,
Ir Soekarno diberi nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Tetapi sebab ia sering sakit maka saat
berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang
panglima perang dalam kisah Bharatayudha yakni Karna. Nama “Karna” sendiri berubah menjadi “Karno”
karena dalam bahasa Jawa pengucapan huruf “a” adalah “o” sedangkan awalan “su” mempunyaii arti
“baik”. Suatu saat hari ketika menjadi Presiden Republik Indonesia, ejaan nama Soekarno diganti oleh
dirinya sendiri menjadi Sukarno, sebab menurut founding fathers bangsa ini nama Soekarno memakai
ejaan Belanda. Namun, ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut ialah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak
boleh diubah.
Masa Kecil dan Pendidikan Ir Soekarno
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orangtuanya di Blitar. Ia juga sempat tinggal
beberapa saat dengan kakeknya, Raden hardjokromo di Tulungagung sebelum pindah bersama orangtunya
lagi di Mojokerto. Di Mojokerto, ayahnya menyekolahkan Soekarno kecil di Eerste Inlande School.
Namun, pada tahun 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeeshe Lagere School (ELS) untuk mempermudah
ia diterima di Hoogere Burger School (HBS), Surabaya. Setelah lulus dari ELS pada tahun 1915, Soekarno
muda melanjutkan pendidikannya di HBS, Surabaya. Disinilah ia mulai berinteraksi dengan Haji Oemar
Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Ketika belajar di HBS, Ir Soekarno
menggembleng jiwa nasionalismenya. Ia aktif di organisasi pemuda tri Koro Darmo yang merupakan
bentukan daripada organisasi Budi Utomo yang fenomenal. Dan seiring berjalannya waktu Ir Soekarno
mengubah nama organisasi ini menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada tahun 1918.
Hoogeschool atau THS (yang sekarang menjadi ITB). Soekarno berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei
1926. Kemudian, ia mulai merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibat dari pendirian itu, Belanda
memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Dari dalam penjara inilah, Ir
Soekarno membuat pledoi yang tersohor, Indonesia Menggugat. Ia memaparkan kebejatan Belanda,
bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda semakin marah. Sehingga pada
bulan Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan
Partindo (Partai Indonesia) dan sekaligus menjadi pemimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap oleh
Belanda dan dibuang ke Ende, Flores pada tahun 1933. Empat tahun kemudian diasingkn ke Bengkulu. Ir
Soekarno baru benar-benar bebas setelah masa kependudukan Jepang pada tahun 1942. Di awal
kependudukannya, Jepang tidak terlalu memberi perhatian pada tokoh-tokoh pergerakan Indonesia.
Sampai akhirnya sekitar tahun 1943 Jepang baru menyadari betapa pentingnya para tokoh ini. Jepang
mulai memanfaatkannya dan salah satu tokoh yang bisa menarik perhatian penduduk Indonesia terhadap
kemerdekaan Indonesia, walapun adapula yang tetap melakukan gerakan perlawanan seperti Sutan Sjahrir
dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang merupakan fasis yang berbahaya. Ir Soekarno sendiri
mulai aktif mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD
1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
Setelah melewati perjuangan yang cukup panjang pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs.
Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus
1945, Ir Soekarno dipilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Kemerdekaan yang telah dicapai ini tidak langsung bisa dinikmati, sebab di tahun-tahun berikutnya masih
ada tindakan sekutu yang secara terang-terangan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan bahkan
berusaha untuk kembali merebut kekuasaan di Indonesia. Ir Soekarno ialah sosok pemimpin yang
fenomenal, ia bisa menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi
Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965 melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan
Darat) Gatot Subroto, Jakarta. Ia di semayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan kemudian dikebumikan di
Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.Ir Soekarno ialah sosok pahlawan
yang sejati. Ia tidak hanya diakui berjasa bagi bangsanya sendiri, namun juga memberikan pengabdiannya
untuk kedamaian di dunia. Semua sepakat bahwa Ir Soekarno merupakan seorang “manusia tidak biasa”
yang belum tentu dilahirkan kembali dalam kurun waktu satu abad. Ir Soekarno adalah bapak bangsa yang
tidak akan dilupakan jasanya dan pemerintah memberi anugerah kepadanya sebagai “Pahlawan
Proklamasi”.
Biografi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Mantan Presiden Keempat Indonesia ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari
pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau
“Sang Penakluk”, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah
panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.
Gus Dur merupakan putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat
terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari,
adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri,
adalah pengajar pesantren. Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan
Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri
Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang
kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah
ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum
pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam,
majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953,
ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil. Pendidikannya berlanjut pada 1954 di
Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual.
Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan. Pada 1957, setelah
lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan
reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua
tahun (seharusnya empat tahun).
Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim
progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi
salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh
Jawa. Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional
pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.
Menjadi Jurnalis
Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.
Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan
Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator
sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah
dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang. Pada 1974, Gus Dur
mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu
tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.
Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan
Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan
misiologi. Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur
akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil
pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.
Anggota MPR RI
Ia menjadi anggota MPR dari Golkar. Meskipun disukai rezim, Gus Dur acap mengkritik
pemerintah, diantaranya proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai Bank Dunia. Ini
merenggangkan hubungannya dengan pemerintah dan Suharto. Selama masa jabatan
pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil
meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga menandingi sekolah sekular.
Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua PBNU pada Musyawarah Nasional
1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, berusaha
menarik simpati Muslim Pada November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama
kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU. Desember tahun itu juga dia
bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah. Juli 1997 merupakan awal krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan
kendali atas situasi itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan Megawati
dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998. Pada 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama
delapan pemimpin komunitas Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite
Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak bergabung dengan Komite
Reformasi. Amien, yang merupakan oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai
pandangan moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian mundur pada
21 Mei 1998.
Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto. Salah satu dampak
jatuhnya Soeharto adalah lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU
meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.
Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena mendirikan partai politik adalah
satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai
kandidat presidennya.
Menjadi Presiden Republik Indonesia
Pemilu April 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan PDIP memenangkan 33% suara.
Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid
terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313
suara Semasa pemerintahannya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan
Departemen Sosial serta menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum
untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor Timur. Pada 30
Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan berhasil meyakinkan pemimpin-
pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua. Pada Maret 2000,
pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme
dicabut. Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sementara dia juga
menjadi tokoh pertama yang mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-
politik. Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate, yang
kemudian menjatuhkannya.
Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari
libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.
Pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan
Megawati Soekarnoputri.
Pada Pemilu April 2004, PKB memperoleh 10.6% suara dan memilih Wahid sebagai calon
presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis dan KPU menolak
memasukannya sebagai kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan
pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Di Pilpres
putaran dua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur golput.
Agustus 2005, Gus Dur, dalam Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Try Sutrisno,
Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, terutama dalam soal pencabutan subsidi BBM.
Keluarga Gusdur Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak:
Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah
Wulandari. Yenny aktif berpolitik di PKB dan saat ini adalah Direktur The Wahid Institute. Gus
Dur Wafat Gus Dur wafat, hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto
Mangunkosumo, Jakarta, pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, diantarnya
jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat dia harus
menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di
Surabaya usai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.
puisi
Waktu
Cipt. almunawarah
Aku belajar karena waktu
Di sore hari
Di malam hari
Itulah waktu
Yang selalu ada dan mengingatkan akan pekerjaan yang harus kita
lakukan
Terimakasih
Ayah..
Begitu banyak pengorbanan Yang telah kau berikan selama ini
Kau bekerja keras membanting tulang
Hanya demi memenuhi semua keperluanku
Ayah......
Kini kau terbaring lemah
Diatas kasur putih rumah sakit
Dengan tetesan infus
Yang mengalir ke dalam tubuhmu
Ayah...
Maafkanlah anakmu yang tidak berbakti ini
Dengarlah tangisan rindu ini
Ku lantunkan ayat-ayat suci untukmu
Untuk membalas semua jasamu
Untuk menebus kesalahan dan berbakti padamu Hanya itu
yang dapat kuberikan untukmu kini.
Ayah...
Terima kasih atas jasamu
yang kau berikan padaku
kaulah penyemangat hidupku
Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi
Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh. Disisi barat danau ini terdapat sebuah kota kabupaten
yaitu kota Takengon, yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Tengah. Suku
Gayo menyebut danau ini dengan sebutan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektare
dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun
liter).
Ada 25 aliran krueng yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira
10.043 liter per detik.
Rerata kedalaman danau:
o 35 meter dari pinggir danau: 8,9 meter.
o 100 meter dari pinggir danau: 19,27 meter.
o 620 meter dari pinggir danau: 51,13 meter.
Rerata suhu air danau diukur berdasarkan kedalaman:
o 1 meter: 21,55 °C
o 5 meter: 21,37 °C
o 10 meter: 21,15 °C
o 20 meter: 20,70 °C
o 50 meter: 19,35 °C
Kecerahan tertinggi 2,92 meter (di tengah danau), sedangkan yang terendah 1,29 meter (Kp.
Kuala II). Semakin tinggi kecerahan, maka semakin jernih air.