PERIOPERATIF
B. Pengkajian
Pengkajian pasien pada fase praoperatif secara umum dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat melakukan intervensi yang
sesuai dengan kondisi pasien.
PENGKAJIAN UMUM
Identitas pasien
Bayi dan anak-anak. bayi dan anak-anak berhubungan dengan status fisiologis
yang masih imatur atau mengalami penurunan. Pada bayi yang menjalani
pembedahan, kemampuan pertahanan suhunya masih belum optimal. Refleks
menggigil pada bayi belum berkembang dan sering terjadi berbagai variasi suhu.
Anestesi menambah resiko bagi bayi karena agen anetesi dapat menyebabkan
vasodilatasi dan kehilangan panas, bayi juga mengalami kesulitan untuk
mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Volume total darah bayi
dianggap kurang dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilangan darah walaupun
dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius. Penurunan volume sirkulasi
menyebabkan bayi sulit berespons terhadap kebutuhan untuk meningkatkan
oksigen selama pembedahan.
Lansia, seiring meningkatnya usia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi
dengan stress pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya beberapa fungsi
tubuh tertentu. Individu lansia yang menghadapi operasi bisa mempunyai suatu
kombinasi penyakit kronik dan masalah kesehatan selain masalah kesehatan yang
mengindikasikan pembedahan. secara umum, lansia dianggap memiliki resiko
pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien yang lebih muda. Cadangan
jantung menurun, fungsi ginjal dan hepar menurun, dan aktifitas gastrointestinal
tampaknya berkurang.
Persiapan umum
Persiapan informed consent dilakukan sebelum dilaksanakannya tindakan. Pasien
dan keluarga harus mengetahui perihal prosedur operasi, jenis operasi, dan
prognosis dari hasil pembedahan. peran perawat disini adalah bertanggung jawab
dan memastikan bahwa pasien/keluarga dan dokter sudah menandatangani isi dari
informed consent.
Formulis checklist .pada beberapa institusi , penggunaan formulir praoperatif di
kamar operasi bertujuan untuk mendokumentasikan prosedur yang secara rutin
dilakukan pada pembedahan. dengan adanya formulir ini, akan terjalin
komunikasi yang cepat antara perawat ruangan dengan perawat di kamar operasi.
Yang diharapkan dari pembuatan formulir ini adalah perawat perioperatif dapat
secara ringkas memvalidasi persiapan praoperatif yang telah dilakukan perawat
ruangan.
C. Pengkajian Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan
Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang
pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan. Riwayat kesehatan
pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga lainnya adalah rekam
medis dari riwayat perawatan sebelumnya .
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam
menoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh . pasien
yang akan menjalani bedah sehari (one day care) harus diperiksa secara teliti dan
menyeluruh untuk menentukan kondisi kesehatan yang mungkin akan
meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah pembedahan.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons fisik dan psikologis
pasien terhadap prosedur pembedahan. jenis pembedahan sebelumnya , tingkat
rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang ditimbulkan, dan seluruh
tingkat perawatan yang pernah diberikan adalah factor-faktor yang mungkin akan
diingat oleh pasien. Perawat mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami
pasien . informasi ini akan membantu perawat dalam mengantisipasi kebutuhan
pasien selama pra dan pascaoperatif.
Di unit bedah sehari, riwayat yang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada
riwayat yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat
pasien dirawat di rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan,
karena terbatasnya waktu. Apabila pasien tidak mampu memberikan seluruh
informasi yang dibutuhkan maka perawat dapat bertanya pada anggota keluarga.
Pada pasien gawat darurat yang memerlukan pembedahan cito, pengkajian
riwayat kesehatan dilakukan secara ringkas terkait factor-faktor yang
mempengaruhi pembedahan dan anestesi umum. Pasien dikaji tentang adanya
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, tuberklusis paru, dan berbagai penyakit
kronis yang akan berdampak pada peningkatan resiko komplikasi intraoperatif.
2. Riwayat alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin
diberikan selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu
atau lebih, maka pasien perlu mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada
pergelangan tangan sebelum menjalani pembedahan atau penulisan symbol alergi
yang tertulis jelas pada status rekam medis sesuai dengan kebijakan institusi .
perawat juga harus memastikan bagian depan lembar pencatatan pasien berisi
daftar alergi yang dideritanya.
3. Kebiasaan merokok, alcohol, dan narkoba
Pasien perokok memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi
paru-paru pascaoperasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik telah
mengalami peningkatan jumlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya.
Pasien yang mempunyai riwayat adanya pemakaian narkoba (narkotika dan obat-
obatan terlarang) perlu diwaspadai atas kemungkinan yang lebih besar untuk
terjangkit penyakit seperti HIV dan hepatitis, terutama pada pasien pengguna
narkoba suntik. Penggunaan obat-obatan narkotika atau penyalahgunaan obat-
obatan terlarang dapat mengganggu kemampuan pasien mengontrol nyeri setelah
operasi serta mempengaruhi tingkat serta jumlah pemberian anestesi selama
pembedahan. penggunaan narkoba suntik dapat mengganggu system vascular dan
menyulitkan akses ke dalam vena.
4. Pengkajian nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensori yang
dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cangkeul, dan seterusnya
dapat dianggap sebagai modalitas nyeri.
Pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektit biasanya membutuhkan perhatian
khusus selama pengkajian . anak-anak, individu yang mengalami keterlambatan
perkembangan, pasien yang menderita psikosis, pasien yang sedang dalam kondisi
kritis, pasien yang mengalami dimensia, dan pasien yang tidak bisa berbicara
bahasa Indonesia membutuhkan pendekatan dengan cara yang berbeda.
Pernyataan verbal anak-anak merupakan hal yang paling penting. Anak-anak yang
masih kecil mungkin tidak mengerti makna “nyeri” sehingga dalam melakukan
pengkajian perawat perlu menggunakan kata-kata, seperti ouh, aduh, atau sakit.
Untuk pasien yang mengalami gangguan kognitif, perlu menggunakan pendekatan
pengkajian yang sederhana, yaitu dengan melakukan observasi ketat terhadap
perubahan perilaku pasien. Untuk pasien yang sedang dalam kondisi kritis dan
mungkin mengalami penumpulan sensori, menggunakan selang nasogastrik, atau
jalan nafas artificial perawat mungkin perlu mengajukan pertanyaan spesifik
secara lansung kepada pasien sehingga pasien dapat member jawaban dengan
mengangguk dan menggelengkan kepala.
Apabila pasien berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, maka akan sulit
melakukan pengkajian nyeri . dalam situasi seperti ini, seorang penerjemah atau
seorang anggota keluarga mungkin diperlukan untuk menjelaskan perasaan pasien
dan sensasi yang dirasakan.
D. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan umum dan
prilaku, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status nutrisi.
1. Penampilan Umum
· Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk
berpartisipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga
dipengaruhi oleh usia.
· Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulitan
bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam
membuat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
· Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau sangat
kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan gaya hidup.
· Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh yang
merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan atau
adanya nyeri.
· Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat
tremor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak
bergerak.
· Kebersihan diri dan bau badan
Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobsevasi penampilan rambut,
kulit, dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena kebersihan
diri yang buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi kebersihan
praoperatif merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat memengaruhi
konsep asepsis intraoperasi dan akan memberikan data dasar pada perawat untuk
memberikan intervensi praoperatif terkait kebutuhan pemenuhan kebersihan area
pembedahan.
· Afek dan alam perasaan
Afek adalah perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alamperasaan atau
status emosi diekpresikan secara verbal dan nonverbal.
· Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepatan
sedang dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.
Fase intraoperatif adalah suatu masa di mana pasien sudah berada di meja
pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperatif
merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifan hasil pembedahan.
Pengkajian yang dilkukan perawat introperatif lebih kompleks dan harus
dilakukan secara cepat dan ringkas agar dapat segera dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang
bersifat risiko atau aktual akan di dapatkan berdasarkan pada tujuan yang
diprioritaskan. Koordinasi seluruh anggota tim intraoperatif, dan melibatkan
tindakan independen dan dependen.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi pemberian anestesi regional dana intraoperatif, diagnosi
keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah sebagai berikut:
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi regional.
2. Kecemasan intraoperatif berhubungan dengan prosedur intrabedah.
Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi
regional.
Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder intervensi anestesi regional tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi: Pasien kooperatif terhadap intervensi anestesi, pengaruh
anestesi regional dapat optimal, dan pembedahan dapat berjalan lancar.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien. Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identifikasi dan kardeks pasien; melihat
kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan; pastikan bahwa
alat prtese dan barang berharga telah dilepas;
dan memeriksa kembali rencana perawatan
praoperatif yang berkaitan dengan rencana
perawatan intraoperatif.
Siapkan obat-obatan anestesi Obat-obat anestesi regional yang dipersiapkan
regional. untuk memudahkan ahli anestesi dalam
melakukan fungsi.
Lakukan pemasangan infus. Memnuhi kebutuhan hidrasi intaroperasi dan
jalur penting apabila diperlukan pemberian
agen obat pada kondisi kedaruratan.
Atur posisi pasien. Pengaturan posisi anestesi regional
disesuaikan dengan permintaan ahli anestesi.
Atur posisi pasien untuk memudahkan akses
ahli anestesi dalam melakukan fungsi.
Bantu ahli anestesi dalam Pemberian anestesi spinal dilakukan dengan
melakukan desinfeksi area teknik steril. Perawat membantu persiapan
fungsi. kelengkapan alat dan sarana yang diperlukan
dalam desinfeksi area fungsi.
Beri dukungan psikologis pada Pada saat ahli anestesi melakukan fungsi,
saat ahli anestesi melakukan pasien akan cenderung melakukan
fungsi. pergerakan. Sebelum hal tersebut terjadi,
perawat praoperatif perlu memberikan
penjelasan bahwa fungsi tidak memberikan
rasa sakit dan dianjurkan pasien kooperatif
sewaktu fungsi dilakukan.
Lakukan pemberian oksigen via Pemenuhan oksegenasi yang diperlukan
nasal. pasien setelah dilakukan anestesi spinal.
Lakukan pemantauan pada · Efek sistemik utama yang dimonitor
statsu kardiovaskular dan setelah anestesi spinal umumnya bersifat
respirasi selama pembedahan kardiovaskular dan disebabkn oleh blok
akibat efek samping dari preganglion simpatis oleh anestesi lokal.
anestesi spinal. Hipotensi arteri sering terjadi dan derajatnya
berhubungan langsung dengan tingkat
ketinggian blok simpatis. Bradikardi terjadi
akaibat paralisis serabut kardioakselerator
(T1-4) yang menuju ke jantung. Paralisis
serabut saraf simpatis akan mengurangi aliran
balik vena akibat venodilatasi (Gruendemann,
2006).
· Anestesi spinal biasanya hanya
menyebabkan perubahan ventilasi spontan
yang minimal sampai sedang. Hal ini
disebabkan karean diafragma adalah organ
utama pernapasan dan persarafan fungsional
otot ini datang dari pleksus saraf C3-C5. Pada
pasien yang sehat, anestesi spinal tidak
menyebabkan perubahan yang bermakna
dalam ventilasi respirasi. Dispnea dapat
terjadi selama anestesi spinal jika tingkat
paralisis hantaran cukup tinggi ddi segmen
toraks. Akibatnya, terjadi penurunan
informasi proprioseptif aferen yang dalam
keadaan normal disalurkan dari daerah
antariga, ke pusat yang lebih tinggi di otak.
Informasi ini secara normal berisi
pemberihauan dari otak mengenai tingkat
gerakan sangkar dada dan besar peregangan
paru selama inspirasi. Karena penuruan
tersebut, digunakan oksimetri pulsasi untuk
mengamati gerakan dada dan memastikan
kualitas oksigenasi secara adekuat, walaupun
pasien tidak dapat merasakan pergerakan
dadanya dan menganggap bahwa
pernapasannya tidak adekuat (Gruendemann,
2006).
PROSES KEPERAWATAN PROSEDUR INTRABEDAH
Pengkajian
Pasien yang sudah mendapat prosedur anestesi akan memasuki fase intrabedah.
Fokus tujuan pada fase ini adalah optimalisasi hasil pembedahan dan penurunan
risiko cedera. Ruang lingkup keperawatan intrabedah yang dilaksanakan perawat
perioperatif meliputi manajemen pengaturan posisi, optimalisasi peran asisten
pertama beah (pada beberapa kondisi di rumah sakit di Indonesia memberlakukan
perawat sebagai asisten pertama/ first assistance), optimalisasi peran perawat
instrumen, dan optimalisasi peran perawat sirkulasi.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi prosedur intraoperatif diagnosis keperawatan yang paling lazim
ditegakkana adalah sebagai berikut:
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedaha,
proseddur invasif bedah.
2. Risiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de
entree prosedur bedah, penurunan imunitas efek anestesi.
Rencana Intervesni dan Kriteria Evaluasi
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah,
prosedur invasif bedah
Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur
invasif bedah tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
· Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan henmodinamik akibat
pndarahan serius.
· Pascaoperatif tidka ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
· Perhitungan spons dan instrumen sesuai dengna jumlah yang dikeluarkan.
· Tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien. · Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identitas dan kardeks pasein; melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan,
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan; dan memeriksa kembali rencana
perawatan praoperatif yang berkaitan dengan
rencana perawatan intraoperatif.
· Pemeriksaan darah terutama kadar
trombosit, waktu pembekuan, dan waktu
pendarahan. Adanya hasil yang abnormal pada
pemeriksaan ini bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah
dan asisten operasi dalan melakukan prosedur
bedah.
Lakukan manajemen kamar Dilakukan oleh perawat administratif dalam
operasi. mengatur dan menentukan staf pada setiap
pembedahan agar kelancaran proses
pembedahan dapat terlaksana secara optimal.