Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Bagi kebanyakan orang, sakit merupakan peristiwa yang pasti dan

mungkin jarang terjadi. Namun ketika peristiwa tersebut terjadi, implikasi biaya

pengobatan yang sedemikian besar dapat membebani ekonomi rumah tangga.

Keadaan yang tidak menguntungkan tersebut secara langsung dari kantong

pribadi. Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara

berhak mendapat pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin (Pasal 28H

UUD 1945). Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus

berkembang hingga perubahan UUD 1945 pada Pasal 34 ayat 2, menyebutkan

bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi masyarakat. Dengan

terbitnya Undang-Undang RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah

memiliki komitmen yang besar dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi

seluruh masyarakat.

Upaya pemerintah dalam mempercepat terselenggaranya sistem jaminan

nasional secara menyeluruh bagi rakyat Indonesia maka dibentuklah suatu

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan Undang-Undang RI No

24 Tahun 2011. Dimana BPJS merupakan transformasi dari empat badan

usaha milik negara (BUMN) yaitu PT. Askes, Jamsostek, Taspen dan Asabri.
2

Pelayanan kesehatan adalah subsistem pelayanan kesehatan yang tujuan

utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan)

dengan sasaran masyarakat (Notoatmodjo,2011). Rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.Dimana rumah sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya

derajat kesehatan masyarakat (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009).

Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang menerapkan

sistem SJSN yang diselengarakan oleh BPJS. Dimana dalam BPJS rumah sakit

menjadi Penyedia Pelayanan Kesehatan tingkat 2 dan 3.

Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, akanberpengaruh

terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, di

samping itu menyelenggarakan pelayanan kesehatan Rumah Sakit juga banyak

disorot oleh masyarakat mengenai kinerja tenaga- tenaga kesehatan selain

masyarakat juga mengkritisi berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan

kesehatan terutama pelayanan keperawatan. Di Rumah Sakit, sumber daya

manusia terbanyak yang berinteraksi secara langsung dengan pasien adlah

perawat, sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh perawat dapat

dinilai sebagai indicator baik apa buruknya kualitas pelayanan di Rumah Sakit.

Berhubung dengan Jaminan Kesehatan yang di mulai pada tahun

2014 yang secara bertahap menuju ke Uviversal Health Coverage. Hal itu

menuntut tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada


3

pasien peserta JKN baik di Rumah Sakit Negeri ataupun Rumah Sakit Swasta

yang telah ditunjuk. Tujuan Jaminan Kesehatan secara umum yaitu

mempermudah masyarakat untk mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu.

Penerepan Jaminan Kesehatan Nasional dibawah BPJS kesehatan yang

dinilai merupakan tonggak awal dimulainya perubahan layanan kesehatan justru

merugikan warga secara nasional, system kepersertaan BPJS kesehatan yang

demikian menunjukan tidak adanya sinkronosasi antara BPJS kesehatn dengna

Pemprov dan kemenkes secara baik. Seolah-olah BPJS dipaksakan beroperasi

pada tanggal 1 Januari 2014 tanpa disertai dengan kesiapan pelaksanaan secara

matang, warga miskin dan rentan miskin menjadi peserta JKN dan

Jamkesmas adalah yang banyak dirugikan , karena dipaksa melakukan

pembayaran layanan kesehatan selama terdaftar di BPJS.

Pada system layanan kesehatan juga terlihat tidak begitu baik, protes

para dokter akhir-akhir ini sudah menjadi bukti. Buruknya sosialisasi berdampak

pada layanan kesehatan yang tidak maksimal, padahal anggaran sudah

direlokasikan oleh APBN yang bernilai trilliunan. Warga juga belum

memehami mekanisme layanan yang diterapkan dalam program BPJS.

Dampaknya tidak maksimalnya layanan kesehatan yang diberikan kepada

masyarakat.

Pandangan pasien terhadap pelayanan BPJS masih kurang baik, hal ini di

tandai dengan sedikitnya para pengguna kartu BPJS untuk mengunakan

BPJS. Sebagian masyarakat miskin pemegang kartu jamkesmas masih

mengeluhkan pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan
4

pelayanan administrasi, perawat, dokter, sarana dan prasarana, uang muka, obat,

biaya dan layanan rumah sakit lainya

Dalam penelitian yang dilakukan Oleh Halimah Jahid (2013) dengan

judul faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien peserta jamkesmas pada

ruang rawat inap di rumah sakit Elim Rantepao kabupaten Toraja Utara

dengan hasil tidak ada hubungan antara dimensi informasi dengan kepuasan

pasien tetapi ada hubungan antara dimensi kesinambungan dengan kinerja

perawat. Sedangkan untuk usulan-usulanya adalah agar pihak rumah sakit

banyak memasang poster tentang tentang penyuluhan kesehatan agar

menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan serta memperhatikan

proses pelayanan kesehatan.

Berdasarkan CRC juga masih ditemukan pasien miskin yang enggan

menggunakan kartu Jamkesmas, Jamkesda dan Gakin diawal pengobatan karena

khawatir ditolak berobat secara halus oleh pihak rumah sakit. Penolakan tersebut

disertai alasan seperti tempat tidur penuh, tidak punya peralatan kesehatan,

dokter atau obat yang memadai untuk tidak menerima pengobatan pasien

tersebut. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan rumah sakit bagi pasien

miskin belum kunjung membaik. Pasien miskin masih menganggap rumah

sakit belum memprioritaskan pelayanan bagi mereka.

Berdasarkan fenomena permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Kualitas Pelayanan Pasien Peserta BPJS

Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi

Kalimantan Barat ”.
5

1.2. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

identifikasi masalahnya adalah kualitas pelayanan Asuransi Kesehatan di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat.

1. Kurang maksimalnya pelayanan petugas Kesehatan terhadap peserta BPJS

Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi

Kalimantan Barat.

2. Tidak tersedianya obat-obatan yang ditanggung Askes di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat.

1.3. Fokus Penelitian

Masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah tentang Kualitas

Pelayanan Asuransi Kesehatan, penelitian ini di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat, khususnya layanan BPJS

Kesehatan.

1.4. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan fokus penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

rumusan permasalahannya adalah “Bagaimana Kualitas Pelayanan Petugas

kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi

Kalimantan Barat kepada pasien peserta BPJS Kesehatan?”.


6

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan

Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.

Soedarso Provinsi Kalimantan Barat.

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan dan

memperkaya ilmu administrasi negara khususnya mengenai masalah Kualitas

Pelayanan Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.

Soedarso Provinsi Kalimantan Barat terhadap peserta BPJS Kesehatan.

1.6.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran

dalam upaya peningkatan Kualitas Pelayanan Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat terhadap peserta

BPJS Kesehatan serta dapat dijadikan literatur bagi para peneliti yang akan

meneliti tentang Kualitas Pelayanan.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pelayanan

Pelayanan merupakan suatu bentuk perwujudan dari perbuatan yang

diberikan kepada orang lain dalam bentuk jasa. Menurut Gronnroos (dalam

Ratminto, 2005:2) bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian

aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi

sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-

hal yang lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang

dimaksud untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.

Menurut Sianipar (2000:6) mengemukakan bahwa pelayanan

adalah suatu cara melayani atau membantu menyiapkan dan menyelesaikan

keperluan dan kebutuhan orang lain. Dapat disimpulkan bahwa penyedia

jasa harus memiliki keterampilan dan keahlian dalam bidang tertentu agar

bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengguna jasa.

Di dalam pelayanan, petugas sangat berperan penting dalam

melayani pelanggan. Sebagaimana menurut Siagian (1989:20) bahwa

perilaku adalah seluruh tabiat dan sifat seseorang yang tercermin dalam

ucapan dan tindak-tanduknya sebagai anggota organisasi.


8

Perilaku yang tercermin dalam tabiat dan sifat tersebut merupakan

kepribadian orang yang bersangkutan yang disebabkan oleh beberapa faktor

seperti:

1. Faktor pendidikan, sifat-sifat yang timbul dan berkembang sebagai hasil

dari hal-hal yang diperoleh di sekolah.

2. Faktor Genetik, sifat-sifat dibawa sejak lahir dan diwarisi dari orang tua.

3. Faktor lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan di luar

lingkungan keluarga.

4. Faktor pengalaman di luar lingkungan di atas.

Dwiyanto (2005:208) menyatakan agar pelayanan dapat memuaskan

orang atau kelompok orang lain yang dilayani, maka pelaku yang bertugas

melayani harus memenuhi Empat kriteria pokok yaitu:

(1) Tingkah laku yang sopan

(2) Cara penyampaian sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya

diterima oleh orang yang bersangkutan

(3) Waktu penyampaian yang tepat

(4) Keramah tamahan.

Kriteria-kriteria pelayanan yang memuaskan menurut Waworuntu

(1997:30) adalah:

(1) Kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi

(2) Mampu memberikan pelayanan yang baik

(3) Tidak berbelit-belit

(4) Menyingkat waktu tunggu masyarakat


9

(5) Dapat menguntungkan semua pihak.

Sedangkan pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian

layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara

yang telah ditetapkan. Selanjutnya menurut Kep.MenPan No. 63/

KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan

yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pelayanan

publik adalah pemenuhan kebutuhan dan keinginan masyarakat oleh

penyelenggara Negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja

dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kemudian menurut Dwiyanto (2005:141) mendefinisikan pelayanan

publik sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik

untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan publik menyatakan bahwa pelayanan publik

adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi

setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan

administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dalam Undang-Undang pelayanan publik Nomor 25 Tahun 2009

Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada:

a. Kepentingan umum
10

b. Kepastian hukum

c. Kesamaan hak

d. Keseimbangan hak dan kewajiban

e. Keprofesionalan

f. Partisipatif

g. Persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif

h. Keterbukaan

i. Akuntabilitas

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan

k. Kecepatan waktu, dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Dalam kaitannya dengan pelayanan maka dituntut pelayanan yang

prima bagi masyarakat. Menurut Brata (2000:97) pelayanan yang prima

adalah suatusikap atau tatanan cara kerja karyawan dalam melayani

pelanggan secara memuaskan. Dalam hal ini agar masyarakat merasa puas,

maka setiap pegawai harus memiliki keterampilan, keahlian, kecakapan dan

professional dalam melayani, menanggapi kebuhan keperluan dan keluhan

orang lain dengan sasaran peningkatan pelayanan kepada masyarakat

(murah, cepat, mudah, dan bermutu).

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa pelayanan

merupakan usaha dalam rangka meningkatkan kesejahteraan orang yang

dilayani, apakah dalam bentuk pelayanan sosial, jasa ekonomi, jasa hukum,
11

jasa administrasi dan lain-lain yang berkaitan dengan kebutuhan dan selera

pelanggan.

Untuk mengukur pelayanan yang bermutu, bagaimana pernyataan

dari Sadono (1996:228), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk

pelayanan adalah:

a. Usaha untuk mendekati masyarakat dengan memandang kepentingan

masyarakat ramai.

b. Jenis kelamin akan mempengaruhi cara melayani misalnya cara

menyebut mereka.

c. Jenis barang dan jasa, seperti ada jenis barang yang ukup dipajang

sesudah memberikan informasi tetapi ada juga perlu pelayanan ekstra

terutama pelayanan jasa.

d. Latar belakang pendidikan, karena penampilan dapat menjadi salah satu

ukuran dalam memberikan pelayanan sehingga yang dilayani ada rasa

kepercayaan, dan keyakinan yang tinggi.

e. Bahasa untuk komunikasi langsung harus dapat dimengerti apakah

dengan berkomunikasi langsung ataupun melalui komunikasi isyarat.

f. Fasilitas yang cukup memadai, karena merupakan alat bantu dalam

memberikan pelayanan.

Faktor-faktor tersebut di atas merupakan gambaran bagi petugas

selaku pemberi pelayanan kepada individu atau kelompok, karena seorang

pemakai jasa langsung berhubungan dengan pemberi jasa. Di samping itu


12

masyarakat juga dapat memberikan penilaian terhadap pelaksanaan

pelayanan yang dilakukan.

Menurut Moenir (2000:41) bentuk pelayanan yang diharapkan publik

adalah:

1. Adanya kemudahan dalam pengurusan administrasi dan kepentingan

2. Adanya pelayanan yang wajar

3. Pelayanan yang jujur dan terus terang atau terbuka yaitu apabila ada

hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya

diberitahukan.

4. Pelayanan yang adil atau perlakuan yang sama yaitu pelayanan yang

diberikan tidak memandang dan membedakan status masyarakat.

Pengertian pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani

(1996) bahwa pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

berupa tindakan penyembuhan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan

fungsi organ tubuh seperti sedia kala. Berdasarkan rumusan pengertian di

atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan

tergantung dari beberapa faktor yakni:

1. Pengorganisasian pelayanan: pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan

secara sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu

organisasi.
2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan: pencegahan penyakit,

penyembuhan / pengobatan dan pemulihan kesehatan.


3. Sasaran pelayanan: perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
13

Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang

diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah

sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh

dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus

memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit

harus berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan

berbagai tingkat kebutuhannya. Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan

dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk

perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan

tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien

dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di

rumah sakit.

Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan

kesehatan yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi

kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai

dengan tingkatan rumah sakitnya. Pelayanan kesehatan di rumah sakit

adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat

insap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup

pelayanan medic dan penunjang medik. Sedangkan untuk dapat disebut

sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan kesehatan


14

kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus

memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan

kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat

berkesinambungan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima

oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan

tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan

masyarakat.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah

dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

4. Mudah dijangkau

Syarat pokok yang keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah

mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang

dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan

keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan

tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu
15

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian

yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat

memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah

ditetapkan.

Pelayanan yang diberikan kepada pasien BPJS Kesehatan berbeda

dengan pelayanan yang diberikan pada pasien umum. Hal ini dapat dilihat

dalam pembatasan pelayanan yang diberikan pada peserta BPJS Kesehatan.

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan

dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima

pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau

penerima pelayanan.

2.1.2. Konsep Kualitas Pelayanan

Menurut Supriyanto dan Sugiyanti (2003:18), bahwa kualitas

pelayanan harus memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan yang sering

dijumpai di berbagai bidang kajian yaitu:

1. Proses pelayanan dilaksanakan sesuai prosedur pelayanan yang standar.

2. Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan.

3. Pelaksanaan pelayanan didukung dengan teknologi, sarana dan prasarana

yang memadai.
16

4. Pelayanan dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak bertentangan

dengan kode etik.

5. Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan pelanggan.

6. Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan petugas pelayanan.

7. Pelaksanaan pelayanan mendatangkan keuntungan bagi penyedia

pelayanan.

Menurut Kotler (2003:116), bahwa kualitas pelayanan harus dimulai

dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen/ pelanggan.

Persepsi pelanggan/ konsumen terhadap kualitas layanan itu sendiri

merupakan penilaian menyeluruh pelanggan/konsumen atas keandalan atau

keunggulan terhadap suatu layanan. Terdapat 5 (lima) determinan kualitas

jasa layanan menurut Kotler yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Reliability (keandalan), yaitu:

Reliability adalah kemampuan penyedia jasa memberikan secara akurat

apa yang dijanjikan atau disepakati dengan pelanggan.

2. Assurance (keyakinan)

Assurance adalah jaminan, garansi yang dapat diberikan penyedia jasa

atas suatu jasa yang ditawarkan untuk membangkitkan keyakinan

pelanggan atas kemampuan pegawai (pengetahuan, keahlian, sikap)

dalam memperoleh suatu jasa yang ditawarkan atau diterima pelanggan.

3. Tangibles (berwujud)
17

Tangibles adalah jasa yang berkaitan dengan fasilitas fisik, peralatan dan

penampilan personil penyedia jasa.

4. Emphaty (empati)

Emphaty adalah tingkat perhatian dan kepedulian penyedia jasa atas

kepentingan, kebutuhan, keluhan pelanggan (penerima jasa).

5. Responsivieness (daya tanggap)

Responsivieness adalah suatu rasa tanggung jawab, komitmen

memberikan jasa layanan prima serta dalam membantu menyelesaikan

kesulitan yang mungkin timbul saat memakai jasa yang diterima

pelanggan.

Dalam keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003 disebutkan

bahwa untuk mencapai kualitas pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip

sebagai berikut :

1) Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan.

2) Kejelasan

Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa

dalam pelaksanaan pelayanan publik;


18

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3) Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan.

4) Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

5) Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan

kepastian hukum.

6) Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7) Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi

Telekomunikasi dan Informatika.

8) Kemudahan akses tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan

teknologi Telekomunikasi dan Informatika.

9) Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah,

serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.


19

10) Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi

dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti Parkir, Toilet, tempat

ibadah dan lain-lain.

Untuk mencapai kualitas pelayanan dan memuaskan pelanggan,

tidak mudah dan dituntut profesionalisme petugas, sikap dan perilaku serta

mentaati prosedur yang telah ditentukan. Disamping itu baik tidaknya

kualitas layanan penilaiannya bukanlah didasarkan pada persepsi pemberi

layanan melainkan berdasarkan persepsi pelanggan/ konsumen. Seperti yang

dikemukakan Kotler (2003:116), bahwa kualitas layanan harus dimulai dari

kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen/ pelanggan.

Persepsi pelanggan/ konsumen terhadap kualitas layanan itu sendiri

merupakan penilaian menyeluruh pelanggan/ konsumen atas keandalan atau

keunggulan terhadap suatu layanan.

2.1.3. BPJS Kesehatan

Jaminan sosial merupakan sistem proteksi yang diberikan


kepada setiap warga negara untuk mencegah hal-hal yang tidak dapat
diprediksikankarena adanya risiko-risiko sosial ekonomi yang dapat
menimbulkan hilangnya pekerjaan maupun mengancam kesehatan.
Oleh karena itu, jaminan sosial hadir sebagai salah satu pilar kesejahteraan
yang bersifat operasional.
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 24 Tahun
20

2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka

terbentuklah BPJS yang berlaku mulai Januari 2014 dan menjanjikan

kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. BPJS merupakan

lembaga baru yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

sosial di Indonesia yang bersifat nirlaba berdasarkan Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Berdasarkan Undang-undang Nomor24 Tahun 2011, BPJS akan

menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia

yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes dan lembaga

jaminan sosial ketenagakerjaan PT Jamsostek.Pada awal 2014, PT Askes

menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 PT Jamsostek yang

akan menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Lembaga ini bertanggung jawab

langsung terhadap Presiden.

Perusahaan farmasi menjadi salah satu pihak yang terkena dampak


dari lahirnya BPJS Kesehatan. Dimana salah satu dampak tersebut adalah
terhadap Pengadaan Barang dan Jasa. Semula perjanjian dilakukan
hanya secara bilateral antara perusahaan farmasi dengan PT Askes (Askes)
untuk memasukkan obat-obatan milik perusahaan farmasi ke Askes.
Namun, setelah lahirnya BPJS, perusahaan farmasi mau tidak mau ikut
serta dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah demi
mempertahankan eksistensinya dalam rangka penjualan obat dipasaran
BPJS Kesehatan. Dimana hal tersebut menjadi hal baru untuk
perusahaan farmasi untuk beradaptasi dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku baik di dalam BPJS maupun ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
Selain hal tersebut, dampak lainnya adalah BPJS memaksa agar
21

perusahaan farmasi membuat produk generik yang notabene harganya jauh


lebih murah dibandingkan harga obat yang biasanya dijual oleh perusahaan
farmasi dipasaran, apabila tidak perusahaan farmasi akan tertutup
kemungkinan untuk dapat ambil andil dalam pengadaan barang dan
jasa dalam BPJS dalam tender obat generik, perusahaan farmasi hanya
dapat berjuang di kategori non generik. Dalam menentukan HPS,
pemerintah menetapkan bahwa HPS yang ditawarkan untuk setiap item
obat, sudah termasuk keuntungan dan pajak sesuai ketentuan yang
berlaku, biaya distribusi dan asuransinya ke lokasi (dengan kata lain HPS
sudah termasuk pajak dan biaya lain-lainnya). Perusahaan farmasi akan
menghabiskan cost yang lebih banyak apabila perusahaan farmasi tidak
mempunyai distributor yang berada di daerah-daerah tujuan BPJS,
karena nantinya perusahaan farmasi akan memanfaatkan distributornya di
daerah-daerah tertentu untuk memasok obat.
Oleh karena itu, sebagai lembaga yang berperan penting dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah di BPJS Kesehatan,
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)
berperan penting dalam penyusunan regulasi di bidang pengadaan barang
dan jasa Pemerintah. Salah satu diantaranya adalah penyusunan Peraturan
Presiden nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terhadap terbitnya Perpres tersebut diharapkan mendorong terciptanya
iklim persaingan yang sehat; efisiensi belanja negara dan percepatan
pelaksanaan APBN/APBD; tersedianya aturan, sistem, metode dan
prosedur lelang yang lebih sederhana dengan tetap memperhatikan good
governance; tumbuh berkembangnya proses inovasi, suburnya
ekonomi kreatif, dan kemandirian industri; terciptanya sistem reward
dan punishment yang lebih adil; dan adanya kepastian aturan yang
sebelumnya dianggap belum jelas.
Selanjutnya, Peraturan Presiden dibuat sebagai pelaksanaan
Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang DJSN dan Undang-
22

Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS. Ada 7 Pasal Undang-Undang


SJSN yang mendelegasikan pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan
Presiden yaitu Pasal 13 ayat (2), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal
23 ayat (5), Pasal 26, Pasal 27 ayat (5) dan Pasal 28 ayat (2). Dalam
Undang-Undang BPJS terdapat 2 Pasal yang mendelegasikan pengaturan
lebih lanjut dengan Peraturan Presiden yaitu Pasal 15 ayat (3), Pasal 19
ayat (5) huruf a. Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan perlu
diprioritaskan untuk mendukung beroperasinya BPJS Kesehatan, mulai 1
Januari 2014. Menurut Pasal 70 huruf a Undang-Undang BPJS Peraturan
Presiden tentang Jaminan Kesehatan harus ditetapkan paling lama pada
tanggal 25 November 2012. Maksudnya aga Peraturan Presiden tersebut
dapat dijadikan pedoman dalam mempersiapkan beroperasinya BPJS
Kesehatan.
Oleh karena itu, Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan
mengatur secara komprehensif mengenai besaran Iuran, tambahan Iuran
dan tata cara pembayaran Iuran, penahapan pendaftaran peserta,
kepesertaan Jaminan Kesehatan bagi pekerja yang terkena pemutusan
hubungan kerja, manfaat Jaminan Kesehatan, pelayanan kesehatan dan
urun biaya, kewajiban BPJS Kesehatan memeberikan kompensasi, jenis
pelayanan kesehatan yang tidak dijamin, kerjasama dengan fasilitas
kesehatan dan lain-lain. Sebagai peraturan pelaksanaan, Peraturan
Presiden tentang Jaminan Kesehatan harus bersifat operasional dan
dirumuskan secara jernih (clear) dan efektif, agar program Jaminan
Kesehatan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden
tentang Jaminan Kesehatan harus secara konsisten menjabarkan ketentuan
Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS yang memberi
pendelegasian, agar tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dapat
dicapai yaitu untuk menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

2.2. Hasil Penelitian yang Relevan


23

Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, penulis

meninjau beberapa penelitian yang relevan sebelumnya dengan skripsi dan bahasa

yang kurang lebih sama. Hal ini bertujuan agar penelitian ini sah dan menjaga

keaslian tulisan. Penulis meninjau beberapa penelitian yang relevan sebelumnya

juga sebagai rujukan dan sebagai bahan referensi dalam menulis. Berikut ini

beberapa penelitian yang dilakukan oleh Amienk dan Ratih Widianti dengan

judul, rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian yang digunakan

peneliti sebagai bahan rujukan penelitian.

Amienk , 2013. Pelayanan Rumah Sakit Umum Kabupaten Polman terhadap

pasien Asuransi Kesehatan (ASKES), Makalah. Polman : Akademi

Keperawatan Polewali.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian Amienk adalah bagaimanakah

pelayanan Rumah Sakit Umum Kabupaten Polman terhadap Pasien Asuransi

Kesehatan (ASKES) dan Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelayanan Rumah

Sakit Umum Kabupaten Polman Terhadap Pasien Asuransi Kesehatan (ASKES).

Sedangkan hasil penelitiannya adalah menunjukan pelayanan di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Polman terhadap pasien ASKES mampu

memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan berkelanjutan,

pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi pelayanan medis maupun pelayanan

non medis. Namun, pada dasarnya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Polman ditunjang beberapa bidang, antara lain mengenai

sumber daya manusia, efektivitas pelayanan kesehatan dan factor-faktor yang


24

mempengaruhi efektivitas pelayanan kesehatan. Pelayanan rumah sakit umum

daerah kabupaten Polman terhadap pasien askes adalah mengenai sumber daya

manusia, administrasi, sistem informasi, dan mutu pelayanan dinyatakan efektif.

Sedangkan pelayanan medis medis secara umum, berupa pasien rawat jalan dan

rawat inap sudah memenuhi standarisasi pelayanan yang efektif. Sarana dan

prasarana di rumah sakit umum daerah kabupaten Polman dinilai tingkat

persediaan dan perlengkapannya masih dalam tahap pengembangan, sehingga hal

tersebut menjadi salah satu faktor penghambat dalam memberikan pelayanan

kesehatan pada masyarakat kurang efektif, penyajian secara deskriptif dengan

menggunakan distribusi tabel frekuensi, mengenai efektivitas pelayanan medis

maupun non medis, diantaranya sumber daya manusia, administrasi, sistem

informasi, sarana dan prasarana, pasien rawat jalan, pasien rawat inap, serta

tingkat mutu layanan rumah sakit cukup baik. Dengan demikian kesimpulannya

adalah pengguna jasa layanan Asuransi Kesehatan merasa puas dengan pelayanan

yang telah diberikan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polman.

Ratih Widianti, 2011. Tingkat kepuasan peserta Askes sosial PT. Askes (Persero)

terhadap pelayanan dokter keluarga di Kota Semarang. Skripsi : Semarang

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian Ratih Widianti adalah

bagaimanakah tingkat kepuasan peserta Askes sosial PT Askes (Persero) terhadap

pelayanan dokter keluarga di Kota Semarang yang ditinjau dari dimensi


25

kehandalan pelayanan, daya tanggap, jaminan pelayanan, perhatian dan wujud/

tampilan pelayanan.

Sedangkan hasil penelitiannya adalah menunjukan :

1. Tingkat kepuasan dalam pelayanan peserta Askes sosial PT Askes (Persero)

terhadap pelayanan dokter keluarga cukup tinggi (sedang);

2. Mengetahui tingkat kepuasan dalam daya tanggap pelayanan peserta Askes

sosial PT Askes (Persero) terhadap dokter keluarga adalah tinggi;

3. Mengetahui tingkat kepuasan dalam jaminan pelayanan peserta Askes sosial

PT Askes (Persero) terhadap dokter keluarga adalah tinggi;

4. Mengetahui tingkat kepuasan dalam perhatian pelayanan peserta Askes sosial

PT Askes (Persero) terhadap pelayanan dokter keluarga cukup tinggi

(sedang);

5. Mengetahui tingkat kepuasan dalam wujud / penampilan pelayanan peserta

Askes sosial PT Askes (Persero) terhadap pelayanan dokter keluarga cukup

tinggi (sedang);

6. Mengetahui gap antara harapan dan pelayanan yang diterima oleh peserta

Askes sosial PT Askes (Persero) dalam memanfaatkan pelayanan dokter

keluarga adalah tinggi .

Perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan nanti lebih memfokuskan

kepada “Kualitas Pelayanan Asuransi Kesehatan di RSUD dr. Soedarso Provinsi Kalimantan

Barat Khususnya mengenai BPJS Kesehatan”.


26

Dimana rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Kualitas Pelayanan

Petugas Askes di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi

Kalimantan Barat terhadap peserta BPJS Kesehatan?”.

2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Adapun yang menjadi kerangka pemikiran dalam penelitian ini agar lebih

terarah dapat dibangun suatu bagan pemikiran dalam pelaksanaan penelitiannya

sehingga arah pemikiran dalam penulisan skripsi ini lebih dapat dilihat dari bagan

atau kerangka pikir penelitian berikut ini:


27

Gambar 2.1.

Kerangka Pikir Penelitian

Kualitas Pelayanan Asuransi Kesehatan di RSUD dr.Soedarso


Provinsi Kalimantan Barat

Permasalahan
1. Kurang maksimalnya pelayanan petugas Kesehatan terhadap
peserta BPJS KEsehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.
Soedarso Provinsi Kalimantan Barat.
2. Sikap diskriminasi petugas kesehatan terhadap pasien peserta
BPJS Kesehatan.
3. Tidak tersedianya obat-obatan yang ditanggung Askes di
Instalasii Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.
Soedarso Provinsi Kalimantan Barat.

Teori
Determinan kualitas jasa layanan menurut Kotler (2003:116):
1. Keandalan (reliability)
2. Jaminan/kepastian (assurance)
3. Fasilitas fisik dan peralatan (tangibles)
4. Kepedulian terhadap keluhan pelanggan (empati)
5. Daya tanggap (responsiveness)

Tujuan
Mengetahui Kualitas Pelayanan Petugas kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan
Barat kepada pasien peserta BPJS Kesehatan.
28

2.4. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah

diungkapkan maka pertanyaan penelitian meliputi:

1) Bagaimana reliability (keandalan) petugas dalam memberikan pelayanan

kepada peserta askes di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso

Provinsi Kalimantan Barat?

2) Bagaimana assurance (jaminan/kepastian) dari petugas dalam memberikan

pelayanan kepada peserta askes di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.

Soedarso Provinsi Kalimantan Barat?

3) Bagaimana tangibles (fasilitas fisik) di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat?

4) Bagaimana emphaty (perhatian) dari petugas kepada peserta askes di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat?

5) Bagaimana responsiveness (daya tanggap) petugas terhadap peserta askes di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan

Barat?
29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif dengan paradigma

kualitatif. Penentuan jenis penelitian ini berangkat pada pendapat Bodgan dan

Taylor (Moleong, 2000:3), yaitu mengidentifikasikan penelitian kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.Penelitian ini

mengungkapkan data dan fakta secara apa adanya dari kenyataan yang ada

dilapangan pada saat penelitian dilakukan

3.2. Langkah-langkah Penelitian

Menurut A. Tohardi (2010:36-37) ada beberapa tahapan yang harus dilalui

oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitiannya, tahapan tersebut seperti:

a. Memilih atau menentukan permasalahan penelitian (research problem).

b. Melakukan Pre Survey (pra penelitian) yang bertujuan untuk mendapatkan data

dan informasi awal.

c. Membuat rencana atau desain penelitian atau yang disebut juga dengan

proposal penelitian yang memasukanunsur rumusan permasalahan, pertanyaan

penelitian, memilih pendekatan dan jenis penelitian yang sesuai dengan

permasalahan yang diteliti.

d. Melaksanakan penelitian.

e. Membuat laporan hasil penelitian.


30

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

3.3.1. Tempat Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di Rumah Sakit Umum (RSUD) dr.

Soedarso provinsi Kalimantan Barat, dengan berbagai macam pertimbangan yaitu:

1. Pada lokasi ini terdapat indikasi permasalahan mengenai kualitas pelayanan

petugas kesehatan yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat.

2. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan Barat

yang relatif mudah saya jangkau.


31

3.3.2. Waktu Penelitian

Tabel 3.1

Waktu Penelitian

Waktu Penelitian
Jenis

No Kegiatan
2015

Maret April Mei Juni Juli


1. Pengajuan

Outline
2. Penyusunan

Proposal dan

Konsultasi
3. Seminar

4. Penelitian

Lapangan
5. Ujian Skripsi dan

Perbaikan

Sumber: Diolah Oleh Peneliti

3.4. Subjek dan Objek Penelitian

3.4.1. Subjek Penelitian


32

Subjek dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling untuk

mengetahui informasi sesuai tujuan penelitian yakni informan yang dapat

memberikan informasi tentang permasalahan yang diteliti adalah:

a. Direktur Rumah Sakit Umum (RSUD) dr. Soedarso Provinsi Kalimantan

Barat.

b. Petugas kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedarso Provinsi

Kalimantan Barat.

c. Peserta BPJS Kesehatan.

3.4.2. Objek Penelitian

Adapun objek penelitian ini adalah :

d. Kualitas Pelayanan dan fasitas pendukung Petugas kesehatan terhadap pasien

pemegang kartu BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.

Soedarso Provinsi Kalimantan Barat..

3.5. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana

yang menjadi instrumen kunci penelitian adalah peneliti itu sendiri dan instrumen

pembantu pengumpulan data peneliti memakai alat pengumpul data yaitu:

a. Pedoman Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data yang berisikan daftar dari sejumlah pertanyaan

yang telah disusun secara sistematis.Sebagai panduan penelitian pada waktu

mengadakan wawancara dengan informan.

b. Panduan Observasi
33

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Chek List yaitu dimana peneliti

mencatat hasil observasi peneliti menggunakan panca indra peneliti dan alat

tulis.

c. Alat Dokumentasi

Dengan penelitian ini, peneliti menggunakan alat dokumentasi berupa, kamera

digunakan untuk mengambil gambar dari objek-objek yang penting untuk

diamati, buku catatan digunakan untuk mencatat informasi yang berisikan

suatu gejala atau peristiwa yang terjadi dan dokumen resmi sebagai penunjang

agar peneliti dapat memperoleh data yang akurat dan valid.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah:

a. Wawancara

Yaitu suatu cara untuk memperoleh informasi dengan melakukan komunikasi

secara langsung maupun tidak langsung dengan responden maupun informan

kunci yang mengetahui permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian

(Sugiyono, 2009:75).

b. Observasi Lapangan

Yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena-fenomena

dari objek yang diteliti untuk memperoleh data sesuai dengan masalah yang

diteliti.
34

c. Dokumentasi

Yaitu suatu cara untuk mencari, mengumpulkan, dan mempelajari dokumen-

dokumen, surat-surat, ataupun catatan-catatan serta buku literatur yang

berhubungan dengan fokus penelitian seperti undang-undang dan surat

keputusan.

3.7. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa kualitatif. Analisa data

dilakukan dengan cara membaca, meneliti, dan mempelajari seluruh data yang

diperoleh baik dari hasil wawancara maupun studi dokumen. Data-data tersebut

kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui maknanya. Kemudian

hasilnya dihubungkan dengan masalah penelitian sehingga diperoleh pemahaman

tentang gejala yang menjadi fokus penelitian.

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2007:183)

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian

sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai penuh. Aktivitas dalam analisis data

antara lain reduksi data, display data, dan verifikasi data.

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan akan peneliti tulis dalam bentuk uraian atau

laporan yang terinci atau mencari benang merah dari data-data yang telah
35

terkumpul. Sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil kesimpulan atau

makna yang valid.

b. Display data

Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Yang

akan peneliti lakukakan nantinya setelah data di reduksi adalah menyajikan

data dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka

akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

c. Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah mengambil kesimpulan

dan verifikasi.Sejak awal peneliti berusaha untuk mencari makna data yang

dikumpulkan. Kesimpulan awal yang peneliti paparkan masih bersifat

sementara, kabur, diragukan dan akan berubah pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Akan tetapi dengan bertambahnya data dan didukung oleh bukti-

bukti yang valid maka, kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel.

3.8. Teknik Keabsahan Data (Uji Validitas)

a. Trianggulasi

Adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu”, Moleong (2007:330). Denzin dalam Moloeng (2007:330). Jadi

trianggulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan


36

konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan

data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.

Untuk itu maka penelitian ini dapat dilakukan dengan jalan:

a) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

b) Mengecek dengan berbagai sumber data

c) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecek kepercayaan data dapat

dilakukan.

d) Penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan ( RSUD dr. Soedarso

Provinsi Kalimantan Barat) dengan mewawancarai pihak-pihak yang terkait

langsung dengan permasalahan ini baik dari pemegang kartu Askes maupun

dari pihak Rumah sakit dan mendokumentasikannya.

Anda mungkin juga menyukai