Anda di halaman 1dari 13

Pengaruh Mirror Therapy Diintegrasikan Dengan Dukungan Religius Koping Terhadap

Performa Fisik Dan Penerimaan Diri Pada Pasien Pasca Stroke

The Influence of Mirror Therapy which Integrated with Religious Coping Towards Physical
Performance and Self Acceptance on Post Stroke Patients

Luthfi Ummami Fauzi1, Kelana Kusuma Dharma2, Herman3


1
Program Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak
2
Poltekkes Kemenkes Pontianak
3
Program Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak
Email: Luthfiufauzi@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit yang menjadi penyebab kematian dan kecacatan
diseluruh dunia. Stroke meninggalkan gejala sisa secara fisik dan psikologis. Hemipharase dan
depresi merupakan gejala sisa yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien pasca stroke. Terapi
yang dapat diberikan adalah mirror therapy dan dukungan religius koping. Tujuan: Mengetahui
pengaruh mirror therapy diintegrasikan dengan dukungan religius koping terhadap performa fisik
dan penerimaan diri pada pasien pasca stroke di RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang. Metode:
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain peneilitian eksperimen murni dengan rancangan pretest-
postest design with control group. Metode pengambilan sampel non probability sampling dengan
teknik consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 36 responden. Data diuji dengan
menggunakan uji T berpasangan, uji wilcoxon, uji T tidak berpasangan, dan mann whitney. Hasil:
Responden penelitian dengan karakteristik berjenis kelamin laki-laki 58,3%, tipe stroke iskemik
86,1%, fase kronik pasca stroke 50% dan rata-rata usia penderita stroke 55,2 tahun. Hasil bivariat
skor performa fisik kelompok intervensi menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0,05), namun
tidak ada perbedaan post-test skor performa fisik kelompok kontrol (p > 0,05). Skor penerimaan
diri pada kelompok intervensi menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p < 0,05) dan
adanya perbedaan yang signifikan post-test kelompok kontrol (p < 0,05). Kesimpulan: Mirror
therapy dapat meningkatkan performa fisik pada pasien pasca stroke sama baiknya dengan latihan
ROM. Mirror therapy yang diintegrasikan dengan dukungan religius koping akan meningkatkan
penerimaan diri pada pasien pasca stroke.

Kata Kunci: Mirror Therapy, Religius Koping, Ekstremitas atas

Abstract
Background: Stroke is a disease which becomes the cause of death and infirmity around the
world. Stroke left the symptom which able to lower the life quality of post stroke patient. A
therapy which can be given is the mirror therapy and the religious coping. Objective: To know the
influence of mirror therapy which integrated with religious coping towards physical performance
and self acceptance on post stroke patients in Dr. Abdul Aziz General Hospital Singkawang
Methods: Quantitative research through the quasi experimental research design of pretest-posttest
deisgn with control group. The method of sampling is non probability sampling with the
consecutive sampling technique. The research participants are 36 respondents. The data tested with
the paired T test, wilcoxon test, unpaired T test and mann whitney. Result: Respondents research
with characteristic sex male 58.3%, type of ischemic stroke 86.1%, chronic phase of post stroke
50% and the average age of stroke sufferers 55.2 years. The results of the physical performance
score bivariat intervention group showed significant effects (p < 0.05), but no difference in post-
test score performance physical control group (p 0.05 >). Score self-acceptance in the intervention
group showed a significant influence (p < 0.05) and the existence of significant difference post-test
control group (p < 0.05). Conclusion: Mirror therapy may improve physical performance in post
stroke patients as good as ROM exercises. Mirror therapy are integrated with religious coping
support will increase self-acceptance in post stroke patients.
Keywords: Mirror Therapy, Religious Coping, Upper Extremity

1
Pendahuluan Kondisi seseorang setelah mendapati
serangan stroke menyisakan gejala sisa.
Stroke merupakan penyakit yang menjadi
Terdapat lesi di otak yang mempengaruhi
penyebab kematian dan kecacatan
fungsi tubuh sesuai letak lesi. Gejala sisa
diseluruh dunia. Setiap 2 detik, seseorang
pasca stroke dapat berupa kelemahan
yang ada di dunia ini mengalami serangan
ektremitas atas dan ekstremitas bawah
stroke1. Prevalensi stroke di dunia pada
sebesar 77%, gangguan penglihatan
tahun 2013 berjumlah 25,7 juta orang yang
berjumlah 60%, kesulitan bicara sebanyak
bertahan terhadap serangan stroke (71%
50%, kesulitan mengontrol berkemih
disebabkan stroke iskemik), 6,5 juta orang
sebesar 50%, gangguan menelan sebanyak
meninggal dunia (51% disebabkan stroke
45%, aphasia sebanyak 33%, gangguan
iskemik), 113 juta orang mengalami
kognitif sebesar 28%, dan gangguan mood
kecacatan akibat gejala sisa stroke (58%
sebesar 20%.4
disebabkan stroke iskemik), dan 10,3 juta
Stroke meninggalkan gejala sisa
orang tercatat sebagai kasus baru penderita
secara fisik dan psikologis. Masalah
stroke dari periode 1990 sampai dengan
psikologis depresi pasca stroke merupakan
20132.
gejala sisa yang sering ditemui. Belum
Berdasarkan data dari riset diketahui penyebab pasti, namun beberapa
kesehatan dasar prevalensi stroke di peneliti beranggapan hal ini disebabkan
Indonesia meningkat yang awalnya oleh faktor biologi dan faktor psikososial.
8,3/1.000 orang pada tahun 2007 menjadi Faktor biologi berkaitan dengan lesi di
12,1/1.000 orang pada tahun 2013. . otak dan dapat ditangani dengan berbagai
Kalimantan barat tercatat 5,8 per mil untuk terapi farmakologi, sedangkan depresi
pasien yang didiagnosis tenaga kesehatan pasca stroke yang disebabkan oleh faktor
dan 8,2 per mil yang terdiagnosis dan psikososial dapat ditangani oleh psikiatri,
gejala stroke oleh tenaga kesehatan pada dukungan sosial, dan dukungan religius.5
tahun 2013.3
Dukungan religius koping ini mendorong
pasien stroke untuk cepat adaptif terhadap
stresor yang ada dengan cara pendekatan

2
agama yang dianut. Aktivitas yang Studi pendahuluan yang dilakukan
dilakukan dapat berupa berdoa, berdzikir, oleh peneliti di RSUD dr. Abdul Aziz
sholat, dan wudhu6. Koping yang adaptif dengan obeservasi dan wawancara perawat
dapat mendukung percepatan dalam proses yang bertugas diruang rawat inap. Hasil
rehabilitasi baik secara fisik dan obesrvasi yang telah dilakukan didapati 2
psikologi7. orang pasien pasca stroke yang mengalami
Masalah fisik paling sering terjadi gejala sisa berupa hemipharase. Hasil
pasien pasca stroke ialah hemipharase wawancara yang dilakukan pada perawat,
pada ekstremitas atas dan ekstremitas perawat mengatakan kejadian stroke
bawah. Mirror therapy adalah teknik termasuk 10 penyakit terbesar yang terjadi
rehabilitasi yang menggunakan media di RSUD dr. Abdul Aziz dan sebagian
cermin dengan cara meletakkan cermin besar menunjukkan gejala sisa seperti
tersebut secara midsagittal terhadap tubuh hemipharase serta depresi pasca stroke
dengan posisi esktremitas yang sakit juga sering ditemukan pada pasien yang
berada dibelakang cermin dan tangan yang baru menadapatkan stroke. Rehabilitasi
sehat berada didepan cermin. Posisi pasien yang selama ini dilakukan oleh pasien
melihat refleksi bayangan yang ada berupa pemijitan tradisional untuk
dicermin dan tangan yang sehat menangani kelemahan yang diderita.
digerakkan secara fleksi, ekstensi, dan Dari permasalahan diatas, peneliti
rotasi mencakup pergelangan tangan dan berminat untuk melakukan penelitian
jari-jari8. dengan judul pengaruh mirror therapy
Penelitian yang dilakukan oleh diintegrasikan dengan dukungan religius
Saliha dengan sampel berjumlah 24 orang koping terhadap perfroma fisik dan
dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok penerimaan diri pada pasien pasca stroke
pertama kelompok intervensi dan di RSUD dr Abdul Aziz Singkawang.
kelompok kedua kelompok kontrol.
Kelompok intervensi diberikan mirror Motode Penelitan
therapy dengan durasi latihan selama 30 Penelitian ini menggunakan desain
menit/hari, 5 hari/minggu dan selama 3 penelitian quasy experimental pre-post test
minggu. Hasil menunjukkan terdapat design with non equivalent control group.
efektivitas dari kelompok kontrol. Namun Kelompok intervensi diberikan mirror
penelitian ini tidak membedakan fase dari therapy diintegrasikan dengan dukungan
pasien pasca stroke tersebut. religius koping selama 30 menit sehari,
selama 7 hari. Pre-test dilakukan pada hari

3
pertama dan post-test dilakukan pada hari kelamin laki-laki (50%) dan jenis kelamin
ketujuh. Kelompok kontrol diberikan perempuan (50%). Berdasarkan tipe stroke
terapi ROM selama 30 menit sehari, kelompok intervensi iskemik (88,9%) dan
selama 7 hari. Pre-test dilakukan pada hari hemoragik (11,1%). Kelompok kontrol
pertama dan post-test dilakukan pada hari tipe stroke iskemik (83,3%) dan
ketujuh. Sampel sebanyak 36 pasien pasca hemoragik (16,7%). Fase pasca stroke
stroke diperoleh secara consecutive kelompok intervensi akut (16,7%), sub
sampling di RSUD dr. Abdul Aziz akut (44,4%), dan kronik (38,9%).
Singkawang. Kelompok kontrol akut (11,1%), sub akut
Kriteria inklusi dalam penelitian ini (27,8%), dan kronik (61,1%). Berdasarkan
yaitu; kesadaran komposmentis, tanda- usia kelompok intervensi dewasa akhir
tanda vital dalam kondisi stabil, menderita (5,5%), lansia awal (50%), lansia akhir
stroke iskemik dan hemoragik, dan (27,7%), dan manula (16%). Kelompok
mengalami hemipharase. Kriteria eksklusi kontrol dewasa akhir (5,5%), lansia awal
pada penelitian ini yaitu; penderita stroke (55%), lansia akhir (33,3%), dan manula
berat dengan disabilitas yang kompleks, (5,5%).
penderita stroke yang memiliki gangguan Sebelum dilakukan analisis bivariat
kognitif yang berat, penderita stroke yang dilakukan uji normalitas yang merupakan
memiliki gangguan penglihatan. Instrumen syarat untuk uji t berpasangan dan t tidak
penelitian yang digunakan berupa fugl berpasangan. Hasil tabel.2 menunjukkan
meyer assessment untuk mengukur hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai
performa fisik dan kuesioner untuk p 0,001 (p<0,05) yang berarti ada
mengukur penerimaan diri . Sampel dibagi perbedaan anatara performa fisik sebelum
menjadi dua kelompok, 18 orang intervensi mirror therapy diintegrasikan
kelompok intervensi dan 18 orang dengan religius koping dan sesudah
kelompok kontrol. Analisis statistik yang diberikan intervensi mirror therapy
digunakan yaitu univariat dan bivariat. diintegrasikan dengan religius koping pada
kelompok intervensi. Hasil uji statistik T
Hasil berpasangan didapatkan nilai p adalah
Karakteristik responden dalam 0,012 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh
penelitian ini pada kelompok intervensi
berdasarkan jenis kelamin laki-laki
(66,7%) dan jenis kelamin perempuan
(33,3%). Pada kelompok kontrol berjenis

4
Variabel Intervensi Kontrol
N % N %
1. Jenis Kelamin:
a. Laki-laki 12 66,7 9 50
b. Perempuan 6 33,3 9 50
2. Tipe Stroke:
a. Iskemik 16 88,9 15 83,3
b. Hemoragik 2 11,1 3 16,7
3. Fase pasca stroke
a. Akut 3 16,7 2 11,1
b. Sub akut 8 44,4 5 27,8
c. Kronik 7 38,9 11 61,1
4. Usia (tahun)
a. Dewasa akhir (36-45) 1 5,5 1 5,5
b. Lansia awal (46-55) 9 50 10 55
c. Lansia Akhir (56-65) 5 27,7 6 33,3
d. Manula ( > 65 ) 3 16 1 5,5
Tabel.1 karakteristik responden

Performa Fisik Intervensi Kontrol P


value
Mean SD CI 95% Mean SD CI 95%
Pre-Test 38,00 5,911 35,06-40,94 39,89 5,880 37,82-40,18 0,390
Post-Test 39,89 5,880 39,89-42,81 39,61 2,173 38,53-40,69 0,853
Tabel. 2 perbedaan performa fisik antara pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol

Performa Fisik Pre-Test Post-Test P value


Mean SD CI 95% Mean SD CI 95%
Kelompok 38,00 5,911 35,06-40,94 39,89 5,880 36,96-42,81 0,001
Intervensi
Kelompok 39,00 2,376 37,82-40,18 39,61 2,173 38,53-40,69 0,012
Kontrol
Tabel. 3 perbedaan performa fisik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pre-test dan
post-test (n=36)

Penerimaan Diri Pre-Test Post-Test P value


Mean SD CI 95% Mean SD CI 95%
Kelompok 40,94 4,151 38,88-43,01 40,39 2,227 41,97-45,36 0,003
Intervensi
Kelompok 43,67 3,413 39,28-41,50 41,00 2,114 39,95-42,05 0,009
Kontrol
tabel. 4 perbedaan penerimaan diri antara pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol (n=36)

5
Penerimaan Diri Intervensi Kontrol P value
Mean SD CI 95% Mean SD CI 95%
Pre-Test 40,94 4,150 38,88-43,01 40,39 2,227 39,95-42-05 0,621
Post-Test 43,67 3,413 41,97-45,36 41,00 2,114 39,95-42,05 0,011
Tabel. 5 perbedaan penerimaan diri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pre-test dan
post-test (n=36)

antara skor performa fisik sebelum intervensi mirror therapy


dan sesudah pada kelompok kontrol diintegrasikan dengan religius
yang diberikan ROM pasif. koping pada kelompok intervensi
Tabel.3 menunjukkan hasil (p<0,05). Hasil uji statistik wilcoxon
uji statistik Mann Whitney skor nilai p = 0,009 yang berarti ada
performa fisik pre-test antara perbedaan antara penerimaan diri
kelompok intervensi dan kelompok sebelum intervensi mirror therapy
kontrol. Didapatkan nilai p = 0,390 diintegrasikan dengan religius
yang berarti tidak ada perbedaan skor koping dan sesudah diberikan
performa fisik pre-test antara intervensi mirror therapy
kelompok intervensi dan kelompok diintegrasikan dengan religius
kontrol(p>0,05). Hasil uji statistik T koping pada kelompok kontrol
tidak berpasangan skor performa (p<0,05).
fisik post-test antara kelompok Tabel 4.6 menunjukkan hasil
intervensi dan kelompok kontrol. uji statistik T tidak berpasangan skor
Didapatkan nilai p = 0,853 yang penerimaan diri pre-test pada
berarti tidak ada perbedaan skor kelompok intervensi dan kelompok
performa fisik post-test antara kontrol. Didapat nilai p = 0,621 yang
kelompok intervensi dan kelompok berarti tidak ada perbedaan skor
kontrol (p>0,05). penerimaan diri pre-test pada
Tabel.4 menunjukkan hasil kelompok intervensi dan kelompok
uji statistik T bepasangan nilai p = kontrol (p>0,05). Hasil uji Mann
0,003 yang berarti ada perbedaan Whitney skor penerimaan diri post-
anatara penerimaan diri sebelum test pada kelompok intervensi dan
intervensi mirror therapy kelompok kontrol. Didapat nilai p =
diintegrasikan dengan religius 0,011 yang berarti ada perbedaan
koping dan sesudah diberikan skor penerimaan diri post-test pada

6
kelompok intervensi dan kelompok keseimbangan di dalam hemisfer
kontrol (p<0,05). setelah stroke, hal ini bagian penting
dalam pemulihan fungsi motor.
Pembahasan Ditemukan bukti bahwa baik
Mirror therapy merupakan aktivitas motor dan perseptual yang
satu diantara metode rehabilitasi ditemukan pada mirror therapy yang
pasca stroke untuk meningkatkan memodulasi rangsangan korteks
kekuatan otot dan kemampuan motor primer (M1). Selama aktivitas
melakukan gerakan tertentu pada mirror therapy, rangsangan M1
ekstremitas atas. Pada penelitian ini dimodulasi oleh gerakan anggota
didapatkan peningkatan skor badan ipsilateral dan observasi pasif
performa fisik yang sangat gerakan anggota badan kontralateral
signifikan. Pengukuran setelah seperti yang tercermin di cermin.
dilakukan intervensi mirror therapy Dengan kata lain, gerakan
kemampuan menggenggam sebenarnya dari ipsilateral (yaitu,
meningkat 1 sampai dengan 6 poin, ekstremitas atas yang terkena)
begitu pula dengan kemampuan menunjukkan M1 ipsilateral dan
sirkumduksi pada pergelangan pengamatan tindakan di cermin
tangan. (yang dilakukan oleh ekstremitas atas
yang tidak terpengaruh)
Mekanisme dari mirror
mengaktifkan M1 kontralateral.
therapy terhadap perbaikan performa
Perubahan simultan pada rangsangan
fisik terutama ekstremitas atas oleh
M1 ini diperkirakan dapat
beberapa ahli belum diketahui secara
memfasilitasi reorganisasi kortikal
pasti mekanismenya. Terdapat dua
yang sesuai untuk pemulihan
hipotesis yang menjelaskan
fungsional motor10
bagaimana mirror therapy dapat
digunakan sebagai terapi rehabilitasi Hipotesis kedua melibatkan
pasca stroke. Hipotesis yang neuron cermin, yang diperkirakan
pertama, mirror therapy diperkirakan dapat ditemukan di daerah
dapat meningkatkan normalisasi frontotemporal dan girus temporal

7
superior. Mereka dianggap sebagai menyatakan terdapat pengaruh
neuron bimodal yang menyala saat mirror therapy terhadap fungsi
seseorang melakukan atau motorik ekstremitas atas pada
mengamati pergerakan motorik. kelompok intervensi. Jumlah sampel
Aktivasi bilateral dari korteks yang digunakan sebanyak 31 orang
premotor selama pengamatan yang dibagi kedalam 2 kelompok.
lengan/tangan dari aktivitas fungsi Kelompok tersebut terdiri dari
motorik yang dipantulkan oleh kelompok intervensi yang diberikan
cermin dan menemukan peningkatan mirror therapy dan kelompok kontrol
rangsangan M1 tangan di belakang yang diberikan terapi konvensional.
cermin (tangan yang mengalami
Pada kelompok kontrol
disabilitas). Ilusi cermin dari gerakan
didapatkan adanya pengaruh ROM
tangan yang normal sebagai
terhadap performa fisik pasien pasca
pengganti tangan yang menalami
stroke. ROM pasif merupakan satu
disabilitas dampak penurunan fungsi
diantara program rahbilitasi yang
proprioseptif dan membantu
dapat digunakan pada pasien pasca
merekrut korteks premotor11
stroke yang mengalami hemipharase.
Pada penelitian ini ROM merupakan latihan yang
didapatkan peningkatan skor dilakukan untuk meningkatkan
performa fisik yang sangat kemampuan gerak ektremitas atas
signifikan. Pengukuran setelah maupun bawah dengan
dilakukan intervensi mirror therapy meningkatkan massa otot dan tonus
kemampuan menggenggam begitu otot (Potter, 2012). Latihan ROM
pula dengan kemampuan aktif maupun pasif memiliki manfaat
sirkumduksi pada pergelangan untuk mencegah penurunan
tangan meningkat 1 sampai dengan 6 fleksibilitas sendi dan kekakuan
poin dari pngukuran performa fisik sendi. Hal ini dapat terjadi
dengan instrument Fugl-Meyer. dikarenakan latihan ROM
Sejalan dengan hasil penelitian yang menimbulkan rangsangan kimiawi
dilakukan oleh Gurbuz (2016) yang neuromuskuler dan muskuler.

8
Rangsangan melalui neuromuskuler dasar dan kualitas hidup akan
akan meningkatkan saraf meningkat.
parasimpatis untuk memproduksi
Selain mirror therapy yang
asetikolin sehingga meningkatkan
dapat diberikan pada pasien pasca
kontraksi otot. Mekanisme melalui
stroke yang mengalami gejala sisa
muskuler meningkatkan metabolisme
berupa hemipharase, terdapat juga
pada mitokondria untuk
terapi yang diberikan selama ini
menghasilkan ATP yang berfungsi
yaitu ROM. Terapi ROM diberikan
sebagai energi dalam meningkatkan
pada kelompok kontrol
tonus otot polos ekstremitas (Tseng,
meningkatkan juga performa fisik
2007).
pada pasien pasca stroke. Hasil post-
Sejalan dengan penelitian test yang dilakukan antara kelompok
yang dilakukan oleh Marlina (2010) yang diberikan mirror therapy dan
mengenai pengaruh latihan ROM kelompok yang diberikan ROM
terhadap peningkatan kekuatan otot menunjukkan adanya peningkatan
pada pasien stroke iskemik di RSUD performa fisik hal ini menunjukkan
Banda Aceh. Responden dalam sama baiknya antara kedua terapi ini.
penelitian ini sebanyak 50 orang
Penelitian ini menggunakan
dengan dibagi kedalam 2 kelompok.
dukungan religius koping untuk
Didapatkan hasil bahwa latihan
meningkatkan penerimaan diri pasien
ROM meningkatkan kekuatan otot.
pasca stroke terhadap kondisi yang
Dari hasil penelitian yang ada. Dukungan religius koping dapat
diperoleh peneliti berpendapat bahwa berupa dorongan terhadap pasien
mirror therapy diintegrasikan dengan dalam menghadapi masalah atau
dukungan religius koping dan latihan stresor dengan meningkatkan
ROM memiliki pengaruh untuk hubungan kepada Tuhan Yang Maha
meningkatkan kekuatan otot tangan. Esa dalam mencari solusi dari
Peningkatan kekuatan otot tangan masalah yang dihadapi tersebut.
dapat meningkatkan kemandirian Meningkatkan hubungan kepada
pasien dalam memenuhi kebutuhan Tuhan Yang Maha Esa dapat berupa

9
berdoa, melakukan taubat terhadap menimbulkan harapan yang kuat dan
dosa-dosa masa lalu, mengikhlaskan keinginan untuk tetap melanjutkan
segala penyakit yang menimpanya hidup ini dengan terus menjalankan
semata-mata bentuk cinta Tuhan proses pengobatan dan program
kepadanya. rehabilitasi (Omu, 2014). Pasien
yang melakukan rehabilitasi stroke,
Kondisi yang dialami oleh
keyakinan agama yang dianut dapat
penderita stroke dengan gejala sisa
mendorong perasaan dukungan dan
berupa hemipharase menyebabkan
harapan, meningkatkan self-efficacy
timbulnya perasaan kehilangan
(Kalra, 2007).
berupa penurunan kemampuan fisik.
Kondisi kehilangan ini dimaknai Respon religius koping yang
secara negatif oleh pasien stroke adaptif berdampak pada proses
akan berujung pada kehilangan harga kesehatan pasien pasca stroke.
diri. Religius koping positif dimaknai Kesehatan pasien pasca stroke
oleh seseorang yang terkena menjadi meningkat karena adanya
serangan stroke sebagai sebuah ujian respon penerimaan diri terhadap sakit
dari Tuhan, bukan dimaknai sebagai yang diderita. Respon penerimaan
sebuah hukuman dari Tuhan. diri tersebut berupa sikap realistis,
Seseorang yang memaknai religius pandai mengambil hikmah, dan
secara positif ia tetap berdoa dan ketabahan hati. Respon yang
meminta kepada Tuhan agar ditunjukkan pada fisik pasien berupa
diberikan kesembuhan (Kalra, 2007). pernafasan yang stabil, terlihat lebih
Perasaan yang kuat dari seorang tenang, dan proses penyembuhan
pasien stroke bahwa sakit yang ia yang lebih cepat dari waktu
derita merupakan bentuk cinta dari seharusnya (Styana, 2016)
Tuhan dengan diberikan cobaan
berupa sakit. Pasien stroke menerima Sejalan dengan penelitian yang
keadaan yang ia alami saat ini dan dilakukan oleh Gianquinto (2007)
tetap memiliki rasa bahwa Tuhan menunjukkan hasil bahwa responden
tidak meninggalkannya hal ini yang memiliki keyakinan yang kuat

10
atas apa yang terjadi sesuai kehendak fisik ekstremitas atas yang dilakukan
Tuhan dan bukan sebagai hukuman masing-masing responden dalam
atas apa yang dilakukan dimasa lalu kehidupan sehari-hari. Kagiatan
memiliki penerimaan diri yang baik. tersebut seperti melakukan pemijatan
Depresi pasca stroke dan ansietas tradisional, latihan fisik bagun dari
sangat rendah setelah diukur dengan posisi tidur ke posisi duduk, dari
menggunakan skala ansietas dan posisi duduk ke posisi berdiri, latihan
depresi. Pengaruh kepercayaan yang berjalan dengan berpengangan pada
kuat terhadap Tuhan membuat sisi yang lemah, dan latihan
koping adaptif yang baik setelah mengenggam dengan bola.
terjadinya serangan stroke. Peneliti tidak dapat
Skor penerimaan diri post- memperhatikan secara langsung saat
test didapatkan bahwa terdapat responden melakukan mirror therapy
adanya perbedaan antara kelompok diintergrasikan dengan dukungan
intervensi dan kelompok kontrol religius koping. Peneliti tidak dapat
peneliti beranggapan bahwa mengontrol dalam penerimaan diri
dukungan religius koping memiliki dari mana responden mendapat
pengaruh yang lebih baik terhadap sumber motivasi. Peneliti tidak dapat
penerimaan diri pasien pasca stroke menghindari dukungan keluarga
dibandingkan tidak diberikan dikarenakan sebagian besar
intervensi. Pada kelompok intervensi responden hidup bersama
didapatkan peningkatan skor keluarganya.
penerimaan diri. Penerimaan diri
yang baik ini akan berdampak pada
Kesimpulan
komitmen pasien untuk menjalani
Berdasarkan penelitian dan
proses rehabilitasi dan meningkatkan
pembahasan mengenai pengaruh
kualitas hidup pasien.
mirror therapy diintegrasikan dengan
Keterbatasan dalam
dukungan religius koping terhadap
penelitian ini Peneliti tidak dapat
performa fisik dan penerimaan diri
mengontrol kegiatan atau aktivitas
pasien pasca stroke di wilayah kerja
yang dapat meningkatkan performa

11
RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang kelompok intervensi dan kelompok
maka dapat ditarik kesimpulan: kontrol.

Karakteristik responden pasca Mirror therapy dapat


stroke di wilayah kerja RSUD dr. meningkatkan performa fisik pada
Abdul Aziz Singkawang berdasarkan pasien pasca stroke sama baiknya
jenis kelamin sebagian besar berjenis dengan latihan ROM. Mirror therapy
kelamin laki-laki sebanyak 21 yang diintegrasikan dengan
responden (58,3 %), berdasarkan tipe dukungan religius koping akan
stroke terbanyak bertipe stroke meningkatkan penerimaan diri pada
iskemik sebanyak 31 responden pasien pasca stroke.
(86,1%), berdasarkan fase pasca
stroke terbanyak fase kronik 18 Referensi
responden (50%), dan berdasarkan 1. Lindsay, P. K. World stroke
usia rata-rata penderita stroke 55,2 organization global stroke
service guidelines and action
tahun. plan. International Journal of
Stroke 2014; 9: 1-10.
Tidak ada perbedaan skor
2. Feigin, V. L. (2015). Update on
performa fisik dan skor penerimaan the global burden of ischemic
diri pre test antara kelompok and hemorrhagic stroke in 1990-
2013: The GBD 2013 Study.
intervensi dan kelompok kontrol. Neuro Epidemiology, 162-176.
Adanya perbedaan signifikan skor 3. Kemenkes. (2013). Riset
performa fisik dan penerimaan diri Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republk
pada kelompok intervensi dan Indonesia.
kelompok kontrol sebelum dan
4. Muth, C. C. (2016). Recovery
sesudah pengukuran. after stroke. JAMA Vol 316, No.
22, 2440.
Tidak ada perbedaan post-test
5. Towfighi, A. e. (2016).
skor performa fisik kelompok Poststroke depression a
intervensi dan kelompok kontrol. scientific statment for healthcare
professional from the America
Terdapat perbedaan yang signifikan Heart Association/American
post-test skor penerimaan diri antara Stroke Association. AHA
Journals, 31-41

12
6. Mohamed, C. R. (2014). Issues
post-stroke for Muslim people in
maintaining the practice of salat
(prayer): A qualitative study.
Collegian, 1-7.
7. Styana, Z. D. (2016). Bimbingan
Rohani Islam dalam
Menumbuhkan Respon Spiritual
Adaptif Bagi Pasien Stroke Di
Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih. Jurnal Ilmu
Dakwah, Vol. 36, No. 1, 45-69.
8. Kim, M.(2016). The Effect of
mirror therapy on balance ability
of subacute stroke patients.
Hong Kong Physiotherapy
Journal, 27-32.
9. Saliha, A. d. (2016). Comparison
of the effects of mirror therapy
and electromyography-triggered
neuromuscular stimulation on
hand functions in stroke patient:
a pilot study. international
Journal of Rehabilitation
Research, 302-307.
10. Hung, G. K. (2015). Systematic
Review: Effectiveness of mirror
therapy for lower extremity post-
stroke. Hongkong Journal of
Occupational Therapy , 51-59.
11. Ramachandran, V. A. (2009).
The use of visual feedback, in
particular mirror therapy visual
feedback, in restoring brain
function. Brain, 1693-1710.

13

Anda mungkin juga menyukai