Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intelegensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam psikologi.
Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna intelegensi.
Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal yang sangat
penting dalam berbagai aspek kehidupan. Intelegensi erat kaitannya dengan
kehidupan manusia. Banyak problem-problem manusia yang berhubungan
dengan intelegensi. Dalam dunia pendidikan pun, intelegensi merupakan hal
yang sangat berkaitan. Seolah-olah intelegensi merupakan penentuan
keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan, dan merupakan
suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang kehidupan. Unuk
mengetahui tentang apa itu intelegensi, akan dijelaskan lebih lanjut dalam
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Intelegensia (IQ, EQ, SQ) ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi Intelegensia ?
3. Apa saja klasifikasi IQ ?
4. Apa saja gangguang pada Intelegensia ?
5. Bagaimana cara mengukur intelegensia ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Diketahui pengertian Intelegensia.
2. Diketahui faktor yang mempengaruhi Intelegensia.
3. Diketahui klasifikasi IQ.
4. Diketahui gangguan pada Intelegensia.
5. Diketahui cara mengukur intelegensia.

1
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intelegensia


Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal
dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”. Teori
tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn
Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya
konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal
pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebutdalam bahasa
Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut
“Noeseis”. Intelegensi berasal dari kata Latin, yang berarti memahami. Jadi,
intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari
daya atau potensi untuk memahami sesuatu.
Intellegent Qoutient (IQ) yakni kecerdasan pikiran yang merupakan
kecerdasan yang mampu bertumpu kemampuan otak kita untukberpikir dalam
menyelesaikan masalh. Jika kita mengikuti psikotes ada banyak soal yang
menuntut kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai
delik ruang seperti bentuk kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa.
Soal ini bertujuan untuk mellihat kemampuan pikiran kita dalam
menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.
Emotional Qoutient (EQ) disebut juga kecerdasn Emosi. Kecerdasan
emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia dalam mengelola emosi
dan perasaan. Kecerdasan emosi ini dikatakan sangat berpengaruh dalam
performance dan kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan
kita dalam menghadapi suatu masalah.
Spiritual Qoutient (SQ) merupakan kecerdasan spirituasl yang berkaitan
dengan keyakinan kita kepada TUHAN YNG MAHA ESA. Kecerdasan ini
muncul apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaanNya dan segala
kuasanya kepada manusia (bukan atheis).
3

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensia


A. Faktor Pembawaan
Faktor pembawaan merupakan faktor pertama yang berperan di dalam
intelegensi. Faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir.
Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan
masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di
dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar
sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
B. Faktor Minat Dan Pembawaan Yang Khas
Faktor minat ini mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan
dunia luas, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
C. Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara
pembentukan sengaja, seperti yang dilakukan di sekolah dan
pembentukan yang tidak sengaja, misalnya pengaruh alam disekitarnya.
D. Faktor Kematangan
Di mana tiap organ tubuh dakam manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat
dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu
mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat SD,
karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya
dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal
tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan umur.
4

E. Faktor Kebebasan
Faktor kebebasan artinya manusia dapat memilih metode tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih
metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan
kebutuhannya.

2.3 Klasifikasi IQ
Menurut skala Stanford-Binet, IQ diklasifikasikan sebagai berikut :

NILAI KETERANGAN
Lebih dari 130 Sangat unggul
120-129 Unggul
110-119 rata Tinggi
90-109 Rata-Rata
80 – 89 Rata - Rata Rendah
70 – 79 Borderline
Dibawah 70 Sangat Rendah / Kekurangan
Intelektual

Terlepas dari Stanford Binet-Skala, skala populer digunakan adalah skala


Wechsler. Di sini, IQ diklasifikasikan sebagai:

NILAI KETERANGAN
Lebih dari 140 Jenius atau hampir jenius

120-140 Sangat kecerdasan unggul

110-119 kecerdasan superior


90-109 kecerdasan rata-rata atau normal
80-89 kusam
70 kekurangan dalam kecerdasan
79 Bordeline
5

Di bawah 70 Lemah Pikiran

2.4 Gangguan Pada Intelegensia


Gangguan intelegensia adalah seseorang yang memiliki intelegensia
dibawah rata-rata baik ringan maupun berat sehinga membutuhkan
pendidikan dan pelayanan secara khusus untuk meningkatkan potensinya
seoptimal mungkin.
Gangguan inelegensia mengacu pada fungsi intelektual umum yang
secara signifikan berada dibawah rata-rata normal. Bersamaan dengan itu
pula, gangguan dalam tingkah laku dan penyesuaian. Semua itu berlangsung
atau terjadi pada masa perkembangannya.
Seseorang dikatakan gangguan intelegensia jika memiliki karakteristik
yaitu :
 Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata
 Ketidakmampua dalam perilaku adaptif
 Terjadi selama perkmbangan sampai usia 18 tahun
Kecerdasan secara umum diukur melalui tes intelegensi yang hasilnya
disebut IQ (Intelligence Quotient) :
 Gangguan intelegensi ringan biasanya memiliki IQ 70 – 55
 Gangguan intelegensi sedang biasanya memiliki IQ 55 – 40
 Gangguan Intelegensi berat biasanya memiliki IQ 40 – 25
 Gangguan intelegensi berat sekali biasanya memiliki IQ < 25
Para ahli lain menggunakan klasifikasi gangguan intelegensi sebagai berikut :
 Gangguan intelegensia ringan IQ nya 50 -70
 Gangguan intelegensia sedang Iq nya 30 – 50
 Gangguan intelegensia berat dan sangat berat IQ nya kurang dari 30
6

2.5 Pengukuran Intelegensi


Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-
anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini
kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan
banyak perbaikan dari Tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah
menetapkan indeks numeric yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio
(perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini
disebut Tes Stanford-Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh psikolog Jerman yang bernama William Stren, yang kemudian dikenal
dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas Tes Binet-Simon atau Tes Stanford-Binet adalah
bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles
Spearman mengemukakan bahwa intelegensi tidak hanya terdiri dari satu
faktor yang umum saja (General factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor
yang lebih spesifik. Teori ini disebutteori factor (Factor Theory of
Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori factor ini adalah
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
7

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan adaptasi dan
menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam menghadapi berbagai
masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa
kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam
menentukan tujuan hiidupnya.
Intelegensi atau kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat
yakni : kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi
yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai
kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita
hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan
pun bertambah. (Djaali, 2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu
dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi
pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang cerdas mestinya lebih
sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah
kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah)
kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari rekan-rekannya yang lebih
cerdas, dan sebaliknya.

3.2 Saran
Penulis menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah
ini, maka penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas masukan kritik dan
sarannya, penulis ucapkan terimakasih.
8

DAFTAR PUSTAKA

jimmyandrio.blogspot.co.id/2013/09/makalah-psikologi-pendidikan.html?m=11

Anda mungkin juga menyukai