Anda di halaman 1dari 20

B.

SKIN LOTION

Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai

campuran dari dua fase yang tidak bercampur, yang distabilkan dengan sistem

emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang berbentuk cairan yang dapat

dituang. Proses produksi skin lotion adalah dengan cara mencampurkan

bahan-bahan yang larut dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam

fase lemak, dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1996).

Lotion merupakan produk kosmetika berupa cairan yang digunakan

untuk memelihara kesehatan kulit dan tetap menjaga kesehatan. Lotion terdiri

dari sebuah emulsi berbentuk o/w (minyak dalam air) atau oil in water.

Emulsi adalah suatu campuran (koloid) dari dua cairan atau lebih yang tidak

saling melarutkan tetapi ingin saling terpisah (antagonis) karena mempunyai

berat jenis yang berbeda. Cairan yang terdispersi disebut fase internal atau
uncontinous phase sedangkan cairan yang mendispersi (pendispersi) disebut

fase eksternal atau continous phase (Barnett, 1972).

Hand and body lotion umumnya berbentuk emulsi minyak dalam air

(o/w), dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan fase pendispersi
(eksternal). Tipe skin lotion umumnya terdiri dari 10-15 %

fase minyak, 5-10 % humektan, dan 75-85 % fase air. Karakteristik dasarnya

mempunyai kemampuan melembabkan kulit dengan segera dan mengurangi

kekeringan kulit atau gejala kulit kering (Balsam et al., 1972).

Lotion digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit,

melembutkan kulit, mencegah kehilangan air, membersihkan kulit dan

mempertahankan bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet (Schmitt,

1996). Fungsi utama skin lotion untuk perawatan kulit adalah sebagai

pelembut (emollient). Hasil akhir yang diperoleh tergantung dari daya campur
bahan baku dengan bahan lainnya untuk mendapatkan kelembaban,

kelembutan dan perlindungan dari kekeringan. Bahan-bahan yang berfungsi

sebagai pelembut adalah mineral oil, ester isopropil, alkohol alifatik, turunan

lanolin, alkohol dan trigliserida serta asam lemak. Sedangkan bahan pelembab

diantaranya adalah gliseril, propilen glikol, dan sorbitol dengan kisaran

penggunaan pelembut dan pelembab masing-masing 0,5 % - 15 %.

Ditambahkan oleh Keithler (1956), metode yang digunakan pada

pembentukan emulsi pada produk skin lotion sangat penting. Pada kebanyakan

emulsi kosmetika, 2 fase secara terpisah dipanaskan pada suhu yang sama,

kemudian fase yang satu dituangkan ke fase yang lainnya dan dipanaskan

pada temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan

sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar.

Pada umumnya skin lotion disusun oleh komponen-komponen


emulsifier (pengemulsi), humektan, emolien, bahan aktif, dan air (Keithler,

1956). Sedangkan menurut Barnett (1972), bahan penyusun skin lotion terdiri

dari astringent, antiseptik, alkohol, humektan, minyak, lemak, pengemulsi,

surfaktan, dan emolien.

Komponen bahan pengawet dan pewangi menurut Keithler (1956) juga

penting untuk ditambahkan tetapi harus stabil pada suhu, pencahayaan dan

kelembaban. Mitsui (1997), menambahkan skin lotion merupakan campuran

dari air, alkohol, emolien, humektan, bahan pengental, pengawet dan

pewangi.

Emulsifier atau pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan skin

lotion hampir sama dengan pembuatan krim, triethanolamin stearat dan oleat

adalah emulsifier yang umum digunakan. Selain itu asam stearat juga dapat

digunakan dalam formulasi sesuai dengan sifatnya yang dapat menghasilkan


kilauan yang khas pada produk skin lotion (Wilkinson et al., 1962).

Menurut Mitsui (1997), asam stearat dapat diproduksi dengan dua cara

yaitu : (1) dengan mengekstraksi cairan asam (asam oleat) dari asam lemak

yang berasal dari lemak sapi; (2) dengan proses destilasi asam lemak yang

berasal dari minyak kacang kedelai atau minyak biji kapas. Asam stearat yang

tersedia secara komersial seringkali merupakan campuran asam-asam lemak

C16 dan C18.

Gliseril monostearat dalam formulasi dapat berfungsi sebagai emulsifier

pada skin lotion. Emulsi yang dihasilkan oleh komponen ini sangat stabil pada

pH 7. Lotion yang diformulasikan menggunakan gliseril monostearat biasanya

sangat tebal dan berat. Selain sebagai emulsifier, gliseril monostearat juga

berfungsi sebagai emolien (Wilkinson et al., 1962). Sedangkan menurut


Barnett (1972), gliseril monostearat merupakan emollient wax like thickeners

dengan polyethylene glycol 400 efektif digunakan pada konsentrasi yang

rendah sebagai bahan pengental dan penstabil. Konsentrasi yang berlebih dari

bahan-bahan ini harus dihindarkan karena dapat menyebabkan atau

menghasilkan ‘gel’ pada skin lotion. Gliseril monostearat diperoleh melalui

gliserolisis trigliserida dengan gliserol (Schmitt, 1996).

Gliseril monostearat memiliki rumus molekul C21H42O4 pada

konsentrasi penggunaan 0,5-5 % dapat meningkatkan viskositas emulsi secara

langsung (Balsam et al., 1972). Gliseril monostearat adalah suatu zat

berbentuk flakes seperti lilin yang larut dalam pelarut organik dengan titik

leleh 56-58°C Gliseril monostearat sering digunakan sebagai agen aktifitas

permukaan (surface active agent) dan sebagai zat tambahan makanan.

Humektan merupakan salah satu bagian terpenting pada skin lotion.


Semua alkohol polihidrat termasuk kedalam jenis humektan karena

mempunyai struktur alkohol. Humektan merupakan zat yang melindungi

emulsi dari ‘pengeringan’, zat ini penting untuk produk-produk pelembab dan pasta gigi (Schmitt, 1996).
Ditambahkan oleh Wilkinson dan Moore (1982)

bahwa humektan merupakan senyawa material higroskopis yang dapat

menarik uap air dari udara sampai beberapa derajat. Sedangkan menurut

(Balsam et al., 1972) humektan adalah suatu zat pengatur perubahan

kelembaban antara produk dengan udara, di atas kulit dan zat ini paling luas

digunakan dalam hand and body lotion dan cream dibanding produk

kosmetika lainnya, terlebih yang tujuan utamanya sebagai pelembab.

Humektan ditambahkan pada produk skin lotion terutama pada produk

dengan tipe emulsi minyak dalam air untuk mengurangi kekeringan ketika

produk disimpan pada suhu ruang. Humektan juga membantu dalam


menyediakan kontrol untuk mengurangi rata-rata kehilangan air dan

peningkatan viskositas. Terdapat 3 jenis humektan yaitu, anorganik humektan,

metal-organik humektan, dan organik humektan (Wilkinson et al., 1962).

Humektan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion saat ini ada

yang bersifat alami, misalnya sorbitol dan ada juga yang berupa zat-zat kimia

yang merupakan salah satu bentuk dari alkohol, misal polietilen glikol.

Humektan sintetis ini biasanya akan menjadi masalah bila kelembaban

sekeliling lebih rendah, karena zat humektan tadi akan menyerap air dari kulit

manusia sehingga kulit akan berubah menjadi kering dan kondisi ini

memudahkan kulit mengalami iritasi (Simanjutak, 2000). Syarat dasar

humektan adalah harus mempunyai kemampuan menyerap air yang baik,

mempertahankan penyerapan air (kelembaban pada kulit), menguap paling

rendah, berbaur yang baik dengan unsur lain, harus aman, tidak berwarna dan
tidak berbau, serta tawar (Takeo, 1997).

Humektan yang paling penting adalah gliserol, yang diperoleh dari

proses saponifikasi trigliserida, dan sorbitol [C6H8(OH)6], suatu alkohol heksa

(Mitsui, 1997). Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan

dalam pembuatan skin lotion. Menurut de Navarre (1945), dalam produksi oil

in water hand lotion yang berhubungan dengan konsistensinya, penggunaan

gliserin akan menghasilkan skin lotion dengan karakteristik skin lotion yang

terbaik sedangkan penggunaan propilen glikol dan sorbitol menunjukkan hasil

skin lotion dengan konsistensi menyerupai gel. Komposisi yang digunakan pada formula berkisar 3-10 %.
Penggunaan gliserin yang terlalu besar dapat

menyebabkan komponen higroskopik ini mempertahankan skin lotion dari

kekeringan dan mencegah terjadinya hidrasi pada kulit.

Menurut Mitsui (1997), gliserin merupakan humektan yang sudah

digunakan sejak lama dalam pembuatan skin lotion. Gliserin diperoleh dari
hasil samping industri sabun atau asam lemak dari tanaman dan hewan.

Gliserin tidak berwarna dan tidak berbau ketika mengalami dehidrasi. Gliserin

berfungsi sebagai penarik air, penahan dan penyimpan air dan penyuplai

sumber air pada celah lapisan cornified di permukaan kulit (Barnett, 1972). Emolien (pelunak, zat yang
mampu melunakan kulit) didefinisikan

sebagai sebuah media, bila digunakan pada lapisan kulit yang keras dan kering

akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi ulang (Schmitt,

1996). Menurut Burton dalam Barnett (1972) emolien terdiri dari dua

kelompok, yaitu dapat larut dalam air dan dapat larut dalam minyak.

Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik cair yang

lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya rasa

nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion/krim dioleskan pada

kulit. Oleh karena itu dalam membuat formula skin lotion harus diperhatikan
fungsi utama dari pengunaan skin lotion yang melembutkan tangan, mudah

dan cepat menyerap pada permukaan kulit, tidak meninggalkan lapisan tipis,

tidak menimbulkan lengket pada kulit setelah pemakaian, tidak mengganggu

pernafasan normal tangan, antiseptis, memiliki bau yang khas (menyegarkan)

dan memiliki warna yang menarik dan tetap (Schmitt, 1996).

Emolien yang digunakan dalam formulasi skin lotion sangat terbatas

pada beberapa jenis. Cetil alkohol adalah emolien yang juga berfungsi sebagai

bahan pengental. Cetil alkohol yang umum digunakan berkisar antara 1-3 %

pada formulasi produk. Semakin besar konsentrasi alkohol yang digunakan

pada formulasi, emulsi yang terbentuk akan semakin tebal dan padat, dan

kemungkinan akan terjadi granulasi (Wilkinson dan Moore, 1982).

Cetil alkohol diproduksi dengan cara destilasi fraksional alkohol yang

disaponifikasi oleh minyak. Selain itu cetil alkohol juga dapat diproduksi
dengan cara destilasi fraksional lemak sapi yang telah direduksi. Cetil alkohol

merupakan lemak putih agak keras yang mengandung gugusan kelompok

hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk emulsi seperti

krim dan skin lotion (Mitsui, 1997).

Cetil alkohol (C15H33OH) yaitu lilin yang berwarna, tidak larut dalam

air, bersinar mengkilap, bersisik dengan bentuk mikrokristalin, leleh pada

suhu 48-45°C, jika dicampur dengan 25 cc alkohol dan dipanasi akan

terbentuk warna jernih. Pada umumnya larut dalam kloroform, eter dan

alkohol panas tetapi tidak larut dalam air (Tono, 1996). Cetil alkohol terbukti

paling efektif sebagai pelembut karena bersifat hidrofobik, yaitu memproduksi film penghambat yang
menghindari hidrasi dari kulit kering (Balsam et al.,

1972).

Trietanolamin (HOCH2CH2)3N adalah cairan higroskopis, kental, berbau


amonia, larut dalam kloroform, air dan alkohol, mendidih pada suhu 335°C

(Tono, 1996). Trietanolamin sering disingkat TEA, suatu zat berbentuk cairan

kental yang bersifat higroskopis dan sering digunakan pada kosmetika.

Alpha hydroxy acids dapat mengatasi kulit kering dengan dua cara.

Pertama, alpha hydroxy acids membantu meningkatkan pergantian sel mati

yaitu dengan menghilangkan kekeringan, sel kulit yang keriput dan

menggantinya dengan sel kulit baru. Kedua, penggunaan alpha hydroxy acids

secara kontinyu dapat meningkatkan jumlah hyaluronic acid pada kulit

(www.skincarerx.com/hand-lotions.html). Selain itu, asam ini bekerja pada

lapisan stratum corneum bagian dasar, mengatasi semen yang mengikat kulit

mati. Hal tersebut meningkatkan pergantian kulit mati dan memperbaharui

struktur stratum corneum sehingga akan membuat kulit lebih fleksibel, lebih

halus, dan lebih lembab (www.skincarerx.com/aha.html).


Beberapa minyak juga dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion.

Minyak yang umumnya digunakan yaitu almond, olive, sesame, minyak kapas

dan minyak jagung. Minyak tersebut digunakan karena mengandung

kelompok lipofilik (Barnett, 1972).

Selain itu, pada pembuatan skin lotion juga sering ditambahkan

pengawet sebesar 0,1-0,2 % (Schmitt, 1996). Pengawet yang digunakan

sebagai tambahan pada produk menyebabkan tidak dapat tumbuhnya mikroba

karena pengawet bersifat anti mikroba. Pengawet juga harus ditambahkan

pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan, yaitu antara 35-45°C agar

tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut yang dapat

mengganggu emulsi yang terbentuk. Pengawet yang baik memiliki

persyaratan yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme


yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat larut dalam berbagai

konsentrasi yang digunakan dan tidak menimbulkan bahaya (racun) secara

internal dan eksternal pada kulit. Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam

pembuatan skin lotion. Air merupakan substansi yang paling reaktif diantara

bahan-bahan penyusun produk kosmetika. Pada kosmetika, air merupakan

bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya dibandingkan bahan baku

lainnya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air murni juga mengandung

beberapa zat pencemar, untuk itu air yang digunakan untuk produk kosmetika

harus dimurnikan terlebih dahulu (Wilkinson et al., 1962). Pada sistem

emulsi, air juga memainkan peranan penting sebagai emolien yang efektif dan

sebagai fase pendispersi dalam tipe air dalam minyak dan satu-satunya

plasticizer pada stratum corneum (Barnett, 1972).

Air yang digunakan juga dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi


yang dihasilkan. Menurut Keithler (1956), stabilitas emulsi juga tergantung

pada penambahan air yang sebanyak elektrolit yang dapat larut yang secara

langsung mempengaruhi produk.

Lotion merupakan salah satu contoh produk emulsi. Stabilitas emulsi

menunjukkan kestabilan suatu bahan dimana emulsi yang terdapat dalam

bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lain

dan membentuk lapisan yang terpisah. Emulsi yang baik mempunyai sifat

tidak berubah menjadi lapisan-lapisan, tidak berubah warna dan tidak berubah

konsistensinya selama penyimpanan. Menurut Nowak (1962), faktor mekanis

dan proses pembentukan emulsi pada skin lotion merupakan faktor kritis

dalam stabilitas emulsi dan viskositas.

Menurut Suryani et al., (2000) beberapa usaha untuk mempertahankan


stabilitas sebelum proses pembuatan emulsi yaitu antara lain pemilihan jenis

dan jumlah pengemulsi dan stabilizer. Temperatur yang tepat pada saat proses

pembentukan emulsi juga memberikan pengaruh pada terbentuknya emulsi

yang stabil.

Viskositas merupakan salah satu parameter penting untuk menunjukkan

stabilitas produk maupun untuk penanganan suatu produk kosmetika selama

penanganan dan distribusi produk (Schmitt, 1996). Thickening agents atau

bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan produk sehingga sesuai dengan tujuan
penggunaan kosmetika tersebut dan mempertahankan

kestabilan dari produk tersebut (Mitsui, 1997).

Selain itu, menurut Strianse (1996), bahan pengental berfungsi sebagai

pengikat fasa minyak dan fasa air yang terkait dengan hidrofil lipofil balance

yaitu keseimbangan antara komponen yang larut air dan larut minyak (tidak

larut air). Bahan pengental yang digunakan dalam skin lotion atau foundation
bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water

soluble polymers digunakan sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan

sebagai polimer natural, semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui,

1997). Menurut Schmitt (1996), pengental-pengental polimer seperti gumgum alami, derivatif selulose
dan karbomer lebih sering digunakan dalam

emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan.

Selain polimer, bahan pengental dengan berat molekul tinggi seperti

PEG-6000 distearat, tallowet-60 miristilglikol atau PEG-120 metil glukosa

dioleat juga dapat digunakan pada pembuatan skin lotion. Keuntungan dari

penggunaan tallowet-60 miristil glikol adalah bahan pengental ini stabil

terhadap hidrolisis pada suhu tinggi atau pada pH yang sangat ekstrim. Efek

samping bahan pengental dengan berat molekul tinggi adalah bahan-bahan ini

mempengaruhi sifat-sifat alir bahan yang menyebabkan meningkatnya aliran


Newtonian. Sedangkan sistem yang terkentalkan oleh garam atau polimer

menunjukkan sifat alir yang pseudoplastik (Schmitt, 1996). Menurut Strianse

(1996), penggunaan thickener dalam pembuatan skin lotion biasa digunakan

dalam proporsi yang kecil yaitu di bawah 2,5 %.

Penampilan produk akhir juga dapat merupakan bagian yang penting.

Beberapa industri memilih skin lotion yang berwarna, sedangkan sebagian

yang lain memilih yang putih. Pemakaian cetil alkohol pada formulasi

menambahkan warna putih pada emulsi. Warna ini juga dapat dihasilkan oleh

pemakaian asam stearat, semakin besar pemakaian asam stearat maka warna

putih akan semakin berkilau (Barnett, 1972).

Penambahan pewangi pada produk juga merupakan upaya agar produk

yang dihasilkan mendapatkan tanggapan yang positif. Hanya saja penambahan

pewangi haruslah dilakukan pada suhu yang tepat pada proses pembuatan skin lotion. Pada proses
pembuatan skin lotion pewangi dipanaskan pada suhu
35°C dan ditambahkan pada suhu kamar agar tidak merusak emulsi yang telah

terbentuk (Nowak, 1962).

Anda mungkin juga menyukai