Anda di halaman 1dari 4

NIKAH SIRRI

Perkawinan sirri atau perkawinan di bawah tangan ialah perkawinan yang


dilaksanakan dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundangan.
Pendapat lain mengatakan nikah sirri termasuk perkawinan yang memenuhi rukun
dan syarat perkawinan tetapi belum/tidak dicatatkan di KUA bagi orang yang
beragama Islam.1

Walaupun ditinjau dari segi hukum islam perkawinan sirri adalah sah,
namun dari hukum negara perkawinan ini tidak tercatat di KUA, maka ia tidak
mempunyai perlindungan hukum. Perkawinan sirri yang mengabaikan adanya
pencatatan resmi, baik di catatan Kantor Urusan Agama (KUA), maupun catatan
sipil, mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit di pihak istri dan anak, karena
tidak adanya pengakuan resmi dari pihak negara akan keberadaannya sebagai istri
dan anak yang sah. Hak nafkah, hak perwalian, dan hak waris tidak pernah
diperhitungkan, karena perkawinan sirri ini menyangkut status istri dan anak di luar
perkawinan sah yang diakui negara. Jika terjadi perceraian, perempuan menjadi
terbebani untuk menanggung diri dan anak hasil perkawinan sirri.2

Hukum Perkawinan Sirri


Terdapat perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan di bawah
tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan Pasal 2 Ayat
2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Yang jelas ketentuan Pasal 2 Ayat 2
yang mengharuskan pencatatan perkawinan terpisah dengan ketentuan Pasal 2 Ayat
1 yang mengatur tentang sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum
agama dan kepercayaannya.
Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan atau sirri adalah sah,
asalkan telah terpenuhi syarat rukum perkawinan. Namun dari aspek peraturan

1
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hal 345.
2
Tsuroya Kiswati dkk, Perkawinan di Bawah Tangan (Sirri) dan Dampaknya bagi Istri dan Anak
(Surabaya: Pusat Studi Gender IAIN Sunan Ampel, 2003), hal 9.
perundangan perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum dicatatkan.
Pencatatan perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif yang tidak
berpengaruh pada sah tidaknya perkawinan.
Yang biasanya bisa menjadi korban akibat adanya perkawinan odel ini, yang
biasanya muncul jika ada masalah, bentrokan dan suatu kepentingan, dalam bentuk
pengingkaran terjadinya perkawinan di bawah tangan yang dilakukan dan tak
jarang pula anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu juga tidak diakui.
Terkadang muncul permasalahan juga dalam hal pembagian waris.
Pasal 42 dan 43 UUP mengatur bahwa anak sah ialah anak yang dilahirkan
dalam perkawinan yang sah, sedangkan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang
tidak sah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya. Karena menurut
hukum Islam, perkawinan sirri itu sah, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan
itu adalah sah. Problema akan muncul berkaitan dengan masalah administratif
berkenaan dengan surat kelahirannya.3
Sedangkan Ibnu Taimiyah berpendapat, sebagaimana dikemukakan oleh
Syarih rahimahullah, bahwa (1) perkawinan yang diumumkan (dihadiri oleh orang
banyak) adalah tidak diragukan keabsahannya. Akan tetapi, (2) perkawinan yang
disaksikan oleh dua orang saksi lelaki, tetapi disembunyikan masih
dipermasalahkan kedudukan hukumnya. (3) Perkawinan yang disaksikan oleh dua
orang saksi lelaki kemudian juga diumumkan, maka keabsahan hukumnya tidak
diperselisihkan, namun (4) jika perkawinan itu “disembunyikan dan tanpa saksi”,
maka perkawinan itu adalah batal.4

Dampak Negatif Perkawinan Sirri


Perkawinan sirri atau dapat juga disebut sebagai pernikahan di bawah
tangan, dari sudut pandang agama memang sah, namun dari segi perlindungan
hukum masih perlu ditinjau ulang. Seorang istri yang dinikahi secara sirri jika
mempunyai problema di dalam perkawinannya, misalnya diperlakukan semena-

3
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia (Jakarta:
Kencana, 2010), hal 309-310.
4
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat, hal 114.
mena oleh sang suami, si istri tentu tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana
perkawinan yang tercatat di KUA, karena pernikahan meraka tidak mempunyai
bukti-bukti tertulis.
1. Perspektif Hukum
a. Tidak ada perlindungan hukum bagi wanita
Perkawinan sirri secara hukum negara RI lemah terutama bagi pihak istri dan
anak-anaknya, para istri yang diperlakukan tidak semestinya oleh suami,
tidak memiliki kekuatan hukum untuk menuntut suaminya.
b. Tidak ada kepastian hukum terhadap status anak
Anak dari hasil perkawinan sirri cenderung mengalami kesulitan ketika harus
berhubungan dengan birokrasi karena tidak mempunyai akta kelahiran, sebab
salah satu syarat untuk memperoleh akta kelahiran adalah suart nikah kedua
orang tuanya.
c. Tidak ada kekuatan hukum bagi istri dan anak dalam harta waris
Harta waris diberikan kepada keluarga yang masih hidup oleh orang yang
meninggal dunia. Dalam pandangan hukum, anak dan istri dari perkawinan
sirri tentu tidak diakui sebagai keluarga yang berhak menerima waris karena
tidak adanya bukti-bukti perkawinan mereka.5
2. Perspektif Ekonomi
a. Wanita yang diperistri tidak mempunyai kekuatan hukum untuk menuntut
besarnya ekonomi yang diperlukan
Jika seorang suami tidak memberikan nafkah yang diperlukan, tuntutan sang
istri melalui jalur hukum akan lemah karena tidak memiliki bukti-bukti yang
kuat terhadap status perkawinannya.
b. Terjadi kesewenangan dari pihak suami dalam memberikan nafkah
Secara ideal, seorang suami memiiliki tenggung jawab terhadap istri dan
anak-anaknya. Di dalam perkawinan sirri, seorang suami tidak memiliki
tanggung jawab untuk mensejahterakan kehidupan istri dan anak-anaknya.6
3. Perspektif Sosiologis

5
Tsuroya Kiswati dkk, Perkawinan di Bawah Tangan (Sirri)..., hal 151-154.
6
Ibid., hal 154-155.
a. Ketika terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga, istri tidak bisa berbuat
banyak karena ia tidak memiliki kekuatan hukum legal formal
b. Meningkatnya jumlah keluarga yang kurang bertanggung jawab dalam
mengelola/membina rumah tangga
c. Meningkatnya jumlah generasi muda yang kurang mendapatkan perhatian
dan kasih sayang dari orang tuanya, sehingga berdampak pada kehidupannya
di masa mendatang
4. Perspektif Pendidikan
Anak dari hasil pernikahan sirri akan kesulitan dalam menempuh
pendidikannya atau menerima beasiswa apapun karena ia tidak memiliki akta
kelahiran.
5. Perspektif Budaya
Merebaknya budaya hidup berpoligami dalam masyarakat secara diam-
diam/tersembunyi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, perkawinan sirri yang
terjadi dalah mayoritas pada istri kedua atau ketiga atau keempat. Dengan
demikian, seorang lelaki akan memiliki peluang yang besar untuk beristri lebih
dari satu (berpoligami).7

7
Ibid., hal 168.

Anda mungkin juga menyukai