Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

IMPLEMENTASI DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)


TERHADAP PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Mata Kuliah : EVALUASI PENDIDIKAN


Semester/Program : Kelas 25 C / Magister Sains
Dosen : Dr. Samtono, M.Si

Disusun oleh :

NAMA :RUBIYAH
NIM : 18.61.3284

PROGRAM PASCA SARJANA MANAJEMEN SAINS


SUMBER DAYA PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PARIWISATA INDONESIA
(STIEPARI) SEMARANG 2019
LATAR BELAKANG

Indonesia menduduki peringkat yang masih rendah dalam Human


development Index (HDI) tahun 2017 yaitu peringkat 116
(http://hdr.undp.org/en/data). Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human
Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup,
melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia.
IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara
maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur
pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki tiga dimensi yang


digunakan sebagai dasar perhitungannya:

1. Umur panjang dan hidup sehat yang diukur dengan angka harapan
hidup saat kelahiran
2. Pengetahuan yang dihitung dari angka harapan sekolah dan angka
rata-rata lama sekolah
3. Standar hidup layak yang dihitung dari Produk Domestik
Bruto/PDB (keseimbangan kemampuan berbelanja) per kapita

Pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dilaksanakan untuk


meningkatkan angka harapan sekolah dan angka rata-rata lama sekolah. Dalam
kurun Waktu 2004 sampai dengan saat ini, pemberian akses yang lebih besar
kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkau layanan
pendidikan dasar lebih ditingkatkan, terutama untuk mengurangi angka putus
sekolah.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut
maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik
pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang
sederajat).

Dengan adanya pengurangan subsidi bahan bakar minyak, amanat Undang-


Undang dan upaya percepatan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
yang bermutu, Pemerintah melanjutkan pemberian Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) bagi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB negeri/swasta dan Pesantren
Salafiyah serta sekolah keagamaan non islam setara SD dan SMP yang
menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Selain memberikan musibah, kenaikan BBM membawa dampak positif bagi


dunia pendidikan. Salah satu bentuk kompensasi kenaikan BBM tahap pertama
adalah BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Itu merupakan inisiatif bagus dari
pemerintah, walaupun kebijakan menaikkan harga BBM bukan solusi. Program
BOS oleh pemerintah ditunjukan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan.
Misalnya, pembangunan gedung sekolah dan beberapa sarana penunjang lainnya.
Fasilitas pendidikan, diakui atau tidak adalah merupakan sarana penting untuk
menunjang kualitas pendidikan. Sarana infrastruktur pendidikan yang baik akan
memudahkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman orang atas suatu bidang
pembelajaran. Memang sangat riskan, menginginkan proses belajar-mengajar
berjalan dengan baik namun tidak ditunjang oleh sarana infrastruktur yang baik
pula.

Penyaluran BOS yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing


daerah diupayakan agar lebih mengena. Untuk mengawasi penyaluran BOS, mulai
pendataan hingga penyalurannya, telah disiapkan beberapa tim pengawas agar
benar-benar mengena dan efisien.

Sebelum disalurkan, setiap sekolah perlu menyerahkan kebutuhan sarana


dan prasarananya yang masih kurang dan benar-benar perlu. Hal itu dimaksudkan
agar nantinya dana BOS tidak digunakan untuk kebutuhan yang sebenarnya kurang
perlu. Sebab selama ini, kita sering menghamburkan uang negara untuk kebutuhan
yang sebenarnya kurang penting. Jadi terkesan (walaupun benar) kita adalah bangsa
yang senang menghabiskan anggaran. Jika kebutuhan sebuah sekolahan akan
sarana fisik seperti gedung telah terpenuhi, BOS bisa dialihkan untuk menambah
buku-buku bacaan di perpustakaan untuk peningkatan budaya membaca dan
pengetahuan siswa. Selama ini, pembangunan sering diartikan sebagai sebuah
usaha pembuatan sarana fisik semata. Karena itu, yang terjadi adalah pembangunan
fisik berjalan baik, namun pembangunan mental dan cara berpikir masyarakat
cenderung berjalan di tempat. Dengan demikian, usaha memerdekakan masyarakat
dari kebodohan selalu gagal.

TUJUAN

Tujuan Program BOS menurut Buku Panduan 2006: Program Bantuan


Operasional sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi
siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka
memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam
rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun.

Program pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dimaksudkan


sebagai bantuan kepada sekolah/madrasah/salafiyah dalam rangka membebaskan
iuran siswa namun sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan
pendidikan kepada masyarakat.

Besarnya dana yang di terima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa


dengan alokasi sebesar Rp.800.000,- per tahun per siswa tingkat SD dan
Rp.1.200.000,- per tahun per siswa tingkat SMP. Alokasi per siswa tersebut
ditetapkan berdasarkan perhitungan biaya pendidikan yang diolah dari Susenas
2004. Dana untuk semester pertama TA 2005/2006 diserahkan sekaligus dan
ditransfer langsung ke rekening masing-masing sekolah. Pengelolaan dana
dilakukan dan menjadi tanggungjawab kepala sekolah dan guru/bendahara yang
ditunjuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja sekolah (RAPBS) yang telah
disetujui oleh komite sekolah.
KAJIAN TEORI

1. Pengertian BOS
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 161 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah
Tahun Anggaran 2015 (2015 : 2) menyatakan bahwa: : BOS adalah program
pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya
operasi nonpersonalia bagi bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana
program wajib belajar. Menurut PP 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan
pendidikan habis pakai,dan biaya tak langsungberupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pajak, Asuransi, dll. Namun demikain ada beberapa jenis
pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan
dana BOS. Secara detail jenis kegiatan yang boleh dibiayai dari dana BOA
dibahas pada bab berikutnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2018
tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (2018 : 10)
menyatakan bahwa:

A. Tujuan BOS
Tujuan BOS pada:
1. SD/SDLB/SMP/SMPLB untuk:
a. membantu penyediaan pendanaan biaya operasi non personil
sekolah, akan tetapi masih ada beberapa pembiayaan personil yang
masih dapat dibayarkan dari dana BOS;
b. membebaskan pungutan biaya operasi sekolah bagi peserta didik
SD/SDLB/SMP/SMPLB yang di selenggarakan oleh Pemerintah
Pusat atau pemerintah daerah;
c. meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik
SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh masyarakat;
dan/atau
d. membebaskan pungutan peserta didik yang orangtua/walinyatidak
mampu pada SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
2. SMA/SMALB/SMK untuk:
a. membantu penyediaan pendanaan biaya operasi non personil
sekolah, akan tetapi masih ada beberapa pembiayaan personil yang
masih dapat dibayarkan dari dana BOS;
b. meningkatkan angka partisipasi kasar;
c. mengurangi angka putus sekolah;
d. mewujudkan keberpihakan Pemerintah Pusat (affimative action)
bagi peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu dengan
membebaskan (fee waive) dan/atau membantu (discount fee) tagihan
biaya sekolah dan biaya lainnya di SMA/SMALB/SMK sekolah;
e. memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi
peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu untuk
mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu;
f. meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.
B. Sasaran
1. SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK, dan SLB yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat di bawah pengelolaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah daerah, atau
masyarakat yang telah terdata dalam Dapodik; dan
2. SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK, dan SLB yang
memenuhi syarat sebagai penerima BOS berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK, dan SLB yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah
wajib menerima BOS yang telah dialokasikan.
SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK, dan SLB yang
diselenggarakan oleh masyarakat dapat menolak BOS yang telah
dialokasikan setelah memperoleh persetujuan orang tua peserta
didik melalui Komite Sekolah dan tetap menjamin kelangsungan
pendidikan peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu di
SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK, dan SLB yang
bersangkutan.
C. Satuan Biaya
BOS yang diterima oleh SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK,
dan SLB dihitung berdasarkan jumlah peserta didik pada sekolah yang
bersangkutan, dengan besar satuan biaya sebagai berikut:
1. SD sebesar Rp800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) per 1 (satu)
peserta didik per 1 (satu) tahun;
2. SMP sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per 1 (satu) peserta
didik per 1 (satu) tahun;
3. SMA dan SMK sebesar Rp1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu
rupiah) per 1 (satu) peserta didik per 1 (satu) tahun;
4. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) per 1 (satu peserta didik per 1 (satu) tahun.
D. Waktu Penyaluran
Penyaluran BOS dilakukan setiap triwulan, yaitu Januari-Maret,
April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember. Bagi wilayah yang
secara geografis sangat sulit dijangkau sehingga proses pengambilan BOS
mengalami hambatan atau memerlukan biaya pengambilan yang mahal,
maka atas usulan pemerintah daerah dan persetujuan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk penyaluran BOS dilakukan setiap
semester, yaitu Januari-Juni dan Juli-Desember.
E. Pengelolaan BOS
Menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah BOS dikelola oleh
SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK, dan SLB dengan
menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang memberikan
kebebasan dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan program yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Penggunaan BOS
hanya untuk kepentingan peningkatan layanan pendidikan dan tidak ada
intervensi atau pemotongan dari pihak manapun. Pengelolaan BOS
mengikutsertakan Dewan Guru dan Komite Sekolah. Pengelolaan BOS
dengan menggunakan MBS wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
1. mengelola dana secara profesional dengan menerapkan prinsip
efisien, efektif, akuntabel, dan transparan;
2. melakukan evaluasi setiap tahun; dan
3. menyusun Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana
Kerja Tahunan (RKT), dan Rencana Kegiatan dan Anggaran
Sekolah (RKAS), dengan ketentuan:
a. RKJM disusun setiap 4 (empat) tahun;
b. RKJM, RKT, dan RKAS disusun berdasarkan hasil evaluasi diri
sekolah;
c. RKAS memuat penerimaan dan perencanaan penggunaan BOS;
d. RKJM, RKT, dan RKAS harus disetujui dalam rapat Dewan Guru
setelah memperhatikan pertimbangan Komite Sekolah dan
disahkan oleh dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya.

Adapun penggunaan Dana BOS adalah :


1. Sekolah wajib menggunakan sebagian dana BOS untuk membeli buku
teks utama untuk pelajaran dan panduan guru sesuai dengan kurikulum
yang digunakan oleh sekolah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Buku teks utama harus sudah dibeli oleh atau tersedia di sekolah
sebelum Tahun Pelajaran Baru dimulai. Sekolah dapat menggunakan
BOS triwulan I dan triwulan II (bagi sekolah yang menerima
penyaluran tiap triwulan) atausemester I (bagi sekolah yang menerima
penyaluran tiap semester) untuk membiayai pembelian buku teks
utama.
b. Sekolah harus mencadangkan separuh BOS yang diterima di triwulan
II (untuk sekolah yang menerima BOS tiap triwulan) atau sepertiga
dari BOS yang diterima di semester I (untuk sekolah yang menerima
BOS tiap semester), atau 20% (dua puluh persen) dari alokasi sekolah
dalam satu tahun, direkening sekolah untuk pembayaran buku teks
utama yang harus dibeli sekolah. Dana yang dicadangkan ini hanya
boleh dicairkan apabila sekolah hendak membayar pesanan buku teks
utama yang diperlukan atau sudah memenuhi kewajiban penyediaan
buku teks utama.
c. Dana 20% (dua puluh persen) yang dicadangkan tersebut tidak berarti
bahwa sekolah harus membeli buku teks utama dengan seluruh dana
tersebut. Pembelian buku teks utama dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan setiap sekolah dengan kewajiban penyediaan buku sesuai
ketentuan sebagai berikut.
1) Apabila penggunaan dana untuk pembelian buku teks utama lebih
besar dari 20% (dua puluh persen) dana BOS yang telah
dicadangkan, sekolah dapat menambahkan dana tersebut dari dana
yang ada.
2) Apabila penggunaan dana untuk pembelian buku teks utama lebih
sedikit dari 20% (dua puluh persen) dana BOS yang telah
dicadangkan, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk
pembelian buku lainnya atau pembiayaan kegiatan/komponen
belanja lainnya.
2. Penggunaan dana yang pelaksanaannya sifatnya kegiatan, biaya yang
dapat dibayarkan dari BOS meliputi ATK atau penggandaan materi,
biaya penyiapan tempat kegiatan, honor nara sumber lokal sesuai standar
biaya umum setempat, dan/atau transportasi/konsumsi panitia dan nara
sumber apabila dibutuhkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Ketentuan terkait jasa profesi (honor nara sumber) hanya dapat diberikan
kepada nara sumber yang mewakili instansi resmi di luar sekolah, seperti
Kwarda, KONI daerah, BNN, dinas pendidikan, dinas kesehatan, unsur
keagamaan, dan/atau lainnya berdasarkan surat tugas yang dikeluarkan
oleh instansi yang diwakilinya/berwenang.
4. Penggunaan dana yang pelaksanaan berupa pekerjaan fisik, biaya yang
dapat dibayarkan dari BOS meliputi pembayaran upah tukang sesuai
standar biaya umum setempat, bahan, transportasi,dan/atau konsumsi.

PEMBAHASAN

FOKUS PERMASALAHAN

a. Bagaimana implementasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)


terhadap peningkatan mutu sekolah
b. Apakah dampak yang ditimbulkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
kepada sekolah
c. Bagaimana keefektifan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di
sekolah untuk peningkatan mutu sekolah
d. Apa faktor pendukung dan penghambat dana BOS di Sekolah

ANALISIS SWOT

A. Kekuatan (Strenght)

 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang
tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi
seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs
serta satuan pendidikan yang sederajat).
 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
 Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri
Agama Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 tentang Pondok
pesantren salafiyah sebagai pola wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Buku Teks Pelajaran
 Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI Nomor SE-
02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan Sehubungan dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional
(BOS)oleh Bendaharawan atau Penanggungjawab Pengelolaan Penggunaan
Dana BOS di masing-masing Unit Penerima BOS.
 Dana Bantuan Operasional (BOS) atau BOS buku adalah bantuan dana yang
digulirkan kepada sekolah untuk operasional sekolah dan pembelian buku
pelajaran. Program ini mulai digulirkan ke semua propinsi di seluruh
Indonesia pada tahun 2005 dan BOS Buku pada tahun 2006. Tujuannya
untuk membantu masyarakat meringankan beban biaya pendidikan dan
meningkatkan mutu pendidikan. Disadari bahwa komponen operasional
sekolah dan buku pelajaran merupakan salah satu beban yang memberatkan
masyarakat. Maka dari itu program ini menjadi alternatif bagi pembiayaan
pendidikan dan yang terpenting demi meningkatkan kualitas mutu
pendidikan indonesia
 Anggaran pendidikan sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah untuk
mengalokasikan dana pendidikan sebesra 20 % APBN dan APBD, menjadi
tolak ukur untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui Dana BOS dan
BOS Buku

B. Kelemahan (Weakness)

 Beberapa hal terutama mengenai penggunaan dana BOS yang tertuang di


dalam Juklak kurang jelas. Hal ini banyak menimbulkan persepsi berbeda
dalam menerjemahkannya. Hal yang menimbulkan perdebatan antara lain
penggunaan dana BOS untuk insentif guru, kelebihan jam mengajar,
membeli komputer, biaya pengelolaan sekolah dan rehabilitasi.
 Komitmen sebagian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang.
Hal ini ditandai dengan berkurangnya dana APBD untuk pendidikan setelah
adanya dana BOS. Sebagian pemda menganggap, dana BOS adalah
pengganti dana yang dialokasikan pemda kepada sekolah. Beberapa
pemkab/pemkot dan pemprov terindikasi, menarik dana yang selama ini
diberikan kepada sekolah.
 Pada tataran implementasi di lapangan banyak peyelewengan penggunaan
dana BOS sehingga pada proses penggunaanya banyak yang tidak tepat
sasaran bahkan merugikan para peserta didik
 Setelah adanya dana BOS, seharusnya pihak sekolah tindak lagi melakukan
pengutan pada siswa/ walimurid dengan alasan apapu, karena semua
operasional sekolah dibiayai oleh dana BOS
 Sosialisasi pengelolaan dana BOS sudah disebutkan dalam buku panduan
dan petunjuk dana BOS bahkan sudah dengan gencar dilakukan baik lewat
media massa maupun secara internal. Tetapi masih banyak sekolah yang
tidak tahu petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS.

C. Peluang (Oportunity)

 Perlunya revitalisasi komite sekolah. Komite sekolah memang dapat


dioptimalkan sebagai pengontrol sekolah. Sebab, hakikatnya komite
sekolah merupakan organisasi pendamping untuk mendorong peran serta
masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Di sinilah pentingnya
memberdayakan peran dan fungsi komite sekolah seperti Keputusan
Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2 April 2002.
 Perlunya transparansi kepala sekolah dan sekolah dalam pengelolaan danan
BOS, sehinggga tidak ada lahi guru-guru yang tidak tahu tentang
penggunaan dana BOS.
 Peran aktif dari berbagai pihah semestinya dilakukan. Seperti dari LSM,
komite sekolah paguyuban walimurid yang tergabung dalam tim pengawas
kucuran dana BOS di lapangan dan mengawasinya dengan ketat. Karena tak
bisa dipungkiri, pelaksanaannya di lapangan sangat rentan penyimpangan.
 Peluang yang mungkin timbul dalam mendukung terlaksananya Dana BOS
sehingga tetap sasaran yakni adanya dukungan yang tinggi dari para praktisi
pendidikan yang secara tidak langsung seharusnya beruntung dengan
adanya kebijakan pemerintah mengenai Dana BOS dan BOS Buku,
kemudian landasan hukum yang kuat mengingat kebijakan ini dengan jelas
pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-
undang tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan
bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan
SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat)

D. Tantangan (Treat)

 Tantangan yang membentang luas justru pada level implematasi di sokolah.


Sudah tidak asing lagi bahwa sekolah sebagai pelaksana kebijakan sangat
rentan penyimpangan dan penyelewengan terhadap penggunaan dana bos
apalagi adanya peluang di sekolah yang terbuka lebar.
 Sekolah dalam merumuskan RAPBS seyogianya memasukkan Dana BOS
ke dalamnya sebagai sumber pendapatan sekolah disamping pendapatan
yang lain. Kemudian sekolah juga harus transapran dalam pengelolaan dana
BOS.
 Biaya Operasional Sekolah (BOS) dikuncurkan sebagai realisasi
pelaksanaan program kompensasi BBM dari Pemerintah pusat dan telah
disetujui DPR RI, yang sepakat mengalihkan dana subsidi BBM BOS
dikucurkan untuk membantu sekolah-sekolah dalam mengelola kegiatan
belajar dan mengajar, baik sekolah yang berada di bawah binaan
Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama. Karena itu
Pemanfatan BOS harus dilakukan secara transpran dengan melibatkan
Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat. Hal itu dimaksudkan supaya
ada mekanisme kontrol yang efektif dalam pemanfatan dana tersebut.
Sedangkan ditingkat yang lebih tinggi akan dilakukan Bawasda (Badan
Pengawasan Daerah), diharapkan dengan adanya bantuan tersebut kegiatan
belajar dan mengajar di masing-masing sekolah akan lebih kondusif untuk
mendorong suksesnya pelaksanaan program wajib belajar.
TEMUAN-TEMUAN DI LAPANGAN

A. Penggelembungan Dana BOS

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setiap


tahun terhadap penggunaan anggaran negara di institusi pemerintahan, termasuk
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), selalu memperlihatkan rendahnya
kemampuan pengelolaan anggaran dana pendidikan. Karena itu, sering terjadi
kebocoran dan inefisiensi tiap kali akan melangsungkan subsidi sekolah, terlebih
terhadap dana proyek bantuan sekolah dari pemerintah.

Lihat saja kebocoran yang terjadi pada penyaluran dana bantuan operasional
sekolah (BOS) 2007. Di sana terdapat banyak penyimpangan, mulai
penggelembungan jumlah siswa agar bisa dapat dana BOS yang banyak, belum
memiliki izin operasional sudah mendapatkan dana bantuan, hingga tidak
transparannya sekolah mengelola dana BOS. Belum lagi, penyelewengan dana
bantuan berupa block grant maupun specific grant.

Rapat Kerja (Raker) Komisi X (pendidikan) DPR dengan Mendiknas,


Bambang Sudibyo, terungkap hasil audit BPKP yang menunjukkan terjadinya
penggelembungan jumlah siswa sekolah di 29 provinsi. Hanya empat provinsi yang
tidak ditemukan kasus tersebut, yakni Lampung, Jambi, Gorontalo, dan Bali.
Tetapi, belum tentu empat provinsi itu tidak menyelewengkan dana bantuan sekolah
dalam bentuk lain, seperti dana pengembangan fisik sekolah, dana pengadaan buku
pelajaran.

Serba dilematis memang, artinya peningkatan kualitas pendidikan bukan


hanya bergantung pada besarnya dana yang dimiliki Depdiknas, tetapi juga
dipengaruhi sektor-sektor lain. Termasuk, kejujuran para pengelola pendidikan
menggunakan dana bantuan sekolah yang selama ini menjadi program prioritas
Mendiknas. Kita paham, adanya dana bantuan sekolah punya maksud baik, tetapi
di sisi lain hal itu justru bisa menjadi bumerang karena akan memperparah mental
korupsi di lingkungan Depdiknas. Lalu, apa antisipasi kita? Diperlukan standarisasi
penyaluran dana bantuan yang tegas dari pemerintah, termasuk menyeleksi dengan
ketat sekolah-sekolah yang berhak mendapatkan dana bantuan, agar tidak jatuh ke
tangan-tangan oknum pengelola pendidikan yang tidak bertanggung jawab.
Bahkan, juga diperlukan aturan yang ketat terhadap para pelaku korupsi dana
bantuan pendidikan. Entah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pejabat atau
diturunkan golongan kepangkatannya.

Tentu saja butuh komitmen bersama untuk melakukan semua itu. Bahkan, hal
tersebut merupakan pilihan yang sulit karena menyangkut kehormatan dan masa
depan mereka. Tetapi, bukankah menjaga sekolah dari para bandit juga merupakan
kehormatan yang harus dibela, apalagi menyangkut masa depan jutaan anak didik.

B. Peyelewengan BOS Oleh Oknum UPTD

Disisi pihak ada temuan yang mengherankan pada sebuah institusi


pendidikan bahwa Dewan Pendidikan (DP) di salah satu kabupaten, membeberkan
sejumlahtemuan yang cukup mengejutkan. Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD)
DinasPendidikan,berdalih berwenang mengelola dana BOS pihaksekolah diminta
menyerahkan sebagian dana itu jika tidak ingin guru atau pihak sekolah kena sanksi
institusi.
Ada alasan lainyang cukup mencengangkan bahwa para guru terpaksa
memberikansebagian dana BOS karena takut kena sanksi institusidari UPTD
misalnya terkena mutasi dan lainnya.
Seharusnya, dana BOS sepenuhnya dalam pengelolaansekolah. Karenanya,
siapapun atau institusi seperti UPTD tidak diperkenankan turut campur dalam
pengelolaan dana BOS dengandalih apa pun. Sebab, hal itu merupakan wewenang
sekolah sertamekanisme dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh
sekolah.Selaku Ketua DP, Dinas Pendidikan melakukan pengawasan
danpengecekan kembali atas temuannya itu agar tidak terjadimanipulasi dan
penyimpangan. Selain temuan penyunatan dana BOS, juga diungkap tim monev
adanya keluhan dari sekolah-
D. Temuan BPK Dalam Penggunaan Dana BOS

Hasil temuan menunjukkan bahwa kampanye dana BOS yang begitu gencar
di berbagai media massa, ternyata hanya “tebar pesona” saja, kasihan murid sekolah
kita yang hanya dibuat terpesona lewat tayangan-tayangan itu.
Beberapa temuan BPKP tentang penyaluran dana BOS bermasalah,
adalah, Pertama, ditemukan sekolah yang belum punya izin operasional, tetapi
mendapat dana BOS. Kedua, terjadi penggelembungan jumlah siswa di 29 provinsi.
Lalu, ketiga,penggunaan dana BOS tidak seperti apa yang disampaikan Mendiknas
di depan Komisi X DPR.
Selain itu, ditemukan pula pengunaan dana BOS yang tidak sesuai aturan,
seperti dipakai untuk insentif guru, beli komputer, kepentingan pribadi,
dipinjamkan dan karya siswa. Kalau kayak gini penggunaannya, tidak pas kalau
jumlah siswa yang dijadikan patokan menghitung jatah BOS per sekolah. Perlu di
ingat, konsep awal guna BOS itu untuk beli alat praktek siswa, biaya rapat komite
sekolah, alat tulis, pembinaan siswa, perbaikan fasilitas.

E. BOS Buku Yang Menjadi Kendala

Depdiknas akan meluncurkan sembilan program utama tahun 2006. Salah


satunya adalah bantuan operasional sekolah (BOS) untuk buku teks pelajaran (BOS
Buku), BOS buku diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP di daerah-daerah
terpencil dan tertinggal yang ada di 9-12 provinsi di Indonesia.

Depdiknas bersama DPR telah sepakat mengalokasikan dana Rp.800 miliar


dari APBN untuk BOS buku tahun 2006. BOS buku teks ini diberikan kepada
siswa-siswa SD dan SMP yang ada di daerah-daerah terpencil dan tertinggal dalam
rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun. Pola
penyaluran BOS buku ini sama dengan pola penyaluran dana bantuan operasional
sekolah (BOS), yaitu menggunakan pola block grant. BOS buku, diberikan untuk
buku teks pelajaran saja, tidak termasuk buku pengayaan.
Pada prinsipnya pihak sekolah dan komite sekolah silakan memilih buku
teks pelajaran yang akan digunakan di sekolah. Buku teks pelajaran yang dipilih
adalah buku yang sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Besar kecilnya dana BOS Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang
bersangkutan. Setiap siswa mendapatkan BOS Buku sebesar Rp.20.000,00 per
buku.

Indikasi Penyimpangan

Namun, alokasi penggunaan BOS Buku tersebut dinilai sangat rentan


terhadap praktik penyimpangan. Berdasarkan laporan dari berbagai media, aroma
tidak sedap mulai terendus di balik transaksi pengadaan buku teks. Hasil riset
Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2006 mengenai BOS buku di Jakarta,
Garut, Semarang, dan Kupang, menunjukkan adanya kesalahan dalam proses
pengadaan buku setelah muncul Peraturan Mendiknas Nomor 11/2005 tentang
Buku Teks Pelajaran. Dalam peraturan itu, sekolah tidak diperkenankan memaksa
atau menjual buku kepada siswa. Namun, aturan itu disiasati sekolah. Caranya,
dengan mengarahkan sekolah atau siswa membeli buku dari penerbit tertentu.

Jika dana berasal dari masyarakat, sekolah (kepala sekolah) yang menjadi
aktor, siswa diharuskan membeli buku dari penerbit yang sudah memiliki perjanjian
kerja sama dengan sekolah. Bila yang digunakan uang negara, biasanya pejabat
dinas yang menjadi pelaku, sekolah diarahkan membeli buku-buku dari rekanan
mereka..

Peran aktif juga semestinya dilakukan berbagai pihak. Seperti dari LSM
yang tergabung dalam tim pengawas kucuran dana BOS buku di lapangan. Dewan
akan mengawasi BOS buku dengan ketat. Tak bisa dipungkiri, pelaksanaannya di
lapangan sangat rentan penyimpangan. Misalnya saat sekolah menggelar kegiatan,
banyak penerbit buku yang bersedia menawarkan diri sebagai sponsor. Kalau tak
ada kepentingan, tak mungkin penerbit mau membantu tanpa adanya kompensasi
tertentu. Mengenai pemberian diskon adalah kebijakan internal tiap sekolah, tidak
perlu dipermasalahkan jika diberikan secara profesional. Artinya, potongan harga
tersebut bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh guru, bukannya hanya kepala
sekolah ataupun dialihkan untuk pembelian berbagai perlengkapan sekolah, di luar
BOS.

Tidak Berpijak Pada Realitas

BOS buku adalah bantuan dana yang digulirkan kepada sekolah untuk
pembelian buku pelajaran. Program ini mulai digulirkan ke semua propinsi di
seluruh Indonesia pada tahun 2006. Tujuannya untuk membantu masyarakat
meringankan beban biaya pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Disadari
bahwa komponen buku pelajaran merupakan salah satu beban yang memberatkan
masyarakat.

Padahal ketersediaan buku sangat penting dalam proses pendidikan.


Bos buku diberikan langsung ke sekolah dengan besaran setiap sekolah
mendapatkan alokasi yang dihitung dari jumlah siswa. Setiap siswa
dialokasikan Rp.20.000. Sekolah yang menerima BOS buku memiliki kewajiban
untuk membeli buku teks pelajaran yang diprioritaskan untuk digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Buku-buku itu diharapkan digunakan
minimal dalam 5 tahun.

Siswa diberikan pinjaman secara cuma-cuma oleh sekolah untuk digunakan


dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah. Semua sekolah sudah harus
melaksanakan kurikulum Tiga Belas Pada tahun Pelajaran 2017/2018.

Bagi sekolah-sekolah atau dinas pendidikan dikota atau setiap kabupaten


yang responsif menanggapi perubahan kurikulum, pada tahun pelajaran 2013/2014
sekolah-sekolah mulai SD, SMP, SMA dan SMK telah melaksanakan KURTILAS.
Dengan kondisi yang demikian, mestinya panduan BOS buku tersebut tidak dapat
diberlakukan sama dengan panduan terdahulu Kondisi yang demikian ini ternyata
disadari oleh Manajer PKPS-BBM setiap kota atau kabupaten. Maka dari itu
regulasi buku petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bos terus di sesuaikan .Namun
agar sekolah tetap mematuhi rambu-rambu yang tercantum dalam buku Panduan.
Logikanya, sesuai tujuan pemberian BOS buku itu untuk meringankan masyarakat.
Apabila ketiga buku itu telah dipenuhi oleh Pemda, kemudian dana itu digunakan
untuk mencukupi kebutuhan buku yang lain akan dapat mempercepat pemenuhan
buku sehingga program pemerintah mewujudkan pemenuhan buku bagi siswa akan
cepat tercapai. Setiap siswa satu buku untuk semua mata pelajaran. Jika BOS buku
masih digunakan lagi untuk membeli buku yang sudah ada di sekolah maka target
pemenuhan buku justru akan terhambat. Di satu sisi ada buku tertentu yang berlebih
dan di sisi lain masih ada yang belum ada sama sekali.

Atas dasar pertimbangan itu dan hasil konsultasi dengan Tim Pusat, maka
dibuatlah edaran ke sekolah agar dana Bos Buku diusahakan untuk memenuhi buku
yang belum dipenuhi oleh Pemda. Sekolah bebas memilih buku sesuai
kebutuhannya sendiri. Tetapi, ternyata beberapa saat kemudian oleh oknum yang
merasa dirugikan dengan kebijakan itu, surat edaran itu dianggap menyalahi
panduan BOS buku. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan agar tidak
merepotkan, akhirnya surat itu diralat kembali untuk tetap sesuai panduan yang ada
saja meskipun akhirnya ada yang dirasakan kurang tepat.
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana

SIMPULAN

Regulasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2018


tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (2018 : 10) menyatakan
bahwa: BOS yang diterima oleh SD/SDLB/SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK,
dan SLB dihitung berdasarkan jumlah peserta didik pada sekolah yang
bersangkutan, dengan besar satuan biaya sebagai berikut:
1. SD sebesar Rp.800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) per 1 (satu) peserta
didik per 1 (satu) tahun;
2. SMP sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per 1 (satu) peserta didik
per 1 (satu) tahun;
3. SMA dan SMK sebesar Rp1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu rupiah)
per 1 (satu) peserta didik per 1 (satu) tahun;
4. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per
1 (satu peserta didik per 1 (satu) tahun;

Kemudian utnuk BOS Buku, Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku
yang sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar kecilnya
dana BOS Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang bersangkutan.
Jumlah dana Bos buku adalah 20% dari jumlah total penerimaan BOS dalanm satu
tahun anggaran.

Sedangkan masalah dan hambatan yang dihadapi program BOS pada tahun
pelajaran 2018/2019 adalah:
1. Sesuai regulasinya program BOS dan petunjuk teknis penggunaan dana Bos
sesuai dengan permen yg baru juga dan tiap tahun ganti petunjuk
penggunaan dana Bos. Banyak sekolah khususnya tingkat SD/MI yang
masih belum tahu cara menyusun RAPBS dan tatacara pertanggungjawaban
keuangan BOS. Selain itu, umumnya hambatan di tingkat SD/MI tidak
memiliki pegawai administrasi/tata usaha.
2. Komitmen sebagian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang.
Hal ini ditandai dengan berkurangnya dana APBD untuk pendidikan setelah
adanya dana BOS. Sebagian pemda menganggap, dana BOS adalah
pengganti dana yang dialokasikan pemda kepada sekolah. Beberapa
pemkab/pemkot dan pemprov terindikasi, menarik dana yang selama ini
diberikan kepada sekolah.
3. Beberapa hal terutama mengenai penggunaan dana BOS yang tertuang di
dalam Juknis kurang jelas. Hal ini banyak menimbulkan persepsi berbeda
dalam menerjemahkannya. Hal yang menimbulkan perdebatan antara lain
penggunaan dana BOS untuk insentif guru, kelebihan jam mengajar,
membeli komputer, biaya pengelolaan sekolah dan rehabilitasi.
Pendidikan adalah amanat Tuhan dan kemanusiaan. Maka, melaksanakan
segala sesuatu yang positif dan berkaitan dengan pendidikan sama dengan
menjalankan amanat, yang tentu saja bernilai ibadah. Termasuk dalam hal
melaksanakan program BOS. Oleh karena itu, marilah kita jaga amanah itu dengan
melaksanakan program BOS secara baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.

SARAN

1. Sekolah harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Bagaimana semua


program sekolah dan pendanaan (sumber, distribusi, dan pertanggungjawaban)
dilakukan secara terbuka.Dalam konteks itu, sebaiknya sekolah memiliki sistem
komunikasi dengan orang tua, masyarakat, dan komite sekolah dalam hal program
dan pertanggungjawaban keuangan. Jika mungkin, sekolah dapat membuka
website khusus untuk komunikasi dengan stakeholder-nya.

2. Perlu ada pertanggungjawaban baik sekolah kepada masyarakat (akuntabilitas).


Jika itu dilakukan, kemungkinan korupsi di sekolah (khususnya dana bantuan
sekolah) dapat ditekan. Minimal, mereka berhitung atas apa yang dilakukan dalam
keuangan sekolah. Akuntabilitas sebagai poin pertama harus difasilitasi sistem
komunikasi dan keran keterbukaan yang baik. Masyarakat dapat mempertanyakan
bagaimana uang yang disumbangkan kepada sekolah, dipergunakan untuk apa,
dengan cara-cara bagaimana, dan hasil atas finansial yang telah dikeluarkan.

3. Perlunya revitalisasi komite sekolah. Komite sekolah memang dapat dioptimalkan


sebagai pengontrol sekolah. Sebab, hakikatnya komite sekolah merupakan
organisasi pendamping untuk mendorong peran serta masyarakat dalam
pengembangan pendidikan. Di sinilah pentingnya memberdayakan peran dan
fungsi komite sekolah seperti Keputusan Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2
April 2002.

4. Fungsi komite sekolah sebagai pengontrol (controlling agency) akan mendorong


terciptanya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan serta keluaran
pendidikan di satuan pendidikan. Karena itu, komite sekolah bukan lagi sebagai
stempel (legalisasi) di tubuh sekolah. Ia memiliki hak penting untuk terlaksananya
pendidikan di institusi sekolah secara bersih dan bebas korupsi.
Daftar Rujukan
Permen Pendidikan Nasional Nomor 161 Tahun 2017. Buku Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Bantuan Orpasional Sekolah (BOS) 2018
Permen Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2018. Buku Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Bantuan Orpasional Sekolah (BOS) 2019

Keputusan Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2 April 2002.Buku Tentang Dewan


Pendidikan Dan Komite Sekolah.

Anda mungkin juga menyukai