Anda di halaman 1dari 10

4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.

id

Salafy.or.id tidak memiliki akun di sosial media manapun !!!

6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah


Oleh webadmin - 27 Juli 2003

Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah setiap orang dari manapun asalnya yang mengikuti
ajaran Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya baik dalam hal
keyakinan, amalan maupun ucapan.

Ada enam prinsip utama yang membedakan antara Ahlus Sunnah al Jamaah dan golongan
lain.

Pinsip Ahlusunnah yang pertama:


Ikhlas dalam Beribadah

Ikhlas menurut arti bahasa: membersihkan atau memurnikan sesuatu dari kotoran.
Sedangkan menurut istilah syar’i, ikhlas adalah membersihkan dan memurnikan ibadah
dari segala jenis kotoran syirik.

Setelah diketahui pengertian ikhlas menurut pengertian syar’i, dapat diambil kesimpulan
bahwa orang dikatakan ikhlas dalam beribadah apabila ia bertauhid dan meninggalkan
segala jenis syirik.

Perlu diketahui, bahwa seseorang itu dikatakan bertauhid apabila meyakini dengan mantap
tiga jenis tauhid dan meninggalkan dua jenis syirik. Lalu apa saja tiga jenis tauhid yang
harus diyakini?

Tauhid yang pertama: Tauhid Rububiyyah, maksudnya kita harus yakin bahwa yang
mencipta, yang memberi rezeki dan yang mengatur alam semesta hanya Allah Ta’ala tidak
ada sekutu bagi-Nya.

Tauhid yang kedua: Tauhid Uluhiyyah, maksudnya yakin bahwa yang berhak disembah dan
diberikan segala bentuk peribadatan hanyalah Allah Ta’ala tidak ada sekutu bagi-Nya.

Tauhid yang ketiga: Tauhid Asma’ wa Sifat, maksudnya kita harus yakin bahwa Allah
Ta’ala memiliki Nama dan Sifat yang Mulia dan tidak sama dengan makhluk-Nya. Kita
harus meyakini seluruh Nama dan Sifat Allah yang ada di dalam Alquran dan Assunnah
apa adanya.

Setelah meyakini ketiga jenis tauhid ini, maka wajib meninggalkan dua jenis syirik yang
menjadi musuh bagi orang-orang yang bertauhid.

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 1/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Syirik yang pertama disebut Syirik Akbar, yaitu syirik yang menyebabkan pelakunya
keluar dari Islam. Syirik jenis ini amat banyak jumlah dan macamnya, di antaranya adalah:
meyakini ada yang mencipta dan yang mengatur alam ini selain Allah Ta’ala, meminta
rejeki atau jodoh kepada orang yang telah mati atau kepada jin, menolak sebagian atau
seluruh Nama dan Sifat Allah Ta’ala dan masih banyak bentuk lainnya.

Syirik yang kedua disebut Syirik Asyghar, yaitu syirik kecil yang tidak menyebabkan
pelakunya dikeluarkan dari Islam. Namun dosanya lebih besar daripada dosa zina, dosa
mencuri atau kemaksiatan lainnya. Di antara amalan yang termasuk jenis syirik ini adalah
riya’ (ingin dilihat oleh orang ketika beribadah), sum’ah (ingin didengar ibadahnya oleh
orang lain), bersumpah dengan nama selain Allah, memakai jimat dengan keyakinan bahwa
kekuatannya bersumber dari Allah. Untuk yang satu ini bila diyakini bahwa sumber
kekuatan itu dari jimatnya, maka sudah termasuk Syirik Akbar. Dan masih banyak lagi
macamnya.

Siapa saja yang telah meyakini tiga jenis tauhid dan meninggalkan dua jenis syirik ini,
maka dia telah ikhlas dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Inilah prinsip utama Ahlus
Sunnah wal Jamaah yang terus diperjuangkan. Anda bisa melihat, mereka terus berdakwah
menegakkan tauhid dan memberantas segala penyakit syirik walaupun banyak kalangan
yang menentangnya, mereka memiliki dasar Alquran Surat Al-Bayyinah ayat 5 yang
artinya: “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan
cara ikhlas dalam melaksanakan agama-Nya dan Hanif (meninggalkan segala jenis syirik)
…”

Pinsip Ahlusunnah yang kedua:


Bersatu di atas Alquran dan Assunnah dengan pemahaman salaful ummah

Banyak aktivis Islam yang saat ini menyerukan persatuan umat. Ada yang menggunakan
partai sebagai alat pemersatu, ada juga yang menggunakan suku bangsa bahkan ada juga
yang menyatukan umat dengan slogan “yang penting muslim”, walaupun keyakinan dan
prinsip hidupnya berbeda-beda. Akibatnya terjadi banyak perpecahan di kalangan mereka
karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Kalaupun secara dhohir
mereka bersatu, banyak prinsip Alquran dan Assunnah yang dikorbankan dalam rangka
menjaga persatuan antara mereka.

Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki prinsip persatuan yang mantap dan akan terus
diperjuangkan. Apa itu? Yaitu bersatu di atas Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman
salaful ummah.

Mengapa harus bersatu diatas Alquran dan Assunnah? Karena ini memang perintah dari
Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Ali
Imran ayat 103: “Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah seluruhnya dan jangan kalian
berpecah belah …”
https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 2/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Ibnu Mas’ud radliyallahu ’anhu berkata: “Tali Allah artinya Kitabullah”. (Tafsir Ibnu Jarir
dan lainnya)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku tinggalkan sesuatu untuk kalian.
Bila kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu
Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Imam Malik, Al-Hakim dan dihasankan oleh Al-Albani
dalam Al-Misykah no: 186)

Bila ada yang berkomentar, “Banyak kelompok yang mengklaim dirinya di atas Alquran
dan Assunnah, namun kenapa terjadi perbedaan prinsip dan cara pandang yang
menyebabkan mereka terpecah belah?” Untuk menjawab pertanyaan ini cukup mudah,
“Karena mereka memahami Alquran dan Assunnah dengan kemampuan akal yang
disesuaikan dengan keinginan dan kepentingan kelompoknya”.

Lalu bagaimana seharusnya? Dalam memahami Alquran dan Assunnah wajib merujuk
kepada pemahaman dan penjelasan dari Salaful Ummah. Siapa sebenarnya Salaful Ummah
itu? Mereka adalah para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang betul-betul
paham maksud Al Quran dan Assunnah karena merekalah yang langsung mendengar dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mengapa harus sesuai dengan pemahaman mereka, bukankah mereka juga manusia seperti
kita? Karena mereka dan orang-orang yang mengikuti pemahaman mereka telah diridlai
oleh Allah Ta’ala. Di dalam surat At-Taubah ayat 100 disebutkan yang artinya: “Generasi
pertama dari kalangan shahabat Muhajirin dan Ashor serta orang-orang yang mengikuti
jejak langkah mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridla kepada-
Nya”.

Di samping itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kita untuk
mengikuti pemahaman para shahabat. “Sesungguhnya barang siapa yang masih hidup
sepeninggalku nanti,ia akan melihat perbedaan prinsip yang banyak sekali, untuk itu wajib
bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk,
peganglah erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham dan jauhilah perkara baru dalam
agama, karena setiap perkara baru dalam agama itu bid’ah dan setiap bidah itu sesat.” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud no:
4607). Inilah prinsip persatuan umat yang harus dijadikan sebagai pegangan.

Barang siapa yang menggunakan cara lain untuk menyatukan umat maka ia akan menuai
kegagalan atau mungkin berhasil tetapi bersatu diatas kebatilan. Wallahu A’lam.

Prinsip Ahlusunah yang ketiga:


Larangan Memberontak dan Kewajiban Mentaati Penguasa Muslim yang Sah dalam hal
yang ma’ruf (benar)

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 3/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Menggulingkan kekuasaan pemerintah pada saat ini seolah-olah menjadi tujuan


kebanyakan orang. Mereka ingin tokoh idolanya menjadi pemegang tampuk kekuasaan,
lebih-lebih bila sang penguasa memiliki banyak kelemahan walaupun masih sah dan
beragama Islam, mereka berusaha mati-matian untuk menggulingkan dengan
mengatasnamakan rakyat dan keadilan. Ada juga yang memanfaatkan keadaan untuk
merebut pangkat dan jabatan dengan cara membela sang penguasa habis-habisan bahkan
membenarkan seluruh ucapan dan keputusan walaupun menyimpang jauh dari syari’at
Islam. Lalu bagaimana prinsip Al Quran dan Assunnah menurut pemahaman salaful
ummah dalam menyikapi sang penguasa ?

Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul dan Ulil Amri (pemimpin/penguasa muslim)…”

Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat ini sebagai
berikut:

“Allah memerintahkan untuk taat kepada Ulil Amri, mereka adalah pemimpin negara,
hakim atau mufti (ahli fatwa). Karena urusan agama dan dunia tidak akan berjalan dengan
baik melainkan dengan cara taat dan tunduk kepada Ulil Amri sebagai wujud taat kepada
perintah Allah dan dalam rangka mengharap pahala dari-Nya. Akan tetapi dengan syarat
penguasa tidak memerintah kita untuk berbuat maksiat. Bila diperintah untuk maksiat maka
tidak ada ketaatan sedikitpun kepada makhluk untuk bermaksiat kepada Al-Khaliq.
Barangkali inilah rahasia tidak disebutkannya fi’il amr (kata perintah) ketika Allah
memerintahkan untuk taat kepada Ulil Amri dan sebaliknya disebutkan fi’il amr ketika
memerintah untuk taat kepada Rasul-Nya. Karena beliau hanya memerintah untuk mentaati
Allah, sehingga barang siapa yang mentaati beliau sama saja dengan mentaati Allah Ta’ala.
Adapun Ulil Amri baru ditaati bila tidak memerintah untuk bermaksiat.”

Dalam hadits shahih disebutkan, dari Ubadah bin Shomit, Radiyallahu ‘anhu, ia berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengambil janji setia kepada kami, agar
kami mendengar dan taat (kepada penguasa) baik dalam keadaan bersemangat atau lesu,
dalam keadaan sulit atau mapan meskipun kami dizalimi, dan agar kami tidak
menggulingkan kekuasaan lalu beliau bersabda: “Kecuali kalian melihat ada kekufuran
yang nyata (pada penguasa) dan kalian memiliki dalil dari Allah dalam masalah tersebut.”
(HR. Muslim/1709, Nasa’i dan lainnya)

Dari keterangan Al Quran dan Assunnah inilah, Ahlus Sunnah wal Jamaah berprinsip
bahwa: Wajib bagi kita mentaati penguasa muslim yang sah dalam hal yang ma’ruf (bukan
maksiat) dan haram menggulingkan kekuasaannya dengan alasan apapun kecuali
memenuhi dua syarat yang telah dijelaskan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah setelah
membawakan hadits di atas. Apa dua syarat tersebut?

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 4/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Syarat pertama: Adanya kekufuran yang nyata pada diri sang penguasa dan kita
menemukan dalil syar’i dalam masalah kekufuran tersebut.

Syarat kedua: Adanya kemampuan untuk menyingkirkan penguasa tersebut dengan cara
yang tidak menimbulkan madlarat yang lebih besar.

Tanpa kedua syarat ini, maka tidak boleh! (Al-Ma’lum min Wajibil ‘Alaqoh Bainal Hakim
wal Mahkum hal. 19)

Wahai kaum muslimin, kembalilah kepada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Wallahul
musta’an.

Prinsip Ahlusunah yang keempat:


Menggapai Kemuliaan dengan Ilmu Syar’i

Kita semua sepakat bahwa tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk beribadah
kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Al Quran surat Adz-
Dzariyat ayat 56. Oleh sebab itu, merupakan keharusan bagi kita untuk mengerti, apa yang
dimaksud ibadah itu? Apakah ibadah hanya sebatas shalat, puasa, haji atau yang lainnya?
Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-’Ubudiyyah halaman 38 menjelaskan bahwa ibadah itu
mencakup segala perkara yang dicintai dan diridlai Allah Ta’ala baik berupa ucapan
merupakan perbuatan, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.

Setelah kita mengerti makna ibadah, kita wajib mengerti macam-macam ibadah secara
terperinci agar kita bisa menunaikan tugas dengan baik dan benar. Dari sini timbul
pertanyaan, dari mana kita bisa mengetahui secara rinci macam-macam ibadah yang
dicintai dan diridlai Allah Ta’ala? Mampukah akal kita menyimpulkan sendiri perincian
tugas ibadah itu?

Untuk mengetahui secara rinci ibadah yang dicintai dan diridlai Allah Ta’ala tidak bisa
disimpulkan dengan akal kita, tetapi harus ada petunjuk langsung dari Allah Ta’ala yang
menugaskan kita untuk beribadah kepada-Nya. Petunjuk itu bernama Al Quran dan
Assunnah yang telah dijelaskan secara rinci oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
kepada para shahabatnya radliyallahu ‘anhu. Singkat kata, wajib bagi kita mempelajari Al
Quran dan Assunnah agar kita bisa menunaikan tugas ibadah dengan baik dan benar. Perlu
diketahui, bahwa Al Quran dan Assunnah itulah yang disebut Ilmu Syar’i sebagaimana
yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma dan lainnya. Lihat “Al-Ilmu Asy-
Syar’i” halaman 8-10 karya Abdurrahman Abul Hasan Al-’Aizuri.

Oleh sebab itu, siapa saja yang mempelajari ilmu syar’i dan mengamalkannya berarti ia
telah menjalankan tugas ibadah dengan baik dan benar, barang siapa yang telah
menunaikan tugas ibadah dengan baik, ia layak mendapat kemuliaan dan kehormatan dari
Allah Ta’ala. Di dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 disebutkan:
https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 5/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kalian.”

As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya halaman 846 berkata: “Di dalam ayat ini terdapat
keutamaan ilmu syar’i, dan buah dari ilmu itu adalah beradab dan beramal atas dasar ilmu
tersebut.”

Dalam hadits shahih juga ditegaskan:

“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, maka Allah jadikan paham
agama ini.”

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah dalam Fathul Bari juz 1 halaman 222
menjelaskan : “Dari hadits ini dapat dipahami, bahwa orang-orang yang tidak paham
agama dan dasar-dasarnya, ia tidak akan mendapat kebaikan sedikitpun”.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah memahami hal ini, untuk itu mereka gigih dan bersemangat
untuk mempelajari ilmu syar’i dan mengamalkannya dengan baik dan benar, mereka punya
prinsip yang mantap dan mengagumkan, yakni Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal,
untuk menggapai kemuliaan. Wallahul musta’an.

Prinsip Ahlusunnah yang kelima:


Meyakini bahwa Wali Allah Adalah Orang yang Beriman dan Bertakwa

Bila kita amati sejenak keadaan umat, kita akan dapati satu masalah yang sangat
memasyarakat di tengah mereka. Adegan-adegan luar biasa yang membuat sebagian orang
merasa kagum, ada yang tidak mempan ditusuk senjata tajam, ada yang bisa makan beling
seperti makan kerupuk, ada yang tidak penyet digilas mobil, ada yang kepalanya dipenggal
lalu bisa langsung sambung dan yang sejenisnya.

Anehnya para penonton yang kebanyakan umat Islam banyak yang memberi gelar
kehormatan “WALI ALLAH” kepada para pendekar kebanggaan mereka. Benarkah orang-
orang sakti seperti itu disebut Wali Allah? Apa sebenarnya pengertian dan ciri-ciri Wali
Allah menurut Al Quran dan As-Sunnah?

Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya :

“Ingatlah, sesungguhnya Wali Allah itu tidak akan takut dan bersedih hati, mereka adalah
orang-orang yang beriman dan bertaqwa.” (QS. Yunus: 62)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya (2/422) menjelaskan: “Allah Ta’ala menyatakan
bahwa wali-Nya adalah orang beriman dan bertaqwa, maka siapa saja yang benar-benar
bertaqwa maka ia layak disebut wali Allah Ta’ala”.

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 6/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Di dalam Al Quran banyak disebutkan ciri-ciri Wali Allah, diantaranya adalah :

Ciri pertama: Beriman dan bertaqwa (QS. Yunus : 62)

Ciri kedua: Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (QS. Ali Imran : 31)

Ciri ketiga: Mencintai dan dicintai Allah Ta’ala karena mereka sayang kepada kaum
muslimin dan tegas dihadapan orang kafir, mereka berjihad fii sabilillah dan tidak takut
celaan apapun. (QS. Al-Maidah : 54)

Di dalam As-Sunnah As-Shohihah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Ar-
Riqoq Bab At-Tawadlu’ (7/190) dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu disebutkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan ciri wali Allah, yaitu mereka rajin
mengamalkan amalan-amalan sunnah setelah menunaikan amalan wajib.

Lalu, apakah hal-hal yang luar biasa yang terjadi pada diri seseorang itu termasuk ciri
utama Wali Allah?

Perlu diketahui bahwa hal-hal yang luar biasa yang terjadi pada diri seseorang itu ada
beberapa jenis:

1. Mu’jizat, terjadi pada nabi dan rasul.

2. Irhash, terjadi pada calon nabi dan rasul.

3. Karamah, terjadi pada wali Allah selain nabi dan rasul.

4. Istidroj atau sihir, terjadi pada wali syaithon.

Dari sini dapat diketahui bahwa Wali Allah itu kadang-kadang diberi hal-hal yang luar
biasa dan ini disebut karamah, namun perlu diingat bahwa karamah ini bukan ciri utama
Wali Allah dan tidak bisa dipelajari. Adapun adegan-adegan luar biasa yang saat ini
semarak di masyarakat lebih condong kepada istidroj atau sihir dengan beberapa alasan :

Alasan pertama, pelakunya tidak memiliki ciri-ciri Wali Allah Ta’ala.

Alasan kedua, hal-hal yang luar biasa yang mereka tampilkan bisa dipelajari, terbukti
mereka punya perguruan-perguruan yang mengajarkan seperti itu.

Singkat kata, Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkeyakinan bahwa Wali Allah itu adalah orang
yang berimana dan bertaqwa baik mendapat karamah maupun tidak, Wallahu A’lam.

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 7/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Prinsip Ahlusunnah keenam :


Mensukseskan Gerakan Tashfiyah (pemurnian) & Tarbiyah (pendidikan)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi dalam kitabnya Fadhlullah As-Shomad


(1/17) menyatakan, ada tiga penyebab perpecahan dan kelemahan kaum muslimin saat ini.
Pertama: tidak bisa membedakan antara ajaran Islam yang murni dengan ajaran yang
disusupkan ke dalam Islam. Kedua: kurang yakin dengan kebenaran Islam. Ketiga: tidak
mengamalkan Islam secara utuh.

Benarlah apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
para shahabatnya. Dari Abu Najih Al-’Irbadl bin Sariyah radliyallahu ‘anhu ia bercerita:
“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat kepada kita,
nasehat itu membuat hati bergetar: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sepertinya nasehat ini adalah nasehat perpisahan, untuk itu berilah kami wasiat!” Maka
beliaupun bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah
‘Azza wa Jalla dan tetap mendengar dan taat (dalam hal yang baik – pent) walaupun kalian
diperintah oleh penguasa dari budak Habsyi. Sesungguhnya, siapa saja di antara kalian
yang masih hidup sepeninggalku nanti, pasti melihat banyak perselisihan, maka wajib atas
kalian untuk tetap berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrosyidin yang
mendapat petunjuk, peganglah sunnah itu dan gigitlah dengan gigi geraham (jangan sampai
lepas) dan jauhilah perkara-perkara baru yang disusupkan ke dalam agama karena
sesungguhnya setiap perkara baru yang disusupkan ke dalam agama itu bid’ah dan setiap
bid’ah itu sesat”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
rahimahullah dalam Shahihul Jami’ nomor: 2546)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jelas menyatakan bahwa
penyebab perpecahan umat dan kelemahannya adalah tidak bisa membedakan antara
sunnah beliau dan bid’ah yang disusupkan ke dalam ajaran agama. Disamping itu beliau
juga memberikan solusinya dengan cara berpegang teguh dan mengamalkan sunnah beliau,
yakni ajaran Islam yang murni.

Berangkat dari sinilah, Ahlus Sunnah wal Jamaah berusaha sekuat tenaga untuk
mensukseskan gerakan Tashfiyah dan Tarbiyah. Lalu apa yang dimaksud dengan Tashfiyah
dan Tarbiyah itu?

Tashfiyah adalah gerakan pemurnian ajaran Islam dengan cara menyingkirkan segala
keyakinan, ucapan maupun amalan yang bukan berasal dari Islam. Sedangkan Tarbiyah
adalah usaha mendidik generasi muslim dengan ajaran Islam yang murni, yang berdasarkan
Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman para Shahabat Radliyallahu ‘anhum ajma’in.

Dalam rangka mensukseskan gerakan ini, Ahlus Sunnah wal Jamaah terus menerus
memperingatkan umat dari segala bentuk penyimpangan baik berupa kekufuran,
kesyirikan, kebid’ahan maupun kemaksiatan, di samping itu juga meluruskan
https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 8/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi baik yang ada di kitab-kitab yang tersebar di


kalangan umat maupun pernyataan-pernyataan sesat dari para penyesat. Dan yang termasuk
program ini adalah memisahkan antara hadits shahih dengan hadits dha’if, ini semua dinilai
sebagai amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi kewajiban kita semua.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Menyuruh umat untuk mengikuti sunnah dan
melarang mereka dari kebid’ahan termasuk amar ma’ruf nahi munkar dan termasuk amal
shaleh yang paling utama”. (Minhajus Sunnah: 5/253)

Semoga dengan gerakan Tashfiyah dan Tarbiyah ini, kaum muslimin sadar dan mau
kembali ke agama Islam yang murni sehingga pertolongan Allah turun kepada kita.
Wallahul musta’an.

Rujukan:

1. Syarh Al-Ushul As-Sittah, Asy-Syaikh Utsaimin.

2. Tanbih Dzamil Uqul As-Salimah, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri

3. Sittu Durar min Ushuli Ahlil Atsar, Asy-Syaikh Abdul Malik Ramdloni.

4. At-Tashfiyyah Wat-Tarbiyyah, Asy-Syaikh Ali Hasan

5. Tafsir Al-Karimir Rahman, Asy-Syaikh As-Sa’di.

6. Qowaid wa Fawaid, Asy-Syaikh Nadlim Muhammad Sulthon.

7. Karamatu Auliya’illah, Al-Imam Al-Lalikai.

8. Al-Furqon Baina Auliya ‘ir rahman wa Auliya’ is syaithan, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah.

Berbagi :

 Cetak

Terkait

Jalan Golongan Yang Dampak Ketidaktahuan Istilah-istilah penting :


Selamat (IX - XII) atas Tauhid kepada Ciri-ciri Ahlusunnah wal
dalam "Manhaj" ALLAH Jama'ah
dalam "Aqidah" dalam "Manhaj"

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 9/10
4/2/2019 6 Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah - Salafy.or.id

Baca Juga:

1. Metode Selamat (Bag.1)


2. Dakwah Kepada As Sunnah dan Tahdziir dari Bid’ah (bag.1)
3. Perbedaan Antara Dakwah Terhadap Penguasa dan Rakyat

webadmin

https://salafy.or.id/blog/2003/07/27/6-prinsip-ahlus-sunnah-wal-jamaah/ 10/10

Anda mungkin juga menyukai