Anda di halaman 1dari 20

Isi artikel:

1. Ketua DK OJK, Wimboh memprediksi bahwa tingkat likuiditas perbankan yang mulai longgar pada
April 2019 ini, memberinya perasaan optimis bahwa profit perbankan di tahun 2019 ini akan lebih tinggi
dari 2018, sehingga bisa berdampak positif bagi perekonomian Indonesia ke depannya

2. Analisis uang beredar BI mencatat DPK industri perbankan tumbuh 6,1% secara tahunan (yoy) pada
2018

3. Pada Desember 2018, pertumbuhan DPK lebih kecil bila dibandingkan dengan November 2018 (7,1%
yoy)

4. Sementara itu, deposito (yang merupakan bagian dari DPK) mengalami akselarasi pertumbuhan dari
4,1% yoy pada November 2018 menjadi 5,6% yoy desember 2018.

5. Pada Desember 2018, BI mencatat rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka seluruh
tenor mengalami kenaikan. Namun demikian, rata-rata tertimbang suku bunga kredit menurun 12 basis
poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 10,8%

6. Berdasarkan jenis instrumennya, DPK terbagi dua yakni DPK Valas dan Rupiah. Pada Desember 2018,
pertumbuhan DPK Valas tumbuh lebih tinggi (8,1% yoy) menjadi Rp764,9 triliun, dari DPK Rupiah (5,8%
yoy) menjadi Rp4690,6 triliun

7. Sementara itu, giro valas hanya dapat tumbuh 9,2% yoy, lebih rendah dibandingkan bulan
sebelumnya yang dapat tumbuh 41,7% yoy

8. Adapun pertumbuhan tabungan rupiah melambat menjadi 7,5% yoy dari bulan sebelumnya sebesar
8,5% yoy.

9. Pada November 2018, perbankan menghadapi ancaman kekeringan likuiditas (jadi bukan tipe masalah
yang kebanyakan likuiditas ya)

10. Pada Agustus 2018, rasio kredit terhadap simpanan perbankan (LDR) sudah mencapai 94%, melebihi
batas aman 92%. Menurut regulator, rasio LDR yang berada pada kisaran 93-102% sudah cukup ketat.
Hal ini diakibatkan penyaluran kredit yang semakin masif sehingga perbankan mulai kelimpungan
mencari cara untuk mendapatkan dana demi melayani permintaan kredit yang tinggi.

11. Berdasarkan data LPS, simpanan atau DPK perbankan pada September 2018, hanya tumbuh 6,88%
mtm sedangkan, kredit tumbuh 12,12% mtm atau naik 3,86% yoy sehingga likuiditas perbankan semakin
mengetat.

12. Perbankan dengan kategori BUKU III (modal inti 5-30 triliun) memiliki likuiditas paling ketat. Pada
September 2018, rasio LDR nya mencapai 103,3 persen, meningkat cukup tajam bila dibandingkan
september 2017 sebesar 94,9%.

13. Sementara itu, LDR bank BUKU II (modal inti 1-5 triliun) naik dari 86% menjadi 89%. Bank BUKU I
(modal intti<1 triliun) juga naik dari 75% menjadi 84,1%.

14. Namun demikian, bank besar BUKU IV (modal inti>30 triliun) mencatat sedikit penurunan LDR dari
90,4% menjadi 89,6%.
15. BI memperkirakan bahwa pertumbuhan DPK hingga akhir 2018 masih dalam rentang target BI di
kisaran 8-10%. Apakah ini terbukti? mari cek datanya :)

16. Adanya pengetatan likuiditas perbankan ini, salah satunya diduga disebabkan karena sebagian besar
korporasi agresif meminjam dana ke perbankan untuk membiayai belanja modal (capital
expenditure/capex) sehingga pertumbuhan kredit diperkirakan masih akan tinggi. BI memprediksi
pertumbuhan kredit di tahun 2018 bisa mencapai 10-12%. Sementara OJK memperkirakan pertumbuhan
kredit hingga akhir 2018 bisa melampaui target, mencapai 13%.

17. Destry Damayanti (Anggota DK LPS) mengkhawatirkan bahwa masalah pengetatan likuiditas akan
berisiko menurunkan dana cadangan (secondary reserve) bank. Pertumbuhan kredit yang tinggi
membuat dana perbankan untuk menyalurkan kredit semakin tipis. Bahkan, bisa jadi modal perbankan
akan tergerus demi melayani kredit. Apakah hal ini benar? mari kita kroscek dengan teori dan jurnal
terkait. Oke :)

18. Menurut Wimboh Santoso (Ketua DK OJK), walaupun dirinya menyadari bahwa saat ini terjadi
penurunan likuiditas perbankan, kondisi ini dinilai belum berbahaya. Perbankan bisa mengelola
likuiditasnya dari sumber dana yang lain. OJK mencatat perbankan masih memiliki akses dana cadangan
Rp435,5 triliun

19. BI juga meilai bahwa tingginya LDR tidak lantas membuat perbankan kekurangan dana. Erwin Rijanto
(DG BI) beralasan bahwa rasio CAR masih di kisaran 22,8% pada Agustus 2018, masih di atas batas aman
CAR perbankan 8%

20. Menurut Erwin, rasio aset likuid terhadap simpanan (AL/DPK) juga masih tinggi, di level 18,3%.
Perbankan dapat menurunkan rasio AL/DPK nya jika butuh pendanaan. Hal ini tidak akan menjadi
masalah untuk pembiayaan kreditnya.

21. BI menyediakan berbagai instrumen yang membantu pengelolaan likuiditas perbankan. Salah
satunya melalui operasi term repo maupun dengan standing atau lending facility. Bahkan saat ini sudah
ada tambahan instrumen yaitu Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Ini merupakan inovasi
yang dikembangkan oleh BI dan atau bank sentral negara lainnya. Dengan instrumen ini, bank wajib
menyediakan alat likuiditas sebesar 4% dari DPK. Pada saat likuiditasnya ketat, bank dapat me-repo-kan
2% dana tersebut kepada BI.

22. BI memang memiliki instrumen dalam menampung dana likuiditas perbankan yang berlebih melalui
operasi moneter. Dana ini bisa menjadi cadangan yang bisa digunakan perbankan saat kesulitan
likuiditas. Namun, sejak awal 2018 posisi dana yang ada dalam operasi moneter BI sudah jauh
berkurang.

23. Pada awal 2018, total dana operasi moneter mencapai Rp482,37 triliun, sebanyak Rp436,84 triliun
dari operasi pasar terbuka (OPT) dan 72 triliun standing facility. Sementara itu, posisi operasi moneter
per 30 Oktober 2018 hanya Rp 305 triliun (Rp 275,54 triliun OPT dan Rp57,42 triliun standing facility).

24. Menurut Erwin, saat ini perbankan bisa lebih baik dalam mengelola likuiditasnya, karena memiliki
alat yang beragam. Sebelumnya bank hanya bisa mengoptimalkan instrumen operasi moneter dalam
mengatasi masalah likuiditas. Kini, perbankan sudah banyak yang memanfaatkan instrumen lain, seperti
Surat Berharga Negara (SBN). Saat ini kedua instrumen tersebut masih likuid dan bisa dimanfaatkan
sewaktu-waktu, apabila dibutuhkan. Baik melalui transaksi repo antarbank maupun kepada BI.

25. Menurut Destry, LDR bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur likuiditas perbankan.
Sekarang ada indikator Loan to Financing ratio (LFR). Pembiayaan kredit bisa dengan penerbitan obligasi
dan instrumen lainnya, tidak lagi hanya mengandalkan DPK. Tapi dengan bond yield (bunga obligasi)
yang tinggi, bank juga akan pikir-pikir untuk menerbitkannya.

26. Menurut Kepala LPS, Fauzi Ichsan, maslaah likuiditas perbankan bisa dihadapi dengan menahan
pertumbuhan kredit. Namun, di tengah tingginya permintaan kredit, perbankan cenderung enggan
melakukannya. Cara lainnya adalah menggenjot penggalangan simpanan dana murah. Saat ini
perbankan sudah terlihat berlomba mengejar dana nasabah melalui deposito. Perang bunga deposito
pun terjadi.

27. Seretnya likuiditas membuat bank-bank BUKU III dan IV menaikkan suku bunga deposito special rate
masing-masing menjadi 7,17% dan 6,95%. Bunga deposito spesial tersebut melampaui bunga deposito
sejenis di bank BUKU I yang sebesar 6,9% dan BUKU II sebesar 6,91%. Fauzi mengatakan bahwa yang
menjadi masalah perbankan bukan hanya modal tetapi, tantangan dalam menggalang likuiditas.

28. Persaingan perbankan dalam menghimpun dana nasabah semakin dipersulit dengan langkah
pemerintah mengeluarkan Obligasi Negara Ritel berseri ORI015. Kupon 8,25% per tahun yang
ditawarkan membuat pergerakan suku bunga deposito kembali terkerek karena pasar menjadikan
instrumen ini sebagai acuan (reference rate).

29. Karena harus memberikan bunga besar dalam menggalang dana, nmargiin bunga bersih atau net
interest margin (NIM) yang didapat perbankan pun menyusut. OJK mencatat rata-rata NIM Bank Umum
per Agustus 2018 berada di level 5,14%. Posisi ini lebih rendah dibandingkan Agustus 2017 sebesar
5,35%

30. Riset LPS per Sepetember 2018, pada beberapa bank acuan (BRI, BCA, Mandiri, BNI, BTN)
menunjukkan rata-rata NIM bank umum menurun dari 4,6% (Sep-18) menjadi 4,4%. (Sep-17)

31. BCA mulai mengkhawatirkan kecukupan likuiditas perbankan di Indonesia

32. Dirut BCA, Santoso, menuturkan meski rasio keuangan perseroan masih menunjukkan kondisi yang
terjaga, tetapi tren likuiditas yang semakin ketat perlu menjadi perhatian banyak pihak

33. Tantangan industri perbankan adalah likuiditas, LDR industri cukup tinggi (93,35%) dan selalu
meningkat (Lap.Kinerja BCA Q1 2019). BCA juga salah satu bank yang mulai menunjukkan peningkatan
LDR

34. Posisi LDR pada Q1 2019 dalah 81,03% , sedangkan pada Q1 2018 hanya 77,85%

35. Santoso juga menuturkan kondisi likuiditas menjadi semakin sulit dengan masuknya pemerintah
dalam menyerap dana masyarakat. Pada akhirnya hal ini membuat kemampuan perbankan untuk
menyalurkan kredit semakin masif.

36. Santoso berharap semua pihak dapat untuk dapat berupaya menarik investor asing dalam
meletakkan uangnya ke Indonesia. Sehingga kondisi likuiditas bisa aman dan pertumbuhan ekonomi
dapat terjaga,
37. Selanjutnya, adalah tinggal bagaimana kemampuan pemerintah untuk mendatangkan investor asing
ke dalam negeri saja?

38. Gubernur BI (Perry Warjiyo) melonggarkan aturan GWM pada November 2018 ,di tengah lambatnya
pertumbuhan dana nasabah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di
perbankan.

39. Secara sederhana, BI melonggarkan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) agar bank bisa lebih
fleksibel dalam mengelola likuiditasnya. Pelonggaran dilakukan dengan menaikkan porsi pemenuhan
GWM rata-rata (averaging) baik pada bank umum konvensional dan syariah dari 2% menjadi 3%

40. GWM adalah dana atau simpanan yang harus dipelihara bank dalam bentuk saldo rekening giro di BI.
BI menetapkan GWM rupiah BUK sebesar 6,5% dari DPK. Dengan adanya pelonggaran, maka bank hanya
wajib memelihara 3,5% dari total DPK rupiah setiap harinya, sedagkan 3%-nya rata-rata dua minggu

41. Di sisi lain, BI juga menetapkan GWM rupiah bank syariah sebesar 5% dari DPK rupiah. Dengan
adanya pelonggaran, maka bank hanya wajib memelihara 2% dari total DPK rupiah setiap harinya,
sedangkan 3%nya rata-rata dua minggu.

42. BI juga melonggarkan ketentuan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum
konvensional dan syariah yang dapat direpokan ke BI dari 2% menjadi 4% dari DPK. PLM adalah
penyempurnaan dari ketentuan GWM sekunder yang dipenuhi lewat penempatan dana pada surat
berharga rupiah yang bisa digunakan dalam operasi moneter.

43, Besaran PLM ditetapkan sebesar 4% dari DPK. Dengan adanya pelonggaran ketentuan, maka seluruh
surat berharga bisa di-repo-kan ke BI sehingga bisa meningkatkan likuiditas bank. Nanti aku perlu cari
info, definisi, pengertian dan contoh konkret dari repo biar bisa paham betul, kalo ditanya apa sih itu
repo dan contoh konkretnya gimana? karena menyangkut isi tulisanku juga

44. Sementara itu, rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) dipertahankan sebesar 0% dan Rasio
Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92%. Nanti aku juga perlu cari tahu info
mengenai apa itu makroprudensial dan mikroprudensial, supaya ketika ditanya mengenai hal itu bisa
nyambung

45. Pelonggaran ketentuan GWM dan PLM dilakukan BI seiring dengan pertumbuhan DPK yang
melambat. Pada September 2018, DPK tercatat hanya tumbuh 6,6% yoy, lebih lambat dibandingkan
Agustus 2018 (6,9% yoy). Di sisi lain, kredit tumbuh pesat 12,7% yoy pada September 2018. Naik dari
Agustus 12,1% yoy.

46. Namun, menurut Perry dalam penilaian BI, likuiditas di perbankan dan pasar uang dalam kondisi
yang cukup secara agregat. Hal ini tecermin dari rasio aset likuid terhadap DPK sebesar 19,2% pada
September 2018, lebih tinggi dibandingkan Agustus 2018 sebesar 18,3%

47. Pada April 2019, BI longgarakan likuiditas, bank tak ubah target. Hal ini bertujuan agar perbankan
dapat ruang likuiditas lebih luas, sehingga penyaluran pembiayaan dapat tumbuh sesuai target BI di
kisaran 10-12%
48. Penerbitan obligasi ini untuk memenuhi kebutuhan tambahan pendanaan perseroan di luar DPK
yang diperkirakan mencapai 2 miliar dollar AS. Sedangkan sisanya akan dipenuhi melalui instrumen
pendanaan lain.

49. Namun, menurut Panji Irawan (DirKeu Bank Mandiri) relaksasi RIM tak serta merta akan
mendongkrak pertumbuhan kredit.

50. Dir.Keu BRI, Haru Koesmahargyo, juga mengatakan sejauh ini BRI belum berencana merevisi target
dalam RBB 2019. Per Desember 2018, RIM BRI di kisaran 88,5%. Meski demikian dalam beberapa tahun
ke depan, BRI akan terus memupuk pendanaan di luar DPK dengan penawaran umum berkelanjutan
bernilai total Rp20triliun

51. Adanya relaksasi RIM memacu bank kecil yang tergolong ke dalam BUKU I dan BUKU II untuk
menempatkan dananya pada surat berharga (obligasi korporasi).

52. Pada April 2019, BI menerbitkan sejumlah regulasi anyar untuk melonggarkan likuiditas perbankan
sehingga mampu menyalurkan kredit dengan jumlah lebih besar.

53. BI menerbitkan aturan penyesuaian tentang rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dan
penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) bagi BUK, BUS dan UUS. Hal ini dilakukan untuk
memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif

54. Menurut Deputi Gub.BI, Dody Budi Waluyo, kebijakan tersebut memang dibuat untuk mendorong
pertumbuhan kredit atau pembiayaan ekonomi. Namun tetap memperhatika terjaganya stabilitas
sistem keuangan.

55. Hal ini menjadi sinyal positif dari BI, mendorong perbankan untuk ekspansif dari sisi pinjaman
(menyalurkan kredit). Agar target pertumbuhan kredit pada 2019 dapat tercapai.

56. Ketentuan baru tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2019. Sementara itu, pengenaan sanksi bagi BUK,
BUS, dan UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan giro RIM dan giro RIM syariah mulai berlaku pada
1 Oktober 2019. Tapi sudah dikomunikasikan mulai saat ini.

57. Menurut ekonom Indef, Bhima Yudhistira, jika RIM dihitung melalui financing to funding ratio (FFR),
bak diberi kebebasan tidak hanya lewat DPK untuk mencari pendanaan, yang man sebelumnya deposito
atau simpanan menjadi sumber utama pembiayaan kredit.

58. Dampak naiknya RIM membuat bank lebih agresif untuk mencari pendanaan alternatif, mulai
penerbitan surat utang, saham sampai medium term notes (MTN). Jadi tekanan likuiditas bisa disiasati.

59. Menurut Bhima, tantangannya perbankan sekarang ada di sisi permintaan kredit yang belum pulih.
Bank juga tidak akan agresif mendorong kredit karena risiko tinggi.

60. Pada September 2018, BI menilai pertumbuhan DPK melambat karena nasabah korporasi mulai
menarik simpanan untuk membiayai modal usaha. Pasalnya, di saat yang bersamaan korporasi
menurunkan akses pembiayaan modal dari utang luar negeri.

61. Pada Agustus 2018, berdasarkan data BI, DPK tumbuh 6,88% yoy, lebih rendah dibandingkan
pertumbuhannya pada Juli 2018 sebesar 6,91% yoy
62. Berdasarkan pecahannya, pertumbuhan DPK yang melambat lebih dalam terjadi di simpanan
berdenominasi valas, dibanding rupiah

63. Pertumbuhan DPK pada 2017 diperkirakan akan mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2017
sebesar 9,4%. mari nanti kita cocokan datanya dengan di grafik, pertumbuhan dpk dan pertumbuhan
kredit perbankan dari tahun ke tahun. baik berdasarkan BUK dan BUS. Serta kepemilikan bank asing,
BUSN, Bank Pemerintah.

64. Selisih antara pertumbuhan kredit dengan DPK diperkirakan mencapai 99 triliun rupiah pada akhir
2018, namun menurut Erwin, hal ini masih bisa ditutup dengan operasi moneter BI, terutama yang
terkait dengan pengendalian likuiditas perbankan

65. Pada November 2018, dana nasabah bank tumbuh lambat, diduga imbas dari kucuran bansos.
Banyak dari nasabah penerima bansos non bankable. Ada rekening dibuatkan, tapi praktis tidak
digunakan. Kata kepala ekonom bank mandiri.

66. Seiring dengan melambatnya pertumbuhan DPK, kelebihan dana yang tersimpan di instrumen
moneter BI pun tercatat semakin menyusut. Hal ini menunjukkan likuiditas perbankan yang mengetat.

67. Per akhir September 2018, jumlahnya tercatat sebesar Rp 302 triliun, jauh di bawah posisi
tertingginya tahun ini yang sebesar Rp 556,14 triliun pada akhir Januari 2018

68. Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menduga perlambatan pertumbuhan DPK lantaran
belanja pemerintah saat ini lebih banyak untuk bantuan ke masyarakat kelas bawah. Masyarakat yang
dimaksud belum banyak yang terlayani atau belum terakses ke layanan perbankan. Banyak dari mereka
non-bankable. Ada rekening dibuatkan, tapi praktis tidak digunakan, hanya menampung social assistant
saja,

69. Akibatnya, uang yang diberikan kepada masyarakat tersebut tidak kembali masuk ke dalam bank,
namun langsung dibelanjakan dalam bentuk tunai. "Kalau masuk lagi ke perbankan, DPK tidak akan
melambat segitu," ujarnya.

70. Penerbitan obligasi retail oleh pemerintah juga disebutnya memengaruhi perlambatan pertumbuhan
DPK, namun andilnya diyakini tidak terlalu besar. "Kalau dihitung-hitung, cuma 1%," kata dia.

71. Berdasarkan data analisis uang beredar yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, pertumbuhan
dana pihak ketiga (DPK) perbankan per Mei 2018 mencapai 6,07% secara year on year. Dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan DPK bank menurun hampir separuhnya. Per Mei
2017 pertumbuhan DPK mencapai 11,2% (yoy).

72. Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Doddy Ariefianto mengatakan, perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan merupakan
dampak dari siklus musiman setiap tahun.

73. “Nilai simpanan di perbankan setiap menjelang Lebaran cenderung menurun karena banyak nasabah
korporasi menarik dana untuk membayar tunjangan hari raya. [Nasabah korporasi] juga biasanya
menarik dana dalam jumlah cukup besar untuk membayar supplier,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa
(10/7/2018).
74. Namun demikian, Doddy menegaskan bahwa kondisi likuiditas bank tetap aman sekalipun
pertumbuhan DPK melambat. Pasalnya, posisi rasio penyaluran kredit terhadap dana pendanaan atau
loan to deposit ratio (LDR) masih mencerminkan fungsi intermediasi bank berjalan baik dan tidak ada
pengetatan likuiditas secara berlebihan.

75. Oleh karena itu, lanjutnya, persaingan dalam memperebutkan likuiditas pun dinilai masih dalam
batas wajar. “Suku bunga kebijakan BI belum diikuti oleh bunga simpanan.

Biasanya ada waktu jeda sampai dengan 3 bulan untuk ditransmisikan ke suku bunga simpanan,"
imbuhnya.

76. Pada Maret 2019, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai perkembangan dompet elektronik (e-
wallet) seperti OVO dan Go-Pay tidak akan menganggu likuiditas perbankan. Apalagi dana masyarakat
yang disimpan di dalam OVO, Go-Pay, dan sejenisnya masih sedikit (untuk saat ini)

77. Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan keberadaan dompet digital bukan
ancaman dalam mengurangi likuiditas perbankan. Menurutnya, kehadiran e-wallet akan melengkapi
layanan perbankan. Apalagi isi ulangnya juga melalui bank.

78. "Itu kan bisa jadi compliment, kita lihatnya karena in the end, apakah itu OVO, apakah itu Go-Pay,
dia harus menyimpan dananya di bank juga," kata Destry di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta
Selatan, Selasa, 26 Maret 2019.

79. Dirinya menambahkan dana dalam OVO, Go-Pay, dan sejenisnya belum dijamin karena LPS hanya
melindungi dana nasabah yang disimpan dalam perbankan. Namun adanya e-wallet dinilai akan
mempermudah masyarakat, hingga akhirnya mengakses perbankan.

80. "Bahwa untuk membuka rekening mereka harus ke bank itu agak repot, dengan kemajuan teknologi
mereka tinggal masuk, download, masukkan dana. Dan dana itu juga berasal dari bank, jadi masuk lagi
ke bank," jelas dia.

81. Data LPS menyebutkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami perlambatan. Pada
Desember 2018, pertumbuhan DPK tercatat hanya 6,45 persen turun dari 7,19 persen, atau terendah
sejak Oktober 2016.

82. Data Bank Indonesia (BI) juga mencatat kinerja penghimpunan dana nasabah oleh perbankan
melambat. Pada Januari 2019, DPK hanya tumbuh 5,1 persen menjadi Rp5.365,7 triliun, lebih rendah
dari Januari 2018 yang tercatat tumbuh 8,5 persen.

83. Pada Februari 2019, BI Siapkan Kebijakan Makroprudensial untuk mendorong pembiayaan ekonomi.
Kebijakan makroprudensial akan digunakan untuk mendorong kinerja sektor ekonomi prioritas, seperti
UMKM, ekspor, pariwisata, serta industri 4.0.

84. Bank Indonesia (BI) menyatakan akan menerapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif.
Kebjakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan likuiditas sektor keuangan sehingga mendukung
pembiayaan ekonomi ke sektor riil. Aku perlu cari tahu apa yang dimaksud dengan kebijakan
makropurudensial yang akomodatif?
85. Sementara itu, Deputi Gubernur Erwin Rijanto mengatakan kebijakan makroprudensial merupakan
instrumen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. "Kalau overheating, parameter instrumen bisa
ditetapkan dengan sedikit melonggarkan," kata dia.

86. Pelonggaran tersebut bertujuan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Ia pun
mencontohkan kebijakan makroprudensial seperti countercylical buffer dan penyangga likuiditas
makroprudensial.

87. Adapun BI masih memepertahankan bunga acuan di level 6% pada Februari 2019. BI telah menahan
bunga acuan di level ini sejak November 2018 lalu, setelah mengerek total 175 basis poin sepanjang
tahun lalu.

88. Meski bunga acuan naik tinggi, pertumbuhan kredit masih mampu tumbuh membaik. Pada 2018
lalu, kredit tumbuh 11,75% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 8,2%.
Meskipun, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh kian lambat menjadi hanya 6,5%, dari tahun sebelumnya
9,5%.

89. Pada 2019, BI membidk pertumbuhan di rentang yang sama dengan tahun lalu yaitu 10-12%,
sedangkan pertumbuhan DPK 8-10%.

90. Awal tahun tampaknya masyarakat masih enggan menyimpan dananya di bank. Ini terlihat dari
melambatnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Januari 2019 secara year on year (yoy)
dibandingkan pertumbuhan di Desember 2018 yoy

91. Dalam analisis uang beredar Bank Indonesia (BI), pada Januari 2019 perbankan berhasil menghimpun
DPK senilai Rp 5.365,7 triliun dengan pertumbuhan 5,1% (yoy).

92. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di Desember 2018 mencapai 6,1%
(yoy) yang senilai Rp 5.457,2 trliun. Perlambatan DPK terjadi pada seluruh instrumennya, seperti dikutip
laporan BI.

93. Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Suprajarto mengatakan, kondisi tersebut sejatinya
lumrah. Kondisi itu juga biasa terjadi di BBRI. Misalnya, karena siklus produksi dan pencairan dana
pemerintah atau swasta.

94. Jika merunut siklus tahunan, maka pada akhir kuartal 1 biasanya penghimpunan DPK akan kembali
menggeliat,

95. Bank BRI menargetkan hingga kuartal I-2019 DPK bisa tumbuh 11% hingga 13% secara yoy. Hingga
akhir 2018, Bank BRI berhasil menghimpun DPK mencapai Rp 944,2 triliun, tumbuh 12,2% yoy
dibandingkan tahun 2017 senilai Rp 841,6 triliun.

96. Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga mengalami pertumbuhan DPK pada Januari 2019 yang
melambat dibandingkan Desember 2018. Pada Januari 2019, bank BTN berhasil mengumpulkan DPK
senilai Rp 211,4 triliun dengan pertumbuhan 16,2% yoy.

97. Sementara pada Desember 2018, BBTN berhasil mengumpulkan DPK sebesar Rp 211,4 triliun denan
pertumbuhan 18,5% yoy. Direktur Keuangan Bank BTN Iman Nugroho Soeko mengatakan, hingga akhir
kuartal 1-2019 ditargetkan pertumbuhan DPK BTN sebesar 15% yoy, sesuai yang dicanangkan dalam
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019.
98. Namun Bank Mayapada justru mengalami akselerasi pertumbuhan DPK di awal tahun. Pada Januari
2019, Mayapada berhasil menghimpun DPK senilai RP 75,2 triliun dengan pertumbuhan 16,0% yoy.
Sementara pengumpulan DPK di Desember 2018 sebesar RP 71,5 triliun dengan pertumbuhan 14,2%
yoy. DPK kami jaga sesuai pertumbuhan kredit, ujar Direktur Utama Bank Mayapada Hariyono
Tjahjarijadi.

99. Pada Desember 2018, Dua Bank BUMN Punya Strategi Mengatasi Ketatnya Likuiditas. Wholesale
funding menjadi alternatif untuk mengatasi ketatnya likuiditas perbankan. Apa itu wholesale funding
dan bagaimana cara kerjanya?

100. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan tidak mengalami kesulitan likuditas dan masih bisa
mengandalkan pendanaan melalui dana pihak ketiga (DPK) untuk menyalurkan kredit tahun 2019. Jika
likuiditas dari DPK mulai seret, Bank Mandiri masih memiliki opsi pendanaan melalui pinjaman antar-
bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek.

101. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kondisi likuiditas perbankan saat ini sudah ketat
dengan rasio kredit dibandingkan dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR) berada pada posisi
94,09%, hingga kuartal III 2018. Untuk bank dari kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4, rasio
LDR berada pada posisi 89,43%, sehingga masih ada sedikit ruang untuk ekspansi.

102. "Kami tidak ada penawaran umum berkelanjutan (PUB) lagi, sudah habis. Pinjaman luar negeri juga,
bonds (obligasi) belum. Kalau diperlukan, pinjaman antar bank masih cukup dan tersedia di market, juga
lebih efisien," kata Direktur Tresuri dan Perbankan Internasional Bank Mandiri Darmawan Junaidi

103. Kendati demikian, untuk mengantisipasi risiko likuiditas jangka panjang, Bank Mandiri tidak bisa
hanya mengandalkan DPK. Oleh karena itu, Darmawan mengatakan, mulai 2020 Bank Mandiri akan
mempertimbangkan opsi pendanaan non-DPK atau wholesale funding, terutama setelah tren kenaikan
suku bunga acuan Bank Indonesia mulai mereda dan gejolak perekonomian global sudah mulai stabil.

104. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka pendek, selain dari pinjaman antar-
bank, Bank Mandiri juga membuka pintu untuk pendanaan melalui transaksi sertifikat deposito atau
Negotiable Certificate of Deposit (NCD). "Itu kan mekanisme dalam pengelolaan likuiditas secara jangka
pendek," kata Darmawan

105. Sementara bank plat merah lainnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menghadapi
tantangan yang sedikit berbeda untuk memastikan likuiditasnya tak bermasalah. Direktur Konsumer BTN
Budi Satria mengatakan, mereka tidak bisa hanya bergantung pada DPK saja karena bisnis BTN adalah
bisnis jangka panjang.

106. "Kami kan pinjamannya jangka panjang, kita tidak bisa bergantung pada DPK saja. Jadi, wholesale
funding juga tetap jalan melalui surat berharga," kata Budi di kantornya, Jakarta, Selasa (18/12). Meski
sudah direncanakan, Budi tidak mau memberitahu soal instrumen pendanaan dan besarnya dana yang
diincar oleh perusahaan di tahun depan. Adapun persentase DPK sebesar 85%-90% dari total pendanaan
tahun depan, sementara sisanya melalui pendanaan wholesale. "Rencananya ke sana (wholesale
funding) untuk melengkapi DPK yang sudah ada," kata Budi.

107. Seperti diketahui, posisi DPK Bank BTN pada Triwulan III-2018 sebesar Rp 195 triliun atau sudah
tumbuh 16,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara, Bank Mandiri pada Triwulan III-
2018 telah meraup DPK senilai Rp 831,1 triliun atau tumbuh 9,2% dibandingkan posisi yang sama tahun
sebelumnya.

108. Pada Juli 2018, Ekonom Peringatkan Risiko Perebutan Dana di Pasar Keuangan. BI mengaktifkan lagi
Sertifikat Bank Indonesia buat menarik dana asing. Ekonom memperingatkan risiko perebutan dana
antara pemerintah, BI dan pelaku usaha.

109. Para ekonom memperingatkan risiko perebutan dana di pasar keuangan antara pemerintah, Bank
Indonesia (BI) dan pelaku usaha. Hal ini menyusul bertambahnya instrumen di pasar keuangan setelah BI
mengaktifkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan dan 12 bulan guna menarik dana
asing.

110. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan,
sekarang ini, daya tarik Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah tengah menurun
imbas naiknya imbal hasil US Treasury. Hal itu tercermin dari turunnya kepemilikan asing di SBN.

111. Dalam kondisi daya tarik yang tengah turun tersebut, SBN diperhadapkan dengan BI yang
mengaktifkan kembali SBI. Alhasil, “Ada potensi terjadinya perebutan dana antara BI dan pemerintah,”
kata Bhima kepada katadata.co.id, Senin (23/7).

112. Lebih jauh, ia menyebut, perebutan dana juga bisa melibatkan pelaku usaha. Penyebabnya,
pertama, perbankan bisa saja lebih tertarik untuk membeli SBI dan SBN dibandingkan menyalurkan
dananya dalam bentuk kredit ke pelaku usaha alias sektor riil. Kedua, perusahaan yang mencari
pendanaan bisnis dengan menerbitkan surat utang atau obligasi juga harus bersaing dengan SBI dan SBN
untuk menarik dana.

113. “Apalagi tren sekarang swasta lebih cari pendanaan alternatif melalui obligasi korporasi, Medium
Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD),” kata dia. Mengutip data BI, per Mei
2018, pendanaan alternatif ini naik 60,2% dibandingkan posisi sama tahun lalu.

114. Bila perebutan dana tersebut terjadi, ia pun menduga perusahaan bakal terpaksa menawarkan
bunga yang lebih menarik buat memenangkan dana. “Kalau enggak hati-hati bisa mengerek cost of
borrowing pelaku usaha. Apalagi di tengah tren kenaikan bunga acuan, investor harapkan return bunga
yang makin tinggi,” ujarnya.

115. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah juga tak menampik
adanya risiko perebutan dana, khususnya antara BI dan pemerintah. Namun, dalam kondisi sekarang,
SBI memang diharapkan bisa menjadi alternatif untuk menarik dana asing.

116. Meski begitu, menurut dia, BI dan pemerintah semestinya bisa mengambil kebijakan yang tidak
populis saat keadaan masih stabil untuk meredam arus keluar tiba-tiba dana asing (sudden reversal).
Adapun kebijakan menerbitkan kembali SBI dianggapnya sebagai langkah jangka pendek yang memang
harus dilakukan BI dalam kondisi sudden reversal yang tengah terjadi.

117. “Sekarang enggak bisa melakukan sesuatu yang (signifikan untuk) mengurangi sudden reversal. BI
dan pemerintah harusnya berani melakukan sesuatu yang countercylical pada waktu banjir portofolio,
melakukan sesuatu untuk mencegah sudden reversal,” kata dia.
118. Pada November 2018, Komite Stabilitas Sistem Keuangan Akan Kendalikan Perang Bunga Bank.
Masalah likuiditas perbankan rutin dibahas dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan. “Perang
bunga dana akan dikendalikan,” kata Destry Damayanti.

119. Likuiditas perbankan mengalami pengetatan seiring pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan dana nasabah atau dana pihak ketiga (DPK). Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan Destry Damayanti menjelaskan perang bunga deposito pun terjadi antara bank menengah-
besar dengan bank kecil. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan turun tangan.

120. Bunga deposito di bank menengah-besar atau bank umum kegiatan usaha (BUKU) III dan IV sudah
lebih tinggi dibandingkan bank kecil atau BUKU I dan II. “(Suku bunga deposito) bank BUKU III dan IV
sekarang ini liar karena membutuhkan dana untuk pendanaan infrastruktur,” kata dia dalam acara
Katadata Forum “Winning in a Turbulent Economy” di DJakarta Theater XXI, Jakarta, Rabu (28/11).

121. Tingginya bunga deposito di bank menengah-besar dikhawatirkan bakal memicu flight to quality
alias perpindahan dana ke bank besar. Namun, Destry menjelaskan, masalah likuiditas perbankan yang
memicu perang bunga deposito ini telah rutin dibahas dalam rapat KSSK. Intinya, “Perang bunga dana
akan dikendalikan,” ujarnya.

122. Adapun kondisi likuiditas ketat saat ini tercermin dari rasio kredit terhadap dana nasabah atau loan
to deposit ratio (LDR) yang tinggi yaitu mencapai 94%. Rasio yang semakin mendekati 100% ini perlu
diwaspadai. “Pengalaman di krisis 98 kalau sudah mendekati 100% kita hadapi masalah besar,” ucapnya.

123. Seperti disinggung di awal, pengetatan likuiditas terjadi imbas pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan dana nasabah. Menurut dia, pertumbuhan dana nasabah hanya 6% secara
tahunan, sedangkan kredit per Oktober diperkirakan naik 14% secara tahunan.

124. Bila dibedah, penyaluran kredit di bank kecil untuk segmen konsumer, sedangkan bank menengah-
besar banyak untuk infrastruktur.

125. Selain karena pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan dana nasabah,
Destry menjelaskan, pengetatan likuiditas perbankan juga disebabkan oleh langkah pemerintah yang
agresif menerbitkan obligasi retail dengan imbal hasil (yield) yang menarik.

126. Dalam pidato pada Pertemuan Tahunan BI, Selasa (27/11), Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan
bakal menjaga kecukupan likuiditas perbankan. “Kecukupan likuiditas di perbankan dan pasar uang akan
kami jaga,” ujarnya. Adapun baru-baru ini, BI mempelonggar kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM).
GWM adalah dana atau simpanan yang harus dipelihara bank dalam bentuk saldo rekening giro di
BI.Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan fleksibilitas bank dalam mengelola likuiditas.

127. Pelonggaran dilakukan dengan menaikkan porsi GWM rata-rata (averaging) baik pada bank umum
konvensional maupun syariah dari 2% menjadi 3%. Dengan demikian, bank konvensonal yang memiliki
kewajiban GWM rupiah sebesar 6,5% dari DPK, hanya wajib memelihara sebesar 3,5% dari total DPK
rupiah setiap harinya, sedangkan 3%-nya rata-rata dua minggu.

128. Sementara itu, bank syariah yang memiliki kewajiban GWM rupiah sebesar 5% dari DPK rupiah,
hanya wajib memelihara 2% dari total DPK rupiah setiap harinya, sedangkan 3%-nya rata-rata dua
minggu. Selain itu, BI melonggarkan ketentuan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum
konvensional dan syariah yang dapat direpokan ke BI dari 2% menjadi 4% dari DPK. PLM adalah
penyempurnaan dari ketentuan GWM sekunder yang dipenuhi lewat penempatan dana pada surat
berharga rupiah yang bisa digunakan dalam operasi moneter. Besaran PLM ditetapkan sebesar 4% dari
DPK. Dengan adanya pelonggaran ketentuan, maka seluruh surat berharga bisa direpokan ke BI.

129. Pada Februari 2019, Likuiditas Bank Ketat, Rasio LDR Tertinggi Lebih dari 10 Tahun. Rasio LDR bank
kecil cenderung berada di atas level aman BI. Akses likuiditasnya pun relatif terbatas, tercermin dari
kepemilikan surat berharganya.

130. Likuiditas bank masih ketat. Tim Ekonom Bank Mandiri mencatat rasio kredit terhadap dana pihak
ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan mencapai 94% pada Desember 2018. Ini
merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 10 tahun. Penyebabnya, peningkatan pertumbuhan kredit
perbankan yang tidak disertai dengan pertumbuhan DPK yang memadai.

131. Pada 2018 lalu, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,8%, ini merupakan yang tertinggi
sejak 2013. Namun, DPK hanya tumbuh sebesar 6,4%, terendah sejak September 2016. Adapun
pertumbuhan DPK yang rendah pada 2016 bersifat temporer karena adanya pembayaran uang tebusan
oleh wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty).

132. Secara khusus, Tim Ekonom Bank Mandiri menyoroti LDR bank umum kegiatan usaha I, II, dan III.
Bank BUKU I merupakan bank bermodal inti kurang dari Rp 1 triliun, BUKU II bermodal inti Rp 1 triliun –
Rp 5 triliun, dan BUKU III bermodal inti Rp 5 triliun – Rp 30 triliun.

133. “(LDR) cenderung berada di atas level aman Bank Indonesia,” demikian tertulis dalam kajian harian
Tim Ekonom Bank Mandiri yang dirilis, Selasa (26/2). Pada Desember 2018 lalu, LDR bank BUKU I
tercatat mencapai 103,4%, BUKU II 94%, dan BUKU III 92,3%. Ini di atas batas aman yang ditetapkan
Bank Indonesia (BI) yaitu 92%.

134. Di sisi lain, LDR bank BUKU IV yang bermodal inti di atas Rp 30 triliun tercatat masih berada di batas
aman yaitu 89,9% pada Desember 2018, meskipun lebih tinggi dibandingkan November 2018 yang
sebesar 89%. Penyebab kenaikan yaitu pertumbuhan DPK yang melambat signifikan dari 10,6% pada
November menjadi 7,6% pada Desember. Sementara itu, pertumbuhan kredit melambat, namun masih
relatif tinggi yaitu sebesar 12,5%.

135. Meski masih di bawah batas aman, tim ekonom Bank Mandiri menekankan bank-bank BUKU IV
tetap harus meningkatkan pertumbuhan DPK untuk menjaga agar likuiditas tetap aman.

136. Di tengah LDR yang tinggi, akses likuiditas bank-bank bermodal kecil – BUKU I dan II -- juga relatif
terbatas. Ini tercermin dari kepemilikan surat berharga yang tidak sebanyak bank bermodal besar.
Padahal, surat-surat berharga diperlukan untuk memperoleh pendanaan jangka pendek di pasar repo
saat dibutuhkan.

137. Secara rinci, bank BUKU I dan II hanya memiliki rasio kepemilikan surat berharga terhadap total
aset sebesar masing-masing 6,3% dan 2,3%, sedangkan bank BUKU III dan IV memiliki rasio yang jauh
lebih besar yakni masing-masing 14,2% dan 9,7%.

138. Maka itu, Tim Ekonom Bank Mandiri menilai bank-bank bermodal kecil perlu terus didorong untuk
meningkatkan kepemilikan atas surat berharga agar akses terhadap pendanaan jangka pendek melalui
pasar interbank ataupun melalui fasilitas likuiditas yang diberikan oleh BI dapat lebih terbuka.
139. Adapun BI telah menambah instrumen term repo dari yang sebelumnya hanya memiliki tenor satu
bulan menjadi memiliki tenor tiga bulan. “Hal ini bertujuan untuk menjaga agar tidak terjadi shock
likuiditas dalam jangka pendek,” demikian tertulis. Ke depan, bauran kebijakan BI pun disebut akan lebih
diarahkan dalam menjaga likuiditas di sistem perbankan.

140. Meski ada sokongan likuiditas dari BI, Tim Ekonom Bank Mandiri menekankan bank tetap harus
mendorong DPK tumbuh lebih tinggi untuk mengurangi terjadinya funding gap (jurang pendanaan) yang
lebih besar. Sebab, likuiditas yang diberikan BI lewat fasilitas term repo lebih bersifat jangka pendek dan
tidak terlalu berdampak besar terhadap likuiditas jangka panjang.

141. Pada Desember 2018, Likuiditas Bank Mengetat Seiring Berakhirnya Masa Repatriasi Rp 138 T. Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan disebut tengah menyiapkan instrumen penempatan alternatif
untuk memertahankan dana repatriasi di dalam negeri.

142. Masa tahan (holding period) dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty) bakal
berakhir pada 2019 mendatang. Setelah masa tahan berakhir, ada risiko dana tersebut ditransfer
kembali ke luar negeri. Hal ini bisa menambah risiko pengetatan likuiditas di perbankan domestik.

143. “Pertengahan 2019, periode lock up dana repatriasi sudah habis. Jadi ada banyak tantangan terkait
likuiditas,” kata Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana di Menara Bank Danamon, Jakarta, Kamis
(6/12).Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menurut Wisnu, pernah menyampaikan
bahwa tengah menyiapkan instrumen penempatan alternatif agar bisa memertahankan dana repatriasi
di dalam negeri.

144. Instrumen penempatan yang dimaksud akan disertai dengan insentif. Namun, ia menekankan
bukan hanya insentif yang diperlukan, tapi juga imbal hasil yang menarik.

145. Adapun pemerintah menyelenggarakan program tax amnesty pada pertengahan 2016 dan
berlangsung selama sembilan bulan hingga Maret 2017. Dalam program tersebut, pemerintah
menawarkan pengampunan pajak dengan membayar uang tebusan.

146. Pemerintah menawarkan tarif tebusan yang lebih rendah bagi wajib pajak yang mau melakukan
repatriasi atau pemulangan hartanya dari luar negeri. Dengan catatan, dana tersebut wajib
diinvestasikan di dalam negeri selama tiga tahun.

147. Wisnu menjelaskan, sebagian besar dana repatriasi mengalir pada akhir kuartal III hingga kuartal IV
(September-Desember) 2016. Ini artinya, risiko berbaliknya dana tersebut ke luar negeri bakal terjadi
pada paruh kedua 2019.

148. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total komitmen dana repatriasi mencapai Rp 147 triliun
dari 3.000 peserta pengampunan pajak. Namun, merujuk kepada data dari bank penerima tercatat
realisasinya di bawah nilai itu, sebesar Rp 138 triliun.

149. Pada April 2019, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
menduga, The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga acuan lagi pada 2019.
Seiring dengan hal tersebut, diharapkan aliran dana investor asing akan kembali mengalir ke negara
berkembang. Di samping itu, likuiditas di perbankan pun diproyeksi akan melonggar.
150. Pada Februari 2019, Likuiditas Perbankan Indoneia Seret, Ini Beberapa Faktor Penyebabnya.
Melambatnya pertumbuhan likuiditas perbankan pada tahun lalu ditengarai disebabkan oleh keluarnya
dana dari sistem perbankan yang tidak seluruhnya kembali masuk ke dalam rekening.

151. Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Anton Hermanto Gunawan memperkirakan
setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan likuiditas perbankan, yang
terlihat dari rendahnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).

152. “Berbagai faktor ini masih berupa perkiraan dan hipotesa awal, belum terbukti apakah benar-benar
berpengaruh terhadap melambatnya likuiditas. Harus dilihat lebih jauh lagi,” ujarnya kepada Bisnis,
Rabu (13/2/2019). Nah, ini jadi salah satu alasan, mengapa aku melakukan penelitian ini.

153. Pertama, adalah faktor pengeluaran masyarakat, terutama para elit politik jelang pesta demokrasi.
Menurutnya, kebutuhan uang tunai menjelang pemilu cukup tinggi, dan kebanyakan menyasar
masyarakat bawah yang belum terjangkau perbankan.

154. Terlepas dari legal atau tidaknya hal tersebut, Anton mensinyalir hal itu menjadi salah satu faktor
besar. Di tambah lagi, kegiatan korupsi di lingkungan politik Tanah Air juga memungkinkan banyaknya
dana yang keluar dari sistem perbankan.

155. “Politik, untuk voters yang kelompok bawah yang jadi sasarannya, atau satu lagi yang tidak bisa
ditelusuri, yaitu uang korupsi, kalau ada yang tertangkap misalnya itu kan ada banyak uang tunai, nah itu
yang kita tidak tahu persisnya berapa,” jelasnya.

156. Kedua, pengeluaran atau belanja pemerintah untuk yang bersifat bantuan sosial kepada
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, sulit mengharapkan dana bantuan tersebut
masuk kembali kedalam sistem perbankan.

157. “Dari spending pemerintah pusat yang sekitar Rp1.000 triliun, itu berapa persen sih yang ke
masyarakat bawah? Kalau 20% kan sekitar Rp200 triliun, yang balik ke sistem kan relatif lebih sedikit,”
katanya.

156. Ketiga, dia juga mencermati adanya kemungkinan lain dari faktor bencana alam yang terjadi
sepanjang tahun lalu. Dia mengatakan, salah satu pertumbuhan pengeluaran masyarakat paling tinggi
adalah pengeluaran Non Government Organization (NGO) yang kemungkinan banyak mengambil
dananya di perbankan.

157. “Naiknya sekitar 10%, kenapa naiknya segitu? Nah mungkin, ini secara coba melihat kaitannya,
kemungkinan karena pengeluaran yayasan, NGO, dan sebagianya untuk dana bencana alam. Kalau kita
masukkan ke dalam konteks DPK, mungkin mereka ambil dananya dari bank untuk disalurkan ke sana,”
jelasnya.

158. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
penghimpunan dana pihak ketiga perbankan sampai dengan November mencapai Rp5.573,38 triliun,
tumbuh 7,19% secara tahunan. Pada periode yang sama, penyaluran kredit mencapai Rp5.160,15 triliun,
tumbuh 12,05% secara tahunan.
159. Secara tahun berjalan, pertumbuhan DPK tampak lebih mengkhawatirkan. Sepanjang Januari—
November 2018, DPK hanya tumbuh 5,37%, atau bertambah sekitar Rp284,01 triliun. Di sisi lain, kredit
tumbuh 9,09% secara tahunan, bertambah Rp430,83 triliun.

160. Pada Maret 2019, LPS: Dana di Gopay dan OVO Belum Masuk Likuiditas Perbankan. Menurut LPS,
transaksi dompet digital relatif kecil sehingga tidak menjadi ancaman terhadap likuiditas perbankan.

161. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan aliran dana pihak ketiga (DPK) ke dompet digital (e-
wallet) seperti OVO dan Gopay belum masuk dalam perhitungan likuiditas perbankan. Anggota Dewan
Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan dana di dompet digital lebih bersifat transaksi.

162. "Saat ini definisi likuiditas belum masuk ke e-wallet. Kami masih lihat likuiditas dalam konteks dana
masyarakat di bank," kata dia di Jakarta, Selasa (26/3).

163. Ia juga menilai transaksi dalam dompet digital relatif kecil. Oleh karena itu, ia menilai hal tersebut
tidak menjadi ancaman terhadap likuiditas perbankan. E-wallet justru dapat menguntungkan karena
dana itu pada akhirnya akan disimpan dalam perbankan.

164. Kehadiran dompet digital juga turut membantu perbankan dalam meningkatkan jumlah rekening.
Sebab, salah satu cara pengisian saldonya dapat melalui transfer dari rekening bank. Ia mengakui
perkembangan e-wallet sangat pesat pada saat ini.

165. Gopay telah menjadi alat pembayaran bagi sebagian masyarakat, baik untuk membayar ongkos
transportasi dan membeli keperluan sehari-hari secara online. Alat pembayaran non-tunai yang
diluncurkan pada April 2016 tersebut telah menjadi gaya hidup, terutama di kota-kota besar yang sudah
terjangkau layanan transportasi online Go-jek.

166. Seperti dilansir dari Bloomberg, laporan Morgan Stanley mengatakan, hingga awal Februari 2019,
Gopay telah memproses transaksi senilai US$ 6,3 miliar atau setara Rp 89 triliun dengan kurs Rp
14.200/dolar Amerika Serikat. Jumlah tersebut cukup besar dibandingkan dengan transaksi uang
elektronik (e-money) yang dikeluarkan perbankan.

167. Transaksi Gopay tersebut setara dengan 667% dari transaksi e-money yang dikeluarkan oleh Bank
Mandiri (Indomaret, e-Toll, Gas dan eMoney) sebesar Rp 13,35 triliun pada 2018. Transaksi Gopay
mencapai 10.136% dari total transaksi e-money Bank BNI senilai Rp 88 miliar, serta mencapai 2.203%
dari total transaksi e-money Bank BCA sebesar 4,04 triliun.

168. Sejalan dengan hal itu, laporan Morgan Stanley memperkirakan transaksi melalui pembayaran
digital di Indonesia mencapai US$ 50 miliar pada 2027. Sementara data Bank Indonesia (BI), nilai
transaksi pembayaran digital menyentuh Rp 47,2 triliun pada 2018.

169. Pada Oktober 2018, Likuiditas Bank Ketat, LDR 94% Perlu Diwaspadai. "Yang dikhawatirkan dengan
masalah likuiditas ini akan menurunkan dana cadangan (secondary reserve) bank karena tersedot ke
kredit," kata Destry Damayanti.

170. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan, likuiditas industri perbankan Indonesia semakin
ketat dengan indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) di angka 94,3%. Level ini merupakan level yang perlu
diwaspadai karena di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sebesar 92%.
171. Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan, pengetatan likuiditas disebabkan
oleh pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). "Yang
dikhawatirkan dengan masalah likuiditas ini akan menurunkan dana cadangan (secondary reserve) bank
karena tersedot ke kredit. Ini yang menjadi perhatian OJK dan LPS," ujar Destry dalam konferensi pers di
kantor LPS, Jakarta, Selasa (30/10).

172. Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan, berdasarkan data LPS, rata-rata LDR pada bank kategori Bank
Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III memiliki likuiditas paling ketat, yakni meningkat dari 94,9% pada
September 2017 menjadi 103,3% per September 2018. LDR Bank BUKU II naik dari 86% menjadi 89%
sedangkan bank BUKU I juga menunjukkan kenaikan LDR dari 75% menjadi 84,1%. Sementara itu, LDR
bank BUKU IV turun dari 90,4% menjadi 89,6% per September 2018.

173. Destry mengatakan, pengetatan likuiditas ini membuat perbankan harus memperhitungkan
pembiayaan kredit melalui instrumen yang lain, bukan hanya dari DPK. "Sekarang ada indikator loan to
financing ratio (LFR). Pembiayaan kredit bisa dengan penerbitan obligasi dan instrumen lainnya, tapi
dengan bond yield yang tinggi, bank juga akan pikir-pikir," ujarnya.

174. Seretnya likuiditas perbankan ini membuat bank-bank BUKU III dan IV menaikkan suku bunga
deposito special rate masing-masing menjadi 7,17% dan 6,95%. Bunga deposito spesial tersebut
melampaui bunga deposito sejenis di bank BUKU I yang sebesar 6,9% dan BUKU II sebesar 6,91%. "Yang
menjadi masalah perbankan di Indonesia bukan modal tetapi tantangan untuk menggalang likuiditas.
Hal ini dapat dihadapi dengan menahan pertumbuhan kredit atau menggalang simpanan dana murah,"
kata Fauzi.

175. Pada April 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan baik Ovo dan GoPay yang dikeluarkan
perusahaan aplikasi sebagai sistem pembayaran berada dalam pengawasan Bank Indonesia (BI).

176. Kepala OJK 6 Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua) Zulmi mengatakan, dua produk yang
dikeluarkan perusahaan startup itu cukup menjadi perhatian masyarakat khususnya bagi pengguna
aplikasi tersebut.

177. Ovo dan satu lagi (GoPay) termasuk sistem pembayaran. Artinya jika transaksi maka bayar pakai itu
dan perizinan serta pengamanannya memang dari BI," ujarnya dilansir dari Antaranews, Rabu
(3/4/2019). Oleh karena itu, kata dia, jika ada hal pengguna merasa dirugikan oleh sistem pembayaran
tersebut, maka sepatutnya melaporkan hal itu ke BI sebagai pengawas.

178. Jadi jika terkait sistem pembayaran maka harus ke regulatornya. Tapi seandainya terkait dengan
industri keuangan apakah perbankan, nonbank, atau pasar modal, maka bisa lapor ke OJK," jelasnya.

179. Pada November 2018, Perilaku Milenial Ditengarai Sumbang Perlambatan Dana Simpanan Bank.
Masyarakat Indonesia lebih senang menempatkan asetnya di instrumen non keuangan.

180. Perilaku generasi milenial yang lebih senang menempatkan dananya pada instrumen investasi di
luar deposito turut berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan. Penerbitan surat utang pemerintah juga menjadi faktor lain yang memengaruhi pergerakan
DPK.

181. Berdasarkan data LPS, pertumbuhan DPK bank konvensional untuk Bank Umum Kegiatan Usaha
(BUKU) 1 per September 2018 hanya sebesar 1,33% secara tahunan (year on year). Angka ini
menunjukkan perlambatan dibandingkan periode September 2017 sebesar 16,06%. Pada BUKU 2,
pertumbuhan DPK pada September 2018 sebesar 2,69% atau menurun dibandingkan pertumbuhan
September 2017 sebesar 14,18%.

182. Sementara bank konvensional BUKU 3, pertumbuhan DPK hingga September 2018 sebesar 3,12%
atau melambat dibandingkan pertumbuhan tahun lalu pada periode yang sama tahun lalu sebesar
8,87%. Pada BUKU 4, pertumbuhan DPK September 2018 hanya 9,92% atau melambat dibandingkan
periode September 2017 sebesar 12,46%. Di sisi lain, pertumbuhan DPK pada bank konvensional dan
syariah pada September 2018 sebesar 6,60% atau lebih lambat daripada pertumbuhan DPK September
2017 sebesar 11,69%.

183. Kepala Divisi Analisis Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Ahmad Subhan Irani
mengatakan, generasi milenial menilai imbal hasil yang menguntungkan bukan berasal dari bunga
deposito. "Jadi mereka punya perilaku investasi bukan di bank karena mereka mencari return bukan dari
deposito," kata Ahmad di Seminar Nasional The Consumer Banking Forum, di Jakarta, Kamis (22/11).

184. Selain itu, ia menilai masyarakatIndonesia lebih senang menempatkan asetnya di instrumen non
keuangan. Berdasarkan hasil survei dari Credit Suisse, kepemilikan aset non finansial di Indonesia cukup
tinggi dibandingkan dengan negara lain. Proporsi aset non finansial terhadap total aset di Indonesia
mencapai 94,6% atau jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam sebesar 73%, Malaysia 74%, dan Singapura
52%.

186. Jika dilihat dari nominalnya, perlambatan DPK secara drastis terjadi pada korporasi atau ritel
(wholesale) yang di atas Rp 5 miliar. Sementara, pertumbuhan DPK di bawah Rp 500 juta masih relatif
konstan selama 2017 hingga 2018.

187. Selain itu, Ahmad menduga ada faktor lain yang menyebabkan DPK melambat, yaitu penerbitan
surat utang oleh pemerintah. Ia mengatakan, pemerintah mulai agresif dalam membiayai infrastruktur
melaui surat utang. "Apalagi suku bunga deposito rendah, tidak cukup menarik bagi perusahaan, seperti
asuransi dan dana pensiun," ujarnya.

188. Perubahan kebijakan pemerintah juga dinilai turut memengaruhi geliat DPK. Ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan perusahaan asuransi dan dana pensiun untuk menempatkan 30%
dana investasinya pada Surat Berharga Negara (SBN) turut berdampak pada lesunya DPK.

189. Pada Oktober 2018, Persaingan Bunga Deposito Sengit, LPS Naikkan Bunga Penjaminan. Suku bunga
simpanan perbankan terus naik merespons kenaikan suku bunga kebijakan moneter dan kenaikan ini
masih berpotensi berlanjut.

190. Persaingan bunga deposito perbankan semakin sengit pasca kenaikan suku bunga acuan Bank
Indonesia (BI) sebesar 150 basis poin (bps) ke level 5,75% sepanjang tahun ini. Hal ini menjadi salah satu
alasan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menaikkan suku bunga penjaminan untuk simpanan
rupiah di bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 25 bps.

191. Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS pada 29 Oktober 2018 menetapkan tingkat bunga penjaminan
untuk periode 31 Oktober 2018 hingga 12 Januari 2019 untuk simpanan rupiah di bank umum naik 25
bps menjadi 6,75% sedangkan di BPR menjadi 9,25%. Adapun bunga penjaminan untuk simpanan valas
di bank umum tetap sebesar 2%.
192. Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan, ada tiga pertimbangan yang
mendasari kenaikan suku bunga penjaminan tersebut. Pertama, suku bunga simpanan perbankan terus
naik merespons kenaikan suku bunga kebijakan moneter dan kenaikan ini masih berpotensi berlanjut.
Kedua, kondisi dan risiko likuiditas masih relatif terjaga namun ada tendensi meningkat di tengah tren
kenaikan bunga simpanan dan membaiknya penyaluran kredit. Ketiga, stabilitas sistem keuangan (SSK)
terpantau stabil meski terdapat tekanan yang berasal dari penurunan nilai tukar dan volatilitas di pasar
keuangan.

193. LPS menggunakan 62 bank sebagai benchmark untuk melihat tren kenaikan bunga simpanan
rupiah. Pada periode 23 September hingga 23 Oktober 2018 ada kenaikan bunga simpanan rupiah
sebesar 9 bps menjadi 5,98%. Untuk suku bunga simpanan dalam valas, LPS menggunakan 19 bank
sebagai benchmark. Pada periode yang sama,ada kenaikan 6 bps menjadi 1,11%. "Tren suku bunga
simpanan terus meningkat merespons kenaikan suku bunga acuan moneter. Distance margin atau
perbendaan antara suku bunga di Bank BUKU III-IV dan I-II semakin menipis," kata Destry.

194. Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan, kenaikan suku bunga simpanan di perbankan juga
disebabkan oleh likuiditas yang semakin ketat. Hingga September 2018, pertumbuhan kredit perbankan
mencapai 13%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 8%. Indikator likuiditas
yang ditunjukkan oleh loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan mencapai 94,3% atau berada di
level yang perlu diwaspadai karena di atas batas aman yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sebesar 92%.

195. Seretnya likuiditas perbankan ini membuat bank-bank BUKU III dan IV menaikkan suku bunga
deposito special rate masing-masing menjadi 7,17% dan 6,95%. Bunga deposito spesial tersebut
melampaui bunga deposito sejenis di bank BUKU I yang sebesar 6,9% dan BUKU II sebesar 6,91%. "Yang
menjadi masalah perbankan di Indonesia bukan modal tetapi tantangan untuk menggalang likuiditas.
Hal ini dapat dihadapi dengan menahan pertumbuhan kredit atau menggalang simpanan dana murah,"
kata Fauzi.

196. LPS akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan tingkat bunga penjaminan sesuai dengan
dinamika pasar keuangan yang cukup tinggi. "Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang
diperjanjikan antara bank dan nasabah penyimpan lebih tinggi dari tingkat bunga penjaminan maka
simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin," kata Fauzi.

197. Oleh karena itu, bank harus memberitahukan kepada nasabah mengenai tingkat bunga penjaminan
simpanan yang berlaku. Informasi tersebut harus bisa diketahui nasabah penyimpan dengan mudah. LPS
juga mengimbau perbankan agar memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjmainan simpanan dalam
pengumpulan dana pihak ketiga (DPK).

198. Hingga akhir tahun ini, LPS memprediksi kredit perbankan akan tumbuh 11,5%, lebih tinggi
dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya sebesar 10%. Adapun LDR perbankan diperkirakan bertahan
di kisaran 93%-94%.

199. Pada Agustus 2018, Pertumbuhan DPK melambat, bank diversifikasi sumber pendanaan. Beberapa
bank berusaha melakukan diversifikasi sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK). Hal ini seiring
dengan melambatnya pertumbuhan DPK. Sampai Juni 2018 pertumbuhan DPK 6,99% atau lebih rendah
dari pertumbuhan kredit 10,75% yoy.
200. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP mengatakan, opsi diversifikasi sumber
pendanaan salah satunya adalah PUB, obligasi, dan green bond issuance . "Di samping diversifikasi
sumber pendanaan juga perlu dilakukan diversifikasi jangka waktu dana," kata Parwati kepada
Kontan.co.id, Senin (6/8).

201. Anto Prabowo Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengatakan, bank memiliki Asset Liability management (ALMA). "Sehingga bank akan mengatgur untuk
kepentingan dan kebutuhan likuiditas untuk penyaluran kredit dan untuk kebutuhan deposan," kata
Anto kepada Kontan.co.id, Senin (6/8).

202. Dody Arifianto, Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS mengakui memang
pertumbuhan DPK memang melambat. "Sejak kuartal kedua tahun ini, disebabkan pudarnya dampak tax
amnesty," kata Dody kepada kontan.co.id, Senin (6/8).

203. Akibatnya likuiditas memang mulai mengetat. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kredit dibanding DPK
atau loan to deposit ratio (LDR) 92%. Menurut Dody, pinjaman bilateral belum menjadi sumber
pendanana utama bank.

204. Pada Desember 2018, Rasio Likuiditas Capai 94%, OJK Yakin Kredit Bank Masih Lancar.

205. Jika diperlukan, BI akan melonggarkan aturan giro wajib minimum (GWM) agar likuiditas masuk ke
perbankan.

206. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan jika kondisi likuiditas perbankan saat ini hingga tahun
depan masih aman. Padahal, per September 2018 rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau
loan to deposit ratio (LDR) perbankan sudah menyentuh angka 94,09%

207. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, jika tingkat likuiditas jangan hanya
dilihat dari sisi perbankan saja. Pasalnya, perbankan masih memiliki cadangan likuiditas yang disimpan di
Bank Indonesia (BI) yang jumlahnya melebihi Rp500 triliun.

208. "Dengan begitu, kondisi perbankan saat ini tidak ada pengetatan likuiditas untuk mengejar
pertumbuhan kredit. Jika diperlukan, likuiditas akan dikendorkan dengan kebijakan-kebijakan BI," kata
Wimboh ketika ditemui di Jakarta, Senin (3/12).

209. Wimboh menambahkan rangkaian kebijakan Bank Indonesia, mulai dari suku bunga acuan,
pelonggaran aturan giro wajib minimum (GWM) averaging hingga aturan GWM sekunder akan membuat
likuiditas kembali masuk ke perbankan.

300. Selain itu sumber pendanaan operasional perbankan tidak terbatas daru DPK saja, tapi juga dari
penerbitan obligasi, dana dari parent company (bank campuran dan asing), dan MTN yang tidak masuk
sebagai komponen LDR, namun masuk dalam komponen loan to funding ratio (LFR). Apalagi, pada akhir
tahun biasanya bank pemerintah dan bank daerah punya likuiditas lebih, terkait realisasi pembayaran
proyek oleh pemerintah.

301.Dengan kondisi likuiditas yang demikian, Wimboh mengatakan tidak perlu adanya kebijakan yang
mengharuskan perbankan menahan dividen atau menerapkan kembali kebijakan capping bunga
deposito.
302. Pada akhir tahun ini, pertumbuhan kredit diperkirakan bisa mencapai 14% dengan NPL 2,5%.
Sedangkan untuk tahun 2019, Wimboh memperkirakan pertumbuhan kredit akan berada pada kisaran
12%-13%.

2020.

303. "Tahun depan, suku bunga bukan satu-satunya kendala dalam pemberian kredit. Tapi lebih banyak
kepada potensi ekonomi yang kita dorong dengan pemerintah seperti ada potensi sektor pariwisata,
sektor mining, kelapa sawit, dan lain-lain," kata Wimboh.

Editor: Happy Fajrian

Anda mungkin juga menyukai