Anda di halaman 1dari 67

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL

DAN PERANAN WANITA


BAB XVIII

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA A.

KESEHATAN

1. Pendahuluan

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menegaskan bahwa


dalam Repelita IV pelayanan kesehatan akan terus ditingkatkan
sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat
sekaligus dalam rangka usaha pembinaan, pengembangan, dan pe-
manfaatan sumber daya manusia.

Arah dan kebijaksanaan pembangunan dalam bidang kesehatan


yang digariskan dalam GBHN meliputi : (i) pengembangan suatu
Sistem Kesehatan Nasional; (ii) upaya pencegahan dan penyembuh-
an dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada rakyat yang
antara lain ditujukan untuk peningkatan program-program pembe-
rantasan penyakit menular, perbaikan keadaan gizi rakyat, pe-
ngadaan air minum serta kebersihan dan kesehatan lingkungan;
dan (iii) upaya mendekatkan pelayanan kesehatan kepada rakyat
melalui pusat-pusat kesehatan masyarakat dan rumah-rumah sakit,
serta penyediaan obat-obatan yang kian merata dan terjangkau
oleh rakyat banyak.

2. Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Dalam Repelita IV pengembangan Sistem Kesehatan Nasional


lebih diarahkan untuk memberikan dukungan pada upaya pengembangan
sumber daya manusia, agar bersama bidang-bidang pembangunan lain,
dapat menunjang terciptanya kerangka landasan yang makin kuat bagi
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang terus pada tahap-
tahap pembangunan berikutnya.

Agar supaya tujuan-tujuan pokok Repelita IV dapat tercapai,


maka pembangunan kesehatan akan diselenggarakan melalui lima
karya kesehatan yang disebut Panca Karya Husada, yakni suatu
karya yang sating berkait dan berhubungan satu sama lain dengan
karya-karya pembangunan nasional lainnya dalam suatu Sistem
Kesehatan Nasional. Panca Karya Husada tersebut adalah :

XVIII/3
(1) Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan;
(2) Pengembangan tenaga kesehatan;
(3) Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat, makanan
dan bahan berbahaya bagi kesehatan;
(4) Perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan;
(5) Peningkatan dan pemantapan manajemen dan hukum.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas, program-pro-


gram pembangunan kesehatan dalam Repelita IV lebih dipadukan
dengan program-program pembangunan lainnya, misalnya dengan Ke-
luarga Berencana, Transmigrasi, Pertanian, Industri, Pendidik-
an, dan lain-lain. Keterpaduan ini juga makin ditingkatkan di
antara program-program kesehatan sendiri. Misalnya sebagian da-
ri kegiatan program-program Gizi, KB, Imunisasi, dan Kesejahte-
raan Ibu dan Anak, pelayanannya di tingkat desa disalurkan me -
lalui suatu Pos Pelayanan Terpadu atau "POSYANDU" yang dise -
lenggarakan oleh masyarakat. Selain itu keterpaduan program da-
lam rangka upaya pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehat-
an, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta,
juga terus disempurnakan.

3. Pelaksanaan Program Pembangunan

a. Pelayanan Kesehatan

1) Pelayanan Melalui Pusat Kesehatan Masyarakat

Dalam Repelita IV jumlah Puskesmas terus ditambah dan fung-


sinya lebih ditingkatkan agar dapat melayani masyarakat dengan
lebih baik. Peningkatan fungsi Puskesmas tersebut dilaksanakan
antara "lain dengan memperbaiki dan memperluas sebagian Puskes-
mas yang pengunjungnya bertambah padat. Di samping itu sejumlah
Puskesmas ditingkatkan pula menjadi Puskesmas Perawatan dengan
menambah 10 tempat tidur di tiap Puskesmas tersebut. Selain itu
Puskesmas-Puskesmas yang terpencil dilengkapi dengan sarana
komunikasi jarak jauh, dan dilayani oleh tenaga dokter " ter-
bang"/"terapung".

Pembangunan Puskesmas sebagian besar dilaksanakan melalui


INPRES Sarana Kesehatan. Sampai dengan akhir Repelita III
(1983/84) telah dibangun 5.353 Puskesmas, dan dalam tahun-tahun
1984/85 dan 1985/86 ditambah lagi tiap tahunnya dengan 100 Pus-
kesmas baru (Tabel XVIII-1). Pembangunan Puskesmas baru dalam
Repelita IV cenderung lebih sedikit dari pada Repelita-Repelita
sebelumnya, oleh karena hampir semua daerah kecamatan telah
mempunyai Puskesmas. Walaupun demikian, tambahan Puskesmas per

XVII/4
TABEL XVIII - 1

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN SARANA KESEHATAN,


1983/84 - 1985/86
kecamatan tetap dimungkinkan terutama untuk daerah yang padat
(lebih dari 30.000 per kecamatan), atau untuk kecamatan yang
justru relatif sangat luas daerahnya. Dalam pada itu penambahan
pembangunan Puskesmas baru meliputi juga pembangunan Puskesmas
Pembantu dan pengadaan Puskesmas Keliling. Dalam Repelita IV
prioritas diberikan kepada kedua jenis Puskesmas tersebut. Ka-
lau sampai dengan tahun terakhir Repelita III (tahun 1983/84),
jumlah Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling mencapai ma-
sing-masing 13.636 gedung dan 2.479 unit, maka dalam tahun-
tahun 1984/85 dan 1985/86 telah ditambah setiap tahunnya dengan
1.500 Puskesmas Pembantu dan 500 buah Puskesmas Keliling (Tabel
XVIII-1 dan Tabel XVIII-2).

Sementara itu, prioritas diberikan pula kepada Puskesmas


yang berusia lebih dari lima tahun untuk diperbaiki dan/atau
diperluas. Sampai dengan tahun 1983/84 perbaikan dan perluasan
itu mencakup sekitar 2.500 Puskesmas, dan dalam tahun 1984/85
dan 1985/86 berturut-turut untuk 500 dan 400 Puskesmas. Per-
baikan Puskesmas Pembantu sampai dengan tahun 1983/84 mencapai
3.000 buah, dan dalam tahun-tahun 1984/85 dan 1985/86 telah
berturut-turut diperbaiki 1.000 dan 750 buah (Tabel XVIII-1).

Sementara itu, bantuan obat-obatan untuk Puskesmas melalui


INPRES Sarana Kesehatan biaya satuannya ditingkatkan dari
Rp.250,- per jiwa per tahun dalam tahun 1984/85 menjadi
Rp.275,- per jiwa per tahun dalam tahun 1985/86.

Dalam rangka peningkatan fungsi Puskesmas, telah ditempuh


berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter dan
paramedic di Puskesmas-Puskesmas. Dari sejumlah 5.553 Puskesmas
yang tersedia sampai akhir tahun 1985/86, sekitar 90% telah
mempunyai tenaga dokter dan paramedis; sementara sisanya (10%)
baru mempunyai tenaga paramedis.

Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan menyedia-


kan perumahan dokter bagi Puskesmas di daerah yang memerlukan -
nya. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1984/85 dan 1985/86
telah dibangun berturut-turut sebanyak 200 dan 100 perumahan
dokter Puskesmas, sehingga sampai tahun 1985/86 telah dibangun
1.570 rumah dokter Puskesmas. Di samping itu administrasi pe-
ngangkatan dan mutasi tenaga dokter Puskesmas terus diperbaiki.
Untuk menarik minat tenaga dokter muda agar bersedia bekerja di
Puskesmas di daerah terpencil, maka dokter yang telah bekerja
selama 2-3 tahun pada Puskesmas tersebut memperoleh kesempatan
pertama untuk mengikuti pendidikan keahlian atau pengalaman
lain, misalnya penempatan di rumah sakit kabupaten.

XVIII/6
TABEL XVIII - 2
PERKEMBANGAN JUMLAH PUSKESMAS,
1983/84 - 1985/86 *)

Repelita IV
Nomor Fa s i l i t a s Kesehatan 1983/84 1984185 1985//8
6

1. Puskesm 5.353 5.453 5.553


as

2. Puskesm Pembantu 13.636 15.136 16.636


as

3. Puskesmas Keliling 2.479 2.979 3.479

*) Angka kumulatif

XVIII/7
2) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)

Pelayanan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah


satu kegiatan Puskesmas yang mempunyai dampak langsung terhadap
penurunan angka kematian balita. Upaya tersebut dilaksanakan
dengan pelayanan kesehatan baik bagi ibu hamil, sewaktu bersa-
lin dan ibu menyusui, maupun bayi dan balita.

Dalam tahun 1984/85, cakupan nasional pelayanan KIA meli-


puti sekitar 53% ibu hamil, 43% persalinan, 35% ibu menyusui,
dan 17% balita. Dalam tahun 1985/86, cakupannya berturut-turut
meningkat menjadi sekitar 56%, 46%, 40%, dan 19%. Bila diban-
dingkan dengan pelayanan KIA dalam Repelita III, maka dalam Re-
pelita IV telah terjadi peningkatan cakupan pelayanan. Agar ke-
giatan KIA makin merata dan lebih efektif, maka mulai tahun
1985/86 pelayanannya di tingkat desa dipadukan dengan kegiatan-
kegiatan gizi, Keluarga Berencana, dan imunisasi, yaitu dalam
suatu wadah kegiatan bersama yang dinamakan "pos pelayanan ter-
padu" atau "Posyandu". Dalam pada itu, Posyandu merupakan per-
kembangan yang wajar dari berbagai kegiatan sebelumnya, seperti
Taman Gizi/Pos Penimbangan Balita, Pos KB, Pos Imunisasi dan
lain sebagainya.

3) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah pelayanan ke -


sehatan masyarakat yang ditujukan untuk memelihara dan mening -
katkan kesehatan anak-anak sekolah. Sasaran kegiatan adalah se-
kolah-sekolah tingkat SD, SMTP, dan SMTA. Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan adalah pemeriksaan berkala untuk menemukan
gejala-gejala penyakit secara dini, dan pemberian pengobatan
tahap pertama pada anak-anak yang memerlukannya. Di samping
itu, anak-anak sekolah juga diberi imunisasi, pengetahuan ten-
tang pencegahan penyakit, pembinaan kesehatan lingkungan, gizi,
dan lain-lain.

Sampai tahun kedua Repelita IV, UKS telah dilaksanakan di


4.083 sekolah, terdiri dari 3.880 SD dan 203 SLTP dan SLTA.
Mulai tahun 1985/86 penataran guru tidak lagi diadakan secara
khusus untuk UKS tetapi diintegrasikan dengan penataran-pena-
taran guru berbagai bidang studi lainnya yang ada kaitannya de-
ngan masalah kesehatan.

4) Pelayanan Kesehatan Melalui Rumah Sakit


Pelayanan kesehatan masyarakat di samping melalui Puskesmas

XVIII/9
dilakukan juga melalui Rumah Sakit dengan berbagai tingkatan/
kelas (RS kelas D, yang memiliki 25-100 tempat tidur; RS kelas
C, yang memiliki 100-400 tempat tidur dan 4 dokter keahlian da-
sar (ahli penyakit dalam, ahli bedah, ahli kandungan/kebidanan,
dan ahli kesehatan anak); RS kelas B, yakni RS yang memiliki
400-1.000 tempat tidur, dengan dokter semua bidang keahlian,
serta RS kelas A, yakni RS yang memiliki lebih dari 1.000 tem-
pat tidur, dengan dokter sub-spesialis).

Sampai dengan akhir Repelita III (1983/84) telah dibangun


34 RS Umum baru yang terdiri dari 22 RS Daerah Tingkat II, satu
RS Propinsi (Dili, Timor Timur), dan 11 RS baru sebagai peng-
ganti RS Kabupaten/Kodya yang dipindahkan (Tabel XVIII-3).

Dalam Repelita IV, kebijaksanaan lebih diarahkan untuk me-


ningkatkan pelayanan di Rumah-Rumah Sakit yang sudah ada, mela -
kukan rehabilitasi/perbaikan/perluasan RS Propinsi/Kabupaten/
Kodya yang sudah waktunya memerlukannya. Selain itu dimulai
pembangunan baru beberapa RS Umum dan RS Khusus sebagai RS Pu-
sat. Rumah Sakit Umum Vertikal (RSUP) yang akan dibangun adalah
RSUP Pendidikan (kelas A dan B) yang sekaligus berfungsi seba-
gai RS rujukan regional. Sedang RS Khusus meliputi RS Jiwa, RS
Kusta, dan RS Jantung.

Dalam tahun 1984/85, telah dimulai pembangunan RSU Pendi-


dikan di Medan dan Ujung Pandang, dan tahun 1985/86 dimulai
pembangunan RSU Pendidikan di Menado. Untuk RS Khusus, dalam
tahun 1984/85 telah dibangun 2 RS Jiwa di Lampung dan Mataram
(NTB), serta satu RS Kusta di Ujung Pandang. Dalam tahun 1985/
86 ditambah lagi RS Khusus Jantung (RS Jantung Harapan Kita) di
Jakarta (Tabel XVIII-3 dan XVIII-4 butir A-1 dan A-2). Sementa-
ra itu untuk mengganti RS Kabupaten/Kodya yang sudah tidak
memadai/memenuhi syarat, dalam tahun 1984/85 dan 1985/86 telah
mulai dibangun 6 RS Kabupaten di Sulawesi Selatan (Majene,
Pare-Pare, dan Bulukumba), Sulawesi Tengah (Luwuk dan Toli-
Toli), dan Sulawesi Tenggara (Unaaha).

Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan melalui RS,


dalam tahun 1985/86 telah dilaksanakan rehabilitasi fisik,
(prasarana) dan penyediaan peralatan sejumlah 121 RS.

Peranan swasta dalam pengembangan pelayanan kesehatan mela-


lui RS cukup besar. Oleh karena itu seperti halnya dalam tahun
1984/85, maka dalam tahun 1985/86 telah diberikan bantuan beru-
pa obat-obatan, peralatan, dan ambulans kepada 94 RS Swasta.
Peranan swasta yang makin meningkat dalam masa empat Repelita

XVIII/10
TABEL XVIII - 3

HASIL USAHA PENINGKATAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI RUMAH SAKIT (RS),


1983/84 - 1985/86

XVIII/1
1
Jenis Usaha Satuan 1983/841) Repelita IV

23) 13)
1. Pembangunan Rumah Sakit Umum gedung 34

34) 14)
2. Pembangunan Rumah Sakit Khusus gedung 9

3. Penempatan 4 dokter keahlian


pokok pada RSU orang 265 28 38

4. Rehabilitasi fisik, prasarana rumah


dan peralatan sakit 1.080 123 121

5. Bantuan kepada RS Swasta (obat- rumah


obatan, peralatan, ambulans) sakit 426 76 94
2) 2)
1984/85 1985/86

1) Angka kumulatip
2) Angka tahunan
3) Th. 1984/85 mulai dibangun RSUP Pendidikan Medan dan Ujung Pandang
Th. 1985/86 mulai dibangun RSUP Pendidikan Manado
4) Th. 1984/85 RS Jiwa Lampung dan Mataram, dan RS Kusta Ujung Pandang
Th. 1985/86 RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.
TABEL XVIII - 4

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS) DAN TEMPAT TIDUR (TT),


1983/84 - 1985/86 *)

Repelita IV

Jenis Rumah Sakit 1983/84 1984/85 1985/86

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


(gedung) TT (gedung) TT (gedung) TT

A. Rumah Sakit Umum (RSU) 666 81.109 679 83.255 688 84.271
1. RSU Vertikal 13 7.800 151) 7.978 162) 8.030
2. RSU Prop/Kab/Kodya 295 33.270 302 34.428 302 34.993
3. ABU ABRI 115 11.481 115 11.644 115 11.539
4. RSU Departemen lain 76 8.854 78 8.911 80 8.762
5. RSU Swasta 167 19.704 169 20.294 175 20.947

B. Rumah Sakit Khusus (RK) 607 23.789 642 25.246 679 25.956
1. RSK Vertikal 40 7.447 433)
7.679 4
44 ) 8.354
2. RSK Prop/Kab/Kodya 44 3.763 43 4.221 43 3.886
3. RSK ABRI 25 517 24 501 24 457
4. RSK Departemen lain 10 176 10 177 10 167
5. RSK Swasta 488 11.886 522 12.668 558 13.092

Jumlah : 1.273 104.898 1.321 108.501 1.367 110.227

*) Angka kumulatip
1) Termasuk tambahan 2 RSUP Pendidikan Medan dan Ujung Pandang (mulai dibangun)
2) Termasuk tambahan 1 RSUP Pendidikan Manado (mulai dibangun)
3) Termasuk tambahan 2 RSJ Lampung dan Mataram (NTB), dan 1 RS Kusta Ujung Pandang
4) Termasuk tambahan 1 RS Jantung Harapan Kita, Jakarta:

XVIII/12
ini nampak sekali dari kenyataan bahwa dari keseluruhan 1.367
RS yang telah ada, sebanyak 733 atau hampir 54% diantaranya
adalah RS Swasta (175 RSU dan 558 RSK) (label XVIII-4).

Peningkatan jumlah RS itu, diikuti pula oleh peningkatan


jumlah tempat tidur dari sekitar 108.000 dalam tahun 1984/85
menjadi lebih dari 110.000 tempat tidur dalam tahun 1985/86.
Ternyata pula bahwa dari 1.726 tempat tidur tersebut, sebanyak
1.077 tempat tidur atau sekitar 63% merupakan hasil peranserta
RS Swasta. Dengan demikian nampak pula bahwa khususnya dalam
Repelita IV peranan swasta dalam bidang pelayanan kesehatan
makin meningkat.

5) Pelayanan Kesehatan Gigi

Pelayanan kesehatan gigi ditujukan untuk mencegah dan me-


ngobati gangguan kesehatan gigi agar dapat dicapai tingkat ke -
sehatan gigi dan mulut yang optimal bagi masyarakat. Diusahakan
pula untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian masyarakat
akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut antara lain dengan me -
ningkatkan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).

Pelayanan kesehatan gigi dalam tahun 1984/85 telah diting-


katkan dengan menambah jumlah dokter gigi di Puskesmas-Puskes-
mas. Melalui INPRES Bantuan Sarana Kesehatan, dalam tahun 1984/
85 dan 1985/86 telah ditempatkan setiap tahunnya sebanyak 100
dokter gigi. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, para
dokter gigi tersebut dilengkapi dengan peralatan kesehatan gigi
yang memadai. Di samping itu sebagian perawat gigi yang ditem-
patkan di Puskesmas juga dilengkapi dengan peralatan kesehatan
gigi.

6) Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan kesehatan jiwa dilaksanakan melalui berbagai ke-


giatan dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan pengem-
bangan berbagai jenis pelayanan kesehatan baik yang diselengga-
rakan oleh Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah, maupun
Swasta. Upaya tersebut antara lain dilaksanakan dalam bentuk
penyediaan fasilitas fisik, alat, obat, dan tenaga di tempat-
tempat yang belum memiliki dan yang masih membutuhkan prasarana
dan sarana tersebut. Selanjutnya telah ditingkatkan pula keter -
paduan pelayanan kesehatan jiwa di RSU dan Puskesmas, kerjasa -
ma/rujukan lintas sektoral, peranserta masyarakat, dan berbagai
upaya penunjangan seperti penelitian dan pengembangan sistem
informasi kesehatan jiwa.

XVIII/13
Dalam tahun 1984/85, telah dibangun 3 RS Khusus (Tabel
XVIII-4), 2 diantaranya adalah RS Jiwa di Lampung dan Mataram
(NTB). Dalam tahun tersebut upaya keterpaduan kesehatan jiwa
telah pula dilaksanakan di 72 RSU dan 103 Puskesmas. Dalam ta-
hun 1985/86 kegiatan diutamakan untuk meningkatkan mutu pela-
yanan kesehatan jiwa dalam bentuk pencarian kasus penyakit ji-
wa, latihan tenaga, dan melanjutkan upaya keterpaduan.

7) Laboratorium Kesehatan

Pelayanan laboratorium kesehatan adalah bagian yang tak


terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
Sampai dengan akhir Repelita III telah dibangun Balai Laborato-
rium Kesehatan di semua propinsi. Dalam tahun 1984/85, telah
dilaksanakan perluasan/tambahan pembangunan gedung terutama ru-
ang-ruang pemeriksaan laboratorium di 7 Balai Laboratorium Ke-
sehatan dan penyediaan tambahan alat-alat laboratorium bagi 24
Balai Laboratorium Kesehatan, di samping bantuan alat laborato-
rium bagi 57 Laboratorium Kabupaten dan bantuan "kit " untuk pe-
meriksaan malaria bagi 202 laboratorium Puskesmas.

Selain itu telah dilaksanakan pula pengembangan operasional


pelayanan pemeriksaan laboratorium, sistem rujukan dan tatalak-
sananya. Dalam rangka peningkatan mutu, secara teratur telah
dilakukan pemantauan oleh sebagian besar Laboratorium Klinik
Swasta dan laboratorium pemerintah. Dalam tahun 1985/86, kegi-
atan-kegiatan tersebut makin ditingkatkan.

b. Pemberantasan Penyakit Menular

Penentuan penyakit menular yang pemberantasannya diutamakan


didasarkan atas kriteria sebagai berikut : (1) penyakit yang
angka kesakitan dan/atau angka kematian yang tinggi; (2) penya-
kit yang menimbulkan wabah; (3) penyakit yang terutama menye-
rang bayi, anak-anak dari golongan usia produktif; (4) penyakit
yang terutama banyak menyerang penduduk pedesaan atau penduduk
berpenghasilan rendah di daerah perkotaan; (5) penyakit yang
menyerang terutama daerah pembangunan sosial ekonomi; (6) ter-
sedianya metode dan teknologi pemberantasan yang efektif; dan
(7) termasuk dalam ikatan perjanjian internasional, seperti In-
ternational Health Regulation (IHR), atau termasuk dalam Un-
dang-Undang Wabah dan Karantina.

Dalam pelaksanaannya pemberantasan penyakit menular dila-


kukan secara terintegrasi dalam upaya kesehatan secara keselu -

XVIII/14
ruhan dan/atau dengan upaya bidang pembangunan lainnya. Dalam
tahun 1985/86, pemberantasan penyakit menular pada dasarnya me-
rupakan kelanjutan dan peningkatan upaya dalam tahun-tahun
sebelumnya.

1) Penyakit Malaria

Kebijaksanaan pemberantasan penyakit malaria masih dite-


kankan pada usaha menurunkan jumlah penderita dan menanggulangi
wabah yang terjadi terutama di pulau Jawa dan Bali. Di luar pu -
lau Jawa Dan Bali, perhatian diutamakan pada daerah transmi-
grasi dan pemukiman baru. Selain itu tetap diupayakan perlin -
dungan bagi penduduk yang telah "kebal " terhadap penyakit mala-
ria dan/atau yang berpindah tempat tinggal dari pulau Jawa dan
Bali, di samping menurunkan jumlah penderita di daerah yang ke -
adaan sosial-ekonominya relatif rendah. Kegiatan pemberantasan
dan pencegahan penyakit malaria mencakup kegiatan pengumpulan
dan pemeriksaan sediaan darah, pengobatan penderita dan penyem-
protan rumah di daerah endemis.

Dalam tahun 1984/85 telah dilaksanakan pengumpulan dan pe-


meriksaan terhadap sekitar 8 juta sediaan darah, pemberian obat
kepada sekitar 8 juta penderita tersangka malaria, dan penyem-
protan sekitar 2,6 juta rumah (Tabel XVIII-5). Kecuali kegiatan
penyemprotan rumah, kegiatan-kegiatan pengumpulan dan pemerik-
saan sediaan darah serta pengobatan penderita dalam tahun
1985/86 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan keadaan
dalam tahun 1984/85. Penyemprotan rumah dalam tahun 1985/86
tidak seintensif dalam tahun-tahun sebelumnya disebabkan sudah
makin menurunnya jumlah kasus malaria di pulau Jawa dan Bali.
Dalam Repelita IV kegiatan penyemprotan rumah lebih ditingkat-
kan di daerah transmigrasi dan pemukiman baru.

2) Penyakit Diare/Kholera

Upaya pemberantasan penyakit diare/kholera (muntaber) dalam


jangka pendek masih tetap ditujukan untuk sejauh mungkin mence-
gah kematian penderita diare/kholera. Untuk itu telah diting-
katkan upaya penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin
melalui peningkatan kewaspadaan terhadap timbulnya wabah (sur-
veillance) serta penanggulangannya. Agar supaya Puskesmas yang
merupakan unit terdepan berfungsi sebagai pusat rehidrasi dalam
usaha pelayanan kesehatan, telah ditingkatkan penyediaan dan
penyebaran peralatan-peralatan yang ada di Puskesmas serta pe-
nyebaran garam oralit atau larutan gula-garam secara merata di
desa-desa.

XVIII/15
XVIII/28
Peningkatan peralatan yang ada di Puskesmas dilakukan seca-
ra bertahap melalui kegiatan Pengembangan Program Pemberantasan
Penyakit Diare Kecamatan (P4D). Dalam tahun 1984/85, kegiatan
P4D dilaksanakan di 482 kecamatan, dan dalam tahun 1985/86,
upaya P4D ditingkatkan sehingga menjangkau lebih dari 1.000
kecamatan, yang berarti suatu peningkatan sekitar 110% terha-
dap tahun 1984/85. Dalam jumlah tersebut belum termasuk upaya
penyebarluasan oralit dan pengetahuan tentang campuran larutan
gula dan garam melalui desa-desa Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
(UPGK) dan Pos-Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU). Sementara itu,
dalam tahun 1984/85 telah dilakukan pengobatan terhadap sekitar
28.000 penderita/tersangka penderita kholera dan 2,4 juta pen-
derita diare. Sedangkan dalam tahun 1985/86, tersangka penderi-
ta kholera dan diare yang telah mendapat pengobatan masing -
masing adalah sekitar 42.000 dan 2,7 juta orang.

Angka kematian akibat diare/kholera dalam tahun 1985/86


tercatat sekitar 2,06%. Meskipun angka ini menunjukkan penurun-
an dari angka akhir Repelita III (1983/84) dengan sebesar 2,3%,
namun sedikit di atas angka 1,9% yang tercatat untuk tahun
1984/85. Kenaikan relatif angka kematian pada tahun 1985/86
terhadap tahun 1984/85 disebabkan oleh karena makin intensif-
nya pengamatan penyakit dan sistem pelaporan yang lebih tepat.
Dalam pada itu, angka kematian yang dicapai dalam dua tahun
pertama Repelita IV telah mendekati sasaran tahun terakhir
Repelita IV, yaitu 2%.

3) Penyakit Demam Berdarah (Arbovirosis)

Dalam tahun 1984/85 usaha pemberantasan penyakit demam ber-


darah (arbovirosis) telah dilakukan dengan pemberantasan jentik
nyamuk terhadap sekitar 1,6 juta rumah dengan menggunakan racun
serangga abate, dan penanggulangan fokus (penyemprotan) 7.325
lokasi di daerah wabah. Jumlah penderita yang ditemukan adalah
sebanyak 5.504 orang dengan 96 orang diantaranya meninggal,
yang berarti bahwa angka kematian adalah sebesar 1,7%. Dalam
tahun 1985/86 telah dilakukan pemberantasan dengan abatisasi
massal terhadap sekitar 706.000 rumah, dan penanggulangan fokus
di 4.600 lokasi di daerah wabah.

4) Penyakit Tuberkulosa Paru

Dalam usaha pemberantasan penyakit TB Paru, dalam tahun


1984/85 telah diperiksa dahak dari 283.693 orang penduduk serta
pengobatan jangka pendek bagi 17.037 orang dan pengobatan jang-

XVIII/17
ka panjang bagi 9.163 orang. Dalam tahun 1985/86, pemeriksaan
dahak dilakukan terhadap 279.645 orang penduduk, serta pengobatan
jangka pendek terhadap 22.500 orang dan pengobatan jangka panjang
terhadap 6.341 orang. Jumlah penderita yang mendapat pengobatan
tersebut belum termasuk mereka yang mendapat pengobatan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru (BP4) dan Rumah Sakit.

5) Penyakit Kaki Gajah dan Demam Keong

Peningkatan pemberantasan penyakit Kaki Gajah (Filariasis)


dan Demam Keong (Schistosomiasis) dalam tahun 1984/85 diarahkan
untuk dapat menurunkan angka kesakitan akibat kedua penyakit
tersebut. Sebagai upaya pemberantasan penyakit Kaki Gajah, da-
lam tahun 1984/85 telah diperiksa sediaan darah yang diambil
pada malam hari sebanyak 302.727 sediaan, dan dilakukan pengo-
batan terhadap 270.559 orang penderita. Sedangkan dalam tahun
1985/86 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 118.245 sediaan
darah, dan pengobatan terhadap 166.354 orang penderita.

Dalam rangka pemberantasan penyakit Demam Keong, dalam ta-


hun 1984/85 telah dilakukan survai di 33 fokus dan pengambilan
54.881 sediaan tinja serta pengobatan selektif terhadap 8.667
orang penderita. Sedangkan dalam tahun 1985/86 survai dilaku kan
di 109 fokus, dan peningkatan pengambilan sediaan tinja
sebanyak 69.753 sediaan serta peningkatan pengobatan selektif
terhadap 10.000 penderita. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilak-
sanakan di sekitar danau Lindu di Sulawesi Tengah. Pemberantas-
an penyakit Demam Keong tersebut dititik beratkan pada upaya
pencegahan penyebaran ke tempat-tempat lain di luar Sulawesi
Tengah.

6) Imunisasi

Untuk mencegah penyakit yang biasa diderita oleh anak-anak


seperti diphteria, batuk rejan atau pertusis, tetanus/tetanus
neonatorum, polio, campak, dan TB Paru, upaya pemberian keke-
balan terhadap anak-anak dengan imunisasi makin ditingkatkan
pada dua tahun terakhir ini. Dalam tahun 1984/85 telah dilaku-
kan vaksinasi BCG pertama terhadap 2,8 juta anak; vaksinasi Te -
tanus Formol Toxoid (TFT)/TT terhadap 2,8 juta orang yaitu 1,3
juta ibu hamil dan 1,5 juta anak; vaksinasi Diphteria Pertusis
Tetanus (DPT) terhadap 2,2 juta anak; vaksinasi DT terhadap 2
juta anak; vaksinasi polio terhadap 852.464 anak; dan vaksinasi
terhadap 627.597 anak untuk mencegah penyakit campak.

XVIII/18
Dalam tahun 1985/86, cakupan berbagai kegiatan imunisasi
tersebut telah ditingkatkan. Vaksinasi BCG telah dilakukan ter-
hadap 3,2 juta anak; vaksinasi TFT terhadap 4,8 juta ibu hamil
dan anak; vaksinasi DPT terhadap 3,2 juta anak; vaksinasi DT
terhadap 2,4 juta anak; vaksinasi polio pada hampir 2 juta
anak; serta, vaksinasi campak pada sekitar 1,2 juta anak (Tabel
XVIII-5). Peningkatan cakupan vaksinasi yang menyolok sejak ta-
hun 1984/85 ialah karena antara lain di tingkat desa dilaksa-
nakan keterpaduan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) itu de-
ngan program-program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK),
Keluarga Berencana (KB) dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)
pada satu tempat (pos), dalam hal ini Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu). Selain itu telah digalakkan upaya motivasi oleh or-
ganisasi-organisasi kemasyarakatan di desa, terutama PKK di
samping organisasi-organisasi keagamaan.

7) Penyakit Kusta

Pemberantasan penyakit kusta terutama diarahkan pada daerah-


daerah yang angka kesakitannya tinggi, seperti Sulawesi,
Maluku, dan Irian Jaya. Dalam tahun 1984/85, telah diperiksa
sekitar 4 juta anak sekolah dan 480 ribu orang kontak (orang
yang mempunyai hubungan dengan penderita). Dari hasil pemerik-
saan tersebut, maka telah diobati secara teratur 119.480 orang
penderita termasuk penderita menahun lainnya. Sedangkan untuk
tahun 1985/86, telah ditingkatkan pemeriksaan terhadap 5,2 juta
anak sekolah dan 648.314 orang kontak, serta pengobatan teratur
pada 97.897 orang penderita. Penderita kusta yang memerlukan
perawatan ditampung di Rumah-rumah Sakit Kusta. Di samping
pengobatan, penderita kusta juga mendapat latihan keterampilan
di berbagai bidang sebagai usaha rehabilitasi dalam rangka
meningkatkan rasa percaya diri dan mandiri.

Penyembuhan penyakit kusta memerlukan waktu yang tidak se-


dikit. Dampak hasil pengobatannya dengan demikian tidak dapat
dilihat dalam waktu singkat, baru terlihat antara 10 dan 20 ta -
hun kemudian. Walaupun demikian, jumlah penderita kusta baru
yang berhasil ditemukan cenderung menurun dari sekitar 6,3 ribu
dalam tahun 1984/85 menjadi sekitar 5,1 ribu dalam tahun
1985/86 (Tabel XVIII-5).

8) Penyakit Gila Anjing (Rabies) dan Pes

Dalam tahun 1984/85, usaha pemberantasan penyakit rabies


dilakukan melalui pengumpulan dan pemeriksaan 1.328 sediaan
tersangka rabies dan juga pengobatan terhadap 14.315 orang yang

XVIII/19
digigit oleh hewan tersangka rabies, sedangkan untuk tahun
1985/86 telah ditingkatkan pengumpulan dan pemeriksaan menjadi
terhadap 1.473 sediaan tersangka rabies, dan pengobatan terha-
dap 15.727 orang.

Dalam Upaya pemberantasan penyakit pes, dalam tahun 1984/85


telah dilakukan pengobatan 195 orang tersangka pes, sedangkan
untuk tahun 1985/86 telah dilakukan pengobatan pada 172 orang
tersangka pes. Penderita pes terakhir ditemukan pada tahun
1970, dan sampai sekarang penderita pes belum pernah ditemukan
lagi. Walaupun demikian upaya pengamatan masih terus dilaksana-
kan karena diperkirakan masih ada kuman penyakit pes pada hewan
(tikus).

9) Penyakit Cacing Tambang dan Parasit Perut Lainnya

Pemberantasan penyakit Cacing Tambang dan Parasit Perut la-


innya diutamakan pada daerah-daerah dengan angka kesakitan yang
tinggi, seperti daerah pertambangan dan perkebunan. Dalam tahun
1984/85, upaya pemberantasan penyakit Cacing Tambang dan Para-
sit Perut lainnya sudah dilaksanakan di 27 propinsi, hal mana
merupakan peningkatan sekitar 12,5% bila dibandingkan dengan
kegiatan dalam tahun 1983/84. Dalam tahun itu juga telah dilak-
sanakan pemeriksaan terhadap 13.591 sediaan darah untuk menen-
tukan kadar haemoglobin, dan 13.591 sediaan tinja untuk menen-
tukan Jenis parasit, serta pengobatan terhadap sekitar 123.000
orang penduduk. Dalam tahun 1985/86, upaya tersebut ditingkat-
kan lagi dengan melaksanakan pemeriksaan sediaan darah dan
sediaan tinja masing-masing sebanyak 18.300 sediaan, dan pengo-
batan terhadap lebih dari 176 ribu orang penderita.

10) Penyakit Anthrax

Usaha pemberantasan penyakit anthrax dalam tahun 1984/85


telah dilaksanakan melalui upaya pengumpulan dan pemeriksaan
sediaan yang mencakup 348 sediaan, dan pengobatan terhadap ham -
pir 100 orang penderita tersangka anthrax. Dalam tahun 1985/86,
upaya pengumpulan dan pemeriksaan sediaan mencakup sekitar 330
sediaan, sedangkan pengobatan telah sangat ditingkatkan menjadi
terhadap 407 orang Penderita. Lokasi pemberantasan masih tetap
dilaksanakan di daerah endemis yaitu Nusa Tenggara Barat, Jawa
Barat, dan Timor Timur.

11) Penyakit Kelamin

Dalam Repelita IV usaha pemberantasan penyakit kelamin te-

XVIII/20
tap diprioritaskan pada pemberantasan Syphilis dan Gonorhoe
(GO) di kota-kota besar dan daerah pelabuhan. Dalam tahun
1984/85, telah dilaksanakan pemeriksaan terhadap sekitar
183.382 sediaan darah, dan pemeriksaan GO pada 63.479 orang,
serta pengobatan penderita penyakit kelamin sebanyak 40.954
orang. Sedangkan dalam tahun 1985/86, pemeriksaan dilakukan
terhadap 163.100 sediaan darah, dan pemeriksaan GO pada 61.450
orang serta pengobatan 87.800 penderita.

12) Penyakit Frambusia

Dalam tahun 1984/85, upaya pemberantasan penyakit frambusia


dilaksanakan melalui pemeriksaan yang menjangkau sekitar 4,2
juta penduduk. Di samping itu telah diberikan pengobatan bagi
84.100 orang penderita. Sementara itu, dalam tahun 1985/86
jangkauan pemeriksaan adalah 3,4 juta penduduk, dan pengobatan
meningkat mencapai sekitar 110.000 orang penderita. Bila diban-
dingkan dengan keadaan pada tahun sebelumnya, maka nampaklah
bahwa jumlah penduduk yang mendapat pemeriksaan menurun sekitar
20%, namun penderita yang mendapat pengobatan meningkat sekitar
31%. Dengan digalakkannya pemeriksaan dan pengobatan penderita
melalui Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F),
maka jumlah penderita yang menular cenderung menurun.

13) Karantina dan Kesehatan Pelabuhan

Upaya kesehatan pelabuhan, kesehatan haji, pengamanan per-


pindahan penduduk, isolasi penderita penyakit menular, dan
pengamatan penyakit menular dan vektornya, merupakan kegiatan-
kegiatan yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran penyakit
dari satu wilayah ke wilayah lain.

Dalam tahun 1984/85, telah dilakukan pengamatan terhadap


41.792 orang jemaah haji, dan pengamanan dari bahaya penyakit
menular khususnya malaria terhadap 31 lokasi transmigrasi.
Sedangkan dalam tahun 1985/86, telah pula dilaksanakan peng-
amatan terhadap 37.400 orang jemaah haji, dan pengamanan dari
bahaya penyakit malaria terhadap 66 lokasi transmigrasi. Semen-
tara itu, dalam rangka upaya mencegah masuknya penyakit dari
dan/atau ke wilayah Republik Indonesia, maka pada tahun 1984/85
dan tahun 1985/86 telah ditingkatkan fasilitas kerja kantor
kesehatan pelabuhan di Indonesia, termasuk peningkatan keteram-
pilan petugasnya.

Kegiatan pengamatan penyakit menular tidak hanya dilaksa-


nakan terhadap penyakit yang nyata-nyata menimbulkan masalah

XVIII/21
kesehatan, melainkan juga terhadap penyakit menular yang mempu-
nyai potensi untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat di
kemudian hari. Di samping itu, pengamatan bukan Baja dilakukan
terhadap penyakit tertentu, tetapi juga terhadap vektor/penular
penyakitnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui penelitian
lapangan dan pembentukan satuan-satuan pengamatan epidemiologi
("surveillance") untuk mengendalikan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dalam tahun 1984/85, telah dilaksanakan penelitian atas terja-
dinya 3.478 KLB, penelitian penyakit-penyakit tertentu di 413
RS, pengambilan sampel sebanyak 10.196 sampel, dan penyebaran
Bulletin Epidemiologi sebanyak 47.442 eksemplar.

Perkembangan program P2M yang penting pada akhir Repelita


III, serta tahun 1984/85 dan tahun 1985/86 yang telah diuraikan
di atas, dapat dilihat pada Tabel XVIII-5.

c. Perbaikan Gizi

Peningkatan derajat kesehatan yang optimal memerlukan juga


peningkatan derajat atau status gizi yang baik. Sasaran utama
program Perbaikan Gizi adalah golongan penduduk yang rawan gizi
yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan kelompok pen -
duduk yang berpenghasilan rendah di desa dan di kota.

Dalam Repelita IV kegiatan-kegiatan program ini ialah me-


lanjutkan dan memperluas jangkauan Usaha Perbaikan Gizi Keluar-
ga (UPGK) dalam rangka memberantas berbagai penyakit kurang -
gizi dan mendukung upaya penganekaragaman dan perbaikan konsum-
si pangan. Pemberantasan penyakit kurang-gizi masih diutamakan
pada upaya pencegahan dan penanggulangan Kurang Kalori Protein
(KKP), Kurang Vitamin A, dan Kurang Zat Besi (Anemia Gizi).

Kegiatan lain dalam rangka perbaikan gizi adalah pencegahan


dan penanggulangan penyakit Gondok Endemik, peningkatan gizi
anak sekolah, pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi,
dan perbaikan pelayanan gizi institusi.

Sasaran kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), lebih


diarahkan untuk mendukung upaya penurunan angka kematian bayi
dan balita serta meningkatkan mutu kualitas hidup. Untuk
mendukung upaya penurunan kematian bayi, sebagian kegiatan UPGK
berupa penimbangan bulanan balita (dalam rangka pencegahan
KKP), pemberian vitamin A kepada balita, pemberian pil zat besi
kepada ibu hamil/menyusui, serta pemberian oralit untuk penang-
gulangan diare, ditingkatkan. Agar dampaknya lebih efektif,
sejauh mungkin kegiatan-kegiatan tersebut dipadukan dengan

XVIII/22
kegiatan imunisasi, KB, dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) di
Pos-Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

Di desa-desa yang belum terjangkau oleh Posyandu, bersama-


sama swadaya masyarakat UPGK tetap mengembangkan Pos-Pos Penim-
bangan Balita/Taman Gizi, untuk kemudian dikembangkan menjadi
Pos-Pos Pelayanan Terpadu apabila salah satu atau beberapa
kegiatan pendukung lainnya seperti Imunisasi, KB, KIA dan lain-
lain sudah dapat dijalankan.

Untuk mendukung upaya peningkatan mutu hidup penduduk dari


sudut gizi, UPGK ditujukan untuk menunjang program-program pe-
ningkatan pengadaan pangan. Dukungan tersebut dilaksanakan da-
lam bentuk intensifikasi penyuluhan gizi dan peningkatan peman-
faatan pekarangan untuk penganekaragaman dan perbaikan konsumsi
pangan keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini merupakan kegiatan
terpadu dengan bidang pertanian dan yang didukung pula baik
oleh bidang pendidikan dan agama, maupun pemerintah daerah dan
swadaya masyarakat.

Dalam tahun 1984/85, UPGK telah menjangkau lebih dari


40.000 desa, yang terdiri dari sekitar 36.000 desa binaan (la-
ma) dan 4.000 desa baru. Jumlah tersebut termasuk desa binaan
yang dilaksanakan oleh swadaya masyarakat. Mulai tahun 1985/86,
peran swadaya masyarakat makin meningkat, sehingga jumlah desa
yang terjangkau juga makin bertambah, yaitu sekitar 44.000 desa
(lama dan baru). Dengan demikian jumlah balita yang dicakup ju-
ga terus bertambah dari sekitar 9,6 juta balita pada tahun
1984/85 menjadi sekitar 10 juta pada tahun 1985/86.

Kegiatan dan penanggulangan kebutaan akibat kurang vitamin


A sebagian besar mencapai sejumlah anak balita yang tercakup
dalam UPGK yaitu sekitar 10 juta anak ditambah dengan upaya-
upaya khusus di daerah rawan vitamin A kurang lebih satu juta
anak. Dengan demikian sampai dengan tahun 1985/86 sekitar 11
juta anak balita telah mendapat vitamin A dosis tinggi.

Untuk mencegah anemia gizi, sampai dengan akhir Repelita


III telah diberikan pil besi kepada kira-kira 1,7 juta ibu
hamil dengan rata-rata setiap tahunnya sekitar 350.000 ibu
hamil. Dalam tahun 1984/85 telah dibagikan pil besi kepada
150.000 dan dalam tahun 1985/86 telah sangat ditingkatkan se-
hingga menjangkau sekitar 660.000 ibu hamil.

Penanggulangan penyakit gondok endemik dilakukan dengan


penyuntikan preparat yodium dalam minyak dan perbaikan konsumsi

XVIII/23
zat yodium dalam makanan melalui yodisasi garam. Dalam tahun
1984/85 kira-kira 1,3 juta penduduk di daerah gondok endemik
telah memperoleh suntikan lipiodol. Upaya ini untuk jangka pan -
jang ditunjang dengan penggalakan konsumsi garam beryodium yang
produksi dan pemasarannya terus ditingkatkan. Dalam tahun 1985/
86, jumlah cakupan suntikan lipiodol mencapai sekitar 1,4 juta
penduduk.

Sebagai upaya mencegah timbulnya penyakit kurang-gizi aki-


bat krisis pangan di suatu daerah, telah mulai dikembangkan su-
atu sistim informasi dini keadaan persediaan pangan dan per-
kembangan pola konsumsi pangan penduduk tingkat desa, yang di -
sebut Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

Dalam tahun 1984/85, dari daerah rintisan SKPG di Lombok


Tengah telah dicoba pengembangannya di beberapa kabupaten di
Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, dan NTT. Pengembangan
di lima propinsi tersebut dilanjutkan dalam tahun 1985/86, dan
akan dilakukan penilaian hasilnya pada tahun 1986/87.

Dalam rangka peningkatan pelayanan gizi di lembaga lainnya


dalam tahun 1985/86 dilanjutkan beberapa kegiatan dalam penyu-
luhan tentang perencanaan susunan hidangan, kebersihan, pe-
ngelolaan makanan massal, dan lain lain di Rumah-Rumah Sakit,
Panti Asuhan, dan tempat-tempat kerja/perusahaan dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja.

d. Penyediaan Air Bersih Pedesaan

Derajat kesehatan yang optimal juga memerlukan upaya penye-


diaan sarana air bersih yang cukup dan memadai bagi semua go -
longan masyarakat. Mengingat air bersih mempunyai peranan yang
sangat menentukan dalam pencegahan penyakit menular khususnya
diare/kholera, maka dalam INPRES Bantuan Pembangunan Sarana Ke-
sehatan selalu terdapat komponen bantuan sarana air bersih pe-
desaan.

Dalam tahun 1985/86, sebagai salah satu kegiatan dalam


INPRES tersebut telah dibangun tambahan sarana air bersih yang
terdiri atas : 80 buah penampungan mata air dengan perpipaan
(PP), 2.000 bak penampungan air hujan (PAH), 250 buah perlin-
dungan mata air (PMA), 40 sumur artetis (SA), hampir 59 ribu
sumur pompa tangan dangkal (SPTDK), 12 ribu sumur pompa tangan
dalam (SPTDL), dan 17 ribu sumur gall (SGL) (Tabel XVIII-1).
Dalam bantuan tahun 1985/86, prioritas sarana air bersih di-
alihkan kepada bentuk sarana perpipaan (PP) yang lebih banyak

XVIII/24
dibutuhkan oleh daerah .

Mulai tahun 1985/86, peranan penyuluhan kesehatan, sebagai


bagian dari pembangunan sarana air bersih, telah mendapat per-
hatian lebih besar. Dengan demikian, diharapkan partisipasi ak-
tif masyarakat dalam memanfaatkan dan memelihara sarana-sarana
tersebut dapat makin ditingkatkan. Selain melalui INPRES Bantu-
an Sarana Kesehatan, dalam tahun 1985/86 pembangunan sarana air
bersih pedesaan juga dilaksanakan di luar INPRES. Meskipun jum-
lahnya relatif kecil bila dibandingkan dengan yang melalui
INPRES, namun cukup mempunyai peranan dalam peningkatan kegiat-
an penyediaan sarana air bersih dan partisipasi masyarakat pada
umumnya.

e. Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Dalam Repelita IV, program penyehatan lingkungan pemukiman


ditujukan untuk mencapai mutu lingkungan yang dapat menjamin
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pelaksa-
naannya diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan penyehatan peru-
mahan dan lingkungan, pengawasan mutu lingkungan, dan pemerik-
saan sediaan kesehatan lingkungan.

Kegiatan penyehatan perumahan dan lingkungan dilaksanakan


dengan usaha-usaha peningkatan penyehatan perumahan, pemba-
ngunan jamban keluarga, dan pembangunan sarana pembuangan air
limbah. Dalam tahun 1985/86, melalui INPRES Bantuan Sarana
Kesehatan telah disalurkan bantuan bagi pembangunan jamban ke-
luarga sebanyak lebih dari 19.600 buah, dan bagi pembangunan
sarana pembuangan air limbah (SPAL) sebanyak 20 ribu lebih.
Dengan demikian bila dibandingkan dengan keadaan dalam tahun
1984/85 terjadi peningkatan pembangunan masing-masing sekitar
2.800 dan 1.050 buah sarana, atau sekitar 17% dan 6% (Tabel
XVIII-1, Lajur C).

Kegiatan pengawasan mutu lingkungan dalam tahun 1985/86 di-


lakukan melalui (a) pemeriksaan terhadap sekitar 30.000 lokasi
tempat-tempat umum (TTU), tempat-tempat pembuatan, penyimpanan,
penjualan dan penyajian makanan minuman (TP2M), serta tempat
penyimpanan, penggunaan dan peredaran pestisida (TP3); (b)
pengawasan terhadap lebih dari 40 kejadian keracunan makanan;
( c ) "grading" terhadap lebih dari 2.200 TP2M; (d) peningkatan
sanitasi sekitar 120 lokasi perumahan dan lingkungan; (e) pe-
ngendalian sekitar 20 kejadian pencemaran pestisida; dan(f)
pembangunan sekitar 980 unit sarana pembuangan kotoran.

XVIII/25
Pemeriksaan sediaan kesehatan lingkungan sejak Repelita III
dilaksanakan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), dan
diarahkan pada pemeriksaan sediaan kesehatan lingkungan seperti
badan air, air minum, kolam renang, limbah industri atau rumah-
tangga, dan gas buangan industri atau rumah tangga. Pemeriksa-
an tersebut dilakukan baik secara biologi, kimiawi maupun radi-
oaktif untuk keperluan diagnose dan therapi. Pemeriksaan contoh
(sample) air secara biologi dan kimiawi yang telah dilakukan
pada tahun 1984/85 ditingkatkan lagi pada tahun 1985/86.

f. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Dalam rangka intensifikasi penyuluhan kesehatan kepada ma-


syarakat, dalam tahun 1985/86 telah dilaksanakan hampir 8.500
siaran radio dan 120 kali siaran televisi. Kedua Jenis siaran
tersebut menunjukkan kenaikan (6-18%) dibandingkan dengan kegi-
atan tahun 1984/85.

Sementara itu, dalam tahun 1985/86 telah dilaksanakan pen-


cetakan lebih dari 460 ribu buah/lembar poster, leaflet, buku
pedoman, bulletin, kartu permainan simulasi, dan lain-lain da-
lam rangka penyebarluasan informasi kesehatan kepada masyara-
kat. Bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1984/85, maka
terjadi peningkatan sekitar 66%.

Media cetak yang mempunyai harapan baik adalah Koran Masuk


Desa (KMD). Pengalaman program KMD yang dilaksanakan dengan
kerjasama Departemen Penerangan di 2 propinsi sejak tahun
1984/85, menunjukkan bahwa program KMD merupakan upaya yang sa-
ngat membantu pemerataan informasi kesehatan ke desa-desa.

Penyebaran informasi kesehatan juga dilaksanakan melalui


pendekatan kelompok. Dalam tahun 1985/86 telah dilaksanakan
kerjasama dengan kelompok keagamaan, dan kepemudaan (Karang Ta-
runa dan Pramuka). Sedangkan penyuluhan melalui jalur PKK telah
sejak lama merupakan mitra dan pelaksana penting dari upaya pe-
layanan kesehatan.

Sejak tahun 1984/85 mulai dilaksanakan penyebarluasan in-


formasi kesehatan ke rumah-rumah sakit dengan sasaran penderi-
ta, keluarga penderita, dan petugas rumah sakit itu sendiri.
Adapun pesan-pesan penyuluhan kesehatan yang ditonjolkan mulai
tahun itu terutama tentang gizi (termasuk ASI), imunisasi, pe-
nanggulangan diare, dan keluarga berencana, tanpa mengabaikan
pesan-pesan kesehatan lain yang diperlukan. Keempat pesan pokok
penyuluhan tersebut lebih sering ditampilkan dalam rangka me-

XVIII/26
nunjang upaya penurunan angka kematian bayi dan balita.

Dalam rangka pembinaan program penyuluhan kesehatan diper-


lukan pembinaan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan.
Untuk itu, dalam tahun 1984/85 telah dilaksanakan latihan bagi
800 orang tenaga penyuluh kesehatan dari berbagai kalangan
petugas kesehatan, dan 80 orang wakil koordinator penyuluh la-
pangan. Sedangkan, dalam tahun 1985/86, petugas yang dilatih
dilipatgandakan menjadi 2.120 peserta.

g. Pengendalian, Pengadaan dan Pengawasan Obat, Makanan


dan Sebagainya

Program Pengendalian, Pengadaan dan Pengawasan Obat, Ma-


kanan dan Sebagainya (POM) ditujukan untuk : (a) mencukupi je -
nis dan jumlah obat serta alat kesehatan sesuai dengan kebu-
tuhan nyata masyarakat melalui penyebaran yang kian merata agar
terjangkau oleh masyarakat luas; (b) menjamin kebenaran mutu,
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan keabsahan obat, narkotika,
obat tradisional, alat kesehatan, makanan dan minuman, dan
kosmetika yang beredar di masyarakat, serta meningkatkan kete-
patan penggunaannya; (c) mencegah penyalahgunaan dan kesalah-
gunaan, serta melindungi masyarakat dari bahaya obat, narkotika
dan minuman keras.

Selain itu, program P30M juga bertujuan untuk : (1) melin -


dungi masyarakat dan lingkungan terhadap bahan berbahaya serta
mencegah penyalahgunaan dan kesalahgunaan bahan-bahan berbaha-
ya, dan (2) mencegah salah penanganan dan meningkatkan peng-
amanan proses pelaksanaan impor, produksi, distribusi, penyim-
panan, penggunaan, pembuangan, pemusnahan, dan pemuliaan limbah
bahan berbahaya.

Usaha memenuhi kebutuhan obat nasional secara bertahap an -


tara lain ditempuh kebijaksanaan dengan menambah jumlah indus-
tri farmasi. Pada akhir Repelita III seluruhnya terdapat 286
buah industri farmasi. Dalam tahun 1984/85 terdapat penambahan
satu buah, namun dalam tahun 1985/86 bertambah lagi dengan 8
buah (Tabel XVIII-6). Dengan demikian sampai tahun 1985/86 ter-
dapat 295 buah industri farmasi.

Selain itu, beberapa bahan baku obat yang cukup penting te-
lah berhasil diproduksi di dalam negeri, antara lain parare-
tamol, etambutol, salisilamida, kanamisina, trimetoprim, asam
asetilsalisilat, dan berbagai bahan baku obat yang berasal dari
alam. Demikian pula kapsul kosong untuk obat jadi telah dapat

XVIII/27
TABEL XVIII - 6

PERKEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI OBAT-OBATAN,


1983/84 - 1985/86

Repelita IV
Nomor Unit Kefarmasian 1983/841) 1984/852) 1985//862)

1. Pedagang Besar Farmasi 912 0 0

2. Industri Farmasi 286 1 8

3. Apotik 1.717 33 206

1) Angka kumulatif
2) Angka tahunan

XVIII/28
diproduksi di dalam negeri dengan kapasitas sekitar 3,0 milyar
kapsul per tahun.

Untuk memperlancar distribusi obat, maka telah selesai di-


bangun Gudang Farmasi oleh Pemerintah yang dilengkapi dengan
tenaga pengelola yang memadai. Sampai tahun kedua Repelita IV,
telah selesai dibangun 180 Gudang Farmasi Kabupaten/Kotamadya,
yang berarti suatu peningkatan sebanyak 41 buah sarana diban -
ding keadaan dalam tahun 1983/84. Peningkatan tersebut berasal
dari penambahan Gudang Farmasi sebanyak 31 buah dalam tahun
1984/85, dan sebanyak 10 buah dalam tahun 1985/86.

Demikian pula, jumlah apotik masih memerlukan penambahan


dan penyebaran. Pada akhir Repelita III, jumlah apotik seluruh-
nya tercatat lebih dari 1.700 buah. Dalam dua tahun pertama
Repelita IV, jumlah tersebut bertambah dengan 239 buah, yaitu
33 buah dalam tahun 1984/85, dan 206 buah dalam tahun 1985/86
(label XVIII-6). Sampai dengan akhir tahun 1985/86, obat yang
terdaftar (termasuk daftar ulang) lebih dari 9.800 macam obat
jadi. Sedangkan produk makanan dan minuman yang terdaftar (ter-
masuk kira-kira 3.800 macam yang didaftar ulang) meliputi seki-
tar 20.270 macam yang terdiri atas 18.140 macam produksi dalam
negeri dan 2.130 macam produk impor. Dengan demikian terjadi
peningkatan sekitar 13% jumlah macam makanan dan minuman yang
terdaftar terhadap keadaan dalam tahun 1983/84.

Kosmetika yang terdaftar sampai dengan tahun 1985/86 meli-


puti hampir 14.400 macam, yang terdiri atas sekitar 11.400 ma-
cam kosmetika produksi dalam negeri dan 3.000 kosmetika impor.
Bila dibandingkan dengan keadaan dalam tahun 1983/84, maka ada
peningkatan lebih dari 6.600 macam kosmetika. Dalam tahun 1984/
85, terdaftar sejumlah hampir 2.660 macam kosmetika produksi
dalam negeri dan sekitar 800 macam produk kosmetika impor.
Kemudian dalam tahun 1985/86, terdaftar sebanyak lebih dari
3.150 macam kosmetika produksi dalam negeri. Mulai tahun 1985
impor kosmetika tidak diizinkan lagi.

Sampai dengan tahun 1985/86 telah terdaftar 7.780 macam


alat kesehatan yang terdiri atas 3.469 macam alat kesehatan
produksi dalam negeri dan 4.311 macam alat kesehatan impor.
Bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1983/84, maka ter-
jadi peningkatan sejumlah kurang dari 3.370 macam yang terdiri
atas 1.627 macam alat kesehatan produksi dalam negeri dan 1.739
macam alat kesehatan impor.

Dalam rangka pelestarian dan pengembangan obat-obatan tra-

XVIII/29
disional, telah dilaksanakan pendaftaran, penyebarluasan infor-
masi dan penyuluhan, serta penelitian khasiat obat tradisional.
Obat tradisional yang terdaftar sampai dengan tahun 1985/86
meningkat jumlahnya bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun
1983/84. Dalam tahun 1984/85, telah terdaftar lebih dari 1.800
obat tradisional dari 120 perusahaan, dan dalam tahun 1985/86,
terdaftar sejumlah 2.400 macam obat tradisional dari sekitar
300 perusahaan.

Dalam rangka pengawasan bahan berbahaya, sejak tahun 1984/


85 telah dilaksanakan pengaturan izin impor bagi badan usaha
yang mengimpor dan mengedarkan bahan berbahaya tersebut, dan
telah pula diterbitkan peraturan tentang wajib daftar bahan
berbahaya, serta pemeriksaan laboratorium terhadap contoh ba-
han-bahan tersebut.

Untuk melindungi masyarakat dari makanan dan bahan yang


dapat merugikan kesehatan, maka dalam tahun 1984/85 telah dike -
luarkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang (1) makanan dalu-
warsa, (2) pemanis buatan, (3) obat keras tertentu, (4) zat
warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya, dan (5) penggan -
ti air susu ibu.

Selanjutnya, dalam upaya memperlancar pelaksanaan pengujian


contoh obat, makanan, dan perbekalan farmasi lainnya, maka sa-
rana laboratorium terus ditingkatkan. Dalam tahun 1984/85,
telah selesai dibangun laboratorium tahap kedua (II) Pusat
Pemeriksaan Obat dan Makanan di Jakarta, dan telah mulai ber -
operasi dengan pendayagunaan peralatan dan tenaga pengujian
yang ada. Sementara itu, sampai dengan tahun 1985/86, gedung
laboratorium Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan yang tersebar
di 27 propinsi telah diperluas sehingga dapat meningkatkan
fungsi pelayanannya.

Agar supaya kegiatan pengawasan produksi dan distribusi


obat, makanan, dan perbekalan farmasi lainnya dapat ditingkat-
kan dan dilaksanakan dengan baik, maka dilaksanakan pendidikan
dan latihan di bidang pengawasan. Dalam tahun 1984/85, telah
dididik dan dilatih sebanyak 30 orang Polisi Khusus/Penyidik.
Dalam tahun 1985/86, telah dididik dan dilatih pula Penilik
Obat dan Makanan sebanyak 32 orang. Dengan demikian, sampai de-
ngan tahun 1985/86 telah berhasil dididik dan dilatih 151 orang
Polisi Khusus/Penyidik dan 106 Penilik Obat dan Makanan.

Untuk melengkapi buku-buku baku persyaratan mutu, maka da-


lam tahun-tahun 1984/85 dan 1985/86 telah disusun buku-buku

XVIII/30
panduan di bidang produksi, distribusi, dan penggunaan obat,
makanan dan perbekalan farmasi lainnya seperti Formulir Kosme-
tika Indonesia, Pemanfaatan Tanaman Obat Indonesia, Obat Kelom-
pok Fitoterapi, Sediaan Galenik, dan Cara Pembuatan Simplisia.

h. Pendidikan, Latihan, dan Pendayagunaan Tenaga


Kesehatan

Dalam rangka menunjang peningkatan upaya kesehatan Puskes-


mas yang didukung oleh upaya kesehatan rujukan, maka sasaran
peningkatan pendidikan dan latihan tenaga kesehatan diarahkan
pada tenaga dokter, tenaga perawat kesehatan termasuk bidan,
tenaga kesehatan lainnya dan tenaga pembantu tugas-tugas para-
medik yang diperlukan.

Dalam tahun 1984/85, telah dihasilkan 1.300 orang dokter,


dan dalam tahun 1985/86 dihasilkan tambahan 1.229 orang dokter,
sehingga sampai dengan tahun 1985/86 jumlah dokter di Indonesia
secara keseluruhan adalah sekitar 20.176 dokter (Tabel XVIII-7).
Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 1985 maka
rasio dokter dan penduduk adalah sekitar 1 : 8.000. Sementara
itu, tenaga perawat kesehatan yang terdiri atas perawat dan
bidan, dalam tahun 1985/86 telah bertambah dengan 3.861 orang.
Dengan demikian sampai dengan tahun 1985/86 jumlah perawat
kesehatan secara keseluruhan adalah 52.131 orang, yang berarti
seorang perawat kesehatan melayani sekitar 3.000 orang penduduk.

Untuk meningkatkan daya tampung peserta didik, maka mulai


tahun 1984/85 diadakan perbaikan dan perluasan lembaga pendi-
dikan tenaga kesehatan. Dalam tahun 1984/85, lembaga pendidik-an
tenaga kesehatan (Sekolah dan Akademi) yang ada berjumlah 349
buah, dan dalam tahun 1985/86 ditingkatkan menjadi 368 buah.

Dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan, maka dalam


tahun1984/85 telah dilaksanakan kegiatan latihan bagi 29.260
orang pegawai termasuk pekarya kesehatan Petugas Lapangan Ke-
luarga Berencana (PLKB) bidang kesehatan. Dalam tahun 1985/86,
jumlah pegawai kesehatan yang dilatih hampir sebanyak 10.900
tenaga. Selama dua tahun Repelita IV, secara umum jenis latihan
yang telah dilaksanakan meliputi latihan administrasi/manajemen
kesehatan termasuk latihan penjenjangan (Sepada, Sepala, Sepa -
dya, dan pra-jabatan), latihan teknis fungsional, termasuk
didalamnya adalah latihan pekarya kesehatan dan Petugas La-
pangan Keluarga Berencana (PLKB), serta latihan untuk pelatih

XVIII/31
TABEL XVIII - 7

PERKEMBANGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN,


1983/84 - 1985/86

Repelita IV
Nomor Jenis Tenaga 1983/84 1) 1984/852) 1985//862)

1. Dokter 17.647 1.300 1.229

2. Perawat)
)Perawat Kesehatan 44.651 3.619 3.861
3. Bidan )

4. Paramedis Non Perawat dan


Pekarya Kesehatan 47.836 2.210 1.232

5. Tenaga akademis bidang


Kesehatan 5.184 928 561

1) Angka kumulatif
2) Angka tahunan

XVIII/32
dan pengelola latihan.

Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan, maka dalam


tahun 1985/86 di seluruh Indonesia telah ditempatkan 600 orang
dokter Inpres Bantuan Sarana Kesehatan dan 300 dokter "non-
Inpres". Dokter gigi Inpres yang telah ditempatkan berjumlah
100 orang, dan dokter gigi " non-Inpres", 60 orang. Selain itu
dalam tahun 1985/86 telah ditempatkan pula 30 orang dokter
spesialis di berbagai Rumah Sakit. Selanjutnya dalam rangka pe-
ningkatan pengadaan dokter ahli 4 keahlian dasar (bedah, kebi -
danan dan penyakit kandungan, anak, dan penyakit dalam), dalam
tahun 1985/86 telah diberikan tunjangan pendidikan bagi 178
orang tenaga dokter yang sedang mengikuti pendidikan keahlian
dasar tersebut di atas.

Sebagai usaha peningkatan pelayanan pengujian kesehatan ca-


lon pegawai negeri sipil dan peningkatan pembinaan kesehatan
pejabat teras sipil dan anggota DPR, maka telah dilaksanakan
pemeriksaan kesehatan terhadap sekitar 6.150 orang pejabat dan
pemeriksaan kesehatan calon pegawai negeri sipil. Pemeriksaan
kesehatan tersebut dilaksanakan oleh sekitar 890 dokter penguji
perorangan dan 70 Team Penguji Kesehatan yang tersebar di selu-
ruh Indonesia.

i. Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Kesehatan

Dalam rangka peningkatan pengawasan, maka dalam tahun


1984/85 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 118 objek pemerik-
saan di seluruh Indonesia, yang terdiri atas 55 proyek dan 63
satuan kerja. Dalam tahun 1985/86, pemeriksaan dilaksanakan di
23 propinsi yang meliputi 114 proyek dan 54 satuan kerja.
Dibandingkan dengan kegiatan dalam tahun 1983/84 yang menca-
kup jumlah objek pemeriksaan sebanyak 545 proyek dan satuan
kerja, nampak bahwa jumlah objek yang diperiksa dalam tahun-
tahun 1984/85 dan 1985/86 relatif menurun. Hal itu disebabkan
karena metode pemeriksaan operasional telah diusahakan dengan
lebih terpadu dan ditingkatkannya pengawasan melekat.

Selanjutnya dalam rangka peningkatan Pusat Data Kesehatan,


sampai dengan tahun 1985/86 telah dapat disusun dan dilaksana -
kan komputerisasi sistem informasi Puskesmas dan Rumah Sakit di
8kabupgten panduan. Di samping itu, telah disusun pula profil
statistik kesehatan tingkat nasional, dan dimulai penyusunan
sistem informasi ketenagaan kesehatan.

Dalam rangka pengembangan dan pembinaan sistem Pengumpulan

XVIII/33
dan Pengolahan Data Pelaporan Terpadu Upaya Kesehatan Puskes-
mas, sampai tahun 1985/86 telah dilaksanakan pembinaan pengelo-
laan data dan informasi di 5.500 Puskesmas dan 12.000 Puskesmas
Pembantu.

J. Penyempurnaan Prasarana Fisik Kesehatan

Kebijaksanaan yang ditempuh dalam tahun 1984/85 ialah lebih


memprioritaskan pembangunan lanjutan Kantor Pusat Departemen
Kesehatan. Di samping itu, prioritas pembangunan juga darahkan
pada perluasan beberapa Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
yang memerlukannya. Dalam tahun 1985/86, pembangunan kantor
pusat Departemen Kesehatan terus dilanjutkan, dan telah dapat
diselesaikan perluasan Kantor Wilayah di propinsi-propinsi DKI
Jakarta, DI Yogyakarta, Jambi, dan Lampung.

k. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ditujukan un-


tuk memberikan sarana cipta ilmiah dan teknologi guna menunjang
pembangunan kesehatan dengan memanfaatkan kemampuan nasional di
bidang penelitian dan pengembangan kesehatan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kebijaksanaan yang


ditempuh adalah : (1) penelitian dan pengembangan kesehatan di-
orientasikan pada kebutuhan pembangunan kesehatan dan masyara-
kat, (2) identifikasi dan perumusan masalah dilakukan secara
aktif dengan kerjasama antar pengambil keputusan di berbagai
tingkat administrasi penyelenggaraan upaya kesehatan dan masya-
rakat, (3) kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan yang
dilakukan di berbagai satuan kerja, lembaga, dan departemen
guna meningkatkan kemampuan nasional, digalang dan diserasikan
melalui kerjasama lintas sektoral, dan (4) penelitian dan pe -
ngembangan kesehatan yang diperlukan untuk penerapan, penyesu-
aian, dan penciptaan teknologi tepatguna, dilaksanakan secara
lintas sektoral dan/atau multidisiplin, serta dengan mengikut-
sertakan organisasi-organisasi profesi dan dengan peranserta
masyarakat untuk memperoleh dampak yang optimal dalam pening-
katan derajat kesehatan rakyat.

Sesuai dengan kebijaksanaan di atas, kegiatan penelitian


dan pengembangan kesehatan dalam Repelita IV lebih diarahkan
pada penelitian masalah kesehatan lingkungan, penyakit, farma-
si, dan pelayanan kesehatan. Dalam tahun 1985/86 telah pula di-
mulai suatu Survai Kesehatan Rumah Tangga Nasional, yang hasil-
nya diharapkan dapat memberikan gambaran derajat kesehatan

XVIII/34
masyarakat, dan masalah-masalah kesehatan yang penting. Di
samping itu, hasil survai tersebut diharapkan pula dapat digu -
nakan sebagai bahan penyusunan rancangan Repelita V, Bidang
Kesehatan.

Jumlah penelitian dalam tahun 1984/85 tercatat 30 judul,


dan untuk tahun 1985/86 meningkat menjadi 34 judul. Bidang-bi -
dang penelitian meliputi bidang penyakit menular, ekologi kese-
hatan, penyakit tidak menular, farmasi, gizi, dan pelayanan
kesehatan. Terdapat kecenderungan bahwa minat penelitian berge-
ser dari penyakit menular ke ekologi kesehatan.

Dalam rangka pengembangan jaringan informasi ilmu pengeta-


huan dan teknologi di bidang kesehatan, telah ditingkatkan
pembinaan dan pengembangan Jaringan Informasi dan Dokumentasi
Ilmiah Kesehatan dan Kedokteran (JIDIKK), sistem Penghimpunan
dan Pengolahan Dokumen Ilmiah, dan sistem Pelayanan Informasi
Ilmiah. Dalam rangka publikasi hasil penelitian dan jaringan
informasi ilmiah, sampai tahun 1985 telah berhasil dihimpun
dan didokumentasikan hasil penelitian dalam bentuk buku seba-
nyak 505 judul, dokumen sebanyak 403 buah, dan majalah sebanyak
56 judul.

1. Generasi Muda

Program Generasi Muda di bidang kesehatan ditujukan untuk


membentuk generasi muda yang sehat dan dapat berperan secara
aktif dalam pembangunan. Secara khusus, dalam Repelita IV pro-
gram tersebut ditujuakan untuk meningkatkan kesehatan dan sta-
tus gizi generasi muda, meningkatkan upaya perlindungan anak dan
remaja terhadap kelainan dan gangguan mental, dan mening-
katkan peranserta generasi muda dalam upaya kesehatan.

Dalam tahun 1985/86, di tingkat Pusat telah dilaksanakan


kegiatan-kegiatan : (a) pelayanan konsultasi kesehatan remaja;
(b) penyebarluasan brosur (leaflet) kesehatan reproduksi; (c)
penanggulangan penyalahgunaan obat/narkotika melalui penataran
sebanyak 6 angkatan dan pengadaan 6.000 buku pengenalan diri;
(d) peningkatan peranserta generasi muda dalam bidang kesehatan
dalam bentuk : (i) pengadaan sarana Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (PPPK) untuk 400 Sekolah Dasar (SD), (ii) penerbitan
Warta Generasi Muda, (iii) pengadaan 10.000 paket simulasi
latihan "dokter kecil", dan (iv) penataran organisasi pemuda
sebanyak 40 orang di Jakarta; (e) penyusunan pola pembinaan dan
pengembangan kesehatan mental remaja; (f) pengadaan buku kese-
hatan dan gizi untuk pramuka; dan (g) penataran Pembina Palang

XVIII/35
Merah Remaja.

Dalam tahun 1985/86 itu juga, di tingkat propinsi dilaksa-


nakan kegiatan-kegiatan : (a) pelayanan konsultasi kesegaran
jasmani dan kesehatan olahraga sebanyak 6 angkatan per propinsi;
(b) pelayanan konsultasi kesehatan remaja melalui penye-
lenggaraan konsultasi sebanyak 3 angkatan per propinsi; (c)
penanggulangan penyalahgunaan narkotika melalui penataran tokoh
masyarakat di 10 propinsi sebanyak satu sampai dua angkatan per
propinsi; (d) latihan kader generasi muda di 13 propinsi; (e)
pembinaan peranserta generasi muda di tingkat kecamatan; (f)
pelayanan konsultasi kesehatan reproduksi untuk remaja di 13
propinsi; (g) pembinaan pelayanan kesehatan anak untuk anak; dan
(h) latihan petugas Daerah Tingkat II dalam pembinaan pe-
ranserta generasi muda di 7 propinsi.

m. Peranan Wanita

Program Peranan Wanita di bidang kesehatan ditujukan untuk


meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan kaum wanita hamil dan
menyusui, serta wanita pekerja terutama yang berpenghasilan
rendah baik yang bertempat tinggal di desa maupun di kota. Se-
lain itu, program ini ditujukan pula untuk meningkatkan penge-
tahuan dan keterampilan kaum wanita dalam pemeliharaan dan pe-
ningkatan kesehatan dan keadaan gizi keluarga, khususnya pera-
watan dan pemeliharaan bayi dan anak-anak, serta mengikutserta
kan organisasi-organisasi wanita dalam upaya peningkatan ke-
adaan gizi dan kesehatan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam tahun 1985/86


telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan : (a) penyebarluasan in-
formasi kesehatan bagi kaum wanita; (b) pembinaan peranserta
kaum wanita di bidang kesehatan melalui kegiatan-kegiatan (i)
Gerakan Keluarga Sehat sebanyak 1.052,kali, (ii) penyusunan pe-
doman pelaksanaan kesehatan keluarga Tenaga Kerja Wanita (Na-
kerwan), motivasi kepada pengelola perusahaan dan penyuluhan
langsung kepada Nakerwan di 13 propinsi, yang dilakukan seba-
nyak 3 kali per propinsi; dan (c) pemberian motivasi kepada
pemuka masyarakat akan akibat-akibat buruk dari penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya lainnya (Narkoba) sebanyak 20
kali.

XVIII/36
B. KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Pendahuluan

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1983 mengama-


natkan bahwa upaya penyantunan dan rehabilitasi sosial untuk
menuju tercapainya keadilan sosial ditujukan kepada anggota-
anggota masyarakat yang kurang beruntung kehidupannya agar me-
reka memperoleh kesempatan yang lebih luas dan merata untuk
ikut serta dalam proses pembangunan sehingga tingkat kesejah-
teraannya menjadi semakin baik. Termasuk kedalam golongan ma-
syarakat yang kurang beruntung ini adalah para penyandang ca-
cat, fakir miskin, lanjut usia, anak terlantar, yatim-piatu,
cacat veteran, keluarga pejuang kemerdekaan yang kurang mampu,
mereka yang hidup terasing dan terbelakang, para tuna sosial,
gelandangan, korban bencana alam dan korban narkotika.

Dalam Repelita IV pembangunan di bidang kesejahteraan sosi-


al disamping diarahkan pada kelanjutan, peningkatan , perbaikan
dan perluasan segala kegiatan yang berfungsi pelayanan, pene-
kanan telah lebih diutamakan pada kegiatan yang berfungsi pen -
cegahan dan pengembangan. Dalam kaitan ini kesadaran sosial,
disiplin sosial dan tanggung jawab sosial memperoleh perhatian
yang lebih besar. Dengan demikian diharapkan agar masyarakat
dapat lebih mampu berperanserta dalam proses pembangunan. Se-
lanjutnya diusahakan pula peningkatan kemampuan masyarakat
dalam menanggulangi masalah-masalah kesejahteraan sosial, anta-
ra lain dengan menyelenggarakan penyuluhan-penyuluhan sosial
yang intensif di daerah-daerah, latihan-latihan penanganan
berbagai masalah kesejahteraan sosial dan pembinaan terhadap
organisasi-organisasi yang bergerak di dalam mengatasi masalah-
masalah sosial, serta terus mendorong kegairahan dan kesediaan
masyarakat untuk menjadi pekerja-pekerja sosial.

2. Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Menyadari bahwa berbagai masalah kesejahteraan sosial masih


akan terus dihadapi dalam masa-masa yang akan datang, maka pem-
bangunan di bidang kesejahteraan sosial akan terus dilanjutkan,
ditingkatkan dan bahkan diperluas jangkauannya dalam rangka me-
melihara, memulihkan dan meningkatkan taraf kesejahteraan ma-
syarakat.

Adapun langkah-langkah kebijaksanaan yang telah ditempuh


terutama dalam Repelita IV sampai dengan tahun 1985/86 antara
lain adalah sebagai berikut :

XVIII/37
(1) Segenap upaya program dan kegiatan pembangunan di bi-
dang kesejahteraan sosial diusahakan pelaksanaannya se-
cara bersama dan sebagai tanggung jawab bersama antara
Pemerintah dan masyarakat. Untuk itu partisipasi sosial
masyarakat yang meliputi semua golongan dan lapisan
termasuk para pengusaha serta lembaga-lembaga atau or-
ganisasi yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial
telah lebih diintensifkan lagi.

(2) Pembangunan bidang kesejahteraan sosial diusahakan se-


cara lebih terarah dan terpadu, baik dalam tahap peren-
canaannya maupun pelaksanaannya sehingga segala sesua-
tunya benar-benar tepat guna dalam rangka pembangunan
nasional dan daerah secara keseluruhan.

(3) Meningkatkan mutu pelayanan dan bimbingan bagi golo-


ngan-golongan masyarakat, terutama bagi mereka yang
menghadapi kerawanan sosial ekonomi dan permasalahan
kesejahteraan sosial lainnya.

(4) Lebih memperbanyak dan mengembangkan tenaga-tenaga ke-


sejahteraan sosial, antara lain dengan meningkatkan
gairah masyarakat khususnya pemuda/pemudi untuk menjadi
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) atau anggota/peserta
Satuan Tugas Sosial (Satgasos).

(5) Meneruskan usaha-usaha pencegahan dan rehabilitasi


sosial para penyandang masalah kesejahteraan sosial,
baik melalui panti-panti yang sudah ada maupun melalui
sarana Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS) sebagai salah
satu pola penanganan.

(6) Meningkatkan peranan sosial wanita dan generasi muda


pads umumnya, baik yang tinggal di daerah-daerah perko-
taan maupun pedesaan dalam ikut serta berpartisipasi
menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi.

3. Pelaksanaan Kegiatan

a. Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Program ini bertujuan untuk mencegah timbulnya masalah-ma-


salah kerawanan sosial dalam masyarakat luas.

Pelaksanaan program ini lebih banyak melibatkan peranserta


organisasi-organisasi sosial, pekerja sosial masyarakat, gene-

XVIII/38
rasi muda dan kaum wanita, sehingga partisipasi sosial masyara -
kat lebih meluas dan melembaga dalam usaha-usaha pembangunan
pada umumnya dan terutama pembangunan di bidang kesejahteraan
sosial.

Pembinaan kesejahteraan sosial diberikan dalam bentuk bim-


bingan mental, sosial dan motivasi, latihan keterampilan, pe-
nyediaan stimulan dalam wujud paket-paket usaha produktif serta
pembinaan lanjut untuk peningkatan taraf kesejahteraan sosial
terutama bagi kelompok/golongan masyarakat yang menghadapi
masalah kerawanan sosial ekonomi.

Program tersebut diatas meliputi kegiatan-kegiatan utama


sebagai berikut :

(1) Pembinaan Potensi Kesejahteraan Sosial dan Swadaya Ma-


syarakat dalam Masalah Perumahan dan Lingkungan

Melalui kegiatan dan usaha swadaya masyarakat dalam masalah


perumahan dan lingkungan telah ditumbuhkan dan dikembangkan
semangat gotong royong guna memugar rumah-rumah mereka sen-
diri dengan memanfaatkan sepenuhnya potensi sosial maupun alam
lingkungan yang tersedia di daerahnya. Kegiatan ini telah ber-
hasil meningkatkan penataan dan mutu perumahan serta lingkungan
yang sehat dan teratur yang memenuhi syarat-syarat kesejahte-
raan sosial dikalangan keluarga binaan. Bentuk bimbingan yang
telah dilakukan selama ini adalah memberikan bantuan stimulan
berupa antara lain peralatan kerja produktif yang bersifat
mendorong dan meningkatkan swadaya dan swakarya. Usaha mereka
secara swadaya dan swakarya ini dapat menyelesaiakan masalah
perumahan mereka secara bergantian/bergilir.

Sejak tahun 1984/85 penanganan pemugaran / perbaikan peru-


mahan desa dan lingkungan dilaksanakan secara terpadu bersama-
sama dengan instansi-instansi lain yang juga menangani pemuga-
ran perumahan desa. Dengan cara penanganan bersama ini dalam
tahun 1984/85 telah diberikan bantuan pemugaran rumah sebanyak
18.000 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di kurang lebih 1.200
desa, dan dalam tahun 1985/86 telah ditingkatkan menjadi seba-
nyak 20.175 KK yang tersebar pada 1.345 desa (Tabel XVIII-8).

(2) Penyuluhan Sosial dan Pembinaan Pekerja Sosial Masya-


rakat (PSM)

Penyuluhan sosial sebagai gerak dasar usaha kesejahteraan


sosial dilakukan dalam rangka menciptakan kondisi sosial

XVIII/39
TABEL XVIII - 8

PELAKSANAAN PEMBINAAN SWADAYA MASYARAKAT


BIDANG PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I ,
1983/84 - 1985/86
( KK )

Repelita IV
Daerah Tingkat I/
No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

_
1. DKI Jakarta 300 750
2. Jawa Barat 450 1.665 1.755
3. Jawa Tengah 510 1.815 2.445
4. D . I . Yogyakarta 360 555 555
5. Jawa Timur 510 1.665 1.815
6. Daerah Istimewa Aceh 180 960 1.005
7. Sumatera Utara 300 480 600
8. Sumatera Barat 270 600 645
9. Riau 180 495 540
10. Jambi 150 390 435
11. Sumatera Selatan 180 435 480
12. Lampung 330 420 450
13. Kalimantan Barat 150 570 645
14. Kalimantan Tengah 150 360 390
15. Kalimantan Selatan 150 465 510
16. Kalimantan Timur 150 255 360
17. Sulawesi Utara 150 780 825
18. Sulawesi Tengah 150 495 525
19. Sulawesi Selatan 240 915 975
20. Sulawesi Tenggara 150 240 375
21. Maluku 150 240 450
22. Bali 150 825 960
23. Nusa Tenggara Barat 450 930 1.050
24. Nusa Tenggara Timur 300 795 975
25. I r i a n Jaya 450 180 375
26. Bengkulu 270 480 510
27 Timor Timur 120 240 525

Jumlah : 6.900 18.0001) 20.1752)

1) Ekivalen untuk 1.200 desa, untuk 1 desa = 15 KK


2) Ekivalen untuk 1.345 desa, untuk 1 desa = 15 KK

XVIII/4
0
masyarakat yang memungkinkan dapat menerima dan mendukung nilai-
nilai pembaharuan seirama dengan kebutuhan pembangunan.
Penyuluhan sosial ini dilaksanakan terhadap kelompok-kelompok /
kesatuan-kesatuan masyarakat tertentu yang menjadi sasaran
garapan program ini.

Adapun kegiatan-kegiatan penyuluhan sosial yang dilakukan


baik lisan, tulisan maupun melalui berbagai media masa, pada
hakekatnya merupakan upaya awal persiapan kondisi sosial dasar
bagi pelaksanaan program pembangunan bidang kesejahteraan so-
sial.

Selanjutnya dalam rangka mengembangkan partisipasi masyara-


kat, telah dilaksanakan pembinaan terhadap anggota-anggota
masyarakat yang memiliki kemauan dan kemampuan dalam kegiatan-
kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Langkah ini ditempuh agar
mereka merasa terpanggil untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).

Sejalan dengan upaya-upaya tersebut peran serta PSM telah


dirasakan memberikan manfaat kepada masyarakat karena mereka
telah mampu melaksanakan peranannya tidak saja sebagai pendo-
rong, tetapi juga sebagai penggerak, pembimbing dan pengarah
berbagai upaya kesejahteraan sosial masyarakat di lingkungan
desanya.

Selama 3 tahun terakhir ini sudah lebih dari 60.000 orang


PSM yang telah dibina, dengan perincian sebanyak 20.203 orang
dalam tahun 1983/84, dan masing-masing sebanyak 20.000 orang
dalam tahun 1984/85 dan 1985/86 (Tabel XVIII - 9).

(3) Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing

Usaha yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah pembinaan


dan pelayanan kepada kelompok-kelompok masyarakat terasing yang
hidup di daerah-daerah pedalaman. Kegiatan tersebut dilaksana-
kan dalam rangka meningkatkan taraf dan cara hidup mereka untuk
mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang layak sesuai dengan
martabat manusia dan kemanusiaan di dalam satu pemukiman yang
lebih baik dan teratur.

Kebijaksanaan penanganan kelompok-kelompok masyarakat ini


lebih ditekankan pada upaya pembinaan nilai-nilai sosial budaya
yang positif sebagai modal dasar dalam pembinaan kesejahteraan
sosial bagi kelompok masyarakat tersebut. Dalam hubungan ini
kegiatan pemukiman baru yang diupayakan selama ini bagi mereka

XVIII/41
TABEL XVIII - 9

PENGADAAN DAN PEMBINAAN PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (PSM)


MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1983/84 -1985/86
(orang)

Repelita IV
Daerah Tingkat I/
No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

1. DKI Jakarta 1.027 130 130


2. Jawa Barat 940 1.300 2.210
3. Jawa Tengah 966 2.290 3.060
4. D.I. Yogyakarta 616 180 270
5. Jawa Timur 1.048 3.060 2.690
6. Daerah Istimewa Aceh 802 850 1.020
7. Sumatera Utara 710 1.360 1.800
8. Sumatera Barat 1.074 900 1.110
9. R i a u 600 390 300
10. J a m b i 460 300 330
11. Sumatera Selatan 718 580 720
12. L a m p u n g 790 820 270
13. Kalimantan Barat 514 1.120 1.560
14. Kalimantan Tengah 422 210 330
15. Kalimantan Selatan 594 300 510
16. Kalimantan Timur 506 600 150
17. Sulawesi Utara 674 390 270
18. Sulawesi Tengah 626 510 210
19. Sulawesi Selatan 1.112 660 330
20. Sulawesi Tenggara 518 630 90
21. M a l u k u 582 540 330
22. B a 1 i 645 50 420
23. Nusa Tenggara Barat 1.150 100 240
24. Nusa Tenggara Timur 990 750 510
25. Irian Jaya 687 1.050 480
26. Bengkulu 652 420 210
27. Timor Timur 780 510 450

Jumlah : 20.203 20.000 20.000

XVIII/42
hanyalah merupakan salah satu cara dan sarana pembinaan kese-
jahteraan sosial yang strategis.

Selama 2 tahun pertama Repelita IV telah berhasil dibina


sebanyak kurang lebih 5.550 KK masyarakat terasing, dengan pe -
rincian 3.000 KK dalam tahun 1984/85 dan 2.550 KK dalam tahun
1985/86 (Tabel XVIII - 10).

Sementara itu sampai dengan tahun 1984/85, sekitar 8.930 KK


dari masyarakat terasing yang telah dimukimkan itu telah dapat
hidup secara lebih layak, sehingga pembinaan selanjutnya telah
dialihkan kepada Pemerintah Daerah setempat.

(4) Pembinaan Kepahlawanan dan Keperintisan Kemerdekaan

Tujuan kegiatan ini adalah penyebarluasan nilai-nilai ke-


pahlawanan dan keperintisan para Pahlawan/Pejuang Kemerdekaan,
serta perbaikan kehidupan keluarga Pahlawan/Perintis Kemerdeka-
an yang tidak mampu. Disamping itu mencakup pula rehabilita-
si/perbaikan /pembangunan Taman Makam Pahlawan/Perintis Kemer-
dekaan.

Untuk melestarikan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan


para pahlawan dan perintis/pejuang kemerdekaan telah dilaku-
kan pemugaran dan pembangunan Taman Makam Pahlawan dan Makam
Pahlawan. Disamping itu telah diterbitkan berbagai buku Seri
Kepahlawanan dan Pejuang Kemerdekaan. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan agar generasi muda khususnya sebagai generasi pene-
rus dapat menghargai, menghayati dan melanjutkan perjuangan,
pengorbanan dan pengabdian para pahlawan, perintis dan pejuang
kemerdekaan.

Dalam tahun 1984/85 telah dilaksanakan pemugaran Taman


Makam Pahlawan dan Makam Pahlawan Nasional sebanyak 40 buah,
pemberian bantuan perbaikan rumah bagi 100 keluarga Pahlawan,
Pejuang dan Perintis Kemerdekaan serta pencetakan buku autobio-
grafi Perintis Pejuang Kemerdekaan dan buku " Citra Perjuangan
Bangsa " sebanyak 22.000 buah.

Kegiatan yang serupa telah pula dilaksanakan dalam tahun


1985/86, antara lain pemugaran Taman Makam Pahlawan dan Makam
Pahlawan Nasional sebanyak 36 buah yang tersebar di ibukota-
ibukota Propinsi dan Kabupaten disamping perbaikan Makam Perin-
tis Kemerdekaan sebanyak 19 buah, bantuan usaha produktif bagi
208 keluarga Pahlawan, Pejuang dan Perintis Kemerdekaan yang
kurang mampu, serta bantuan perbaikan rumah bagi keluarga Pah -

XVIII/43
TABEL XVIII - 10

PEMBINAAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERASING


MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1983/84 - 1985/86
( KK )

Repelita IV
Daerah Tingkat I/
No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

1. Daerah Istimewa Aceh 140 - 75


2. Sumatera Utara 100 - -

3. Sumatera Barat 170 100 100


4. R i a u 165 175 140

5. J a m b i 115 - 75
-
6. Sumatera Selatan 50 55
7. Bengkulu 100 100 75
8. Jawa Barat - _ -

9. Kalimantan Barat 75 - 165


10. Kalimantan Tengah 125 150 40
11. Kalimantan Selatan 115 - -
12. Kalimantan Timur 150 175 75
13. Sulawesi Utara 125 - -

14. Sulawesi Tengah 215 225 140

15. Sulawesi Selatan 190 200 60


16. Sulawesi Tenggara 125 150 100
17. M a l u k u 210 300 150
18. Nusa Tenggara Barat 115 150 100
19. Nusa Tenggara Timur 125 175 100
20. Irian Jaya 340 1.100 1.100

Jumlah : 2.750 3.000 2.550

XVIII/44
lawan, Pejuang dan Perintis Kemerdekaan sebanyak 137 keluarga.

Sebagai penghargaan atas perjuangan, pengorbanan dan pe-


ngabdian para pahlawan, pejuang dan perintis kemerdekaan yang
kurang mampu, pemberian bantuan sosial untuk keluarga mereka
telah dan akan terus dilanjutkan. Bantuan ini dimaksudkan untuk
meringankan beban penghidupan mereka, yang diberikan dalam
bentuk bantuan usaha produktif dan bantuan perbaikan rumah.

(5) Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat

Pembinaan partisipasi sosial masyarakat dimaksudkan untuk


dapat meningkatkan, mengembangkan, menyebarluaskan dan melemba-
gakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan bidang kesejah-
teraan sosial khususnya dan berbagai bidang pembangunan lain
pada umumnya. Dengan semakin meluasnya kegiatan-kegiatan parti-
sipasi sosial masyarakat dalam pembangunan secara melembaga dan
berkelangsungan, diharapkan dikalangan masyarakat sendiri akan
tercipta prasarana, sarana dan mekanisme pembangunan kesejahte-
raan sosial yang searah dalam kesatupaduan dengan prasarana,
sarana dan mekanisme kesejahteraan sosial dari Pemerintah.

Usaha-usaha pembinaan partisipasi sosial meliputi kegiatan


sebagai berikut :

(a) Meningkatkan mutu dan kemampuan organisasi-organisasi so-


sial baik yang berbadan hukum maupun organisasi yang tidak
ber-badan hukum dengan jalan memberikan latihan-latihan
bagi para petugas pembina organisasi sosial, pengurus orga-
nisasi sosial dan calon kader pengurus organisasi sosial.

(b) Meningkatkan kemampuan organisasi-organisasi sosial khusus-


nya yang bergerak dalam bidang permasalahan kesejahteraan
sosial berupa bantuan peningkatan fasilitas pelayanan dari
sarana organisasinya.

(c) Mengembangkan forum komunikasi dan konsultasi antar organi-


sasi sosial dalam rangka memantapkan keserasian dan kese-
tiakawanan antara kelompok-kelompok golongan masyarakat
agar tercipta suasana akrab serta saling membantu dalam
mengatasi masalah sosial di lingkungannya yang dapat dila-
kukan secara gotong-royong.

Kegiatan yang telah dilaksanakan dalam tahun 1984/85 adalah


penyempurnaan/ penataan organisasi sosial (orsos) sebanyak
1.850 orsos, pemberian bantuan usaha pengembangan kepada 2.278

XVIII/45
orsos, latihan pengurus orsos sebanyak 1.730 orang dan latihan
pembina orsos 60 orang. Dalam tahun 1985/86 hasil-hasil yang
dicapai adalah penyempurnaan/penataan organisasi sosial 1.870
orsos, pemberian bantuan usaha pengembangan kepada 3.159 orsos,
latihan pengurus orsos sebanyak 1.000 orang dan latihan pembina
orsos sebanyak 289 orang.

b. Program Bantuan Penyantunan dan Pengentasan Sosial

Program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan, bantuan


penyantunan dan pengentasan kepada para penyandang masalah
sosial yang mengalami kecacatan, ketunaan dan keterlantaran,
serta musibah bencana alam dan bencana-bencana lainnya. Kegi-
atan program ini meliputi pemeliharaan, pemulihan, pembinaan
keterampilan dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi anak-
anak terlantar, lanjut usia tidak mampu, penyandang cacat,
fakir miskin terlantar, anak nakal korban narkotika, tuna so-
sial dan para korban bencana alam serta musibah-musibah lain-
nya. Di antara kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara
lain adalah :

(1) Penyantunan Lanjut Usia, Keluarga dan Pengentasan Anak


Terlantar

Pembinaan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia


dilakukan baik melalui sistem panti maupun sistem di luar
panti, dengan tetap berpegang kepada kebijaksanaan pelayanan
yang selama ini diberikan kepada orang-orang lanjut usia/jompo
terlantar di dalam panti hanya merupakan upaya terakhir. Prin -
sip dasar adalah bahwa pelayanan kesejahteraan sosial bagi
orang-orang lanjut usia/jompo yang terbaik adalah di dalam
lingkungan keluarga sendiri, sesuai dengan nilai-nilai budaya
bangsa Indonesia.

Pelayanan di luar panti yang sudah mulai dirintis sejak


tahun 1968 dilakukan dengan menitipkan para lanjut usia kepada
keluarga-keluarga dengan sistem anak atau orang tua angkat.
Melalui sistem luar panti dalam dua tahun pertama Repelita IV
telah berhasil disantun/dibantu sebanyak tidak kurang dari
113.800 orang, yaitu 60.000 orang pada tahun 1984/85 dan 53.800
orang pada tahun 1985/86 (Tabel XVIII-11).

Sejak Repelita III kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial


keluarga, baru mulai dirintis. Sasaran pokok adalah keluarga-
keluarga yang menyandang permasalahan kesejahteraan sosial
sebagai akibat pergeseran dan perubahan nilai-nilai sosial

XVIII/46
TABEL XVIII - 1 1

PELAKSANAAN BANTUAN DA N PENYANTUNAN KEPADA PARA


LANJUT USIA DENGAN SISTEM DI LUAR PANTI
MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1983/84 - 1985/86
( orang )

Daerah Tingkat I/ Repelita IV


No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

1. DKI Jakarta 4.500 1.800 1.800


2. Jawa Barat 4.500 3.100 3.600
3. Jawa Tengah 4.800 3.100 3.600
4. D.I. Yogyakarta 2.100 2.100 1.500
5. Jawa Timur 4.800 3.100 3.600
6. Daerah Istimewa Aceh 2.250 2.100 2.100

7. Sumatera Utara 2.400 3.600 3.200


8. Sumatera Barat 2.400 3.000 2.300
9. Riau 1.500 2.400 1.600

10. Jambi 1.500 1.500 1.400


11. Sumatera Selatan 2.100 3.000 2.300

12. Lampung 1.700 2.100 2.800


13. Kalimantan Barat 1.800 2.100 2.100
14. Kalimantan Tengah 2.100 2.400 1.500

15. Kalimantan Selatan 2.100 2.100 1.500


16. Kalimantan Timur 2.200 1.800 1.000
17. Sulawesi Utara 2.400 3.000 2.000
18. Sulawesi Tengah 2.100 2.100 1.900

19. Sulawesi Selatan 3.900 3.600 2.400


20. Sulawesi Tenggara 1.500 1.500 1.000
21. Maluku 2.100 2.100 1.400
22. B a 1 i 1.800 1.800 2.200

23. Nusa Tenggara Barat 2.100 1.500 2.500

24. Nusa Tenggara Timur 1.500 1.500 2.500

25. Irian Jaya 1.200 1.800 1.000


26. Bengkulu 1.800 1.800 1.000

Jumlah : 63.150 60.000 53.800

XVIII/47
dalam masyarakat, dengan tidak mengecualikan keluarga-keluarga
yang mampu. Kegiatan ini dilaksanakan dengan bimbingan sosial
atau konsultasi baik secara perorangan maupun kelompok.

Pengentasan anak terlantar adalah usaha-usaha untuk membe-


rikan perasaan terlindung dan kasih sayang keluarga serta pen -
didikan guna mengembangkan kepribadiannya. Pelayanan yang dila-
kukan dalam panti meliputi pemberian bantuan keterampilan,
bantuan bahan peralatan kerja/usaha. Pengentasan tersebut dila-
kukan melalui sistem dalam panti dan luar panti. Sedangkan
pelayanan di luar panti dilaksanakan oleh keluarga masing-
masing dengan bantuan berupa pakaian dan kebutuhan sekolah.
Dalam dua tahun terakhir Repelita IV , jumlah anak terlantar
yang telah dibantu/disantun melalui sistem luar panti adalah
119.050 anak, yaitu sebanyak 60.000 anak dalam tahun 1984/85
dan 59.050 anak dalam tahun 1985/86 (Tabel XVIII - 12).

Sehubungan dengan penyantunan dan pengentasan anak terlan-


tar, telah pula dibangun dan direhabilitasi Panti dan Sasana
Penyantunan Anak pada berbagai Ibukota Propinsi dan Ibu-kota
Kabupaten seluruh Indonesia.

(2) Penyantunan dan Pengentasan para Cacat

Usaha ini bertujuan untuk mempersiapkan dan mengentaskan


para penyandang cacat agar mereka mempunyai harga diri dan
dapat hidup mandiri yang sekaligus mampu mengatasi kecacatannya
sehingga tidak merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar dan layak. Sasaran santunan ini meliputi
para cacat tubuh, tuna netra, cacat mental, tuna rungu wicara
dan bekas penyandang penyakit kronis, termasuk pula didalamnya
para cacat veteran.

Sebagian penanganan para cacat dilakukan melalui sistem


dalam panti sebagai perangkat rehabilitasi para cacat. Hanya
dalam hal situasi memungkinkan, pelayanan dilakukan melalui
sistem di luar panti. Kegiatan penyantunan meliputi motivasi,
bimbingan fisik, mental, sosial dan latihan keterampilan kerja
serta bimbingan lanjut. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain
dilakukan melalui Loka Bina Karya (LBK), Unit Rehabilitasi Ke -
liling dan melalui Kelompok usaha pengentasan para cacat.
Pelaksanaan penyantunan dan pengentasan para cacat dengan sis -
tem di luar panti dilakukan dengan latihan keterampilan dan
memberikan bantuan peralatan kerja/usaha.

Jika dalam tahun 1983/84 telah berhasil dibantu/disantun


sebanyak 22.700 orang cacat, dalam tahun 1984/85 jumlahnya

XVIII/48
TABEL XVIII - 12

PELAKSANAAN BANTUAN DAN PENYANTUNAN ANAK TERLANTAR


DENGAN SISTEM DI LUAR PANTI MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1983/84 - 1985/86
(orang)

Repelita IV
Daerah Tingkat I/
No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

1. DKI Jakarta 2.700 2.400 2.100


2. Jawa Barat 3.000 4.500 4.000
3. Jawa Tengah 3.000 4.500 4.200

4. D.I. Yogyakarta 1.200 1.400 1.600


5. Jawa Timur 3.000 4.500 4.200
6. Daerah Istimewa Aceh 1.200 1.800 1.800
7. Sumatera Utara 1.800 3.500 3.000
8. Sumatera Barat 1.800 1.900 2.100
9. Riau 1.500 1.600 1.600
10. Jambi 1.500 1.400 1.400
11. Sumatera Selatan 1.500 2.000 •2.000
12. Lampung 1.500 2.800 2.800

13. Kalimantan Barat 900 2.100 1.800


1.500
14. Kalimantan Tengah 1.200 1.200
1.500 1.800
15. Kalimantan Selatan 1.200
16. Kalimantan Timur 1.200 1.500 1.600
17. Sulawesi Utara 1.800 1.600 1.200
18. Sulawesi Tengah 1.800 1.200 3.600

19. Sulawesi Selatan 2.100 3.600 1.000


20. Sulawesi Tenggara 1.200 1.000 2.100
1.200 1.600 2.600
21. Maluku
2.400 2.600 3.000
22. B a l i
23. Nusa Tenggara Barat 1.800 3.500 2.550

24. Nusa Tenggara Timur 1.800 3.400 2.500


1.500 1.500
25. Irian Jaya 1.500
1.400 1.500
26. Bengkulu 1.500

Jumlah : 45.300 60.000 59.050

XVIII/4
9
meningkat menjadi 30.000 orang. Dalam tahun 1985/86, jumlahnya
agak menurun, yaitu menjadi 25.900 orang karena penyantunan
yang dilakukan lebih ditekankan pada peningkatan mutu antara
lain dengan memperpanjang waktu latihan (Tabel XVIII-13).
Disamping itu telah pula diberikan bantuan kepada Lembaga-
lembaga Sosial Swasta yang bergerak dalam bidang rehabilitasi
para cacat.

(3) Penyantunan dan Pengentasan para Tuna Sosial (Gelanda-


ngan dan Pengemis, Tuna Susila dan Bekas Narapidana)

Usaha rehabilitasi bagi para gelandangan dan pengemis teru-


tama ditujukan pada rehabilitasi mental dan sosial serta latih-
an-latihan keterampilan praktis untuk mengangkat harga diri
sehingga mereka diharapkan mampu untuk memperoleh pekerjaan
layak yang tetap dengan penghasilan yang memadai. Sebagai ke -
lanjutan dari kegiatan sebelumnya, dalam tahun 1984/85 dan
tahun 1985/86 telah ditangani tidak kurang dari 15.300 orang
gelandangan dan pengemis melalui sistem Lingkungan Pondok So-
sial yang dibangun di beberapa Propinsi, antara lain di DKI
Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Mengikuti pola yang hampir sama, kegiatan penanganan para


tuna susila dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain mela-
lui pengumpulan, motivasi, identifikasi, bimbingan fisik, men-
tal dan sosial serta latihan keterampilan yang memungkinkan
mereka meninggalkan pekerjaan mereka yang tidak baik itu untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak dan wajar. Kegiatan rehabili-
tasi dan resosialisasi para tuna susila dilakukan melalui sis-
tem dalam panti. Dalam tahun 1984/85 dan tahun 1985/86 telah
berhasil dibina sebanyak 1.905 orang tuna susila melalui pela-
yanan dalam panti. Sebagian besar dari mereka telah mendapatkan
pekerjaan yang lebih wajar dibandingkan dengan sebelumnya,
antara lain dengan menjadi pelayan toko dan berwiraswasta.

Kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangka ini adalah


penanganan terhadap bekas narapidana, terutama bagi mereka yang
baru saja selesai menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasya-
rakatan (LP). Mereka mengalami masalah kehilangan pekerjaan/ma-
ta pencaharian dan kesulitan memperoleh pekerjaan. Santunan
yang diberikan bagi bekas narapidana dimaksudkan untuk memulih-
kan kembali harga diri, kepercayaan pada diri sendiri, dan
mengembangkan kemauan sehingga mereka dapat melaksanakan fungsi
dan peransertanya secara wajar dan layak dalam tata kehidupan
masyarakat yang lebih baik.

XVIII/50
TABEL %VIII - 13

PELAKSANAAN BANTUAN DAN PENYANTUNAN PARA CACAT


DENGAN SISTEM DI LUAR PANTI MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1983/84 - 1985/86
(orang)

Repelita IV
Daerah Tingkat I/
No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

1. DKI Jakarta 2.000 2.235 2.000


2. Jawa Barat 1.000 2.450 2.000
3. Jawa Tengah 2.600 4.240 2.000
4. D.I. Yogyakarta 100 730 500
5. Jawa Timur 1.000 750 2.000
6. Daerah Istimewa Aceh 500 800 500
7. Sumatera Utara 1.000 1.500 1.500
8. Sumatera Barat 1.200 1.390 1.000
9. Riau 300 625 500
10. Jambi 400 390 500
11. Sumatera Selatan 1.600 2.236 500
12. Lampung 500 895 500
13. Kalimantan Barat 300 300 500
14. Kalimantan Tengah 300 560 500
15. Kalimantan Selatan 1.000 1.290 1.000
16. Kalimantan Timur 300 240 500
17. Sulawesi Utara 800 890 1.200
18. Sulawesi Tengah 1.100 1.305 1.200
19. Sulawesi Selatan 2.800 2.400 2.000
20. Sulawesi Tenggara 200 105 500
21. Maluku 800 865 1.000
22. B a 1 i 1.100 1.035 1.000
23. Nusa Tenggara Barat 600 1.119 1.000
24. Nusa Tenggara Timur 800 850 1.000
25. Irian Jaya 200 550 500
26. Bengkulu 200 200 500
27. Timor Timur 50

Jumlah : 22.700 30.000 25.900

XVIII/5
1
(4) Penyantunan dan Pengentasan Anak Nakal dan Korban Nar-
kotika.

Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan dan mengentaskan


anak nakal dan remaja korban penyalahgunaan narkotika agar da-
pat mengembangkan pribadinya secara wajar dalam memperjuangkan
hari depannya sebagai generasi penerus bangsa.

Sasaran kegiatan ini adalah anak yang melakukan tindakan


melanggar norma-norma kehidupan keluarga dan masyarakat dan ti-
dak dalam proses penggugatan/pengadilan serta remaja korban
penyalahgunaan narkotika yang telah selesai memperoleh perawatan
medik. Dengan menggunakan sistem rujukan pada rumah sakit
dan kepolisian setempat, panti-panti rehabilitasi sosial melak-
sanakan kegiatan rehabilitasi dan resosialisasi bagi korban
narkotika/minuman keras khususnya dikalangan remaja. Melalui
penyantunan dalam panti mereka diarahkan agar dapat kembali
kemasyarakat serta mampu mengembangkan bakat dan pribadinya
secara wajar. Di dalam panti mereka diberikan bimbingan menge-
nai sikap dan tanggung jawab sosial serta latihan-latihan kete-
rampilan sebagai bekal kemampuan mandiri setelah mereka keluar
dari panti tersebut.

Dalam tahun 1983/84 dengan menggunakan sistem pelayanan


dalam panti dan luar panti, telah berhasil dibina sebanyak
1.218 anak nakal dan anak nakal korban narkotika, sedangkan
dalam tahun 1984/85 telah berhasil dibina sebanyak 1.443 anak
dan dalam tahun 1985/86 sebanyak 1.900 anak.

Selanjutnya dalam tahun 1984/85 dan 1985/86 telah dilakukan


pembangunan, perbaikan dan perluasan serta penyempurnaan panti-
panti rehabilitasi baik untuk anak nakal maupun untuk korban
narkotika, antara lain di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatra Selatan.

(5) Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin

Sasaran yang dituju oleh kegiatan ini adalah masyarakat


berpenghasilan sangat rendah yang benar-benar tidak dapat men-
cukupi kebutuhan dasarnya secara layak, baik yang tinggal di
daerah pedesaan maupun di daerah rawan sosial ekonomis di
perkotaan. Usaha peningkatan taraf kesejahteraan sosial keluar-
ga fakir miskin ini diarahkan pada kegiatan-kegiatan antara
lain :
(a) Menumbuhkan keterampilan para keluarga binaan sosial (fakir
miskin) khususnya dalam bidang pengelolaan usaha ekonomis

XVIII/52
produktif keluarga dan kelompok;

(b) Memberikan bantuan usaha produktif keluarga dalam bentuk


bahan dan peralatan sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang
dilaksanakan di tempat tinggalnya masing-masing; dan

(c) Memberikan bantuan usaha produktif kelompok sebagai salah


satu usaha permulaan kearah penumbuhan usaha koperasi.

Dalam tahun-tahun 1984/85 dan 1985/86 kegiatan ini telah


menjangkau 13 Dati II/Propinsi sebagai daerah rintisan, yaitu
Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Ti -
mur, Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur.

(6) Bantuan dan Rehabilitasi Korban Bencana Alam

Penanggulangan korban bencana alam diarahkan pada pening-


katan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana alam, guna menghindar atau mengurangi tim-
bulnya korban dan kerugian yang lebih banyak, serta pemberian
bantuan pertama sebagai tindakan darurat dan bantuan rehabili-
tasi sebagai tindak lanjutan. Sasaran utama usaha ini adalah
para keluarga yang menjadi korban bencana alam serta musibah
lainnya. Selama ini, disamping bantuan darurat, diberikan juga
bantuan perbaikan rumah, bibit-bibitan, ternak, peralatan usaha
produktif, dan untuk daerah-daerah tertentu yang tidak mungkin
lagi dapat ditempati dilakukan pemindahan ke pemukiman baru
yang diselenggarakan secara lokal atau melalui program transmi-
grasi.

Disamping rehabilitasi sosial korban bencana alam, dilaku-


kan juga latihan pembimbing bagi petugas lapangan, latihan dan
temu karya anggota-anggota Satkorlak Penanggulangan Bencana
Alam, dan penyediaan barak penampungan/persinggahan para korban
bencana alam. Untuk lebih meningkatkan koordinasi yang lebih
baik dan mantap, maka berdasarkan Keppres Nomor 28 tahun 1979
telah dibentuk suatu Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana Alam (BAKORNAS PBA) di tingkat Pusat dan Satuan
Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam (SATKORLAK
PBA) di tingkat Daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas telah pula dibentuk


Satuan Tugas Sosial (SATGASOS) Penanggulangan Bencana Alam yang
berintikan petugas-petugas sosial dan unsur-unsur generasi mu -

XVIII/53
da sebagai perangkat bantuan penanggulangan korban bencana alam
yang selalu slap bergerak sesuai dengan kebutuhan, yang
berkedudukan di Kecamatan/Kabupaten.

Dalam tahun 1984/85 telah dilaksanakan usaha penanggulangan


dan kesiap-siagaan/pencegahan bencana alam terhadap 6.686 KK dan
dalam tahun 1985/86 jumlahnya meningkat dengan 7.216 KK.
Disamping usaha-usaha tersebut kepada daerah-daerah rawan ben-
cana alam telah diberikan bantuan untuk meningkatkan kesiapsia-
gaan penanggulangan darurat pada waktu terjadi bancana alam,
berupa perlengkapan pertolongan pertama seperti tenda, perleng-
kapan dapur umum, mobil dapur umum, perahu karat, dan alat-alat
komunikasi.

c. Program Pembinaan Generasi Muda

Program ini dimaksudkan untuk membina generasi muda agar


mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan dalam
rangka melaksanakan peranan dan tanggung jawabnya sebagai
generasi penerus dalam pembangunan bangsa dan negara.

Pembinaan dan pengembangan generasi muda/remaja dalam prog-


ram ini, khususnya di bidang kesejahteraan sosial, ditujukan
untuk mencegah timbulnya berbagai masalah sosial dikalangan me-
reka. Usaha ini dilaksanakan melalui wadah Karang Taruna sebagai
organisasi sosial remaja.

Melalui kegiatan ini, para remaja melakukan berbagai kegi-


atan yang meliputi latihan keterampilan kerja, kerajinan tangan,
kesenian dan olah raga, serta cara-cara berorganisasi agar waktu
luang mereka dapat dimanfaatkan untuk karya-karya yang produktif
dan bermanfaat. Disamping itu kegiatan-kegiatan tersebut
dimaksudkan pula untuk menanamkan disiplin dan tanggung jawab
sosial serta upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila di
kalangan para remaja serta mencegah dan membatasi timbulnya
masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika di
kalangan remaja. Pembinaan dan pengembangan remaja dalam wadah
Karang Taruna sebagai organisasi sosial di tingkat desa
dilaksanakan untuk mengfungsikan Karang Taruna sebagai salah
satu wadah pembauran kesatuan bangsa khususnya generasi muda
pada basis-basis kelurahan dan desa.

Jika pada akhir Repelita III (1983/84) jumlah Karang Taruna


yang telah berhasil dibina baru mencapai 12.654 KT, sampai
dengan tahun 1984/85 jumlahnya meningkat menjadi 20.054 KT,
sedang sampai dengan tahun 1985/86 jumlahnya telah sangat me-

XVIII/54
ningkat menjadi 59.909 Karang Taruna yang tersebar pada hampir
semua desa di tanah air (Tabel XVIII - 14, dengan perincian
menurut Daerah Tingkat I).

Kegiatan-kegiatan pembinaan yang dilakukan antara lain


berupa bantuan paket peralatan olah raga dan kesenian stimulan
untuk Karang Taruna barn, latihan kepemimpinan bagi pengurus
dan pembina Karang Taruna. Materi latihan tersebut meliputi
pengetahuan tentang kepemimpinan, organisasi, pengenalan jiwa
pemuda dan cara-cara pendekatan terpadu terhadap lingkungan
dan masyarakat.

d. Program Peranan Wanita

Tujuan umum program ini adalah untuk mengembangkan kese-


jahteraan sosial wanita, dalam rangka memantapkan kemampuan dan
keterampilan mereka agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan
tanpa mengurangi peranannya dalam membina keluarga sejahtera
pada umumnya dan generasi muda pada khususnya dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Melalui program ini dalam tahun 1983/84 dan 1984/85 telah


berhasil dilatih sebanyak berturut-turut 720 dan 610 orang
wanita yang memiliki potensi untuk menjadi kader pimpinan wani-
ta di bidang usaha kesejahteraan sosial. Kegiatan ini terus
ditingkatkan sehingga dalam tahun 1985/86 telah pula berhasil
dilatih sebanyak 780 orang wanita. Dengan adanya latihan ini
diharapkan para peserta dapat mengembangkan kemampuan mempra-
karsai usaha-usaha kesejahteraan sosial di lingkungannya mau-
pun untuk membina dan membimbing organisasi wanita setempat.

Untuk dapat lebih meningkatkan pengabdian para tokoh wanita


dalam melaksanakan kegiatan usaha-usaha kesejahteraan sosial
maka dalam tahun 1985/86 telah pula dilakukan kegiatan
pembinaan terhadap 270 pimpinan organisasi wanita.

Dalam rangka memperbaiki tingkat hidup terutama dalam


bidang usaha kesejahteraan sosial wanita, telah pula diberikan
bimbingan dan latihan-latihan berbagai jenis keterampilan kerja
untuk usaha-usaha ekonomis produktif bagi wanita dari keluarga
kurang mampu. Dalam tahun 1984/85 dan 1985/86 telah dilaksana -
kan latihan dan pemberian bantuan kepada berturut-turut seba-
nyak 6.060 dan 4.860 wanita bina swadaya yang berasal dari
keluarga kurang mampu.

Sejalan dengan kegiatan diatas telah pula dilakukan usaha -

XVIII/55
TABEL XVIII - 14

PELAKSANAAN PEMBINAAN KARANG TARUNA


MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1983/84 - 1985/86 *)

Repelita IV
Daerah Tingkat I/
No. Propinsi 1983/84 1984/85 1985/86

1. DKI Jakarta 236 236 236

2. Jawa Barat 1.825 2.003 7.045

3. Jawa Tengah 1.767 2.697 8.447

4. D.I. Yogyakarta 176 235 438

5• Jawa Timur 1.689 3.177 8.359

6. Daerah Istimewa Aceh 123 458 2.811

7. Sumatera Utara 452 794 5.632

8. Sumatera Barat 409 835 3.529

9. Riau 227 258 1.104

10. Jambi 353 494 1.342

11. Sumatera Selatan 839 1.361 2.371

12. Lampung 774 774 1.501

13. Kalimantan Barat 181 437 1.288

14. Kalimantan Tengah 135 231 1.129

15. Kalimantan Selatan 815 1.426 2.363

16. Kalimantan Timur 113 316 1.080

17. Sulawesi Utara 266 352 1.270

18. Sulawesi Tengah 340 450 1.278


1.189
19. Sulawesi Selatan 496 513

20. Sulawesi Tenggara 226 601 720

21. Maluku 24 192 1.694

22. B a l i 85 374 594

23. Nusa Tenggara Barat 351 476 565

24. Nusa Tenggara Timur 243 441 1.723

25. Irian Jaya 84 227 694

26. Bengkulu 420 672 1.065

27. Timor Timur 5 24 442

XVIII/5
6
20.054
Jumlah 59.909

12.654

*) Angka

Kumulatif
usaha untuk meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan kemam-
puan para wanita bina swadaya yang dinilai memiliki potensi
untuk mengembangkan usaha mereka guna memperbaiki tingkat hi-
dup keluarganya. Jumlah wanita yang telah berhasil dibina dalam
rangka ini adalah berturut-turut sebanyak 480 wanita dalam
tahun 1984/85 dan 870 wanita dalam tahun 1985/86.

e. Program Pendidikan dan Latihan Tenaga Kerja Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan


keterampilan tenaga pelaksana dalam menanggulangi setiap perma-
salahan kesejahteraan sosial yang berkembang dalam masyarakat
secara profesional. Sasaran kegiatan ini adalah para tenaga
pelaksana lapangan, baik yang langsung menggarap kasus-kasus
masalah sosial, maupun mereka yang bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mengendalikan pelayanan kesejahteraan
sosial pada tingkat lapangan.

Penyelenggaraan berbagai penataran kedinasan dan pengadaan


prasarana dan sarana pendidikan berupa gedung, kursus-kursus
dan latihan-latihan tenaga sosial, disertai perlengkapannya
yang tersebar dibeberapa propinsi merupakan kegiatan utama
program ini.

Dalam tahun 1984/85 telah dilaksanakan kegiatan pendidikan


dan latihan berupa SEPADA dengan jumlah peserta 230 orang,
SEPALA dengan jumlah peserta sebanyak 83 orang, SEPADYA dengan
jumlah peserta 28 orang, Latihan Dasar Tenaga Sosial sebanyak
255 orang, Latihan Tenaga Pemeriksa Operasional sebanyak 35
orang dan Program Doktor sebanyak 2 orang.

Dalam tahun 1985/86 telah dapat dilaksanakan kegiatan


pendidikan dan latihan yang soma meliputi SEPADA 30 orang, SE-
PALA 60 orang, SEPADYA sebanyak 32 orang, SESPA sebanyak 35
orang dan Latihan Petugas Sosial Kecamatan sebanyak 406 orang
serta Latihan Dasar Tenaga Kesejahteraan Sosial sebanyak 165
orang.

Untuk meningkatkan mutu dan jumlah lulusan Sekolah Tinggi


Kesejahteraan Sosial (STKS) di Bandung telah dilaksanakan per-
luasan dan rehabitasi kampus serta peningkatan mutu kurikulum
dan tenaga pengajar. Sejak didirikannya STKS pada tahun 1967
sampai dengan tahun 1985 telah berhasil lulus 1.384 tingkat
Sarjana Muda dan 462 orang tingkat Sarjana, termasuk 264 ting-
kat Sarjana Muda dan 135 orang tingkat Sarjana dalam tahun
1985.

XVIII/57
f. Program Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Program penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial


dilaksanakan dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan
efektifitas usaha-usaha kesejahteraan sosial yang langsung
dapat menunjang peningkatan mutu kes jahteraan sosial secara
lebih baik. Dalam Repelita IV pelaksanaan penelitian dan pe-
ngembangan kesejahteraan sosial lebih dimantapkan dan diarahkan
untuk langsung dapat menunjang peningkatan kegiatan opera-
sional. Hasil-hasil penelitian yang diperoleh diharapkan
dapat digunakan untuk mengembangkan sistem dan kebijaksanaan
yang lebih sesuai dengan keadaan dan perkembangan permasalahan
sosial yang dihadapi. Disamping itu hasil telaah dan kajian
penelitian yang dilakukan melalui perintisan proyek-proyek
percontohan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertim-
bangan penentuan kebijaksanaan, pemantapan program, pola pena-
nganan serta sistem pembangunan bidang kesejahteraan sosial
yang lebih sesuai dan serasi.

Disamping itu telah pula dilaksanakan perintisan percontohan


penanganan masalah kesejahteraan sosial yaitu Penanganan Ma-
salah Gelandangan dan Pengemis di DKI Jakarta melalui Ling -
kungan Pondok Sosial, dan Pembinaan dan Pengembangan Lingkung-
an Masyarakat Irian Jaya.

g. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan


Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan

Dalam rangka usaha menunjang berhasilnya pelaksanaan ke-


giatan operasional pembangunan sebagaimana yang telah direnca-
nakan, telah diusahakan penyempurnaan pengaturan dan penertiban
yang dapat menjamin pencapaian hasil pelaksanaan kegiatan de-
ngan cara-cara yang lebih efektif dan efisien: Usaha-usaha
tersebut bertujuan agar pengendalian pelaksanaan kegiatan pem-
bangunan dapat dilaksanakan mulai dari kegiatan administrasi,
pelaksanaan pengendalian, sampai dengan pengawasan.

Dalam tahun 1985/86 keseluruhan kegiatan tersebut telah


lebih ditingkatkan melalui upaya terintegrasi dalam perencana-
an, pengendalian, penertiban dan pembinaan organisasi, persona-
lia sebagai aparatur pelaksanan pembangunan yang cukup tertib.
Dengan demikian diharapkan bahwa secara keseluruhan baik admi-
nistratif maupun teknis, pelaksanaan program-program pemba-
ngunan di bidang kesejahteraan sosial akan dapat lebih diting-
katkan dan dikembangkan secara lebih produktif, efektif dan

XVIII/58
efisien.

h. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintah

Melalui program ini telah dilakukan kegiatan-kegiatan untuk


menunjang usaha-usaha peningkatan dan penyempurnaan prasarana
fisik Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah-daerah, antara
lain berupa pembangunan/rehabilitasi gedung-gedung kantor,
pengadaan sarana angkutan, dan sarana perlengkapan lainnya.

Kegiatan pembangunan prasarana fisik yang dilaksanakan


dalam tahun 1984/85 terutama dipusatkan kepada pembangunan
Gedung Kantor Pusat Departemen Sosial, Kantor Wilayah Propinsi
Bali dan Timor Timur, sedangkan dalam tahun 1985/86 telah pula
dilaksanakan perluasan dan rehabilitasi Kantor Wilayah Propinsi
Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya.

C. PERANAN WANITA

1. Pendahuluan

Kebijaksanaan dan langkah-langkah peningkatan peranan


wanita dalam Repelita IV pada dasarnya merupakan lanjutan,
peningkatan, pengembangan dan perluasan dari kebijaksanaan dan
langkah usaha yang telah dimulai sejak Repelita III. Dalam
Repelita IV diusahakan percepatan tercapainya sasaran utama
pembangunan jangka panjang yaitu tercapainya landasan yang kuat
bagi Bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa dalam Repelita IV
ini peningkatan peranan wanita dalam pembangunan bangsa harus
dipercepat pula sesuai dengan kemajuan di berbagai bidang
pembangunan. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan dan
keterampilan kaum wanita serta kesempatan yang lebih banyak
demi partisipasinya yang lebih efektif dalam pembangunan. Ter-
cakup di dalamnya keberhasilan membina keluarga sejahtera pada
umumnya dan generasi muda khususnya dalam rangka mewujudkan
manusia Indonesia seutuhnya.

Sehubungan dengan itu koordinasi pelaksanaan berbagai kegi-


atan peranan wanita dalam program ini dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian dan penga-
wasannya.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah meningkatkan peranan

XVIII/59
wanita dalam pembangunan nasional dalam Repelita IV terdiri
dari antara lain :

1) Meningkatkan dan mengembangkan peranan wanita sebagai ibu


rumah tangga dalam mewujudkan keluarga sehat dan sejahtera.

2) Meningkatkan dan mengembangkan peranan wanita sebagai ang-


katan kerja melalui perluasan kesempatan kerja diberbagai
sektor pembangunan.

3) Meningkatkan dan mengembangkan secara lebih baik peranan


wanita di berbagai bidang pembangunan melalui usaha-usaha
peningkatan pendidikan dan keterampilan.

4) Meningkatkan kemampuan dan menumbuhkan iklim sosial-budaya


yang lebih memungkinkan wanita berperan serta dalam pemba-
ngunan.

5) Meningkatkan dan mengembangkan peranan wanita di berbagai


bidang pembangunan dalam rangka meningkatkan kemampuan
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan-
nya sendiri menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera
berdasarkan Pancasila.

2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan

Perkembangan pelaksanaan program terpadu peningkatan


peranan wanita dalam tahun kedua Repelita IV di berbagai bidang
pembangunan terutama pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan
sosial, sebagai berikut:

a) Penelitian peranan wanita

Dalam rangka memperoleh data konkrit tentang keadaan nyata


dari kedudukan dan peranan wanita dalam masyarakat Indonesia
dewasa ini, telah dilakukan sejumlah penelitian lapangan (empi-
rik). Penelitian tentang peranan wanita yang telah dihasilkan
dalam tahun 1985/86 antara lain adalah penelitian tentang:
Pengaruh lingkungan sosial-ekonomi terhadap alokasi waktu dari
wanita yang telah kawin/ibu rumah tangga dengan studi kasus di
Kecamatan Gedangan-Kabupaten Malang; alokasi dan sumbangan eko-
nomi pekerja wanita terhadap keluarga dengan studi kasus di Ke -
camatan Pasar Rebo-DKI Jakarta; swadaya wanita di pedesaan di
daerah Proyek Lanjutan P2W-KSS (Desa Binaan) yang tersebar di
berbagai propinsi; pekerja wanita dan kesempatan kerja di dae-
rah pemusatan industri; Organisasi, pengelolaan dan pelaksa-

XVIII/6O
naan sepuluh program PKK yang dilaksanakan di propinsi Jawa Ti -
mur, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat; Modifikasi dan sikap
wanita suku Bugis terhadap pakaian adat baju Bodo di Sulawesi
Selatan; dan, Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua
dengan indeks prestasi mahasiswa.

Dari hasil penelitian tentang hubungan antar tingkat


pendidikan orang tua dengan indeks prestasi mahasiswa dapat di-
ketahui bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, maka indeks
prestasi anaknya makin tinggi pula. Juga dapat disimpulkan bahwa
korelasi antara tingkat pendidikan ibu dengan prestasi anak
sebagai mahasiswa adalah lebih tinggi dibandingkan dengan
korelasi antara tingkat pendidikan ayah dengan indeks prestasi
anaknya sebagai mahasiswa.

b) Beberapa keberhasilan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga


(PKK)

Pelaksanaan sepuluh program PKK di tingkat propinsi yang


diteliti, pada umumnya ternyata telah disesuaikan dengan kebi-
jaksanaan Pemerintah Daerah setempat. Sebagai contoh ditemukan
bahwa di Kalimantan Barat untuk tingkat propinsi diprioritaskan
Gerakan Operasi Sutera (=Subur Sejahtera). Sedangkan untuk
tingkat kabupaten prioritas program PKK dibedakan menjadi dua
yaitu : untuk daerah pantai adalah 5 K (Kebersihan, Keamanan,
Keindahan, Ketertiban, dan Kegotong-royongan); dan untuk daerah
pedalaman adalah pendidikan, kesehatan dan pemanfaatan peka-
rangan.

Juga ditunjukkan bahwa di ketiga propinsi yang diteliti pe-


ngenalan program PKK telah berhasil merubah sikap masyarakat
terhadap lingkungannya.

Dalam tahun 1985/86 telah terbentuk Tim Penggerak PKK di 27


propinsi, yang telah mencapai 296 Kabupaten/Kotamadya, 3.526
Kecamatan, 28 Kota Administratip dan 66.174 Desa/Kelurahan.
Hingga kini PKK telah memiliki Kader Umum (10 Program) sebanyak
1.139.697 orang dan Kader Khusus dari berbagai bidang sebanyak
1.270.239 orang. Khusus bagi Timor Timur dan Irian Jaya diadakan
kursus Kader Penyuluh Lapangan Pembangunan Desa urusan PKK.

Juga telah diadakan Proyek P2K (Peningkatan Pendapatan Ke-


luarga) dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan keluarga di
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, DKI Jakarta,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku,
Kalimantan Barat, Kalimantan timur, Sulawesi Utara, dan Sulawe-

XVIII/61
si Selatan.

c) Bidang Kesehatan

Di Bidang kesehatan dalam tahun 1985/86 telah dilaksanakan


kegiatan-kegiatan: (a) penyebarluasan informasi kesehatan bagi
wanita; (b) pembinaan peranserta wanita di bidang kesehatan me -
lalui kegiatan-kegiatan: Gerakan Keluarga Sehat sebanyak 1.052
kali, penyusunan pedoman pelaksanaan kesehatan keluarga Tenaga
Kerja Wanita (Nakerwan), motivasi kepada pengelola perusahaan
dan penyuluhan langsung kepada Nakerwan di 13 propinsi, ( 3 ka -
li per propinsi); dan (c) pemberian informasi kepada pemuka ma-
syarakat tentang akibat-akibat buruk dari narkotika dan obat
berbahaya (Narkoba)/terlarang sebanyak 20 kali.

Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), telah


diadakan kegiatan immunisasi TT (Tetanus Toxoid) terhadap Wani-
ta Usia Subur/WUS di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur
dengan Hasil 97,57. Juga telah diadakan Orientasi Program Immu -
nisasi di 11 Propinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Te-
ngah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan
Sulawesi Utara.

d) Bidang Kesejahteraan Sosial

Dalam tahun 1985/86 di bidang kesejahteraan sosial antara


lain telah dilaksanakan: latihan kepemimpinan bagi kader pimpi-
nan organisasi untuk 780 wanita, pembinaan terhadap 270 pimpi-
nan organisasi wanita, serta latihan berbagai jenis keterampil-
an untuk usaha-usaha ekonomis produktif bagi 5.730 wanita bina
swadaya keluarga miskin. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pembe-
rian bantuan sarana produksi dan pengembangan usahanya.

e) Bidang Pendidikan

Di bidang pendidikan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan


dalam tahun 1985/86 antara lain ialah latihan dan pengembangan
kemampuan belajar warga wanita; kegiatan belajar berwiraswasta
bagi wanita; pendidikan mata pencaharian di desa; pengadaan bu -
ku tentang keluarga sehat dan sejahtera; dan, pembinaan kemam-
puan swadaya wanita pedesaan. Di samping itu telah diadakan Te-
mu Karya Penyusunan Program Terpadu P2W-KSS tingkat propinsi/
kabupaten/kotamadya/kota-administratip di D.I. Aceh, DKI Jakar-
ta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Ma-
luku, dan Irian Jaya. Juga telah disebarluaskan buku-buku la-

XVIII/62
tihan penunjang mata pencaharian sebanyak 63.750 eksemplar un-
tuk 27 propinsi; serta pelaksanaan Kejar Usaha di 16 propinsi
bagi 2.820 kelompok dengan 28.200 peserta.

f) Bidang Agama

Dalam tahun 1985/86 di bidang ini pelaksanaan program me -


rupakan lanjutan dari program-program tahun 1984/1985 seperti:
penataran keluarga bahagia sejahtera di tingkat pusat sebanyak
60 orang dan tingkat daerah 1.000 orang, di samping kegiatan
yang sama di 5 pondok pesantren dengan peserta sebanyak 250
orang, penyediaan buku pedoman penyuluhan Undang-undang Perka-
winan sebanyak 10.000 eksemplar dan 10.000 eksemplar Pedoman
Motivasi Agama bagi wanita.

XVIII/63
f

Anda mungkin juga menyukai