TINJAUAN PUSTAKA FX
TINJAUAN PUSTAKA FX
A. Bronkopneumonia
1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya
bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya
mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis. Bronkopneumina adalah
frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan
gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat.
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.1
2. Epidemiologi Bronkopneumonia
Distribusi Bronkopneumonia
o Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Orang
Berdasarkan hasil SKRT 2001, angka prevalensi ISPA 2% dari lima
penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronik, hipertensi,
kulit, dan sendi), dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi (39%)
13
dan balita (42%). ISPA merupakan penyebab utama kematian pada
bayi dan balita dengan CFR masing-masing (27,6%), dan (22,8%).
Angka kematian bayi dan balita menjadi indikator derajat kesehatan
masyarakat.2,3
14
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA di pedesaan
(25%) lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan (22%). Prevalensi
ISPA untuk kawasan Sumatera 20%, sementara untuk kawasan Jawa-
Bali adalah 23% dan kawasan KTI (Kalimantan, Sulawesi, dan
NTB/NTT/Papua) 29%.1,5
Determinan Bronkopneumonia
a. Faktor Host
o Umur
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak
di negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan empat dari
15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun
setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi
(khususnya bayi muda). Hampir seluruh kematian karena ISPA
pada bayi dan balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan
bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia.4
15
o Jenis kelamin
Berdasarkan konsep epidemiologi, secara umum setiap penyakit
dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Selain umur, jenis
kelamin merupakan determinan perbedaan kedua yang paling
signifikan di dalam peristiwa kesehatan atau dalam faktor risiko
suatu penyakit.3
o Status gizi
Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit
kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita. Masukan zat-zat
gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan
dipengaruhi oleh: umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,
kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan
aktivitasnya.1
16
faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi akan
menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita
lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih
lama.1,2,6
o Status imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian
balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor
risiko yang dapat meningkatakan insidens ISPA terutama
pneumonia.3,4
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi
campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA
yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi seperti difteri, pertusis, campak. Peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA.
Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,
diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai
status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan
perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.1,4
b. Faktor Agent
Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti
Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp,
Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander
(Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti
17
Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus sitomegalik. Jamur
seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices
dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans,
Mycoplasma pneumonia.5
18
o Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga merupakan faktor
risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama
pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap
tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita ISPA.2,3
Pada orang tua yang melakukan pola asuh tidak tepat, artinya pola
asuh yang diterapkan orang tua bersifat terlalu over protektif
dimana balita tidak diberi kepercayaan sama sekali seperti tidak
19
memperbolehkan bermain diluar rumah dan harus didalam rumah
terus membuat anak stres sehingga dapat membuatnya sakit, dan
pola asuh yang diterapkan terlalu bebas artinya disini orang tua
memperbolehkan segala sesuatu tanpa menuntut seperti saat si
balita tidak mau makan dibiarkan saja padahal balita tersebut perlu
nutrisi yang kuat untuk meningkatkan kualitas gizinya sehingga
pada akhirnya status gizi si balita semakin buruk dan orang tua
tidak memperdulikan lingkungan sekitar yang mungkin kurang
baik bagi kesehatan sehingga membuatnya mudah terserang
penyakit.4
20
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak,
maka persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah
hal ini berarti juga sebaliknya, artinya dengan memiliki sedikit
anak, berarti sedikit pula persoalan yang harus dihadapi oleh
keluarga atau orang tua tersebut. Secara ekonomis mungkin benar,
tetapi secara psikologis belum tentu.2
21
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan balita lebih
lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering
terhirup udara yang pencemaran tentunya akan lebih tinggi.2,5
o Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan rumah, dua orang minimal menempati luas kamar tidur
8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit dan melancarkan aktivitas.6
3. Morfologi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar
menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab
ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi
22
yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu
merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter
bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada
keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular
total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang
terkena.7
4. Etiologi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus
pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan
Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus
influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis,
Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.5
23
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia,
penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus
sp dan Pseudomonas aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi.
Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat
juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai
agen etiologinya.1,4
Faktor non infeksi, terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus
meliputi:
- Bronkopneumonia hidrokarbon:
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
- Bronkopneumonia lipoid:
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.1,5,7
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit
yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada
bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.5
24
Tabel 1. Etiologi Pneumonia Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di
negara maju
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang
Lahir -20hari Bakteri: Bakteri:
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Liseria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureapllasma urealyticum
Virus:
Virus sitomegalo
Virus herpes simpleks
3 minggu - 3bulan Bakteri: Bakteri:
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae
Virus: tipe B
Virus adeno Moraxella cathardis
Virus influenza Staphylococcus aureus
Virus parainfluenza 1,2,3 Ureaplasma urealyticum
Respiratory Synctial Virus Virus:
Virus sitomegalo
4 bulan - 5 tahun Bakteri: Bakteri:
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae tipe B
Streptococcus pneumoniae Moraxella catharalis
Virus: Neisseria meningitidis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenzae Virus:
Virus Parainfluenza Virus varisela zooster
Virus Rino
Respiratory Synctial Virus
5 tahun - remaja Bakteri: Bakteri:
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus:
Virus adeno
Virus Eipstein Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory Synctial Virus
Virus varicella zooster
25
5. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.7 Pembagian
secara anatomis:
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
6. Patogenesis Bronkopneumonia
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit.4
26
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:8
Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.5,8
Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.1,5,8
27
Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.5,8
Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.8
28
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan
pada auskultasi terdengar mengeras.5,8
29
Bukan bronkopenumonia:
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema (Stapilococcus sp.); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 –
50% penderita yang tidak diobati.
f. JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
h. LED: meningkat
30
i. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun,
hipoksemia.
j. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
k. Bilirubin: mungkin meningkat
l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV).1,2,7,8
9. Diagnosa Banding
Bronkiolitis
Asma
Bronkitis akut6
10. Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi
hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama,
maka dalam praktek biasanya diberikan:2,9
a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70
mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran
glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan
KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas
darah arteri.
d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.
31
Idealnya tata laksana sesuai dengan kuman penyebabnya, namun karena
berbagai kendalan diagnostik etiologi maka diberikan antibiotika secara
empiris, walaupun bronkopneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa
antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotika karena kesulitan membedakan
infeksi virus dengan bakteri. Disamping itu infeksi bakteri sekunder tidak
dapat dihindarkan.9
11. Komplikasi
Otitis media
Bronkiektase
Abses paru
Empiema7
32
12. Pencegahan Bronkopneumonia
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar
tidak sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa
pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan primer bertujuan
untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia.10
Upaya yang dapat dilakukan anatara lain:2,5,10
o Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan),
Campak satu kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis,
Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4
kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9
bulan).
o Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada
bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi
pada balita.
o Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan
dan polusi di luar ruangan.
o Mengurangi kepadatan hunian rumah.
Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah
orang telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit,
menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan
sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga
dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya
yang dilakukan antara lain:
o Bronkopneumonia berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri
antibiotik benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan
suportif, nilai setiap hari.
33
o Bronkopneumonia: berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
o Bukan Bronkopneumonia: perawatan di rumah, obati demam.6,10
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain:
o Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan
setelah sakit.
o Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang
menganggu proses pemberian makan.
o Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
o Tingkatkan pemberian ASI.
o Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
o Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi
sulit, pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak
memburuk, jika terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak
ke petugas kesehatan.2,5,6,10
13. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan
infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan
melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila
berdiri sendiri.11
34
B. Kurang Energi Protein
1. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang
energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat
badan/umur baku standar,WHO –NCHS, (DEPKES RI,1997).12
Secara umum KEP terbagi menjadi 2 bagian diantaranya, KEP ringan yang
sering disebut dengan istilah kurang gizi dan KEP berat yang sering disebut
dengan istilah gizi buruk yang termasuk di dalamnya adalah marasmus,
kwashiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan
marasmik-kwashiorkor.12,13,14
a. Kurang gizi
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-
negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya
35
terlihat bahwa berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak
seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal.
Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:12
- Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun
- Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
- Maturasi tulang terlambat.
- Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
- Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
b. Gizi buruk
Marasmus
Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kilokalori
yang kronis. Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah
dikenali. Marasmus biasanya terjadi pada bayi umur 6-18 bulan.
Meski masih anak-anak, wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena
kehilangan sebagian lemak dan otot-ototnya. Penderita marasmus
berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran.
Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng
dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Selain itu
marasmus juga terjadi pada kelompok usila yang dirawat di RS yang
terpisah. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:12,13
Kurus kering
Tampak hanya tulang dan kulit
Otot dan lemak bawah kulit atropi (mengecil)
Wajah seperti orang tua
Berkerut/keriput
Layu dan kering
Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
36
Sering menderita diare atau konstipasi.
Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan
kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah istilah pertama dari Afrika, artinya sindroma
perkembangan anak dimana anak tersebut disapih tidak mendapatkan
ASI sesudah satu tahun karena menanti kelahiran bayi berikutnya.
MP-ASI sebagian besar terdiri dari pati atau gula, tetapi kurang
protein baik kualitas dan kuantitasnya. Kwashiorkor sering juga
diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan
anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut
yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema
stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini.
Beberapa ciri lain yang menyertai diantaranya:12,13,14
Perubahan mental menyolok.
Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat
pasif.
Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring
Anemia.
Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat
karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai
petechia (perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna
merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir), yang lambat
laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat
kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya
dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat
diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.
37
Marasmik-kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor
dengan gabungan gejala yang menyertai:
Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat
normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya
lemak dan otot.
Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan
gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti
meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya
kadar magnesium.
Ketersediaan Ekonomi
Ketidakcukupan
pangan di Tk.RT rendah
konsumsi
pangan tidak cukup
Rendahnya
PENYEBAB
pengetahuan dan KEP
MENDASAR
pendidikan ibu
38
a. Penyebab langsung
Yang termasuk dalam penyebab langsung KEP antara lain
ketidakcukupan konsumsi makanan, penyakit infeksi.
b. Penyebab tidak langsung
Yang termasuk dalam penyebab tidak langsung KEP adalah kurangnya
pengetahuan ibu tentang kesehatan, kondisi sosial ekonomi yang rendah,
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga tidak mencukupi, besarnya
anggota keluarga, pola konsumsi keluarga yang kurang baik, pola
distribusi pangan yang tidak merata, serta fasilitas pelayanan kesehatan
yang sulit dijangkau.
c. Penyebab mendasar
Yang menjadi penyebab mendasar KEP adalah rendahnya pengetahuan
ibu dan rendahnya pendidikan ibu.14
39
Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress.
Sekresi insulin akan menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer.
Aktivitas insulin-growth faktor 1 serta efektor metabolik pertumbuhan
yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga berkurang. Efek
keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,
degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan
aldosterone yang berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh
pengurangan energi dan penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam
sodium pump.13
c. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan
terjadi peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya
rendah sedangkan total potasium dalam tubuh akan menurun. Selain
sodium dan potasium, elektrolit lain juga akan berubah seperti fosfat ,
magnesium dan kalsium. Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang
malnutrisi dan berhubungan dengan tingginya angka mortalitas. Kadar
fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan dehidrasi. Selain
hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan
kematian mendadak (sudden death).13,14
40
d. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi
dan protein yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan
bakteri dan mikroba lain. Produk makanan yang berasal dari daging seperti
daging merah, daging unggas, ikan, susu dan telur merupakan sumber
nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak dibutuhkan untuk
memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk
menjaga infeksi.13
e. Sitokin
Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain.
Sitokin berperan dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia
pada kanker. Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi
inflamasi dan menumpulnya respon febrile.12
41
tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis protein dalam
hepar.12,13
g. Kwashiorkor
Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang
terjadi adalah akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang
mengatakan bahwa kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan
protein dan edema tidak tergantung dari albumin.14
42
klinisnya membaik dan tidak ada bukti bahwa kwasiorkor yang lama
akan mengakibatkan kerusakan hati.14,15
Jantung
Pada anak dengan KEP berat, curah jantung menurun. Serta dapat
terjadi sinus bradikardi. Bersamaan dengan itu terdapat defisiensi seperti
hipokalemia, anemia dan defisiensi vitamin yang akan berpengaruh
terhadap jantung. Efusi perikardial juga mungkin ada pada malnutrisi
dengan edema. Selama penyembuhan, ukuran jantung meningkat cepat.
Bila pergantian/pemasukan makanan dilakukan dengan cepat terutama
bila makanannya tinggi sodium maka gagal jantung dan kematian
mendadak akan terjadi. Tindakan pertama untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan membatasi intake sodium dan memberikan diuretik.
Keadaan tersebut terlihat atau mirip seperti sepsis oleh karena itu
kematian yang terjadi dianggap wajar. Kelainan jantung bukan kelainan
primer di jantung tetapi karena syndrome refeeding.13
Saluran Pernapasan
Pengurangan massa otot berpengaruh juga pada otot pernapasan
termasuk diafragma. Hal tersebut akan menurunkan fungsi otot-otot
pernapasan yang akan mempengaruhi kapasitas vital dan inspirasi
maksimal dan tekanan inspirasi. Kelemahan ini akan mengakibatkan
abnormalitas elektrolit seperti rendahnya fosfat dan hipokalemia.
Ventilasi berespon terhadap hipoksia tetapi tidak berespon terhadap
hiperkapni. Karena perubahan tersebut, takipnea dan retraksi sub costal
dapat berguna sebagai tanda untuk mendiagnosis pneumoni pada
malnutrisi.13,14
Saluran Pencernaan
Diare dan malnutrisi biasanya terjadi bersamaan. Malnutrisi
meningkatkan risiko terjadinya diare persisten (>14 hari). Pada KEP
berat, pengaruh terhadap saluran pencernaan adalah penurunan produksi
asam lambung, penipisan mukosa usus halus, hilangnya villi dan sel
43
kripta. Perubahan tersebut akan mengganggu fungsi mukosa,
peningkatan permeabilitas dan malabsorpsi. Meskipun ada gangguan
fungsi saluran pencernaan makanan tetap harus diberikan.13
Hematologi
Anemia biasanya terjadi pada malnutrisi dan mungkin berhubungan
dengan defisiensi besi dan atau penurunan produksi sel darah merah
untuk adaptasi dari pengecilan massa tubuh. Rendahnya transferin
berhubungan dengan peningkatan resiko kematian di rumah sakit pada
anak dengan KEP.13
Kulit dan Rambut
Pada marasmus, kulit kering akibat hilangnya lemak subkutan. Hal
tersebut mengakibatkan meningkatnya area permukaan, menurunnya
proteksi terhadap suhu sehingga gampang terjadi hipotermi. Rambut
menjadi lebih tipis serta tumbuhnya lambat dan mudah rontok. Pada
kwasiorkor, beberapa perubahan mirip dengan acrodematitis
enteropatika dan akan membaik dengan pemebrian salep seng. Hal
tersebut mendukung adanya defisiensi seng. Defisiensi nutrisi lain
seperti EFA, vitamin B dan asam amino yang berpengaruh terhadap
perubahan kulit. Rambut juga terpengaruh, terjadi depigmentasi (tanda
klasik).14
Fungsi Otak dan Perkembangan
Anak dengan KEP berat pada umur-umur awal mungkin terdapat
penurunan pertumbuhan otak, myelinasi saraf, produksi
neurotransmitter dan kecepatan konduksi saraf. Dalam jangka panjang,
bila lingkungan tidak mendukunk, terjadi perubahan dari perilaku dan
kognitif anak.14,15
Tulang
Anak dengan KEP berat biasanya akan stunted setelah sembuh. Pada
malnutrisi terdapat laju turnover tulang yang rendah dan tinggi pada fase
penyembuhan. Demineralisasi tulang disebabkan oleh defisiensi fosfat.
44
Defisiensi nutrisi lain oleh vitamin D yang menyebabkan riketsia dan
osteomalasia, vitamin C menyebabkan scurvy dan perubahan bentuk
tulang karena defisiensi tembaga mungkin dapat ditemukan.15
Dehidrasi sedang atau berat, manifestasi atau dugaan infeksi, tanda defisiensi
vitamin A berat, anemia berat, hipoglikemia, diare berlanjut, kulit dan lesi
membran mukus, anoreksia, dan hipotermia seluruhnya harus diobati. Untuk
dehidrasi ringan sampai sedang, dapat diberikan oral atau NGT, saat
memungkinkan, untuk mencegah aspirasi. Cairan intravena (iv) diperlukan
untuk pengobatan dehidrasi berat. Jika cairan iv tidak dapat diberikan, infus
intraosseus (marrow) atau intraperitoneal dari 70mL/kg larutan Ringer Laktat
(RL) dapat menyelamatkan hidup. Antibiotik seharusnya efektif diberikan
parenteral untuk 5-10 hari.12
Saat dehidrasi sudah diperbaiki, pemberian makanan dengan oral atau NGT
dimulai dengan sedikit namun sering dari susu cair (66 kkal dan 1,0 g
protein/100 mL pada ~ 120 mL/kg/24 jam) dengan suplementasi nutrien;
kekuatan dan volume bertahap ditingkatkan dan sering menurun lebih dari 5-7
45
hari berikutnya. Pada hari 6-8, anak-anak seharusnya mendapat 150 mL/kg/24
jam pada ~6 pemberian susu energi tinggi (114 kkal dan 4,1 g
protein/100mL). Susu sapi atau yoghurt untuk anak-anak intoleransi laktosa,
seharusnya dibuat dengan 50 g gula /L. Infeksi bakteri seharusnya diobati
secara bersamaan dengan terapi makanan, jika tidak berat dapat ditunda
sampai pemulihan selesai.14
46