Gita Dewita
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Penyakit ini
merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. Infeksi HIV
merupakan kejadian pandemik. Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012, kasus HIV-AIDS tersebar di
378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia. Penyakit ini menyerang imunitas seseorang.
Kecepatan progresinya bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lain, tergantung pada faktor virus dan faktor
host. Seorang wanita, 27 tahun, datang dengan keluhan terdapat sariawan sejak ±1 minggu yang lalu, demam naik turun, dan
penurunan berat badan. Pasien juga sering mengalami diare dan demam hilang timbul sejak 2 bulan lalu. Sekitar 6 tahun yang
lalu, suami pasien meninggal akibat HIV/AIDS. Pasien juga pernah melakukan pemeriksaan HIV/AIDS, namun tidak melakukan
pengobatan atau kontrol rutin. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva anemis +/+ dan candidiasis oral pada seluruh
rongga mulut. Pada kasus ini, pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah pemeriksaan CD4. Pemeriksaan tersebut untuk
menentukan prognosis dan dosis awal terapi Anti retroviral(ARV).
Korespondensi: Gita Dewita, S.Ked, alamat Jln. Bougenville, no. 55A, Labuhan Ratu, Bandar Lampung, HP
082373670495 , e-mail gita.dewita93@gmail.com
pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus telah dilakukan adalah pemeriksaan rontgen
HIV.6 Komponen mayor dari therapy HIV ialah thorax, hasilnya menunjukkan tidak tampak
vaksinasi, anti ARV, profilaksis dan pengobatan Tuberkulosis paru aktif dan terdapat suspek
infeksi oportunistik & konseling. Masing – masing pembesaran Kelenjar Getah Bening perihiler. Pasien
memiliki pesan yang sangat penting untuk dalam kasus ini didiagnosis HIV/AIDS stadium III.
memperbaiki kualitas hidup & mengurangi Terapi yang diberikan bersifat non farmakologi dan
penderitaan. 2 farmakologis simtomatik. Terapi non farmakologis
Laporan kasus ini membahas seorang yang diberikan meliputi tirah baring, diet lunak tinggi
pasien wanita, usia 27 tahun dengan diagnosis kalori tinggi protein. Terapi farmakologis meliputi
HIV/AIDS. infus RL 20 tetes/menit, ambroxol syr 3xCI, nystati
drop 3x1cc, Paracetamol 4x500mg, Inj.Ranitidin
Kasus 50mg/12jam, Inj. Ciprofloxacin flc 200mg/12jam.
Wanita, 27 tahun, seorang ibu rumah tangga, Prognosis pasien ini adalah dubia ad malam.
datang dengan keluhan terdapat sariawan
diseluruh rongga mulut, sejak kurang lebih satu Pembahasan
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga Human Immunodeficiency Virus termasuk
mengeluh badan terasa lemas, terutama dalam golongan retrovirus dengan subgroup
memberat 3 hari SMRS, disertai mual dan muntah, lentivirus, yang dapat menyebabkan infeksi secara
pusing(+). Selain itu, pasien juga mengeluh batuk “lambat” dengan masa inkubasi yang panjang.
berdahak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Virus tersebut akan menginfeksi dan membunuh
dahak berwarna putih, dan 1 hari sebelum masuk limfosit T-helper (CD4), dan menyebabkan host
rumah sakit pasien mengatakan keluar dahak kehilangan imunitas seluler dan memiliki
berwarna merah. Pasien juga mengalami demam probabilitas yang besar untuk terjadinya infeksi
sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit, dan oportunistik. Sel-sel lain, seperti makrofag dan
penurunan berat badan sekitar 13kg dalam satu monosit, yang memiliki protein CD4 pada
minggu terakhir. Pasien juga mengatakan sering permukaannya juga dapat terinfeksi oleh HIV. 4
mengalami diare dan demam hilang timbul sejak 2 Replikasi virus HIV yang terjadi secara cepat
bulan terakhir. Gejala ini sering dirasakan pasien berkaitan dengan mutasi yang berkontribusi dalam
kurang lebih sejak tiga bulan lalu. ketidakmampuan antibodi tubuh untuk
Pasien mengaku mengidap HIV sejak 6th lalu, menetralisasi virus dalam satu waktu secara
saat suami pasien meninggal dunia dengan bersamaan. Hal ini diduga disebabkan oleh replikasi
diagnosa HIV/AIDS. Pasien dianjurkan untuk virus yang persisten dan kelelahan respon sel
melakukan cek kesehatan, memastikan apakah limfosit T sitotoksik.1,4
tertular atau tidak. Setelah terdiagnosis positif Prinsip target antibodi dalam menetralisasi
HIV/AIDS, pasien tidak pernah berobat ataupun HIV adalah protein gp120 dan gp41 pada selubung
kontrol rutin karena ia tidak merasakan adanya (envelope) virus HIV. Namun HIV memiliki sedikitnya
gejala – gejala yang memberatkan. tiga mekanisme untuk melawan respon netralisasi
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tersebut, yaitu: hipervariabilitas dari pola selubung
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80 primer, glikosilasi selubung secara ekstensif, dan
mmHg, nadi 76x/menit, frekuensi napas pemalsuan epitop yang akan dinetralisasi. Replikasi
o ini akan berlanjut sepanjang periode latensi klinis,
24x/menit dan suhu 37,7 C. Pada status generalis
bahkan saat hanya terjadi aktivitas virus yang
didapatkan konjungtiva anemis +/+, candidiasis
minimal dalam darah.1,4,7
oral pada seluruh rongga mulut, leher, toraks dan
Infeksi HIV pada manusia merupakan suatu
abdomen dalam batas normal, dan ekstremitas
kontinuitas yang secara kasar dapat dibagi menjadi
tidak ada kelainan.
empat fase: (a) infeksi HIV primer, (b) infeksi
Hasil pemeriksaan laboratorium:
asimtomatik, (c) infeksi simtomatik, dengan ekslusi
Hemoglobin 10,7g/dL, Hematoktrit 32%, leukosit
AIDS, dan (d) AIDS. Fase primer, terjadi selama 1
9.130/uL, trombosit 169.000/uL, eritrosit 2,54
sampai 4 minggu setelah transmisi. Sindroma
juta/ul, MCV 35,4 fl, MCHC 41,5 pg, GDS
tersebut terdiri dari beberapa gejala seperti
104mg/dL, SGOT/SGPT 11/9 U/L. Ureum 20mg/dl ,
demam, berkeringat, letargi, malaise, myalgia,
kreatinin 0,50mg/dl. Pemeriksaan penunjang yang
Gita Dewita|Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien HIV-AIDS secara Umum
arthralgia, sakit kepala, photopobia, diare, muncul. Gejala konstusional seperti keringat malam,
sariawan, limfadenopati, dan lesi mucopapular penurunan berat badan, dan diare sering terjadi.2
pada ekstremitas. Gejala-gejala tersebut timbul Selain itu, pasien memiliki riwayat menikah dengan
secara mendadak dan hilang dalam waktu 3 sesorang yang mengidap HIV/AIDS, dimana
sampai 14 hari. Antibodi terhadap HIV muncul tercantum pada teori bahwa HIV dapat menyebar
setelah hari ke-10 sampai ke-14 infeksi, dan melalui kontak seksual, pajanan parenteral ke dalam
kebanyakan akan mengalami serokonversi setelah darah, dan transmisi maternal. Transmisi melalui
infeksi minggu ke 3 sampai 4. Perhatikan kontak seksual dapat secara oral, vaginal, dan anal,
ketidakmampuan untuk deteksi antibodi saat sedangkan transmisi melalui darah, dapat melalui
waktu tersebut bisa menyebabkan tes serologik transfusi darah, kecelakaan jarum suntik, serta
yang "false-negative". Hal tersebut memiliki pemakaian jarum suntik secara bergantian, untuk
implikasi yang penting karena HIV bisa transmisi maternal dapat terjadi melalui plasenta,
bertransmisi selama periode ini. Fase kedua, saat proses kelahiran, atau melalui ASI.2,4,6
seropositiv asimtomatik, merupakan fase yang Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan
paling lama terjadi dibandingkan dengan 4 fase rontgen thorax untuk mendeteksi adanya penyakit
lainnya, dan paling bervariasi antar masing-masing pulmoner yang biasanya menyertai fase keempat
individu. Tanpa pengobatan, fase ini biasanya yaitu fase AIDS. 2 Selain itu, pasien disarankan
terjadi sekitar 4 sampai 8 tahun. Onset dari fase untuk menjalani pemeriksaan serum antiHIV untuk
ketiga infeksi HIV ini menunjukkan bukti fisik memastikan, yang dilakukan melalui 3x
pertama dari disfungsi sistem imun. Infeksi jamur pemeriksaan. Terdapat dua uji khas yang
yang terlokalisir di ibu jari, jari-jari, dan mulut digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
sering kali muncul. Gejala konstusional seperti HIV, yaitu Enzym Linked Immunosorbent Assay
keringat malam, penurunan berat badan, dan (ELISA), dan Western Blot.7 Pemeriksaan CD4
diare sering terjadi. Tanpa pengobatan, durasi dari digunakan untuk mengetahui prognosis dan dosis
fase ini berkisar antara 1 sampai 3 tahun. Pada obat ARV pada awal terapi.
wanita, sering timbul keputihan akibat jamur dan Seseorang yang ingin menjalani tes HIV
infeksi trikomonas. Oral hairy leukoplakia untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan
merupakan gejala yang paling sering terlewatkan konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar ia
pada infeksi HIV dan sering ditemukan pada lidah. dapat mendapat informasi sejelas-jelasnya
Fase AIDS diartikan sebagai supresi imun yang mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat
signifikan. Gejala pulmoner, gastrointestinal, mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya
neurologik, dan sistemik merupakan gejala yang serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya
biasa terjadi.2 nanti. Untuk memberitahu hasil tes juga
Pasien didiagnosis mengalami HIV/AIDS diperlukan konseling pasca tes, baik hasil positif
stadium III berdasarkan pada anamnesis pasien maupun negatif. Jika hasilnya positif akan
yang diketahui bahwa sejak seminggu sebelum diberikan informasi mengenai pengobatan untuk
masuk rumah sakit terdapat sariawan diseluruh memperpanjang masa tanpa gejala serta cara
rongga mulut, badan terasa lemas, disertai mual pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif,
dan muntah, pusing (+). Pasien juga mengalami konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan
demam dan penurunan berat badan sekitar 13kg informasi bagaimana mempertahankan perilaku
dalam seminggu terakhir dan sering mengalami yang tidak berisiko. 6,8
diare kurang lebih sejak tiga bulan lalu. Os mengaku
positif HIV/AIDS 6th lalu, namun pasien tidak
pernah melakuka kontrol ataupun pengobatan.
Suami pasien telah meninggal akibat mengidap
HIV/AIDS. Pada pemeriksaan fisik, terlihat adanya
sariawan di seluruh rongga mulut dan lidah.
Sesuai dengan teori, disebutkan pada fase
ketiga, yaitu Fase Seropositive yang Simtomatik dari
infeksi HIV ini menunjukkan bukti fisik pertama dari
disfungsi sistem imun. Infeksi jamur yang
terlokalisir di ibu jari, jari-jari, dan mulut sering kali
Gita Dewita|Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien HIV-AIDS secara Umum
paracetamol sebagai antipiretik saat pasien dan pemeriksaan CD4 dilakukan untuk
demam. Injeksi ciprofloksasin digunakan untuk membantu mengetahui prognosis dan dosis
mencegah adanya infeksi lebih lanjut, awal obat pada terapi ARV. Tatalaksana
termasuk infeksi nosokomial. Injeksi ranitidin dilakukan sesuai pedoman yang dikeluarkan
digunakan untuk mencegah stres ulser pada WHO, yang bertujuan untuk menekan
pasien. Edukasi tentang penyakit HIV yang jumlah virus, memelihara fungsi, dan
diderita oleh pasien, baik itu secara mengurangi morbiditas dan mortaltas
perorangan maupun keluarga setelah diagnosis akibat HIV/AIDS.
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lab,
serum anti HIV, dan konseling VCT. Pemberian Daftar Pustaka
dukungan membantu pasien untuk 1. Fauci A, Lane HC. Human
meminimalisir isolasi, kesendirian, & Immunodeficiency Virus Disease: AIDS
ketakutan. Memberikan dukungan dan and Related Disorders. In : Longo D,
pengawasan terhadap pasien dapat Fauci A, Fauci A, Kasper D, Braunwald
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap E, Hause S, Jameson J Loscalzo.
pengobatan yang diberikan. 2 Harrison’s Principles of Internal
Sebelum memulai terapi, pasien harus Medicine. 18th Ed. United States of
diperiksa jumlah CD4 terlebih dahulu, untuk America: McGraw-Hill. 2011 p241-50.
memberikan dosis yang tepat pada pengobatan 2. Boswell SL. Approach to the Patient
ARV. Pengobatan ARV pada pasien HIV with Human Immunodeficiency Virus
diberikan ketika perhitungan CD4 telah (HIV) Infection. In: Goroll AH, Mulley
mencapai nilai kurang dari 350. 2 selain hitung AG. Primary Care Medicine: Office
sel CD4, kadar RNA HIV serum juga digunakan Evaluation and Management of the
untuk memantau resiko perkembangan Adult Patient. 6th Ed. 2009.
penyakit dan menentukan waktu yang tepat 3. WHO. A global view of HIV Infection.
untuk memulai modifikasi regimen obat. Accessed on October 06 2012.Available at:
Tujuan terapi ARV ini adalah penekanan secara http://gamapserver.who.int/mapLibrary/Fi
maksimum dan berkelanjutan jumlah virus, les/Maps/HIVPrevalenceGlobal2006.png
pemulihan, atau pemeliharaan(atau keduanya) 4. Levinson W. Human Immunodeficiency
fungsi imunologik, perbaikan kualitas hidup, Virus. In: Review of Medical
dan pengurangan morbiditas dan mortalitas Microbiology and Immunology. 11th Ed.
HIV.8 Philadelphia: McGraw Hill. 2010. p299-
308
5. Merati TP, Djauzi S. Respon Imun Infeksi
HIV. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th Ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006. p421-76. Reichlin T,
Hochholzer W, Bassetti S. Early diagnosis
of myocardial infarction with sensitive
cardiac troponin assays. N Engl J Med.
2009;361(9):858-67.
6. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di
Indonesia. In: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th Ed.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Gambar 2. Siklus Replikasi HIV. Diperlihatkan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p272-
letak tempat kerja obat antiretroviral. 11 76
7. Sylvia A, Lorraine M. Pathophysiologi :
Simpulan Clinical Concepts of Disease Processes
Penegakkan diagnosis berdasarkan 6th ed. Jakarta : Elsevier Science Health
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan Science Division. 2008.
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan 8. WHO. Antiretroviral Therapy for HIV
serum HIV digunakan pada awal penegakan Infection in Adults and Adolescents,
diagnosis, sedangkan pemeriksaan RNA HIV Recommendations for a public health
Gita Dewita|Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien HIV-AIDS secara Umum