DASAR TEORI
1. Slant-hole
Lubang ini biasanya dibuat pada sumur dangkal. Lubang ini dibuat dengan
slant hole rig.
3. S-shaped hole
Lubang jenis ini memiliki dua deviasi. Deviasi pertama adalah pada saat kick-
9
10
-off point hingga kedalaman tertentu, kemudian sumur dikembalikan pada jalur
vertikal hingga kedalaman akhir lubang.
Sumur KRX-13 termasuk dalam jenis S-shaped hole.
dengan viskositas yang tinggi dan kecepatan anular yang relatif datar (kondisi
laminar) dapat membersihkan sebagian besar bagian pada sisi miring sumur.
Pendekatan ini cenderung menahan cutting pada alur laju lumpur pemboran dan
mencegah cutting untuk mengendap.
b. Penggunaan lumpur pemboran yang encer dengan kecepatan alir yang tinggi
untuk menstimulasi terbentuknya aliran turbulen. Aliran turbulen akan memberi
kemampuan pembersihan lubang yang baik serta mencegah cutting mengendap
ketika sirkulasi, namun cutting akan mengendap dengan cepat ketika sirkulasi
terhenti. Pendekatan ini bekerja dengan menjaga cutting tertahan dengan aliran
turbulen dan kecepatan anular yang tinggi. Cara ini bekerja sangat baik pada
lumpur pemboran dengan densitas rendah dan tanpa aditif pemberat (cocok
untuk formasi yang kompak). Efektivitas dari cara ini menjadi terbatas oleh
beberapa faktor yaitu: ukuran lubang yang besar, kapasitas pompa yang kecil,
extended reach, kecilnya integritas sumur, dan penggunaan mud motor serta
peralatan bawah permukaan yang membatasi laju alir.
Densitas adalah perbandingan berat suatu zat dengan volume zat tersebut.
Densitas lumpur pemboran merupakan variabel penting dalam sistim lumpur
pemboran. Variabel ini dinyatakan dalam satuan pound per gallon (ppg), specific
gravity (SG), atau pound per cubic feet (lb/ft3).
Lumpur pemboran berdensitas tinggi membantu kegiatan hole cleaning
dengan meningkatkan gaya buoyancy yang bekerja pada cutting, sehingga cutting
dapat terangkat ke permukaan. Dibandingkan dengan lumpur pemboran berdensitas
rendah, lumpur pemboran berdensitas tinggi dapat membersihkan lubang walaupun
dengan kecepatan anular yang rendah dan karakteristik rheologi yang juga rendah.
Namun, bila berat lumpur pemboran melebihi batas yang dibutuhkan untuk
mengimbangi tekanan formasi, maka akan muncul efek negatif terhadap operasi
pemboran, salah satunya adalah terjadinya lost circulation. Sehingga penambahan
berat untuk kegiatan hole cleaning perlu dibatasi oleh tujuan utama operasi
pemboran, dalam hal ini keamanan operasi.
Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan menambahkan zat-zat
aditif, yang bersifat menaikkan maupun menurunkan densitas lumpur. Densitas dari
14
Gambar 3.1.
Mud Balance1
1
Department of Petroleum Engineering of Heriot-Watt University, Drilling Fluid, Drilling
Engineering Handbook, Institute of Petroleum Engineering of Heriot-Watt University, hal 10
15
lumpur pemboran dan true vertical depth (TVD) dari sumur. Besar tekanan
hidrostatis ditunjukkan dalam persamaan:
Ph 0,052 m TVD ..................................................................... (3-1)
Keterangan :
Ph = Tekanan hidrostatis kolom lumpur, psi
𝜌m = Densitas lumpur, ppg
TVD = Kedalaman vertikal sumur, ft
Jika tekanan hidrostatis dari kolom lumpur pemboran sama dengan atau lebih besar
dari tekanan formasi, fluida formasi tidak akan mengalir ke dalam lubang.
Menjaga untuk tetap dapat mengendalikan keadaan lubang sama dengan
menjaga agar tidak ada fluida formasi yang mengalir ke dalam lubang. Tetapi
pengendalian tersebut juga termasuk kondisi dimana fluida formasi diperbolehkan
untuk mengalir ke dalam lubang, tentunya dengan kondisi yang tertentu dan
terkontrol. Kondisi seperti ini beragam untuk tiap kasus, dari kasus dimana
background gas yang tinggi dapat ditolerir ketika pengeboran hingga kasus dimana
sumur telah berproduksi secara komersil untuk minyak dan juga gas ketika
dilakukan pengeboran. Well control (pengendalian sumur) atau presssure control
(pengendalian tekanan) memiliki arti tidak ada aliran fluida formasi yang tidak
diduga atau tidak terkontrol atau tidak terkondisi yang mengalir ke dalam lubang.
Tekanan hidrostatis juga berfungsi untuk menahan tekanan disekitar lubang
selain dari tekanan yang dihasilkan fluida formasi. Pada wilayah gunung api aktif,
gaya tektonik membebankan tekanan pada formasi sehingga dapat membuat lubang
menjadi tidak stabil bahkan ketika tekanan dari fluida formasi dapat ditahan.
Lubang pada formasi dengan tipe tectonically stressed formation dapat dikontrol
dengan menyeimbangkan tekanan ini dengan tekanan hidrostatis. Begitu juga pada
lubang untuk sumur berarah dan sumur horizontal, kondisi ini dapat menyebabkan
berkurangnya stabilitas lubang, dan sama seperti pada lubang untuk sumur vertikal
kondisi ini juga dapat dikontrol dengan tekanan hidrostatis.
Tekanan normal dari formasi beragam mulai dari formasi dengan pressure
gradient sebesar 0,433 psi/ft (equivalen dengan 8,33 lb/gal air murni) pada area
daratan hingga formasi dengan pressure gradient sebesar 0,465 psi/ft (equivalen
16
dengan 8,95 lb/gal) pada cekungan marin. Elevasi, lokasi dan beragam kondisi
geologi dapat menciptakan keadaan dimana tekanan formasi menyimpang sangat
jauh dari keadaan normal (baik lebih besar maupun lebih kecil). Pada keadaan
seperti ini densitas lumpur pemboran yang digunakan dapat berkisar antara
penggunaan udara (tanpa memperhitungkan berat atau sebesar 0 psi/ft) hingga lebih
dari 20 lb/gal (1,04 psi/ft).
Sering dijumpai pada formasi dengan tekanan sub-normal, pengeboran
dilakukan dengan menggunakan udara, gas, mist, stiff foam, aerated mud atau
lumpur pemboran dengan densitas sangat rendah (biasanya oil-base mud). Berat
lumpur pemboran yang digunakan dalam pengeboran dibatasi oleh berat minimal
yang dibutuhkan agar dapat menahan tekanan formasi dan oleh berat maksimal agar
lumpur pemboran tidak merusak formasi. Pada praktiknya, berat lumpur pemboran
dibatasi oleh nilai minimal yang dibutuhkan untuk kegiatan well control dan
menjaga stabilitas lubang bor.
3. Menahan Cutting
Lumpur pemboran harus dapat menahan cutting, dengan tambahan material
pemberat juga aditif lainnya dalam kondisi yang dinamis, namun juga
memungkinkan agar cutting dapat dipisahkan pada solid-control equipment.
Cutting yang mengendap dalam kondisi statis dapat menyebabkan terjadinya
bridges and fill, yang dapat sewaktu-waktu mengakibatkan stuck pipe (terjepitnya
pipa) atau lost circulation (hilang sirkulasi). Material pemberat yang dapat
mengendap dikenal sebagai sag, kondisi ini dapat menyebabkan perbedaan nilai
densitas pada kolom fluida. Sag terjadi, paling sering, pada kondisi dinamis di
sumur berarah, dimana lumpur pemboran disirkulasikan dengan kecepatan anular
yang rendah.
Cutting dengan konsentrasi padatan tinggi bersifat merusak untuk hampir
semua aspek operasi pemboran, yaitu efisiensi pengeboran dan ROP. Kondisi
tersebut dapat meningkatkan berat dan viskositas lumpur pemboran, yang secara
langsung meningkatkan biaya perawatan dan kebutuhan untuk kegiatan
pengenceran (dilution). Kondisi ini juga meningkatkan horsepower yang
17
dibutuhkan untuk melakukan sirkulasi, ketebalan filter cake, torsi serta drag, dan
juga kemungkinan terjadinya differential sticking.
Sifat lumpur pemboran yang berkaitan dengan fungsinya dalam menahan
cutting harus seimbang dengan sifat yang memungkinkan untuk melepasan cutting
tersebut pada solid-control equipment. Fungsi untuk menahan cutting
membutuhkan nilai viskositas besar dengan sifat-sifat dari fluida thixotropik,
sedangkan solid-control equipment umumnya bekerja lebih efisien dengan fluida
berviskositas kecil. Solid-control equipment tidak bekerja efektif pada lumpur
pemboran yang memiliki konten padatan yang besar dan nilai viskositas plastis
yang juga besar.
Untuk solid control yang efektif, cutting harus dapat dilepaskan dari lumpur
pemboran pada sirkulasi pertama dari dalam sumur. Bila cutting disirkulasikan
kembali, cutting akan terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga
lebih sulit untuk ditangani. Cara yang mudah untuk mengetahui apakah cutting
telah terlepas pada solid-control equipment atau belum adalah dengan
membandingkan konten pasir dari lumpur pemboran pada flow line dengan yang
berada pada suction pit.
buruk, meningkatnya torsi dan drag, terjepitnya pipa, hilang sirkulasi, dan
kerusakan formasi.
Pada formasi berpermeabilitas tinggi dengan pore throat yang besar, seluruh
lumpur pemboran berpotensi untuk menginvasi formasi, tentu hal ini juga
tergantung pada besar fasa padat dari lumpur pemboran. Pada situsai seperti ini,
bridging agent harus digunakan untuk menutup pori sehingga fasa padat dari
lumpur pemboran dapat membentuk sekat. Agar cara ini efektif bridging agent
harus berukuran sekitar 1 1/2 (satu setengah) dari pori terbesar. Contoh bridging
agent yang dapat digunakan yaitu kalsium karbonat, selulosa dan beragam lost-
circulation material. Berdasarkan sistim fluida pemboran yang digunakan,
beberapa jenis aditif dapat meningkatkan kualitas filter cake, sehingga membatasi
terjadinya filtrasi. Aditif tersebut antara lain bentonite, polimer (natural maupun
sintetis), asphalt dan gilsonite, serta aditif deflokulasi organik.
perawatan, buruknya evaluasi formasi, biaya semen yang lebih besar dan hasil
semen yang buruk.
Pembesaran lubang ketika menembus formasi batupasir umumnya
disebabkan oleh faktor mekanis, seperti erosi yang paling sering terjadi dan
disebabkan oleh gaya-gaya hidrolik dan kecepatan nozzle bit yang terlalu besar.
Pembesaran lubang ketika menembus formasi batupasir dapat dikurangi secara
signifikan dengan menggunakan program hidrolika konservatif, terutama yang
berhubungan dengan impact force dan nozzle velocity. Batupasir memiliki
konsolidasi yang buruk serta merupakan batuan yang rentan. Formasi seperti ini
memerlukan overbalance yang kecil dan filter cake yang berkualitas baik, yang
mengandung bentonite, untuk membatasi pembesaran lubang.
Pada formasi batuan shale, jika berat lumpur pemboran cukup untuk menahan
tekanan formasi, lubang biasanya stabil, pada awalnya. Pada penggunakan water-
base mud, perbedaan unsur kimia akan menyebabkan terjadinya reaksi antara
lumpur pemboran dengan batuan shale, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
swelling ataupun softening. Kondisi tersebut dapat menyebabkan masalah baru
lainnya seperti sloughing dan tight hole.
Berbagai macam inhibitor kimiawi atau aditif dapat ditambahkan untuk
membantu dalam mengontrol interaksi antara lumpur pemboran dengan batuan
shale. Sistim dengan kandungan kalsium yang tinggi, juga potasium serta inhibitor
kimiawi lainnya sangat tepat untuk digunakan pada formasi yang water-sensitive.
Garam, polimer, material asphalt, glikol, minyak surfaktan dan inhibitor shale lain
perlu digunakan pada lumpur pemboran dengan jenis water-base mud, untuk
menghambat shale swelling serta mencegah sloughing. Batuan shale memiliki
beragam jenis komposisi dan sensitivitas, hal ini menyebabkan tidak ada aditif
khusus yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanganan shale secara
universal.
Oil-base mud atau synthetic-base mud sering digunakan untuk pengeboran
formasi batuan shale yang sensitive terhadap air. Lumpur jenis ini memberikan
fungsi inhibitor shale yang lebih baik daripada lumpur jenis water-base mud. Batu
lempung dan batuan shale tidak menghidrasi atau mengembang pada fasa yang
20
berkelanjutan dengan menggunkan lumpur jenis ini. Pada lumpur jenis ini juga
terdapat tambahan inhibitor yang dihasilkan oleh fasa emulsified brine (biasanya
kalsium klorida) dari lumpur jenis ini. Emulsified brine mengurangi aktifitas air
dan menciptakan gaya osmosis yang mencegah adsorpsi air oleh batuan shale.
c. Presipitasi dalam bentuk padatan sebagai hasil dari filtrat lumpur pemboran
dengan fluida formasi yang tidak saling cocok.
d. Presipitasi dalam bentuk padatan hasil dari filtrat lumpur pemboran dengan
fluida lain, seperti brine (air asin) atau asam, selama proses komplesi atau
stimulasi.
e. Filtrat lumpur pemboran dan fluida formasi membentuk emulsi, sehingga
mengurangi nilai permeabilitas.
Kemungkinan terjadinya kerusakan formasi dapat ditentukan dari data offset
well serta penelitian tentang inti batuan dari formasi terkait return permeability.
Lumpur pemboran didesain untuk mengurangi masalah seperti kerusakan formasi,
lumpur dengan desain khusus (reservoir drill-in fluid) atau workover dan juga
fluida komplesi, semua itu dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kerusakan
formasi.
lain adalah bahwa water-base mud memberikan kemampuan untuk melumasi lebih
baik dari pada lumpur berbahan dasar udara ataupun gas.
Jumlah pelumasan yang diberikan oleh lumpur pemboran beragam dan
tergantung pada jenis serta jumlah dari fasa padat juga dipengaruhi material
pemberat yang dicampurkan, selain itu juga dipengaruhi oleh komposisi kimia dari
sistim (besar pH, salinitas, dan kekerasan batuan). Mengubah kemampuan
pelumasan dari lumpur bukanlah ilmu pasti. Bahkan setelah evaluasi yang
menyeluruh, dengan memperhitungkan berbagai faktor yang relevan, penerapan
penggunaan pelumas masih mungkin menemui kegagalan dengan tidak mengurangi
besar torsi dan drag seperti yang telah diantisipasi.
Indikasi dari pelumasan yang buruk adalah besarnya torsi dan drag, tingkat
keausan yang tidak wajar, dan suhu panas pada komponen-komponen drillstring.
Tetapi indikasi-indikasi ini juga dapat disebabkan oleh hal lain seperti dogleg yang
parah serta masalah pada pemboran berarah, bit balling, key seating, buruknya
pembersihan lubang dan desain rangkaian yang keliru. Fungsi sebagai pelumas
mungkin dapat mengurangi gejala-gejala dari masalah-masalah tersebut, namun
penyebab aktual dari masalah-masalah ini tetap harus segera diatasi.
Lumpur pemboran menahan sebagian dari berat drillstring atau casing
melalui gaya buoyancy. Jika drillstring, liner atau casing berada di dalam kolom
lumpur pemboran, rangkaian tersebut terapung oleh gaya yang sama dengan berat
lumpur pemboran yang berpindah, sehingga mengurangi beban hook di permukaan.
Buoyancy berkaitan langsung dengan berat lumpur pemboran, jadi fluida dengan
berat 18 lb/gal akan menghasilkan dua kali buoyancy dari fluida dengan berat 9
lb/gal.
Beban yang dapat ditahan oleh rig dibatasi oleh kapasitas mekanik yang
dimiliki rig tersebut, hal ini penting untuk dijadikan pertimbangan ketika akan
menambah kedalaman, karena dengan bertambahnya kedalaman beban drillstring
dan casing juga akan bertambah. Kebanyakan rig memiliki kapasitas yang cukup
untuk menahan beban drillstring tanpa bantuan buoyancy, tapi hal ini tetap menjadi
bahan pertimbangan yang penting ketika mengevaluasi titik netral (titik pada
drillstring dimana tidak ada efek tension maupun compression). Namun demikian,
23
ketika menggunakan rangkaian yang panjang dan berat, buoyancy dapat digunakan
untuk menghasilkan manfaat yang menguntungkan. Dengan menggunakan
buoyancy, dimungkinkan untuk menggunakan rangkaian yang memiliki beban
melebihi kapasitas beban hook. Jika casing tidak terisi penuh oleh lumpur ketika
diturunkan ke dalam lubang, ruang kosong di dalam caasing akan memperbesar
buoyancy, sehingga menghasilkan penurunan beban yang signifikan pada hook di
permukaan. Proses ini disebut floating-in the casing.
tertentu hanya bekerja dengan baik pada fluida konduktif, sedangkan log lainnya
bekerja lebih baik pada fluida non-konduktif.
Sifat-sifat lumpur pemboran akan mempengaruhi pengukuran sifat-sifat
batuan dengan peralatan wireline elektrik. Filtrat lumpur pemboran yang berlebihan
dapat mendorong minyak dan gas dari area di sekitar lubang, hal ini akan memberi
pengaruh yang buruk bagi kualitas log dan sampel-sampel FT atau DST.
Lumpur pemboran yang mengandung kadar ion potasium yang tinggi akan
mengubah nilai radioaktivitas asli formasi sehingga hasil dari logging akan tidak
sesuai dengan keadaan aktual. Salinitas yang tinggi dari filtrat lumpur akan
membuat log elektrik menjadi sulit atau bahkan mustahil untuk diinterpretasikan.
Peralatan wireline logging harus dijalankan dari permukaan hingga dasar
lubang, pengukuran aktual dari sifat batuan dilakukan ketika peralatan ditarik ke
permukaan. Untuk wireline logging yang optimal, lumpur pemboran harus tidak
terlalu kental, namun tetap menjaga kestabilan lubang dan mampu menahan cutting
atau caving. Keadaan lubang harus neargauge (memiliki besar seragam) dari atas
ke bawah, karena pembesaran lubang yang berlebihan disertai dengan filter cake
yang tebal dapat menghasilkan hasil yang beragam pada logging dan meningkatkan
kemungkinan terjepitnya peralatan logging.
Lumpur pemboran yang digunakan pada saat coring dipilih berdasarkan jenis
evaluasi yang akan dilakukan. Jika core yang akan diambil untuk keperluan litologi
(analisa mineral), maka tidak ada batasan dari jenis lumpur yang akan digunakan.
Jika core yang akan diambil untuk penelitian waterflood atau wettability, maka
water-base mud yang bland (memiliki pH netral) tanpa surfaktan atau pengencer
yang dibutuhkan. Jika core yang akan diambil untuk pengukuran saturasi air dari
reservoir, maka oil-base mud yang bland dengan kandungan surfaktan minimal dan
tanpa air atau garam yang sering direkomendasikan. Kebanyakan operasi coring
secara spesifik memerlukan lumpur yang bland serta penggunaan aditif yang
minimal.
-ran secara terus-menerus akan menjadi rentan terhadap berbagai macam jenis
korosi. Gas yang terlepas (dissolved gas) seperti oksigen, karbon dioksida dan
hidrogen sulfida dapat menyebabkan masalah korosi yang serius pada peralatan,
baik di permukaan maupun di bawah permukaan. Umumnya nilai pH yang kecil
dapat memperburuk (mempercepat waktu terjadinya) korosi. Oleh karena itu, salah
satu fungsi penting dari lumpur penmboran adalah untuk menjaga tingkat korosi
pada level yang dapat diterima. Selain melindungi permukaan peralatan logam dari
korosi, lumpur juga dibuat agar tidak merusak peralatan berbahan karet atau
elastomer (polimer natural atau sintetis yang bersifat elastis). Dalam kondisi dimana
lumpur pemboran dan/atau kondisi bawah permukaan memungkinkan, logam
spesial dan elastomer baru dapat digunakan. Corrosion coupon (kartu diisi catatan
yang berkaitan dengan korosi) perlu digunakan pada semua tahapan operasi
pemboran untuk memonitor tipe dan laju korosi dari peralatan yang dipakai.
Mud aeration, foaming dan kondisi penjebakan oksigen (trapped-oxygen)
lainnya dapat menyebabkan kerusakan korosi yang parah dalam waktu yang
singkat. Inhibitor kimiawi dan scavenger (unsur yang bereaksi dengan molekul
tertentu dan melepaskan molekul tersebut) dapat digunakan ketika terdapat potensi
korosi yang besar. Inhibitor kimiawi harus digunakan secara tepat. Corrosion
coupon harus dievaluasi secara berkala agar dapat menentukan apakah inhibitor
kimiawi yang akan digunakan sudah tepat dan dengan jumlah yang cukup. Cara ini
akan menjaga laju korosi pada level yang dapat diterima.
Hidrogen sulfida dapat menyebabkan kerusakan drillstring dengan cepat. Zat
ini juga berbahaya bagi manusia bila terekspos, walaupun dalam konsentrasi yang
kecil. Ketika pengeboran menembus formasi yang mengandung zat ini, pH lumpur
harus ditingkatkan juga dikombinasikan dengan bahan kimia yang bersifat sulfide-
scavenging seperti zinc.
terutama oleh berat lumpur, tetapi pengaruh dari viskositas pada kehilangan tekanan
anular dan equivalent circulating density (ECD) perlu dipertimbangkan untuk
menghindari terjadinya lost circulation.
Perencanaan lumpur pemboran hampir selalu memerlukan trade-off (berusaha
mengimbangi dua kondisi yang ingin dicapai namun saling berlawanan) dalam
perawatan dan mempertahankan sifat yang dibutuhkan untuk mendapatkan fungsi
yang dibutuhkan. Lumpur dengan viskositas besar dapat memperbaiki pembersihan
lubang, namun juga mengurangi efisiensi hidrolika, meningkatkan padatan yang
tertahan, memperlambat laju penetrasi dan mengubah kebutuhan penanganan
secara kimiawi serta pengenceran. Mud engineer yang berpengalaman memiliki
pemahaman terhadap situasi seperti ini dan mengerti cara untuk memperbaiki salah
satu fungsi tetapi juga meminimalisasi pengaruh terhadap perubahan sifat lumpur
untuk fungsi lainnya.
1. Funnel Viscosity
Funnel viscosity didapat dengan pengukuran menggunakan marsh funnel.
Variabel ini digunakan sebagai indikator dari kondisi fluida. Informasi yang didapat
dari pengukuran funnel viscosity tidak menggambarkan karakteristik dari aliran
fluida. Nilai ini digunakan untuk mendeteksi perubahan relatif pada sifat-sifat
29
fluida. Nilai dari funnel viscosity yang didapat bukan merupakan representasi untuk
seluruh fluida. Apa yang berfungsi dengan baik pada satu sumur mungkin akan
gagal pada sumur lainnya, tetapi umumnya secara praktis ada aturan/panduan yang
dapat diterapkan untuk lumpur pemboran berbahan dasar clay. Funnel viscosity dari
kebanyakan lumpur pemboran dikontrol pada (paling banyak) empat kali dari nilai
densitas. Ada pengecualian, namun hanya untuk area yang membutuhkan lumpur
ber-viskositas besar. Lumpur dengan polimer dan invert-emulsion juga tidak
mengikuti aturan ini.
Gambar 3.2.
Shear rate dan Shear stress pada dua jenis fluida2
Dengan demikian shear rate memiliki nilai yang lebih besar pada tempat yang
sempit (contohnya di dalam drillstring) dan lebih kecil pada tempat yang besar
(contohnya di dalam casing). Nilai shear rate yang lebih besar biasanya
menghasilkan gaya resistif dari shear stress yang lebih besar pula. Sehingga, besar
shear stress di dalam drillstring (dimana shear rate lebih besar) akan melebihi
besar shear stress di annulus (dimana shear rate lebih kecil). Jumlah kehilangan
tekanan pada keseluruhan sistim sirkulasi (tekanan pompa) sering dikaitkan dengan
2
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 2
30
shear stress sedangkan laju alir pompa dikaitkan dengan shear rate. Hubungan
antara shear rate dan shear stress pada fluida menjelaskan bagaimana fluida
tersebut mengalir. Gambar berikut menjelaskan gambaran sederhana dari dua jenis
fluida (A dan B) yang bergerak saling melewati ketika terdapat gaya yang bekerja
pada keduanya.
Ketika fluida mengalir, akan muncul gaya yang bekerja melawan gaya yang
ditimbulkan oleh aliran tersebut. Gaya ini dikenal dengan shear stress. Gaya ini
dapat dianggap sebagai gaya gesek yang muncul ketika satu lapis (layer) fluida
bergesekan dengan fluida lain. Karena lebih mudah bagi shear untuk terjadi antara
lapisan fluida dengan fluida lain dibandingkan dengan lapisan terluar (outermost
layer) fluida dengan dinding pipa, maka fluida yang memiliki kontak dengan pipa
dapat dianggap tidak mengalir. Besar laju dari satu lapisan fluida yang bergerak
melewati lapisan lainnya disebut shear rate. Dengan demikian shear rate
merupakan gradien kecepatan. Persamaan untuk shear rate adalah:
V2 - V1
γ= ...................................................................................... (3-2)
d
Keterangan :
γ = Shear rate, detik-1
V2 = Kecepatan pada layer B, ft/detik
V1 = Kecepatan pada layer A, ft/detik
d = Jarak antara A dan B, ft
Shear rate memiliki nilai yang sebanding dengan mud viscometer RPM (ω)
dikalikan dengan 1,703. Konstanta ini diturunkan dari sleeve and bob geometry dari
viscometer.
Shear stress adalah gaya yang dibutuhkan untuk menahan shear rate. Dalam
satuan lapangan shear stress menggunakan satuan lb/100 ft 2, sehingga definisinya
adalah gaya sebesar 1 lb untuk tiap 100 ft 2 yang dibutuhkan untuk menahan shear
rate. Pembacaan pada mud viscometer (Θ) dapat diubah menjadi nilai dari shear
stress dengan mengalikannya dengan konstanta 1,0678. Namun karena
perbedaannya kecil nilai dari pembacaan mud viscometer sering langsung dianggap
sebagai nilai dari shear stress.
31
3. Effective Viscosity
Viskositas efektif (µ e) fluida adalah nilai viskositas dari fluida tersebut dalam
kondisi yang spesifik. Kondisi ini termasuk shear rate, tekanan dan suhu.
4. Apparent Viscosity
Viskositas efektif terkadang dianggap sebagai apparent viscosity (AV).
Apparent viscosity adalah pembacaan mud viscometer pada 300 RPM (Θ300) atau
satu setengah kali dari pembacaan pada 600 RPM (Θ600). Perlu dicatat bahwa
kedua nilai yang didapat dengan cara ini konsisten dengan persamaan:
300
AV = ................................................................................. (3-3)
ω
Keterangan :
AV = Apparent viscosity, cP
Θ = Pembacaan mud viscometer
ω = Mud viscometer RPM
5. Plastic Viscosity
Plastic viscosity (PV), dalam satuan centipoise (cP) atau miliPascal detik
(mPa detik), dapat dihitung dengan mengurangi pembacaan pada 600 RPM (Θ600)
dengan pembacaan pada 300 RPM (Θ300). Plastic viscosity biasanya digambarkan
sebagai ketahanan untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanis. Terutama
dipengaruhi oleh:
a. Konsentrasi fasa padat.
b. Ukuran dan bentuk padatan.
c. Viskositas dari fasa cair lumpur.
d. Keberadaan dari rantai panjang polimer, seperti hydroxyethylcellulose (HEC)
atau carboxymethylcellulose (CMC).
e. Rasio oil-to-water (O/W) atau synthetic-to-water (S/W) pada lumpur pemboran
berjenis invert-emulsion.
f. Tipe emulsifier pada lumpur pemboran berjenis invert-emulsion.
Fasa padat membutuhkan perhatian khusus bagi mud engineer. Bertambahnya
besar plastic viscosity dapat berarti pertambahan jumlah padatan, pengurangan pada
32
ukuran partikel, perubahan bentuk dari partikel padatan atau kombinasi dari hal-hal
tersebut. Bertambahnya jumlah padatan yang terekspos di permukaan akan
ditunjukkan pada bertambahnya nilai plastic viscosity. Memecah ukuran partikel
padatan, contohnya, akan menghasilkan pecahan partikel yang masing-masing
menempati ruang yang lebih besar di permukaan dari pada ukuran normal partikel.
Partikel yang datar (flat) akan menempati ruang yang lebih besar daripada partikel
yang membulat (spherical) dengan volume yang sama. Namun seringkali
bertambahnya nilai plastic viscosity merupakan akibat dari bertambahnya jumlah
padatan. Hal ini dapat dipastikan dengan adanya perubahan densitas dan/atau
analisa retort.
Beberapa dari padatan dalam lumpur berada didalamnya karena mereka
secara tak sengaja tercampur. Bentonite, sebagai contoh, baik untuk meningkatkan
viskositas dan mengurangi fluid loss, sedangkan barite penting untuk
mempertahankan besar densitas. Terdapat aturan bahwa viskositas dari lumpur
tidak boleh lebih besar dari yang diperlukan untuk kegiatan hole cleaning dan barite
suspension. Ketika lumpur gagal menjalankan fungsi ini, penting untuk
meningkatkan yield point dan nilai dari low-shear (6 dan 3 RPM) dibandingkan
dengan meningkatkan nilai plastic viscosity.
Cutting, akan secara buruk mempengaruhi sifat-sifat rheologi dari lumpur
pemboran dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan. Cutting akan terus-menerus
bertambah ke dalam lumpur selama proses pengeboran, menyebabkan
bertambahnya jumlah padatan dalam lumpur. Jika padatan ini tidak langsung
dipisahkan dari lumpur, mereka akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil, karena
mengalami sirkulasi secara berulang melalui sisim sirkulasi.
Masalah pun akan muncul, terutama yang berkaitan dengan viskositas
lumpur, jika hal ini tidak ditangani. Ada tiga cara agar cutting dapat dikontrol:
a. Mengontrol cutting secara mekanis (dengan menggunakan solid-control
equipment).
b. Settling (membiarkan agar cutting mengendap dalam peralatan khusus seperti
gumbo trap).
33
Secara praktis batas maksimal dari plastic viscosity adalah dua kali berat
lumpur pemboran (lb/gal). Namun, nilai ini mungkin akan membatasi fungsi dari
lumpur berat, yang fasa padatnya dipenuhi oleh material pemberat sehingga lumpur
jenis ini memiliki toleransi yang rendah terhadap cutting. Plastic viscosity adalah
pendekatan yang baik untuk nilai viskositas dari fluida yang melewati nozzle bit.
6. Yield Point
Yield point (YP), dalam satuan lb/100 ft 2, dapat dihitung dengan
menggunakan data yang didapat dari Fann VG Meter, yaitu dua kali pembacaan
pada 300 RPM (Θ300) dikurangi dengan pembacaan pada 600 RPM (Θ600). Atau
pembacaan pada 300 RPM (Θ300) dikurangi dengan nilai dari plastic viscosity.
Yield point, komponen dari sifat ketahanan untuk mengalir lumpur pemboran,
adalah sebuah ukuran terhadap elektro-kimia atau gaya tarik-menarik antar partikel
pada lumpur (attractive forces). Gaya ini merupakan hasil dari kutub negatif dan
positif yang berada pada atau dekat dengan permukaan partikel. Yield point adalah
ukuran dari gaya-gaya ini pada kondisi aliran tertentu dan bergantung pada:
karakteristik dari permukaan partikel padatan, volume dari padatan dan medan
listrik dari padatan tersebut.
Viskositas besar hasil pengaruh dari yield point yang besar atau attractive
forces dapat disebabkan oleh:
a. Bercampur dengan kontaminan yang dapat larut (soluble) seperti garam, semen,
anhidrit atau gypsum yang menyebabkan flokulasi clay dan padatan reaktif
(reactive solid).
b. Pecahnya pertikel clay yang disebabkan tergerus oleh bit dan pipa, sehingga
menciptakan gaya-gaya residual baru (hasil dari pemutusan ikatan valensi) pada
sisi partikel yang rusak (tergerus). Gaya ini cenderung menarik partikel-partikel
berkumpul dalam susunan yang tidak beraturan (floc).
c. Bercampurnya inert solid ke dalam sistim dapat meningkatkan yield point. Hal
ini menyebabkan partikel bergerak saling berdekatan. Kondisi ini menjadikan
jarak antara tiap partikel berkurang, sehingga gaya tarik antar partikel
meningkat.
35
d. Ketika pengeboran menembus zona batuan shale atau clay, maka akan ada
active solid yang masuk ke dalam sistim. Active solid akan meningkatkan
attractive force dengan mendekatakan partikel satu dan yang lain dan dengan
meningkatkan jumlah kutub (positif ataupun negatif).
e. Penanganan yang kurang atau berlebihan dengan cara elektrokimia sehingga
meningkatkan attractive force.
f. Penggunaan biopolimer bercabang.
g. Penanganan yang berlebihan dengan menggunakan organophilic clay atau
rheological modifier pada sistim dengan lumpur berjenis invert-emulsion.
Yield point adalah bagian dari ketahanan untuk mengalir yang dapat dikontrol
dengan penanganan kimia yang tepat. Yield point akan berkurang seiring dengan
berkurangnya attractive force oleh penanganan kimia. Pengurangan yield point juga
akan berdampak pada berkurangnya apparent viscosity.
Pada lumpur pemboran berjenis water-base mud berbahan dasar clay, yield
point dapat dikurangi dengan cara-car berikut:
a. Pemutusan ikatan valensi, yang disebabkan oleh tergerusnya partikel clay, dapat
dinetralkan dengan adsorpsi material anion khusus pada sisi dari partikel clay.
Ikatan valensi yang sudah rusak ini dapat distabilkan, hampir seluruhnya,
dengan menggunakan zat kimia seperti tannin, lignin, fosfat kompleks,
lignosulfonat dan low molecular-weight polyacrylate. Penggunaan zat kimia
tersebut akan menyebabkan kutub negatif menjadi elemen utama sehingga
partikel akan tolak-menolak.
b. Pada kasus kontaminasi yang berasal dari kalsium atau magnesium, kation yang
menyebabkan munculnya attractive force dapat dilepaskan sebagai presipitasi
tak larut (insoluble precipitate), sehingga mengurangi attractive force dan yield
point.
c. Air dapat digunakan untuk mengurangi yield point, tetapi bila konsentrasi
padatan sangat tinggi, cara ini menjadi relatif tidak efektif dan boros. Selain itu
air dapat mengubah sifat lain dari lumpur pemboran. Contohnya pada lumpur
berat (weighted mud), penambahan air akan meningkatkan fluid loss dan
mengurangi berat lumpur, sehingga lumpur harus diperberat lagi.
36
8. Gel Strength
Thixotropi adalah sifat yang ada pada fluida yang dapat membentuk struktur
gel dalam kondisi statis dan kemudian kembali menjadi cairan ketika terdapat
shear. Hampir semua lumpur berbahan dasar air memiliki sifat ini yang merupakan
hasil dari adanya partikel-partikel bermuatan listrik atau polimer khusus yang saling
berhubungan membentuk matriks yang kaku (rigid).
Pembacaan nilai dari gel strength (pada Fann VG Meter) diambil pada
interval detik ke-10 dan menit ke-10 serta untuk melihat nilainya pada kondisi kritis
yaitu pada menit ke-30. Fann VG Meter dapat memberikan ukuran tingkatan dari
sifat thixotropi yang ada pada fluida. Kekuatan pembentukan gel dipengaruhi oleh
jumlah dan jenis dari padatan, waktu, suhu serta zat kimia yang dipakai. Dengan
kata lain, apapun yang menyebabkan atau mencegah penyatuan partikel akan
meningkatkan atau menurunkan kecenderungan pembentukan gel (gelation) dari
fluida.
Besar (magnitude) pembentukan gel, atau bisa dikatakan sebagai jenis dari gel
strength, merupakan hal yang penting untuk dapat menahan cutting dan material
38
pemberat. Namun, pembentukan gel harus dijaga agar tidak melebihi dari yang
dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut.
Gel strength yang berlebihan dapat menyebabkan komplikasi seperti:
a. Terjebaknya udara atau gas di dalam fluida.
b. Dibutuhkan tekanan yang besar ketika memulai sirkulasi setelah trip.
c. Penurunan efisiensi dari solid-control equipment.
d. Terjadinya excessive swabbing ketika penarikan rangkaian.
e. Terjadinya excessive pressure surge ketika penurunan rangkaian.
f. Ketidakmampuan untuk menurunkan peralatan logging hingga dasar lubang.
Progressive gel atau flash gel dapat menimbulkan masalah pada sistim lumpur
pemboran. Gel yang ada pada batas antara interval 10 detik dengan 10 atau 30 menit
pada pembacaan nilai gel (gel reading) disebut progressive gel dan merupakan
indikasi dari peningkatan padatan. Jika pada interval 10 detik dan 10 menit pada
pembacaan nilai gel keduanya menunjukkan nilai yang tinggi dengan perbedaan
yang kecil antara keduanya, kondisi ini disebut flash gel dan merupakan indikasi
terjadinya flokulasi.
Gel strength dan yield point, keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik-
menarik yang ada di dalam sistim lumpur pemboran. Pengukuran awal (pada
interval 10 detik) gel strength merepresentasikan gaya tarik-menarik statis,
sedangkan pada yield point menunjukkan gaya tarik-menarik dinamis. Dengan
demikian penanganan pada nilai gel strength awal yang berlebihan akan sama
dengan penanganan untuk nilai yield point yang berlebihan.
Pembentukan gel memberikan suatu fluida ”ingatan” dari masa lalunya dan
harus diperhatikan ketika melakukan pengukuran sifat rheologi dari fluida tersebut.
Jika suatu fluida diperbolehkan untuk bertahan dalam periode waktu tertentu
sebelum dilakukan pengukuran dari nilai shear stress pada shear rate tertentu,
dibutuhkan waktu agar shear rate mencapai nilai tertentu sebelum shear stress
(dalam kondisi equilibrium dengan nilai shear rate tersebut) dapat diukur. Semua
ikatan antara partikel yang dapat diputus pada nilai shear rate tersebut harus diputus
atau pengukuran shear stress akan menjadi lebih tinggi dari nilai equilibrium shear
39
stress. Lama waktu yang dibutuhkan bergantung pada derajat pembentukan gel
yang muncul pada sampel.
Setelah pengukuran dilakukan pada 600 RPM dan shear rate dipelankan
hingga 300 RPM, fluida cenderung untuk mengingat nilai dari shear sebelumnya
yaitu pada 600 RPM. Ada periode waktu yang dibutuhkan untuk ikatan tertentu
antara partikel yang muncul ketika terjadi penurunan shear rate, agar kembali ke
bentuk asalnya/bentuk sebelumnya (reform) sebelum nilai equilibrium shear stress
dapat diukur. Indikasi dari nilai shear stress akan sangat kecil pada awalnya dan
secara bertahap meningkat hingga nilai equilibrium.
Formasi atau peluruhan dari struktur gel merupakan variabel yang bergantung
pada waktu, terdapat banyak cara dalam perbandingan shear-stress dengan shear-
rate yang dapat dipakai dalam menggunakan nilai shear rate yang berbeda. Cara
ini diillustrasikan dalam Gambar 3.3. kurva padatan merepresentasikan nilai
equilibrium dari perbandingan shear-stress dengan shear-rate yang muncul ketika
nilai shear rate pada fluida berubah menjadi sangat lambat. Namun, jika fluida
memulai di titik A pada nilai equilibrium dari shear stress yang tinggi kemudian
turun secara tiba-tiba hingga nilai shear rate nol, nilai dari shear stress akan
mengikuti bentuk kurva bagian bawah, yang dalam semua titiknya lebih kecil dari
kurva equilibrium.
Pada keadaan tidak aktif, gel strength akan meningkat hingga titik B. Setelah
mencapai titik B, shear rate akan meningkat secara tiba-tiba, shear stress akan ikut
naik dari titik B menuju titik C, yang pada semua titiknya lebih besar dari kurva
equilibrium. Sering berjalannya waktu dengan nilai shear rate yang tinggi, nilai
shear stress pada akhirnya akan menurun dari titik C menuju nilai equilibrium pada
titik A. Sebaliknya setelah sampai pada titik B shear rate akan meningkat secara
perlahan dan shear stress pada awalnya akan menurun sebelum kemudian
mengikuti kurva equilibrium hingga titik A.
Kurva B hingga C dapat menggambarkan kondisi lumpur pemboran yang
tidak ditangani dengan tepat. Kondisi ini akan menyebabkan tekanan sirkulasi yang
besar. Periode waktu yang lebih panjang dibutuhkan untuk mencapai nilai
equilibrium pada titik A. Lumpur pemboran yang ditangani dengan baik dapat
40
digambarkan dengan kurva equilibrium yang membentuk jalur yang lebih pendek,
sehingga membutuhkan tekanan pompa yang lebih rendah.
Gambar 3.3.
Kelakuan Fluida Trixotropi3
3
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 8
41
besar normalnya.
Gambar 3.4.
Shear rate vs Shear stress pada Fluida Newtonian4
Fluida newtonian tidak dapat menahan cutting dan material pemberat dalam
kondisi statis. Ketika fluida newtonian (air tawar, air laut, air asin dan minyak)
digunakan sebagai lumpur pemboran, lubang harus disirkulasi bersih secara berkala
dan sebelum penyambungan/pelepasan rangkaian.
Nilai shear stress untuk beberapa nilai shear rate perlu dihitung untuk
mengelompokkan sifat aliran dari fluida. Cukup perlu dilakukan satu pengukuran
karena nilai shear stress proporsional dengan nilai shear rate dari fluida newtonian.
Dari pengukuran ini nilai shear stress pada shear rate berapa pun dapat ditentukan
dari persamaan berikut:
.......................................................................................... (3-4)
Definisi umum ini terdiri atas variabel yang independen. Data yang didapat dari
Fann VG Meter perlu dikonversi ke dalam satuan viskositas dengan persamaan:
1, 0678
................................................................................ (3-5)
1, 703
Nilai viskositas dihitung dengan persamaan ini dalam satuan English Unit (ft,
lb,dll), tetapi untuk API Daily Mud Report viskositas dihitung dalam satuan centi-
4
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 9
42
-poise (cP yang sama dengan 0,01 dyne/cm2). Untuk itu perlu dilakukan konversi
kembali dari satuan English Unit menjadi satuan centipoise, faktor konversinya
adalah 478,9. Dengan konversi ini persamaan menjadi:
1, 0678
478,9 cP ................................................................ (3-6)
1, 703
Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi:
300 cP ................................................................................. (3-7)
Fluida yang mengalir pada pipa silinder dalam aliran laminar bergerak secara
konsentris seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5A. Profil kecepatan fluida
newtonian ketika mengalir dalam pipa ditunjukkan pada Gambar 3.5B. Profil dari
aliran tersebut membentuk sebuah parabola.
Gambar 3.5.
Profil Aliran Fluida Newtonian dalam Pipa5
5
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 10
43
akan paralel ketika mencapai dinding pipa, sehingga nilai kemiringannya tak
terbatas (maksimal).
Kemiringan dari profil kecepatan menurun dengan bertambahnya jarak
dengan dinding pipa hingga pada satu titik mencapai kemiringan dengan sudut 1 .
Pada bagian tengah pipa, kemiringan dari profil kecepatan akan tegak lurus dengan
dinding pipa dengan kemiringan 0 (minimal). Dengan demikian nilai shear stress
akan maksimal pada dinding pipa.
Shear rate pada dinding pipa dapat dihitung dengan persamaan:
8V
............................................................................................ (3-8)
D
Keterangan :
= Shear rate, detik-1
V = Kecepatan rata-rata fluida, ft/detik
D = Diameter pipa, ft
Gambar 3.6.
Profil Kecepatan Fluida Newtonian pada Annulus6
Perhitungan nilai shear rate akan berbeda pada kasus annulus konsentris,
seperti pada ruang antara lubang dengan pipa yaang ditunjukkan Gambar 3.6. Pada
6
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 11
44
kasus ini fluida mengalir di sekeliling pipa di dalam lubang (baik dengan atau tanpa
casing). Nilai shear rate anular untuk pipa konsentris dapat dihitung dengan
persamaan:
12V
...................................................................................... (3-9)
D2 - D1
Keterangan :
= Shear rate, detik-1
V = Kecepatan rata-rata fluida, ft/detik
D1 = Diameter luar pipa yang lebih kecil, in
D2 = Diameter dalam pipa yang lebih besar, in
Gambar 3.7.
Profil Kecepatan Fluida Non-Newtonian7
7
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 11
45
Kondisi ini akan menghasilkan profil kecepatan yang berbeda dengan profil
kecepatan air (salah satu fluida newtonian) di dalam pipa. Pada bagian tengah pipa,
dimana nilai shear rate kecil, gangguan partikel tinggi sehingga fluida cenderung
untuk mengalir seperti benda padat. Profil kecepatan menjadi rata seperti pada
Gambar 3.7. Kondisi ini meningkatkan efisiensi penyapuan dari fluida dalam
menggantikan fluida lain dan juga meningkatkan kemampuan fluida untuk
membawa partikel yang lebih besar.
Jika partikel-partikel memiliki muatan yang berlawanan akan menyebabkan
tarik-menarik satu sama lain. Kondisi ini, dimana partikel saling terhubung, pada
shear rate yang kecil akan meningkatkan ketahanan untuk mengalir tetapi pada
shear rate yang besar ikatan yang menyebabkan partikel saling terhubung tersebut
akan terputus. Dalam kondisi demikian, nilai shear stress tidak meningkat secara
proporsional terhadap kenaikan shear rate. Fluida yang memiliki kelakukan seperti
ini disebut fluida non-newtonian. Hampir semua lumpur pemboran termasuk dalam
jenis fluida ini.
Gambar 3.8.
Shear rate vs Shear stress pada Fluida Non-Newtonian8
8
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 12
46
nonnewtonian tidak memiliki satu nilai viskositas atau nilai konstan yang dapat
mewakili kelakuan dari fluida tersebut untuk semua nilai shear rate. Untuk
menggambarkan viskositas dari fluida non-newtonian pada shear rate tertentu,
digunakan nilai effective viscosity (viskositas efektif). Viskositas efektif
didefinisikan sebagai rasio (kemiringan) dari shear stress dengan shear rate pada
nilai shear rate tertentu dan diilustrasikan sebagai kemiringan garis yang terbentuk
dari kurva shear stress (pada nilai shear rate tersebut) menuju ke titik awal (lihat
Gambar 3.8). Seperti yang digambarkan, kebanyakan fluida non-newtonian
memiliki sifat shear-thinning, efek dari sifat ini adalah nilai viskositas efektif
berkurang seiring dengan meningkatnya shear rate.
Ketika nilai viskositas efektif di-plot dengan kurva shear-stress/shear-rate
akan mudah untuk melihat sifat shear-thinning, yang dimiliki fluida, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9.
Sifat Shear-thinning pada Fluida Non-Newtonian9
9
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 12
47
2. Aliran plug
Ketika nilai yield stress terlewati, aliran akan mulai menjadi aliran plug. Pada
aliran ini, kecepatan akan sama di sepanjang diameter pipa atau annulus kecuali pada
sisi dinding pipa atau lubang. Aliran keluarnya pasta gigi dari tubenya sering dijadikan
contoh untuk mengambarkan aliran ini. Profil kecepatan dari aliran plug adalah datar.
48
Gambar 3.10.
Tahapan Perubahan Pola Aliran 10
10
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 19
49
tengah dari plug. Profil kecepatan adalah datar sepanjang plug dengan kecepatan
paling tinggi lalu menurun hingga nol pada sisi dinding pipa atau lubang.
4. Aliran laminar
Ketika kecepatan alir terus meningkat, efek dari laju alir dan dinding pipa atau
lubang terhadap fluida akan terus meningkat. Hingga pada satu titik dimana plug
menghilang. Pada saat itu kecepatan tertinggi akan berada pada bagian tengah aliran
dan secara bertahap berkurang hingga nol pada dinding pipa atau lubang. Profil
kecepatan aliran laminar membentuk sebuah parabola. Kecepatan aliran ini
dipengaruhi oleh jarak titik fluida dari dinding pipa atau lubang. Fluida di dalam
pipa yang mengalir dengan pola aliran ini akan mengikuti arah dari aliran, tapi
dengan kecepatan yang berbeda untuk tiap titik.
6. Aliran Turbulen
Bila kecepatan laju alir terus meningkat, pola aliran akan terganggu dan fluida
akan mulai bergerak secara memutar. Pergerakan seperti ini akan berlanjut
sepanjang annulus atau pipa dalam satu arah, tetapi arah pergerakan di dalam fluida
itu sendiri tidak dapat diprediksi. Setelah kondisi ini tercapai penambahan
kecepatan hanya akan meningkatkan turbulensi dari aliran.
Perbedaan dari pola aliran ini memberikan impilkasi yang berbeda pula.
Tekanan yang dibutuhkan untuk memompa fluida dengan pola aliran turbulen akan
jauh lebih besar dari yang tekanan yang dibutuhkan untuk memompa fluida dengan
pola aliran laminar. Setelah pola aliran turbulen terbentuk, peningkatan pada laju
alir akan meningkatkan tekanan sirkulasi secara geometri. Pada pola aliran turbulen
menggandakan laju alir akan meningkatkan tekanan sebanyak empat kali lipat (2 2),
dan meningkatkan laju alir hingga tiga kali akan meningkatkan kehilangan tekanan
sebanyak delapan kali lipat (23).
50
Selama pengeboran, fluida dalam rangkaian hampir selalu dalam pola aliran
turbulen, sehingga meningkatkan kehilangan tekanan yang kemudian membatasi
laju alir. Kehilangan tekanan pada aliran turbulen di dalam annulus akan menjadi
penting untuk diperhatikan ketika equivalent circulating density (ECD) mendekati
nilai gradien rekah formasi. Aliran turbulen selalu diasosiasikan dengan erosi
dinding lubang dan washout. Pada zona-zona yang rentan, lubang akan terkikis
hingga diameter tertentu, dimana pada diameter tersebut pola aliran menjadi
laminar. Ketika menembus zona seperti ini, laju alir dan rheologi lumpur pemboran
harus dikontrol untuk mencegah terjadinya aliran turbulen.
Gambar 3.11.
Shear rate vs Shear stress untuk Model Bingham Plastic11
11
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 13
52
lumpur yang cocok dengan definisi ini, jika kurva konsitensi untuk lumpur
pemboran dibuat berdasarkan data viscometer, akan menghasilkan kurva non-linear
yang tidak memotong titik asal (0,0) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11.
Perkembangan dari nilai gel strength akan menyebabkan kurva memotong sumbu-
Y pada titik di atas titik asal (true yield), perbedaan ini dikarenakan gaya minimal
yang dibutuhkan untuk memecah gel dan memulai aliran.
Dua kecepatan viscometer didesain untuk mengukur nilai rheologi dari model
Bingham Plastic, yaitu yield point dan plastic viscosity. Kurva aliran dari lumpur
pemboran yang diambil dengan dua kecepatan Fann VG Meter ditunjukkan pada
Gambar 3.12. Kemiringan dari porsi garis lurus pada kurva konsistensi merupakan
nilai dari plastic viscosity.
Dari perhitungan dua shear stress ini, plastic viscosity dapat diekstrapolasi
hingga menyentuh sumbu-Y (sumbu dari shear stress) untuk menentukan bingham
yield point, cara ini dikenal sebagai Y-intercept. Untuk kebanyakan jenis lumpur
pemboran, nilai true yield stress lebih kecil dari bingham yield point, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.13.
Gambar 3.12.
Nilai Binghan Plastic dari Dua Pengukuran12
12
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 14
53
Gambar 3.13.
Grafik Perbandingan Fluida Bingham Plastic dengan Lumpur Pemboran 13
13
Ibid
54
Gambar 3.14.
Shear rate vs Shear stress untuk Model Power Law14
14
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 14
55
Power Law “n” mengindikasikan derajat kelakuan dari fluida non-newtonian dalam
range nilai shear rate.
Gambar 3.15.
Grafik Log dari Model Power Law15
Semakin kecil nilai “n” maka fluida akan semakin shear-thinning pada shear
rate range tersebut dan kurva hubungan shear-stress/shear-rate akan semakin
membelok, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16.
Perbandingan Fluida dengan Nilai n yang Berbeda16
15
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 15
16
Ibid
56
Berdasarkan nilai “n”, terdapat tiga jenis profil aliran dan kelakuan fluida:
1. n < 1; fluida bersifat shear-thinning, non-newtonian.
2. n = 1; fluida newtonian.
3. n > 1; fluida bersifat shear-thickening, dilatant (tidak ada lumpur pemboran
yang masuk dalam kategori ini).
Perbandingan antara tiga jenis fluida tersebut ditunjukkan dalam Gambar
3.16. Efek dari nilai “n” memiliki pengaruh sangat penting pada profil aliran dan
profil kecepatan dari fluida non-newtonian. Ketika profil kecepatan menjadi datar
kecepatan fluida akan menjadi lebih tinggi pada area yang lebih besar, seperti pada
annulus sehingga efek pembersihan lubang akan menjadi jauh lebih baik. Hal ini
yang menjadi salah satu alasan fluida dengan nilai “n” yang kecil memberikan efek
pembersihan lubang yang baik.
Indeks konsistesi “K” adalah viskositas pada suatu nilai shear rate dalam
seper-detik (detik-1). Nilai “K” berhubungan dengan viskositas fluida pada nilai
shear-rate yang kecil. Kemampuan fluida dalam membersihkan lubang dan
efektivitas suspense dapat ditingkatkan dengan meningkatkan nilai “K”. Indeks
konsistensi “K” biasanya menggunakan satuan lb-detik-n/100 ft2. Variabel “K” dan
“n” hanya relevan ketika diasosiasikan dengan nilai shear rate tertentu.
Gambar 3.17.
Efek Nilai “n” pada Profil Kecepatan17
17
Ibid, hal 16
57
Nilai “K” dan”n” dapat dihitung dengan menggunakan data yang didapat dari
viscometer. Persamaan umum untuk nilai “n” dan”K” adalah:
log 2
n 1 .................................................................................. (3-13)
log 2
1
1
K .......................................................................................... (3-14)
1n
Keterangan :
n = Indeks Power Law
2 = Shear stress (pembacaan viscometer kedua), lbf/100 ft2
Pada lumpur pemboran berbahan dasar clay, nilai dari plastic viscosity dan yield
point mempengaruhi nilai ”K”, seperti ditunjukkan Gambar 3.18. Sebagai
perbandingan dibuat tiga kasus dengan karakteristik lumpur yang berbeda yaitu
kasus pertama penumpukan padatan, kasus kedua penurunan padatan dan yang
ketiga flokulasi karena kontaminasi.
Pada kasus pertama, plastic viscosity meningkat melebihi nilai normal karena
peningkatan kadar padatan yang ditunjukkan dengan sedikit peningkatan pada yield
point. Kurva viskositas pada dasarnya parallel dengan kurva pada kondisi normal,
sehingga hanya ada sedikit perubahan pada nilai “n”. Secara keseluruhan nilai
viskositas meningkat sehingga nilai dari “K” pun meningkat.
Pada kasus kedua, plastic viscosity menurun karena pelepasan padatan (solid
removal), nilai yield point pun berkurang. Sama seperti kasus pertama, kurva
viskositas pada dasarnya parallel dengan kurva pada kondisi normal, jadi terdapat
sedikit perubahan pada nilai “n”. Nilai “K” berkurang karena penurunan nilai
viskositas secara keseluruhan.
58
Pada kasus ketiga, yield point dan plastic viscosity meningkat karena
kontaminasi dan bertambahnya padatan. Rasio dari yield point dan plastic viscosity
sangat dipengaruhi oleh resultan flokulasi dan dengan bertambahnya rasio tersebut
nilai “n” menurun. Nilai “K” meningkat yang dipengaruhi oleh perubahan
kemiringan garis dan peningkatan viskositas secara keseluruhan.
Buletin, “Recommended Practice on the Rheology and Hydraulics of OilWell
Drilling Fluids” (API Recommended Practice 13D Fifth Edition, June 1, 2006),
merekomendasikan dua pasang persamaan rheologi, satu untuk persamaan di dalam
pipa (kondisi turbulen) dan yang lain untuk persamaan di annulus (kondisi laminar).
Persamaan Power Law di dalam pipa berdasarkan pada data pembacaan viscometer
pada 300 RPM (Θ300) dan 600 RPM (Θ600).
Gambar 3.18.
Hubungan antara K dan n (Power Law) dengan PV dan YP18
18
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 16
59
Nilai shear rate (511 dan 1022 detik-1) disubtitusikan ke dalam persamaan
“n” dan “K”, persamaan tersebut menjadi:
log 600
np 300 3,32 log 600 ..................................................... (3-15)
1022 300
log
511
5,11300 5,11600
Kp np
atau np
........................................................... (3-16)
511 1022
Keterangan :
np = Indeks Power Law (inside pipe)
600 = Shear stress (pembacaan viscometer pada 600 RPM), lbf/100 ft2
300 = Shear stress (pembacaan viscometer pada 300 RPM), lbf/100 ft2
Kp = Indeks konsistensi (inside pipe), lbf-detiknp/100 ft2
100 = Shear stress (pembacaan viscometer pada 100 RPM), lbf/100 ft2
Persamaan ini membutuhkan data pembacaan pada 100 RPM. Namun data ini
tidak bisa didapatkan bila memakai alat yang hanya memiliki dua pilihan kecepatan
60
Gambar 3.19.
Perbandingan Model Rheologi19
19
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 16
62
Gambar 3.20.
Perbandingan Model Rheologi pada Grafik Log20
20
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 16
63
Gambar 3.21.
Kecepatan Slip Particle Korelasi Moore21
d c s m
Vsl f ..................................................................... (3-38)
m
Berdasarkan bilangan Reynold partikel, apabila Np> 300 maka pola aliran
sekitar adalah turbulent penuh, maka nilai dari friction factor-nya sebesar 1,54.
Sedangkan apabila Np< 3 maka pola aliran disekitar partikel adalah laminar,
dan kecepatan jatuh dapat dihitung dengan friction factor sebesar:
40
f ........................................................................................ (3-39)
N Rep
Untuk bilangan Reynold diantara 3 dan 300 maka alirannya adalah transisi
dan kecepatannya slip dapat dihitung dengan friction factor sebesar:
22
f ..................................................................................... (3-40)
N Rep
21
Adam T. Bourgoyne Jr., Applied Drilling Engineering, SPE, hal 176
70
Keterangan:
dc = Diameter partikel (cutting), in
s = Densitas partikel, ppg
m = Densitas lumpur pemboran, ppg
a = Apparent viscosity, cp
Sedangkan apparent viscosity dapat dihitung dengan persamaan:
n
K DH DP
1 n
2 1
a n .................................................. (3-41)
144 Va 0, 0208
Keterangan:
K = Indeks konsistensi, cp
n = Indeks power law
Va = Kecepatan lumpur di annulus, fps
DH = Diameter lubang bor, in
DP = Diameter pipa bor, in
Gambar 3.22.
Skema Sistim Sirkulasi23
23
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 23
74
Tabel III-1.
Urutan Interval pada Sistim Sirkulasi 24
0 Standpipe/Top Drive/Kelly
1 Inside drill pipe
2 Inside drill collar
3 Inside downhole tool
4 Bit nozzle
5 Annulus open hole/drillstring
6 Annulus liner/drillstring
7 Annulus casing or riser/drillstring
Gambar 3.23.
Skema Sistim Sirkulasi dengan Konsep Pipa-U25
24
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 23
25
Ibid
75
Tabel III-2.
Nilai Konstanta Surface-connection Pressure untuk Tiap Kelompok 26
26
Rheology and Hydraulics of Oil-well Drilling Fluids, API RECOMMENDED PRACTICE 13D
FIFTH EDITION, Juni 2006, hal 28
76
besar Fanning friction factor (f) perlu ditentukan terlebih dahulu dengan persamaan
yang masing-masing berbeda untuk aliran laminar dan turbulen. Nilai ini
merupakan indikasi dari ketahanan fluida untuk mengalir pada dinding pipa. Nilai
friction factor pada perhitungan ini menggunakan asumsi bahwa derajat kekasaran
semua pipa sama. Berdasarkan buku Handbook of Drilling Fluids dari M-I Swaco,
jika Reynold Number kurang atau sama dengan 2100 maka persamaan friction
factor di dalam pipa adalah:
16
fp ....................................................................................... (3-52)
N REp
Pada kasus khusus seperti ketika coring atau ketika memakai diamond bit,
total flow area (TFA) dan faktor konversi disubstitusi ke dalam persamaan berikut:
Q2
PBit ....................................................................... (3-56)
10858 TFA
2
Keterangan :
PBit = Kehilangan tekanan pada bit, psi
Jika Reynold Number lebih besar dari 2100 maka persamaan friction factor
di annulus adalah:
log n 3,93
fa ......................................................................... (3-58)
50
1,75 log n
N REa 7
Kehilangan tekanan dari tiap interval harus dihitung secara terpisah lalu
kemudian dijumlahkan sebagai nilai total kehilangan tekanan pada annulus.
Persamaan yang digunakan pada tiap interval tersebut adalah:
f a Va 2
Pa Lm ............................................................. (3-59)
92916 D2 D1
78
Keterangan :
Pa = Kehilangan tekanan pada annulus, psi
fa = Friction factor pada annulus
Va = Kecepatan rata-rata pada annulus, ft/menit
ECD = Equivalent circulating density, lb/gal
= Densitas, lb/gal
Lm = Panjang interval, ft
27
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 26
28
Ibid, hal 27
80
pada kebanyakan bit adalah sebesar 250 ft/menit sampai 450 ft/menit. Persamaan
untuk kecepatan nozzle ditunjukkan oleh persamaan:
Q
Vn 0,321 ................................................................................ (3-68)
An
Bit Hydraulic Impact ditunjukkan dalam persamaan:
BHI 0,0173 Q PBit .................................................................. (3-69)
Vmin Vsl
Ft = ×100% ........................................................................ (3-72)
Vmin
Keterangan :
Vcut = Kecepatan aliran cutting, ft/detik
Vmin = Kecepatan aliran fluida pemboran, ft/detik
Vsl = Kecepatan slip cutting, ft/detik
Ft = Cutting Transport Ratio, %
Keterangan:
Tsl = Waktu yang dibutuhkan cutting untuk mengendap, detik
D1 = Diameter luar pipa yang lebih kecil, in
D2 = Diameter dalam pipa yang lebih besar, in
Vsr = Slip velocity radial, ft/detik
Seberapa jauh jarak yang ditempuh sebelum cutting mengendap dapat ditentukan
dengan persamaan :
Lcut = Vmin Vsa Tsl ........................................................................ (3-77)
Keterangan:
Lcut = Jarak yang ditempuh cutting, ft
Vmin = Kecepatan lumpur di annulus, ft/detik
Vsa = Slip velocity searah lintasan sumur, ft/detik
Tsl = Waktu yang dibutuhkan cutting untuk mengendap, detik
Sedangkan persamaan untuk menentukan waktu yang diperlukan cutting mencapai
permukaan adalah :
Lcut
Ts = .............................................................................. (3-78)
Vmin Vsa
Keterangan :
Ts = Waktu yang dibutuhkan untuk melewati lintasan, detik
Lcut = Jarak yang ditempuh cutting untuk sampai ke permukaan, ft
Vmin = Kecepatan lumpur di annulus, ft/detik
Vsa = Slip velocity searah lintasan sumur, ft/detik
Apabila Ts lebih pendek dari waktu yang dibutuhkan untuk melewati lintasan,
maka cutting akan mengendap. Dengan kata lain apabila L c lebih pendek dari
kedalaman lintasan sumur pada inklinasi tersebut maka cutting telah mengendap
sebelum sampai kepermukaan.
Ziedler, merumuskan perbandingan waktu antara pengendapan dan waktu
tempuh sampai permukaan tersebut sebagai indeks pengendapan serbuk bor
(Particle Bed Index), dengan persamaan sebagai berikut untuk aliran laminar:
84
1 D D V V
PBI= 12
2 1 min sa
...................................................... (3-79)
Lcut Vsr
Cutting yang mengendap depat menyebabkan terjadinya torsi yang tinggi.
Untuk mengurangi endapan cutting atau serbuk bor, salah satunya adalah dengan
cara mengubah pola aliran fluida pemboran menjadi turbulen dengan maksud untuk
mengacaukan arah dari Vsr.
Vmin
PBI= ................................................................................... (3-80)
17×Vsl
Keterangan:
PBI = Particle Bed Index (indeks pengendapan cutting)
Vsr = Slip velocity radial, ft/detik
Vmin = Kecepatan aliran fluida pemboran, ft/detik
P
log p2
P
Z p1
................................................................................... (3-81)
Q2
log
Q1
K p = Pp1 Q1-Z ................................................................................... (3-82)
Keterangan :
Z = Faktor pangkat kehilangan tekanan total sistim
K p = Konstanta kehilangan tekanan total sistim
Pp = Kehilangan tekanan total sistim (tekanan parasitik), psi
Q = Laju alir, gal/menit
horsepower (daya) yang dipakai pompa yang tersedia dipermukaan. Metode ini
dianggap optimal ketika horsepower pada bit sebesar 50-65% dari daya
pompanya29. Optimasi dengan metode ini cocok digunakan untuk pengeboran pada
sumur vertikal dan sumur dengan jenis batuan yang keras dengan pertimbangan
gaya gravitasi. Prosedur optimasi dengan metode ini dibagi berdasarkan faktor
pembatas, yaitu asumsi yang digunakan agar kondisi optimal tercapai. Asumsi
tesebut adalah penggunaan tekanan maksimum dan/atau penggunaan daya
maksimum yang tersedia di permukaan.
29
M-I Swaco, Handbook of Drilling Fluids, Chapter 5 Rheology and Hydraulics, hal 26
87
Perlu diperhatikan dalam kondisi apapun, bahwa nilai dari QOpt harus lebih
88
besar nilai QMin serta lebih kecil dari QMaks. Bila nilai QOpt lebih kecil maka
dianggap sama dengan QMin. Begitu pula dengan batasan QMaks, bila nilai QOpt lebih
besar maka dianggap sama dengan QMaks. Besarnya daya di permukaan pun dibatasi
oleh daya yang tersedia.
1714 HHPMaks
PBit K P QMin z ....................................................... (3-99)
QMin
1714 HHPMaks 1
K z + 2
z 1 ............................................................ (3-104)
QOpt
p
Perhitungan tekanan pada bit dari tekanan maksimal yang diperbolehkan
dipermukaan dengan menggunakan persamaan berikut:
z 1 1714 HHPMaks
PBit ......................................................... (3-105)
z 2 QOpt