Anda di halaman 1dari 135

MANAJEMEN WAKTU

PROYEK KONSTRUKSI
PENJELASAN MANAJEMEN WAKTU DALAM PROYEK KONSTRUKSI
DAN REGULASI YANG BERKAITAN

DEPARTEMEN DESAIN INTERIOR


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga pada akhirnya kami
dapat menyelesaikan laporan akhir mata kuliah Manajemen Proyek ini.

Untuk mengelola suatu proyek dibutuhkan sistematika yang jelas mengenai teknis pengerjaan
termasuk dalam persiapannya. Perhitungan yang matang akan mendukung tercapainya tujuan secara
efektif dan efisien. Dalam proyek terdapat beberapa manajemen yang perlu diterapkan, terutama
sebagai pimpinan dan stake holder yang berkaitan dengan proyek mustilah memiliki wawasan
mengenai manajemen-manajemen di proyek seperti: manajemen biaya, manajemen waktu,
manajemen sumber daya manusia, manajemen integrasi, manajemen kualitas, manajemen lingkup,
manajemen risiko, manajemen pengadaan. Pentingnya manajemen-manajemen ini berkaitan dengan
mengelola segala hal yang berkaitan dengan proyek sehingga didapatkan keuntungan bagi seluruh
pihak, baik pemilik, pelaksana, pengawas, dan pihak lain seperti supplier, vendor, bahkan masyarakat
di sekitar lokasi proyek.

Dalam proyek ada beberapa hal yang musti disiapkan dan diperhatikan, salah satunya adalah faktor
kesehatan dan keselamatan kerja baik untuk pekerja maupun lingkungan yang semuanya harus
terstandar sesuai dengan K3. Selain itu di perencanaan proyek mustilah mendapatkan persetujuan
dari pihak terkait mengenai analisa dampak lingkungan dari proyek yang akan dilaksanakan. Amdal ini
selaku salah satu kunci dari bisa atau tidaknya proyek dilaksanakan, hal ini didasarkan dari kewajiban
bahwa setiap proyek pembangunan haruslah memperhatikan keberlanjutan ekosistem lingkungan
hidup di sekitarnya sehingga tidak mempengaruhi aspek sosial maupun ekonomi lainnya.

Selama proses pengumpulan data, penelitian, dan penulisan proposal riset ini, penyusun menyadari
bahwa tanpa kerja sama yang baik, bimbingan, dan dukungan dari beberapa pihak, maka laporan ini
tidak terselesaikan. Oleh karena itu kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang membantu dan secara khusus sebesar-besarnya kepada:

Bapak Ir. R. Adi Wardoyo, M.M.T.

Kami menyadari bahwa pada penulisan s.d penyusunan laporan masih terdapat kekurangan. Namun
Penyususn berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Maka diharapkan kepada para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempuranaan laporan
selanjutnya.

Surabaya, 04 April 2018

Penyusun

ii
Daftar Isi
Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

PENGANTAR MANAJEMEN PROYEK 1


1. Definisi Manajemen Proyek 2
2. Istilah dalam Manajemen Proyek 2

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA 9


1. Pengenalan Awal K3 10
2. Potensi Bahaya dan Risiko terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja 11
3. Standar Operasional Prosedur 20

PMBOK – MANAJEMEN WAKTU 25


1. Definisi Aktivitas 26
2. Daftar Aktivitas 27
3. Milestone 27
4. Urutan Aktivitas 27
5. Estimasi Sumber Daya Aktivitas 27
6. Membangun Jadwal 28
7. Prosedur Penjadwalan Proyek 28

PENTINGNYA ETIKA PROFESI 38


1. Kode Etik Profesi 38
2. Tujuan Kode Etik Profesi 38
3. Fungsi Kode Etik Profesi 38
4. Poin Etika Teknisi Sipil pada Proyek 39
5. Kode Etik Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia (IAMPI) 39
6. Kode Etik Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (INTANKINDO) 40
7. Kode Etik Asosiasi Ahli Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi Indonesia (A2K4) 40
8. Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII) 41
9. Kode Etik Asosiasi Tenaga Tehnik Indonesia (ASTTI) 42

iii
10. Kode Etik Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia (ATAKI) 43

STUDI KASUS MANAJEMEN PROYEK 46


Ambruknya Plafon Terminal 3 di Bandara Soekarno Hatta 46

PROSEDUR MENDAPATKAN PROYEK LEWAT LELANG 51


1. Pengambilan Dokumen Lelang 52
2. Pembentukan Tim Pelaksana Lelang (TPL) 52
3. Membaca & Mempelajari Dokumen Lelang 52
4. Aanwijzing Kantor dan Lapangan 52
5. Pelajari Lebih Mendalam Dokumen Lelang 53
6. Survey Lapangan Detail 53
7. Perhitungan Volume 53
8. Metode Kerja 54
9. Sub-Kontraktor 54
10. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 55
11. Pembuatan Pra Rencana Mutu Proyek 55
11. Plafond Harga Penawaran 55
12. Proses Komputer 55
13. Jaminan Bank, Referensi Bank dan Syarat-Syarat Administrasi 55
14. Memperhitungkan kemampuan Lawan 56
15. Perhitungan Mark Up 56
16. Menyusun, Pengecekan dan Pemasukan Penawaran 56
17. Laporan Hasil Lelang/Tender 56
18. Data-Data Tetap 56

KONTRAK DALAM PROYEK 58


1. Fungsi Pelaksanaan Kontrak 58
2. Penyusunan Kontrak 58
3. Penggunaan Kontrak 59
4. Pelaksanaan Administrasi Kontrak 59

ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP 61


1. Definisi Amdal 63
2. Izin Lingkungan 64
3. Manfaat Amdal 64

iv
4. Tujuan Amdal 64
5. Parameter Amdal 65
6. Penyusunan Dokumen Amdal 66
7. Tahapan Perizinan Lingkungan 68
8. Standar Prosedur Pengajuan Amdal 68
9. Persyaratan Permohonan Dokumen Lingkungan 69
10. Contoh Permasalahan Terkait Amdal 70
Reklamasi Teluk Jakarta 70
Izin Amdal Reklamasi Teluk Jakarta Bermasalah 74
Persoalan Amdal Pulau G Reklamasi Teluk Jakarta 75

PENUTUP 77
1. Kesimpulan 78
2. Saran 78
3. Daftar Pustaka 78

v
1
PENGANTAR MANAJEMEN PROYEK
1. Definisi Manajemen Proyek
Memahami Pengertian dari Manajemen Proyek Menurut Teori Para Ahli

Manajemen proyek adalah merencanakan, menyusun organisasi, memimpin dan


mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek
yang telah ditentukan.

H. Kerzner (2006):

Manajemen proyek adalah suatu cara untuk menyelesaikan masalah yang harus
dipaparkan oleh user, kebutuhan user harus terlihat jelas dan harus terjadi
komunikasi yang baik agar kebutuhan user bisa diketahui.

Hughes dan Cotteral (1995):

Manajemen proyek merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan, skill, tools, dan
teknik untuk aktifitas suatu proyek dengan maksud memenuhi atau melampaui
kebutuhan stakeholder dan harapan dari sebuah proyek.

Schawalbe (2009):

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen proyek memiliki 4 kata kunci dari
ketiga ahli di atas, yakni:

1. Sasaran, setiap proyek memiliki sasaran atau tujuan yang ingin dicapai.
2. Penyelesaian masalah, dalam proyek tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan yang
ada.
3. Aplikasi sains dan teknologi, dalam penerapan proyek mustilah menggunakan aplikasi dari
sains teknologi terkini guna mendapatkan hasil secara efektif dan efisien.
4. Memenuhi kebutuhan, dari semua poin inti utama dari manajemen proyek adalah untuk
memenuhi kebutuhan baik pengguna secara langsung maupun environment-nya.

2. Istilah dalam Manajemen Proyek


Belajar tentang Istilah-Istilah yang Digunakan dalam Manajemen Proyek

1. Quality Design:
Quality design adalah proses untuk menentukan apa yang dibutuhkan untuk mencapai
terobosan dalam produk, layanan, dan proses yang baru dengan cara menetapkan target dan
sasaran desain proyek, menentukan pasar dan pelanggan yang akan ditargetkan, menemukan
pasar, pelanggan, dan kebutuhan masyarakat, mengembangkan fitur desain baru yang akan
memenuhi kebutuhan, mengembangkan atau mengembangkan kembali proses untuk

2
menghasilkan fitur, mengembangkan kontrol proses untuk dapat mentransfer desain baru ke
operasi.
Selain itu, terdapat definisi lain berdasarkan ISO 9000, yakni “Ciri dan karakter menyeluruh
dari suatu produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuan produk tersebut untuk
memuaskan kebutuhan tertentu.”
Hal hal yang menyangkut kualitas (mutu) dalam manajemen proyek adalah:
- Produk / pelayanan / proses pelaksanaan.
- Proses management proyek itu sendiri.
Contoh: Desain taman dan lanskap, yang mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas
tempat tinggal manusia, juga akan berkaitan dengan kualitas hidup manusianya. Dapat
dikatakan bahwa kualitas tempat tinggal yang baik akan menghasilkan kualitas hidup yang
baik pula. Desain taman atau lanskap yang mampu memberikan pengaruh positif pada
kesehatan manusia, pendidikan, sampai kepada kemampuan mengekspresikan diri, maka
desain tersebut dikatakan berfungsi dan berkualitas.
Dapat disimpulkan secara sederhana bahwa pembahasan mengenai desain tidak akan
terlepas dari pembahasan mengenai kualitasnya. Desain yang baik dilihat dari kualitas yang
dihasilkannya. Bukan hanya desain yang memiliki fungsi, namun lebih dari itu adalah desain
yang memiliki makna, nilai tambah, dan pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya.

2. Quality Plan:
Proses mengidentifikasi mutu dan/atau standar proyek dan produk yang dibutuhkan, dan
mendokumentasikan bagaimana proyek akan berjalan.
Definisi lain dalam manajemen proyek menyebutkan bahwa proses ini termasuk dokumen
yang berisi prosedur dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu proyek,
produk, proses atau kontrak. Quality plan juga memuat aturan pihak penanggung jawab
melakukan suatu proyek, produk, proses atau kontrak itu dan kapan harus dikerjakan.
Contoh:
1) Quality plan berbentuk tabel (quality plan bahan proses)
2) Quality plan berbentuk diagram alir (quality plan bahan proses)
3) Quality plan dalam format formulir (quality plan pabrikan)
4) Quality plan dalam bentuk teks (quality plan pengembangan perangkat lunak)

3. Quality Planing:
Quality Planning pada dasarnya adalah proses untuk mencapat quality plan, yang berupa
tahapan penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk sebuah kualitas serta
penerapan sistem kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya. perencanaan merupakan
bagian dari sebuah manajemen strategi, sehingga arah dan tujuan organisasi dapat jelas
dimengerti dan dipahami seluruh level organisasi.
Contoh:
1. Identifikasi Pelanggan/Kerjasama
Dengan adanya Identifikasi Pelanggan yang Tepat, maka Anda akan mampu menemukan
jenis kebutuhan dan keinginan klien dari produk yang akan dibuat.
2. Menciptakan Keistimewaan Produk
Memberikan nilai tambah lebih dari pada yang umumnya
3. Menciptakan Proses yang Menghasilkan Keistimewaan Produk
Identifikasi lebih detail pada proses sebelum menjadi hasil

3
4. Quality Assurance:
Semua aktivitas yang dilakukan oleh organisasi proyek (manager, tim, dan manajemen) untuk
memberikan jaminan tentang kebijakan kualitas, tujuan, dan tanggung jawab dari
pelaksanaan proyek agar proyek dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan mutu yang
sudah disepakati.
Dengan kata lain, quality assurance adalah tindakan yang terencana dan sistematik yang
diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa
produk dan jasa layanan akan memuaskan kebutuhan kualitas tertentu.
Dengan adanya sistematika pengendalian kualitas, maka Output dan Outcome akan menjadi
sebuah merek yang terjamin mutu dan kualitasnya.
Contoh:
 Mengelola dan memeriksa kegiatan manajemen risiko.
 Mengumpulkan dan menyusun data kualitas statistik.
 Merancang sampel prosedur dan petunjuk untuk mencatat dan melaporkan data
berkualitas.
 Merencanakan prosedur jaminan kualitas terhadap suatu produk atau jasa.
 Menyelidiki keluhan pelanggan dan masalah ketidaksesuaian.
 Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan mengatur intervensi pelatihan untuk
memenuhi standar kualitas.

5. Quality Controling:
Proses monitoring hasil pelaksanaan untuk menilai kinerja dan merekomendasikan
perubahan yang diperlukan.
Pada intinya quality controlling adalah menjadikan entitas sebagai peninjau kualitas dari
semua faktor yang terlibat dalam kegiatan produksi. Terdapat tiga aspek yang ditekankan
pada pendekatan ini, yaitu:
1) Unsur-unsur seperti kontrol, manajemen pekerjaan, proses-proses yang terdefinisi dan
telah terkelola dengan baik, kriteria integritas dan kinerja, dan identifikasi catatan.
2) Kompetensi, seperti pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kualifikasi.
3) Elemen lunak, seperti kepegawaian, integritas, kepercayaan, budaya organisasi, motivasi,
semangat tim, dan hubungan yang berkualitas.
Contoh: QC melakukan pemerikasaan dan memiliki tanggung jawab dalam memantau dan
menjalankan peralatan inspeksi. Selain itu juga merekam dan lalu menganalisis data kualitas
dari produk yang diproduksi.

6. Quality Final Project


Quality final project adalah hasil akhir dari project yang dinilai dari kualitas baik dari material
dan sebagainya untuk penilaian keberhasilan proyek.
Contoh: Dalam suatu proyek pembangunan stadion baru, pada permulaannya tentu telah
dibuat desain yang direncanakan untuk dibangun. Setelah melalui tahapan negoisasi antara
desainer dan pemilik dan evaluasi desain yang mendalam berdasarkan ketentuan atau standar
dan penyesuaian kondisi lapangan, maka proyek tersebut sudah bisa dibangun atau
direalisasikan. Dengan dicapainya semua prosedur, maka stadion tersebut mampu
dikategorikan sebagai quality final project, yakni proyek yang telah selesai dengan capaian
kualitas yang baik karena perencanaan dan pembangunan yang senantiasa
mempertimbangkan segala aspek guna kualitas yang baik.

4
7. Quality Project Planning
Proses untuk mengidentifikasi standar kualitas yang relevan dengan proyek dan menentukan
bagaimana memuaskannya. Atau perencanaan mutu berarti merencanakan bagaimana
memenuhi persyaratan mutu dan persyaratan proses (deliverable):
Dengan merencanakan kualitas harus memenuhi beberapa prinsip:
1) Kepuasan pelanggan datang lebih dulu: Kualitas didefinisikan oleh persyaratan
pelanggan.
2) Pencegahan pemeriksaan: Lebih baik menghindari kesalahan daripada memeriksa
hasilnya dan memperbaiki cacatnya.
3) Tanggung jawab manajemen: Biaya kualitas harus disetujui oleh manajemen.
4) Perbaikan terus-menerus: Menjadi lebih baik adalah proses yang terstruktur secara
iterasi.
Contoh: Untuk menentukan keberhasilan dari hasil akhir maupun proses proyek, tentu
dibutuhkan suatu acuan yang menjadi standar apakah item yang dimaksud sudah sesuai
dengan persyaratan atau belum. Hal ini lah yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari
proyek tersebut. Dalam perencanaannya, untuk mendapatkan standar tersebut tentunya
perlu dibuatkan kesepakatan mengenai proyek dan kualitasnya. Misalnya dalam
pembangunan masjid di kampus, maka pihak kontraktor dan pemilik membuat perencanaan
berupa batasan dan persyaratan agar mutu atau kualitas dari proyek tetap terjamin. Salah
satu contohnya adalah perencanaan material untuk lantai yang sudah ditetapkan grade dan
kualitasnya.

8. Time: (Project Time Management) suatu kegiatan yang mencakupsemua proses dan prosedur
yang diperlukan agar proyek dapat berjalan tepat waktu.
Waktu menjadi salah satu sumber daya untuk kerja. Sumber daya yang mesti dikelola secara
efektif dan efisien. Dalam manajemen proyek, untuk mengelola waktu maka dilakukan
penjadwalan scara terperinci. Penjadwalan dalam manajemen proyek adalah perencanaan
pembagian waktu dan hubungan antar pekerjaan yang ada.
Contoh: Mengelola waktu dalam proyek sangatlah penting, terutama proyek yang berbasis
komersial seperti hotel. Bagaimanapun pihak manajemen hotel selaku pemilik tentu
menginginkan renovasi interior hotel sesegera mungkin terselesaikan agar dapat digunakan
dan dikomersilkan. Dengan target waktu, tentunya pelaksana atau kontraktor mustilah
merencanakan proyek dengan batasan waktu yang sudah disepakati.

9. Quality:
Kata "kualitas" memiliki dua makna: pertama, hadirnya fitur yang menciptakan kepuasan
pelanggan; kedua, keandalan fitur tersebut.
Contoh: Pembuatan furnitur untuk mencapai kualitas dapat ditempuh dengan 2 cara, yakni
dengan pendekatan internal dan eksternal. Pendekatan internal ini berupa konsep dan fitur
yang ada di dalam furnitur itu sendiri yang dibuat oleh desainer yang bersifat bebas tanpa
mempedulikan mengenai penerimaan pasar akan produk tersebut. Dalam hal ini kualitas
produk hanya menimbang pada keandalan fitur yang mana kualitas hadir dari dalam diri
produk tersebut. Dan yang kedua adalah pendekatan eksternal, yakni cara untuk mebuat
kualitas produk dari penerimaan masyarakat atau pasar akan produk tersebut. Untuk
mendapatkan kualitas berupa kepuasan pelanggan, maka desainer perlu melakukan survei

5
atau konsultasi langsung dengan calon pelanggan furnitur, baik berupa furnitur biasa ataupun
kustom. Hal ini dimaksudkan agar furnitur yang dimaksud sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan dari pelanggan. Dengan demikian produk juga bisa dikatakan berkualitas meskipun
dengan pendekatan yang berbeda.

10. Scope:
(Project Scope Management) suatu kegiatan untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan yang
dilakukan telah mencakupi semua requirement yang telah didefinisikan, dan tidak terdapat
kegiatan tambahan yang tidak berhubungan dengan requirement.
Scope dalam manajemen proyek pada dasarnya dapat mengacu pada dua pengertian: Product
Scope dan Project Scope.
Product Scope adalah fitur dan fungsi yang merupakan karakteristik dari produk atau layanan
yang dihasilkan. Sedangkan Project Scope adalah Kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan
produk atau layanan Project scope management adalah suatu kegiatan untuk meyakinkan
bahwa semua kegiatan yang dilakukan telah mencakupi semua requirement yang telah
didefinisikan, dan tidak terdapat kegiatan tambahan yang tidak berhubungan dengan
requirement.
Contoh: Dalam proyek pembangunan rumah tumbuh di suatu perumahan, dalam kontrak
telah disepakati batasan dan sub project dalam pembangunannya, hal ini agar tidak terjadi
pengerjaan yang berada di luar kontrak. Misalnya, ada proyek perumahan yang meliputi
pembangunan interior dan taman. Dalam hal ini maka developer wajib membangun atau
mengerjakan interior hingga finishing sesuai dengan scope yang direncanakan bersama
kontraktor yang dipilih.

11. HRM:
(Human Resource Management) prosedur sistematis untuk mengumpulkan, menyimpan,
mempertahankan, menarik, dan memvalidasi data yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi
tentang sumber daya manusia, aktivitas sumber daya manusia dan karakteristik unit
organisasinya.
Contoh: Manajemen dalam perusahaan kontraktor seperti pelaksana proyek jembatan
Suramadu, maka HRM harus menyediakan sumber daya manusia yang kompeten dan
dibutuhkan dalam proyek, misalnya teknisi sipil selaku pengawas hingga ahli konstruksi selaku
pekerja dengan kualifikasi yang ditentukan oleh HRM dengan standar yang sudah ada. Dengan
demikian HRM memiliki segala data tentang sumber daya manusia dalam proyek sehingga bila
mana terdapat kekurangan pekerja, HRM lah yang akan menghandle masalah tersebut, juga
bila mana terjadi pertukaran pekerja untuk sub project dan bahkan penjadwalannya sehingga
pengerjaan proyek mampu berjalan secara efektif dan efisien.

12. Risk Management:


Langkah memahami dan mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi guna memastikan
ketidakpastian tidak menghalangi usaha dari tujuan bisnis.
Contoh: Dalam membangun bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung, proyek ini
dibuat dengan membuat bendungan di lembah perbukitan yang mengharuskan mengevakuasi
atau merelokasi beberapa warganya. Dalam proyek yang seperti ini perlu dibuat pengelolaan
resiko mengingat membuat bendungan di kawasan dengan ketinggian cukup memiliki resiko
besar terutama dampaknya nanti. Resiko-resiko yang mungkin terjadi mustilah dikaji dengan
dalam guna bisa diantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau bisa pula
dengan mengalihkan resiko untuk dampak yang lebih bisa ditangani.

6
13. PCM:
(Pre-Construction Meeting) rapat yang diselenggarakan oleh unsur yang terkait dengan
pelaksanaan kegiatan proyek pembangunan.
Contoh: Dalam proyek pengerjaan pengaspalan jalan, pihak Direksi Pekerjaan sebagai unsur
pengendalian, Direksi Teknis sebagai pengawas teknis, dan penyedia jasa sebagai pelaksana
pekerjaan berkumpul untuk menyamakan presepsi tersebut seluruh Dokumen Kontrak dan
membuat kesepakatan tersebut hal-hal penting yang belum terdapat dalam Dokumen
Kontrak maupun kemungkinan-kemungkinan kendala yang akan terjadi dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Pelaksanaan PCM harus diselengarakan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya
SPMK/Surat Perintah Mulai Kerja. Rapat PCM dituangkan dalam Berita Acara dan ditanda
tangani oleh 3 (tiga) pihak; Direksi Pekerjaan, Wakil Direksi Pekerjaan dan Penyedia
jasa. Berita Acara Rapat Persiapan Pekerjaan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
Dokumen Kontrak yang berlaku.
Beberapa hal yang perlu dibahas dan disepakati dalam Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak
adalah:
1. Stuktur organisasi kerja
2. Persamaan presepsi tentang pasal-pasal atau butir-butir yang tertuang dalam Dokumen
Kontrak
3. Usulan-usulan perubahan mengenai isi dalam pasal-pasal Dokumen Kontrak
4. Pendekatan kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat mengenai rencana
kerja.
5. Pembahasan prosedur administrasi penyelenggaraan pekerjaan.
6. Presentasi penyedia jasa dalam rencana penanganan pekerjaan melalui program untuk
penyedia jasa (RMK).
7. Presentasi konsultan supervisi tentang prosedur pengawasan pekerjaan berdasarkan
uraian kegiatan pekerjaan penyedia jasa.
8. Pembahasan kendala yang diperkirakan akan timbul, dan rencana penangananya.
9. Masalah-masalah lapangan terkait ruang milik jalan lokasi Quary, lokasi Base Camp.
10. Rencana pemeliharaan dan pengaturan lalu lintas.
Apabila saat pelaksanaan Rapat Persiapan Pekerjaan, keberadaan konsultan supervisi belum
tersedia di lapangan, maka Rapat Persiapan Pekerjaan tetap dilaksanakan, Berita Acara Rapat
Persiapan Pekerjaan harus menyusul disampaikan oleh konsultan supervisi untuk dipedomani.
Dalam hal konsultan supervisi memiliki pandangan yang berbeda dengan hasil Rapat
Persiapan Pekerjaan yang telah ditentukan, maka usulan/persamaan presepsi dapat dilakukan
melalui rapat-rapat koordinasi yang dilaksanakan pada tahap selanjutnya.

14. Integration Management:


Kumpulan aktivitas dan proses yang diperlukan untuk mengidentifikasi, mendefinisi,
mengkombinasi, menyatukan, dan mengkoordinasi berbagai proses dan aktivitas manajemen
proyek dalam suatu program yang berkesinambungan.
Contoh: Dalam proyek renovasi interior pelabuhan di Tanjung Perak, diperlukan manajemen
yang terintegrasi guna tidak terjadi miskomunikasi. Misalnya antara pihak yang mengerjakan
lantai dan plafon, penjadwalannya dan sumber daya manusia pekerja mustilah diperhatikan
agar tidak bertabrakan, sehingga menghindari kerugian berupa kesalahan kerja yang bisa jadi
berdampak fatal berupa kecelakaan.

7
15. PQM:
(Producitivity and Quality Management) seperangkat alat komprehensif yang memungkinkan
organisasi mengontrol dan memenejemen data yang berhubungan dengan kualitas produk di
seluruh lini perusahaan.
Contoh: Setiap proyek yang bernilai besar pasti membutuhkan PQM atau manajemen yang
mengatur mengenai penjagaan kualitas dan produktivitas. Untuk itu biasanya proyek
menggunakan jasa konsultan PQM yang nantinya mendampingi proyek dari tahap
perencanaan hingga selesai. Konsultan ini akan melihat dan memberikan saran mengenai
pengelolaan proyek agar sesuai dengan yang diharapkan. PQM perlu dihandle dengan orang
yang ahli karena mempertimbangkan pengalaman dalam mengevaluasi dan merencanakan
segala sesuatunya.

16. PSM:
(Process Safety Management) daya dan upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya
musibah, kecelakaan, atau penyakit akibat kerja.
Contoh: Pengeboran kilang minyak yang sangat berbahaya membutuhkan manajemen yang
kuat dalan kualifikasi keamanannya, sehingga harus sesuai dengan ketentuan K3 guna
keamanan dan kesehatan di dalam proyek. Contoh lainnya adalah pada tambang Freeport
yang mena PSM haruslah mempertimbangkan keamanan pekerja dari tambang juga dari
lingkungan baik fisik maupun sosial. Seperti kita tahu bahwa di Papua sering kali terjadi
benturan antara warga lokal dengan pihak manajemen Freeport, untuk itu pihak manajemen
mustilah menjamin K3 bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proyek, baik dari serangan warga
atau wabah oenyakit yang mungkin terjadi di komplek perusahaan.

8
9
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Standar-Standar Keselamatan pada Pelaksanaan Proyek

1. Pengenalan Awal K3

“Setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan
lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih
lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja.
Angka menunjukkan, biaya manusia dan sosial dari produksi terlalu tinggi.”

International Labour Organization

Contoh akibat pelaksanaan produksi yang tidak teratur dan tidak aman/sehat:
 Keluar biaya medis;
 Kehilangan hari kerja;
 Mengurangi produksi;
 Hilangnya kompensasi bagi pekerja;
 Biaya waktu/uang dari pelatihan dan pelatihan ulang pekerja;
 Kerusakan dan perbaikan peralatan;
 Publisitas buruk;
 Kehilangan kontrak karena kelalaian.

Maka dari itu, tindakan efektif pada keselamatandan kesehatan kerja menuntut komitmen bersama
dari pekerja dan pengusaha. Agar dapat terjalannya proses produksi tanpa kerugian dari aspek apapun
dan pengeluaran biaya tak terduga.

Berikut ketentuan-ketentuan penanganan K3 konstruksi kepada setiap orang yang berada di tempat
kerja, orang yang dimaksud ialah orang yang berhubungan dengan:

1. Pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan
lingkungan sekitar tempat kerja.
2. Penanganan K3 mencakup penyediaan sarana pencegah kecelakaan kerja dan perlindungan
Kesehatan kerja konstruksi maupun penyediaan personil yang kompeten dan organisasi
pengendalian K3 Konstruksi sesuai dengan tingkat resiko yang ditetapkan oleh Pengguna Jasa.
3. Mengikuti ketentuanketentuan pengelolaan K3 yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 09/PRT/M/2009 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, Undang - Undang
Keselamatan Kerja Lembaran Negara No. 1 Tahun 1970

10
2. Potensi Bahaya dan Risiko terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada
kerugian. Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang
terjadinya kejadian tersebut. Perlu diketahui bahwa mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang
ada walaupun perencanaan dan pelaksanaan sudah baik.

Dua hal penting yang perlu dipertimbangkan ketika mencoba mengidentifikasi dan mengatasi risiko di
tempat kerja adalah

1. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja harus cukup sensitif dalam
mengidentifikasi dan membuat ketentuan untuk semua pekerja (pria, wanita, penyandang
cacat) dalam setiap situasi.

2. Menganalisis potensi resiko pada sektor-sektor yang ada, karena setiap sektor memiliki
perbedaan.

Berikut pengkategorian risiko:

Tabel 1. Kategori Risiko

Potensi Kategori A
Bahan Kimia
Bahan kimia berbahaya dapat berwujud padat, cairan, uap, gas, debu, asap, atau kabut dan dapat
masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
 Inhalasi (menghirup)
 Pencernaan (menelan)
 Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasive

Hal-hal perlu diketahui dan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi bahaya:

11
 Kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan negative (sifat beracun).
Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi bahaya sampai dampak bahan
kimia tersebut sepenuhnya diketahui.
 Wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu untuk menentukan bagai-
mana mereka bisa kontak atau masuk ke dalam tubuh dan bagaimana paparan dapat
dikendalikan.
 Memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada sumber polutan, menggunakan rotasi
pekerjaan untuk mempersingkat pajanan pekerja terhadap bahaya.
 Penggunaan jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi pekerja,
seperti respirator dan sarung tangan.
 Mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang sesuai melalui lembar data
keselamatan (LDK) dan label dan bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.
 Sistem pelabelan pada bahan kimia secara benar dan terperinci.

Faktor Fisik
Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan,
getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu
yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.

Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi
dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Suara
keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan
kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah
kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan
ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi bahaya dari kebisingan:
 Identifikasi sumber umum penyebab kebisingan, seperti mesin, system ventilasi, dan alat-
alat listrik. Tanyakan kepada pekerja apakah mereka memiliki masalah yang terkait dengan
kebisingan.
 Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan. Inspeksi mungkin harus
dilakukan pada waktu yang berbeda untuk memastikan bahwa semua sumbersumber
kebisingan teridentifikasi.Terapkan 'rule of thumb' sederhana jika sulit untuk melakukan
percakapan, tingkat kebisingan mungkin melebih batas aman.
 Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi para pekerja yang
mungkin terekspos kebisingan.
 Identifikasi kontrol kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas pengendaliannya.
 Setelah tingkat kebisingan ditentukan, alat pelindung diri seperti penutup telinga (earplug
dan earmuff) harus disediakan dan dipakai oleh pekerja di lokasi yang mempunyai tingkat
kebisingan tidak dapat dikurangi. Dalam kebanyakan kasus, merotasi pekerjaan juga dapat
membantu mengurangi tingkat paparan kebisingan.

Penerangan
Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. Penerangan
yang sesuai sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan
perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya mengemas kotak.

12
Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan
produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa
membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan
dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat
memperlambat pekerjaan mereka.

Hal-hal dilakukan untuk mencegah atau mengurangi potensial kerugian dari penerangan yang buruk:
 pastikan setiap pekerja mendapatkan tingkat penerangan yang sesuai pada pekerjaannya
sehingga mereka tidak bekerja dengan posisi membungkuk atau memicingkan mata;
 untuk meningkatkan visibilitas, mungkin perlu untuk mengubah posisi dan arah lampu.

Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke bawah atau ke
belakang dan kedepan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah
bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau
sebagian dari tubuh.

Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin
besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki
kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat
kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan
sebesar 4 m/detik2.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko dari getaran:
 Mengendalikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang peralatan untuk me-
masang penyerap getaran atau peredam kejut.
 Bila getaran disebabkan oleh mesin besar, pasang penutup lantai yang bersifat menyerap
getaran di workstation dan gunakan alas kaki dan sarung tangan yang menyerap kejutan,
meskipun itu kurang efektif dibanding di atas.
 Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru.
 Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan memasang peredam getaran
pada pegangan dan kursi kendaraan atau sistem remote control.
 Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang mengoperasikan mesin
bergetar, misalnya sarung tangan yang bersifat menyerap getaran (dan pelindung telinga
untuk kebisingan yang menyertainya)

Iklim Kerja
Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini
adalah respon alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting untuk
mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat kerja. Faktor-faktor ini secara
signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja.

Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang
sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:
 mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan;
 menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;
 mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja yang
aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada dalam kisaran suhu normal.
Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan/ Iklim kerja

13
merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
dengan tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.

Iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur
dengan memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan
beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat).

Hal-hal dilakukan untuk mencegah atau memperbaiki kontrol iklim kerja:


 Pastikan bahwa posisi dinding dan pembagi ruangan tidak membatasi aliran udara;
 Sediakan ventilasi yang mengalirkan udara di tempat kerja, tanpa meniup langsung pada
mereka yang bekerja dekat itu;
 Mengurangi beban kerja fisik mereka yang bekerja dalam kondisi panas dan memastikan
mereka memiliki air dan istirahat yang cukup.

Radiasi Tidak Mengion


Gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan
sinar ultra ungu (ultra violet). Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, televisi,
radar dan telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300 giga Hertz dan panjang
gelombang 1 mm-300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan
kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1
cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam. Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari,
las listrik, laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang felombang
sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata.

Pengendalian dan pencegahan efek daripada radiasi sinar tidak mengion adalah:
 Sumber radiasi tertutup;
 Berupaya menghindari atau berada pada jarak yang sejauh mungkin dari sumber-sumber
radiasi tersebut;
 Berupaya agar tidak terus menerus kontak dengan benda yang dapat menghasilkan radiasi
sinar tersebut;
 Memakai alat pelindung diri;
 Secara rutin dilakukan pemantauan

Faktor Biologi
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja di pertanian,
perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak
menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya
tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja-pekerja yang menghirup
debu-debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh
jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah dilaporkan dalam
kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja gandum. Demikian juga “grain asma”
sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit
jamur kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau bila mereka
terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci.

Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular
dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan
penyakit menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan
untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa
imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para

14
tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan
kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi
terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan
anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus
influenza.

Faktor Ergonomi
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti mengatur pekerjaan dan
area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk
menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan dan
perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan
lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan
potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan
otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.

Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:


 dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;
 dengan postur tidak netral atau canggung;
 bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
 bila kurang istirahat yang cukup.

Hal-hal untuk mencegah atau meminimalkan bahaya organisasi kerja dan ergonomis:
 Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran, kursi/bangku dan/atau
tikar bantalan untuk berdiri.
 Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada posisi netral, rileks
dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
 Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan istirahat yang teratur
dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi risiko kram berulang dan tingkat
kecelakaan dan kesalahan.

Potensi Kategori B
Kategori ini berkaitan dengan masalah atau kejadian yang memiliki potensi menyebabkan cidera
dengan segera. Cidera tersebut biasanya disebabkan oleh kecelakaan kerja. Baik kecelakaan atau
hampir celaka mengakibatkan cedera, masing-masing harus diselidiki untuk menentukan akar
penyebabnya. Tindakan korektif kemudian dapat diambil untuk mencegah kemungkinan terulangnya
kejadian dan cedera yang sama.

Kecelakaan atau hampir celaka jarang terjadi karena satu hal. Sebaliknya, seringkali dipicu oleh
beberapa faktor kausal yang mengakibatkan kecelakaan. Faktor-faktor ini seperti penghubung dalam
rantai yang berakhir dengan kecelakaan.
 Faktor manusia: Tindakan-tindakan yang diambil atau tidak diambil, untuk mengontrol cara
kerja yang dilakukan
 Faktor material: Risiko ledakan, kebakaran dan trauma paparan tak terduga untuk zat yang
sangat beracun, seperti asam
 Faktor Peralatan: Peralatan, jika tidak terjaga dengan baik, rentan terhadap kegagalan yang
dapat menyebabkan kecelakaan

15
 Faktor lingkungan: lingkungan mengacu pada keadaan tempat kerja. Suhu, kelembaban,
kebisingan, udara dan kualitas pencahayaan merupakan contoh faktor lingkungan.
 Faktor proses: Ini termasuk risiko yang timbul dari proses produksi dan produk samping
seperti panas, kebisingan, debu, uap dan asap

Kelistrikan
Potensi bahaya listrik adalah:
• Bahaya kejut listrik
• Panas yang ditimbulkan oleh energi listrik
• Medan listrik

Pekerja dapat mengalami bahaya listrik pada kondisi-kondisi sebagai berikut:


 Pekerja berhubungan/menyentuh kedua konduktor pada rangkaian listrik yang
bertegangan.
 Pekerja berada pada bagian antara konduktor yang ditanahkan (grounding) dan konduktor
yang tidak ditanahkan (grounding)
 Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan material yang tidak
ditanahkan.
Dampak cidera akibat bahaya arus kejut pada manusia (pekerja) tergantung:
a. besar arus yang mengalir ke tubuh manusia
b. bagian tubuh yang terkena
c. lama/ durasi pekerja terkena arus kejut

Tips aman dari bahaya listrik


 Gunakan sarung tangan dan sepatu khusus untuk bahaya listrik;
 Simpan peralatan listrik yang tidak digunakan di tempat yang kering;
 Jangan menggunakan peralatan listrik yang basah/ lembab;
 Usahakan tempat kerja listrik terang;
 Pastikan tidak mendekati potensi bahaya listrik;
 Jangan membawa alat dengan kabel;
 Jangan mencabut/menyentak untuk melepaskan tusuk kontak;
 Jaga kabel dari panas, minyak dan benda tajam;
 Lepaskan dari sumber listrik, peralatan yang tidak digunakan;
 Ganti setiap peralatan yang rusak;
 Menyediakan sistem 'tidak menyalahkan' untuk pelaporan kesalahan dan
 protocol yang mencegah peralatan listrik yang rusak dari penggunaan
 sampai diperbaiki;
 Pastikan bahwa saklar daya utama untuk mematikan daya listrik mudah
 dijangkau dan jelas ditandai, sehingga dapat dengan cepat dimatikan dalam
 keadaan darurat.

16
Kebakaran
Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran:
b. Pengendalian setiap bentuk energi;
c. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi
d. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
e. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;
f. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala;
g. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat kerja yang
mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat kerja yang
berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
Kegiatan yang perlu dilakukan dalam pengendalian setiap bentuk energi:
 Melakukan identifikasi semua sumber energi yang ada di tempat kerja/ perusahaan baik
berupa peralatan, bahan, proses, cara kerja dan lingkungan yang dapat menimbulkan
timbulnya proses kebakaran (pemanasan, percikan api, nyala api atau ledakan);
 Melakukan penilaian dan pengendalian resiko bahaya kebakaran berdasarkan peraturan
perundangan atau standar teknis yang berlaku.

Alat Kerja/Perkakas
Alat perkakas ialah alat alat bantu di dalam melakukan pekerjaan reparasi, pemeliharaan dan mem-
bentuk benda-benda kerja, baik yang berat maupun yang ringan, mudah dibawa kemana mana dan
praktis.

Jenis-jenis alat perkakas tersebut misalnya palu, tang, gunting, pahat, kikir, gergaji tangan, bor tangan,
gerinda tangan, alat-alat ukur manometer, kunci-kunci dan obeng dll. Merupakan alat bantu kerja
yang mempunyai sumber bahaya apabila di dalam pemakainya tidak sesuai prosedur pemakaian yang
benar.

Sumber-sumber bahaya dan kecelakaan yang terjadi antara lain disebabkan karena:
a. Bahan yang tidak baik
b. Konstruksi bahan yang tidak tepat
c. Penggunaan dari alat yang tidak tepat
d. Alat perlengkapan yang telah rusak atau aus
e. Tatacara penggunaan yang salah

17
f. Tanpa alat pelindung diri perorangan
g. Pekerja yang tidak terlatih atau tidak trampil atau belum bersertifikat

Kecelakaan kecelakaan yang terjadi adalah sesuai yang tidak terduga dan tidak dikehendaki atau tidak
diharapkan serta menyangkut gerak gerik orang, obyek atau bahan. Oleh karena nya apabila
menginginkan selamat dalam bekerja atau menghindari atau mengurangi kecelakaan tersebut
haruslah:
a. Melalui latihan sebelum melakukan suatu jenis pekerjaan dengan alat - alat perkakas
b. Mengenal dan mengetahui kegunakaan, tata cara pengerjaan dan untuk jenis
pekerjaan tertentu
c. Mengenal dan memahami sumber bahaya , kemungkinan bahaya yang timbul sehingga
dapat mengeliminirnya
d. Mempergunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya sifat pekerjaannya.
Perawatan
Pemeliharaan yang baik membantu meminimalkan risiko keselamatan dan kesehatan kerja dengan
menjaga kotoran, mengendalikan debu dan asap. Kebersihan yang rutin dan direncanakan dengan
baik membantu untuk mengendalikan pajanan terhadap potensi bahaya dengan memastikan.
Pemeliharaan yang baik juga dapat mengurangi risiko kesalahan mesin dan kebakaran dan biasanya
membuat pabrik lebih aman dan sehat. Sangat penting untuk menghindari timbulnya polusi
lingkungan, sehingga sampah dan kontaminan harus dibuang dengan cara yang aman. Pengusaha,
pekerja dan masyarakat berisiko jika polusi dari perusahaan masuk ke masyarakat. Polusi juga dapat
menyebabkan image tidak bagus, terkena denda atau bahkan penutupan.

Potensi Kategori C
Kesejahteraan dan Kenyamanan
Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja sering diabaikan karena tidak dipandang memiliki
dampak langsung pada produktivitas. Namun, untuk tetap sehat, pekerja membutuhkan fasilitas di
tempat kerja yang memadai seperti air minum yang bersih, toilet, sabun dan air untuk mencuci dan
tempat untuk makan dan istirahat. Jika mereka tidak memiliki ini, produktivitas dapat memburuk.
Begitu pula semangat dan kenyamanan pekerja.

Fasilitas paling mempengaruhi kesejahteraan para pekerja:


 Akses untuk air minum, toilet dan tempat cuci;
 Ruang kantin atau tempat makan yang bersih dan terlindungi dari cuaca;
 P3K di Tempat Kerja;
 Ruang di mana ibu bisa menyusui dan anak-anak bisa menunggu orangtuanya menyelesai-
kan pekerjaan.
 Fasilitas tambahan seperti ruang refreshing (istirahat) atau seragam pelindung
 Transportasi dan penjagaan anak

Potensi Kategori D
Pribadi dan Psikologis

Pelecehan dan Penganiayaan


Pelecehan biasanya serangkaian insiden, bukan satu peristiwa dan mungkin mencakup:
 memukul atau mendorong;
 berteriak, mengejek atau mengolok-olok orang;
 mengancam untuk memberikan penilaian kinerja yang buruk;

18
 menolak makan dengan seseorang;
 kritik oleh seorang manajer secara publik ;
 memindahkan pekerja karena memiliki HIV;
 pelecehan seksual.

Siapa saja bisa diganggu, tetapi lebih mungkin terjadi jika orang tersebut:
 berbeda (dalam kepribadian, penampilan fisik, warna kulit, dll);
 terisolasi;
 berada di bawah pengawasan pelaku pelecehan;
 tidak memiliki cara yang jelas untuk mengeluh.
Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual bisa melibatkan segala sesuatu yang bersifat gender dan tindakan seksual yang
tidak diinginkan. Daftar berikut memuat beberapa dari bentuk.
 Penyerangan dan pemerkosaan seksual di tempat kerja-merupakan pelecehan seksual
dalam bentuk yang paling menonjol;
 Pelecehan fisik, termasuk mencium, menepuk, menyentuh, atau mencubit dengan cara
seksual;
 Pelecehan verbal , termasuk komentar yang tidak diinginkan tentang, kehidupan penampilan
pribadi atau badan seseorang , penghinaan dan merendahkan didasarkan pada jenis kelamin
seseorang dan lelucon dicerita-kan dalam cara yang ofensif;
 Sebuah permintaan untuk melakukan hubungan badan dengan imbalan manfaat pekerjaan
(kenaikan upah, promosi atau kesempatan pelatihan, dll) atau hanya untuk menjaga
pekerjaan korban. Bentuk pelecehan seksual juga merupakan penyalahgunaan wewenang
oleh majikan (atau agen majikan) dan kadang-kadang digambarkan sebagai pemeras seksual;

Pelecehan gestural, yang melibatkan gerakan bernada seksual seperti kedipan, mengangguk, gerakan
dengan tangan, kaki atau jari, menjilati bibir;
 Pelecehan tertulis atau grafik, termasuk menampilkan materi pornografi dan pelecehan
melalui surat, email dan bentuk komunikasi lainnya;
 Pelecehan emosional, melibatkan perilaku yang isolat, adalah diskriminatif terhadap, atau
mengecualikan seseorang atas dasarnya atau seksnya.

Kelompok rentan pelecehan seksual sebagai berikut:


 Pekerja muda ;
 Lajang, pisah, janda atau pekerja bercerai ;
 Pekerja di pekerjaan non-tradisional;
 Pekerja perempuan di lingkungan mayoritas laki-laki;
 Buruh kasual atau migran.
Hal yang perlu dilakukan untuk mencegah:
 Waspada dan sadar
 Mengambil tindakan untuk mengurangi risiko pelecehan
 Menyediakan konseling dan dukungan

HIV/AIDS
Untuk melaksanakan upaya pencegahan dan penangglangan HIV/AIDS di tempat kerja, pengusaha
wajib:
 Mengembangkan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS;

19
 Mengkomunikasikan kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan menyeleng-
garakan pendidikan dan pelatihan
 Memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh dengan HIV/AIDS dari tindak dan
perlakuan diskriminasi
 Menerapkan prosedur K3 khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai
denganperaturan perundang-undangan dan standar yang berlaku.

Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS:


 Hindari kontak langsung dengan darah/cairan tubuh korban dengan menggunakan APD
secara memadai;
 Cuci tangan sebelum dan segera sesudah melakukan tindakan dengan air mengalir dan
sabun atau anti septik lainnya;
 Bersihkan segera ceceran darah/cairan tubuh korban secepat mungkin dengan disiram
antiseptik, dan buang ke tempat pembuangan khusus dan dianggap sebagai limbah
berbahaya karena bersifat infeksius;
 Pakaian dan peralatan yang kontak dengan darah/cairan tubuh korban segera
direbus/direndam air panas minimal 80 0C.
 Bahwa status HIV seseorang pekerja tidak boleh menyebabkan ia mengalami diskriminasi di
tempat kerja. Apalagi menjadi alasan untuk diberhentikan dari pekerjaannya. Karena
HIV/AIDS tidak akan menular kepada pekerja lain dalam hubungan sosial sehari-hari dalam
lingkungan kerja.

Narkoba
Untuk mencegah dan menanggulangi pengaruh buruk terhadap kesehatan, ketertiban, keamanan dan
produktivitas kerja akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di tempat kerja diperlukan upaya pencegahan dan penangggulangan yang optimal, serta peran
aktif pihak pengusaha dan pekerja. Upaya aktif dari pihak pengusaha dalam pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran adalah dengan penetapan kebijakan serta
penyusunan dan pelaksanaan program.

Narkoba dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan mengakibatkan kecelakaan serta penurunan
produktivitas. Dengan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di tempat
kerja maka pekerja dapat terhindar dari bahaya narkoba sehingga selalu sehat dan tetap produktif.

3. Standar Operasional Prosedur


SOP Sistem Manajemen K3 Konstruksi
1. Pihak Perusahaan akan membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi
bahaya, Penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinam- bungan sesuai dengan
rencana K3 Kontrak (RK3K) yang telah disetujui oleh MK.
2. Pihak Perusahaan akan membentuk Panitia Pembina K3 (P2K3) bila jumlah pekerja paling
sedikit 100 orang,
3. Pihak Perusahaan akan melaksanakan Audit Internal K3 Konstruksi.
4. Pihak Perusahaan akan melakukan tinjauan ulang terhadap RK3K (pada bagian yang memang
perlu dilakukan kaji ulang)
5. Setiap bulan secara berkesinambungan selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi
berlangsung.

20
SOP Penyiapan Perlengkapan K3
Sesuai dengan standard keselamatan kerja, perusahaan menyediakan perlengkapan K3 seperti
diuraikan berikut ini:

1. Helm safety dengan


2. Sepatu safety
3. Safety harness
4. Sarung tangan
5. Rompi safety
6. Ear plug
7. Masker
8. Kacamata safety
9. Baricade
10. Tali pengaman Jaring Pengaman
11. Penyiapan papan peringatan dan petunjuk K3
12. Tempat sampah organic dan non organic
13. Tangga scaffolding
14. Lampu Trobolight
15. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
16. Jas hujan
17. Kotak P3K
18. Dan lain-lain yang berhubungan dengan K3.

K3 dipergunakan (diterapkan) untuk menghindari potens bahaya. Potensi bahaya yang muncul
berbeda-beda sesuai dengan beberapa aspek terkait, seperti lingkungan, lokasi proyek, material dan
alat yang digunakan. Maka dari itu diperlukan pembahasan tiap kategori potensi bahaya beserta
penanganan-pencegahan berdasarkan SOP (Standard Operasional Prosedur).

Standar Operasional Prosedur Tiap Kategori


Kejadian dan Kecelakaan
Kelistrikan
Alat elektrik portabel yang dapat digunakan di situasi lembab hanyalah alat yang mrmrnuhi syarat:

1. Mempunyai pasokan yang terisolasi dari earth dengan voltase antar konduktor tidak lebih dari
230 volt.
2. Mempunyai sirkuit earth yang termonitor dimana pasokan listrik pada alat akan secara
otomatis terputus jika terjadi kerusakan pada earth.
3. Alat mempunyai insulasi ganda.
4. Mempunyai sumber listrik yang dihubungkan dengan earth sedemikian rupa sehingga voltase
ke earth tidak akan melebihi 55 volt AC; atau
5. Mempunyai alat pengukur arus sisa (residual).

Supply Switchboard Sementara Perhatian Utama Dan Harus:

1. Jika ditempatkan di luar ruangan, harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan terganggu
oleh cuaca.
2. Dilengkapi dengan pintu dan kunci. Pintu harus dirancang dan dan ditempel sedemikian rupa
sehingga tidak akan merusak kabel lentur yang tersambung dengan panel dan harus dapat
melindungi switch dari kerusakan mekanis. Pintu harus diberi tanda: Harap Selalu Ditutup.
3. Mempunyai slot yang terinsulasi di bagian bawah.

21
4. Ditempelkan pada dinding permanen atau struktur yang didesain khsus untuk ini.

Inspeksi peralatan

Seluruh alat dan perlengkapan kelistrikan harus diinspeksi sebelum digunakan untuk pertama kali dan
setelahnya sekurang-kurangnya tiap tiga bulan. Seluruh alat dan perlengkapan kelistrikan harus
mempunyai tanda identifikasi yang menginformasikan tanggal terakhir inspeksi dan tanggal inspeksi
selanjutnya. Jarak bersih dari saluran listrik Alat mekanik lainnya, struktur atau perancah tidak boleh
berada kurang dari 4 m di bawah saluran listrik udara tanpa ijin tertulis dari pemilik saluran listrik.

Kebakaran

Penanggulangan Alur Penyelamatan

22
Kesejahteraan dan Kenyamanan
Berikut standard fasilitas-fasilitas yang harus disediakan:

1. Fasilitas pencucian
Pihak Perusahaan akan menyediakan fasilitas pencucian yang memadai dan sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan untuk seluruh pekerja konstruksi. Fasilitas pencucian termasuk
penyediaan air panas dan zat pembersih untuk kondisi lingkup pekerjaan yang menggunakan
bermacam-macam jenis material atau pun kualitas lingkungan yang tidak terlalu baik.
2. Toilet fasilitas sanitasi
 Pihak Perusahaan akan menyediakan toilet yang memadai baik toilet khusus pria maupun
toilet khusus wanita yang diperkerjakan di dalam atau di sekitar tempat kerja.
 Jika jumlah pekerja lebih dari 15 orang tenaga kerja, maka penyediaan toilet ditambah
sebanyak keperluan untuk 30 orang.
 Toilet pria dan wanita akan dipisahkan dengan dinding tertutup penuh. Toilet mudah
diakses, mempunyai penerangan dan ventilasi yang cukup, dan terlindung dari cuaca.
Toilet dibuat dan ditempatkan sedemikian rupa sehinga dapat menjaga privasi orang
yang menggunakannya dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
3. Air minum
Perusahaan akan menyediakan pasokan air minum yang memadai bagi seluruh pekerja
dengan persyaratan:
 Mudah diakses oleh seluruh pekerja dan diberi label yang jelas sebagai air minum
 Kontainer untuk air minum harus memenuhi standar kesehatan yang berlaku;
 Jika disimpan dalam kontainer, perusahaan pastikan kontrainer bersih dan terlindungi
dari kontaminasi dan panas; dikosongkan dan diisi air minum setiap hari dari sumber yang
memenuhi standar kesehatan.
4. Fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
 Peralatan P3K perusahaan sediakan dalam seluruh kendaraan konstruksi dan di tempat
kerja
 Di tempat kerja perusahaan tempatkan pekerja yang sudah terlatih dan/atau
bertanggung jawab dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
5. Akomodasi untuk makan dan baju
 Akomodasi yang memadai bagi pekerja, tempat untuk makan, istirahat, dan perlindungan
dari cuaca.
 Akomodasi mempunyai lantai yang bersih, dilengkapi meja dan kursi, serta furnitur
lainnya untuk menjamin tersedianya tempat istirahat makan dan perlindungan dari
cuaca.
 Penyediaan tempat sampah, dikosongkan dan dibersihkan secara periodik.
 Penyediaan tempat ganti baju untuk pekerja dan tempat penyimpanan baju
 Pakaian yang tidak digunakan selama bekerja.
6. Penerangan

23
 Penyediaan penerangan harus di seluruh tempat kerja, termasuk di ruangan, jalan, jalan
penghubung, tangga dan gang. Semua penerangan dapat dinyalakan ketika setiap orang
melewati atau menggunakannya.
 Penerangan tambahan harus disediakan untuk pekerjaan detil, proses berbahaya, atau
jika menggunakan mesin.
 Penerangan darurat yang memadai.

7. Pemeliharaan fasilitas
Pihak Perusahaan akan menjamin terlaksananya pemeliharaan fasilitas-fasilitas yang
disediakan dalam kondisi bersih dan higienis, serta dapat diakses secara nyaman oleh pekerja.
8. Ventilasi
 Seluruh tempat kerja mempunyai aliran udara yang bersih.
 Pada kondisi tempat kerja yang sangat berdebu misalnya tempat pemotongan beton,
penggunaan bahan kimia berbahaya seperti perekat, dan pada kondisi lainnya, Pihak
Perusahaan akan menyediakan alat pelindung nafas seperti respirator dan pelindung
mata.

24
25
PMBOK – MANAJEMEN WAKTU
Mengenal Manajemen Waktu pada Manajemen Proyek

Manajemen waktu proyek adalah tahapan mendefinisikan proses-proses yang perlu dilakukan selama
proyek berlangsung berkaitan dengan penjaminan agar proyek dapat berjalan tepat waktu dengan
tetap memperhatikan keterbatasan biaya serta penjagaan kualitas produk/servis/hasil unik dari
proyek.

Manajemen waktu proyek merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer
proyek. Manajemen waktu proyek di butuhkan manajer proyek untuk memantau dan mengendalikan
waktu yang dihabiskan dalam menyelesaikan sebuah proyek. Dengan menerapkan manajemen waktu
proyek, seorang manajer proyek dapat mengontrol jumlah waktu yang dibutuhkan oleh tim proyek
untuk membangun deliverables proyek sehingga memperbesar kemungkinan sebuah proyek dapat
selesai sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Terdapat beberapa proses yang perlu dilakukan seorang manajer proyek dalam mengendalikan waktu
proyek yaitu:

1. Urutan Aktifitas Proyek


Proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan hubungan antara tiap-tiap
aktivitas proyek.
2. Mendefinisikan Aktifitas Proyek
Merupakan sebuah proses untuk mendifinisikan setiap aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan proyek.
3. Mengontrol dan Mengendalikan Jadwal Proyek
Saat kegiatan proyek mulai berjalan, maka pengendalian dan pengontrolan jadwal proyek perlu
dilakukan. Hal ini diperlukan untuk memastikan apakah kegiatan proyek berjalan sesuai dengan
yang telah direncanakan atau tidak.
4. Estimasi Aktivitas Sumber daya Proyek
Estimasi aktivitas sumber daya proyek bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap
penggunaan sumber daya proyek.
5. Estimasi Durasi Kegiatan Proyek
Proses ini diperlukan untuk menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan proyek.
6. Membuat Jadwal Proyek
Setelah selurh aktivitas, waktu dan sumber daya proye terdefinisi dengan jelas, maka seorang
manajer proyek akan membuat jadwal proyek. Jadwal proyek ini nantinya dapat digunakan untuk
menggambarkan secara rinci mengenai seluruh aktivitas proyek dari awal pengerjaan proyek
hingga proyek diselesaikan.

1. Definisi Aktivitas
Aktivitas atau tugas adlah elemen pekerjaan yang biasanya ditemukan pada WBS yang membutuhkan
durasi, biaya, dan sumber daya. Jadwal proyek juga menjadi dokumen mendasar yang mengawali
proyek yang mencakup tanggal mulai dan berakhirnya proyek tersebut, juga mengenai informasi
anggaran. Definisi aktivitas juga mencakup pengembangan WBS yang lebih rinci dan penjelasan yang

26
mendukung pengertian tentang bagaimana pekerjaan akan dilakukan, sehingga dapat di buat estimasi
biaya dan durasi pekerjaan yang realistis.

2. Daftar Aktivitas
Daftar aktivitas adalah tabulasi aktivitas yang akan dimasukkan ke jadwal proyek, dan daftar aktivitas
ini harus mencakup :

- Nama aktivitas
- Nomor atau identitas aktivitas
- Deskripsi singkat tentang aktivitas

Attribut aktivitas menyediakan informasi yang lebih banya tentang setiap aktivitas, misalnya tentang
aktivitas sebelumnya, aktivitas sesudahnya, relasi logis, kebutuhan sumber daya, hambatan-
hambatan, tanggal final, dan asumsi-asumsi terkait aktivitas.

3. Milestone
Milestone adalah kejadian penting yang biasanya tidak mempunya durasi dan seringkali dibutuhkan
beberapa aktivitas dan banyak pekerjaan untuk menyelesaikan sebuah milestone, milestone
merupakan tool yang sangat berjuna untuk membuat tujuan jadwal dan memantau perkembangan
(progress) misalnya:

- Penyelesaian penandatanganan dokumen-dokumen penting oleh customer


- Penyelesaian produk-produk spesifik

4. Urutan Aktivitas
Mencakup peninjauan kembali aktivitas-aktivitas yang harus dikerjakan dan menentukan
ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, ketergantungan atau hubungan antar aktivitas
terkait dengan pengurutan aktivitas atau tugas-tugas proyek. Urutan proyek dapat digambarkan
dengan berbagai diagram, antara lain:

- Network Diagram & Critical Path Analysis


- Predecence Diagram

Network Diagram/Diagram jaringan merupakan teknik yang digunakan untuk memperlihatkan


pengurutan aktivitas, sebuah diagram jaringan adalah tampilan skematis mengenai hubungan logis
antara aktivitas-aktivitas proyek atau urutan antara aktivitas-aktivitas proyek. Terdapat dua format
utama yaitu :

- Arrow Diagramming Method (Activity on Arrow atau AOA)


- Predecence Diagram Method

5. Estimasi Sumber Daya Aktivitas


Setelah mendefinisikan aktivitas serta urutannya, langkah selanjutnya dalam manajemen adalah
mengestimasi durasi yang dibutuhkan oleh aktivitas-aktivitas tsb, Orang yang melakukan/bertanggung

27
jawab dengan sebuah aktivitas/pekerjaan sebaiknya turut serta dalam mengestimasidurasi aktivitas,
sedang para ahli memberi masukan dan mengevaluasi hasilnya.

6. Membangun Jadwal
Gunakan hasil proses manajemen waktu sebelumnya untuk mambangun jadwal. Sehingga lebih
mudah dalam menentukan tanggal awal dan tanggal akhir dari sebuah aktivitas, tujuan utama dari
proses ini adalah untuk membangun jadwal yang realistis sebagai dasar dalam memonitor kemajuan
proyek berkaitan dengan keterbatasan waktu. Alat yang dapat digunakan antara lain : Gantt Charts,
PERT analysis, critical path analysis dan critical chain scheduling

1. Gantt Charts
Gantt Charts menampilkan jadwal proyek dengan format standar, yaitu dengan menampilkan
daftar aktivitas beserta tanggal awal dan akhirnya dalam format kalender.
2. Critical Path Method (CPM)
CPM adalah teknik menganalisis jaringan kegiatan / aktivitas-aktivitas ketika menjalankan
proyek dalam rangka memprediksi durasi total, critical path sebuah proyek adalah deretan
aktivitas yang menentukan waktu tercepat yang mungkin agar proyek dapat di selesaikan.

7. Prosedur Penjadwalan Proyek


Seperti dijelaskan pada bagian pertama dari tulisan tentang activity network diagram ini, meskipun
saat ini kebanyakan paket software manajemen proyek didasarkan pada diagram AON, tapi bukan
berarti diagram AOA sudah punah. Bahkan untuk aktivitas brainstorming, diagram AOA sangat
berguna saat perencanaan team di awal proyek karena diagram ini jauh lebih mudah digambarkan
dengan sketsa tangan.

Pada bagian kedua ini akan diuraikan langkah-langkah membuat activity network diagram dari suatu
proyek dengan tujuan untuk mengidentifikasi jalur kritis (critical path) dan mencari tahu berapa
banyak waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan proyek. Metode yang digunakan adalah metode
diagram AOA.

Membuat Daftar Kegiatan Proyek atau Proses


Analisis activity network diagram dimulai dengan menyiapkan dan menyusun daftar kegiatan atau
pekerjaan yang diperlukan dalam rencana proyek atau proses. Untuk setiap kegiatan, kita perlu tahu
apakah ada kegiatan lain yang harus dilakukan sebelum memulai kegiatan tersebut (predecessor), dan
berapa lama kegiatan tersebut harus dilakukan (durasi). Jangan lupa memberikan kode untuk setiap
jenis kegiatan (misalnya dengan huruf: A, B, C, D, dan seterusnya) agar memudahkan saat
menggambar dan menganalisis diagram. Tabel 1 berikut adalah contoh daftar kegiatan yang
diperlukan dalam rencana suatu proyek.

Kegiatan Deskripsi Predecessor Kegiatan Durasi, bulan

A Perancangan produk — 5

B Penelitian pasar — 1

C Analisis produksi A 2

D Model produk A 3

28
E Brosur penjualan A 2

F Analisis biaya C 3

G Pengujian produk D 4

H Pelatihan penjualan B, E 2

I Penetapan harga H 1

J Pelaporan proyek F, G, I 1

Menggambar Diagram
Metode analisis yang akan dipakai dalam contoh ini menggunakan diagram AOA sehingga setiap node
merupakan tahap penyelesaian proyek. Simbol yang digunakan untuk node biasanya berupa lingkaran
seperti yang diperlihatkan Gambar 1 di bawah ini.

Agar dapat menyajikan informasi yang diperlukan, simbol node berbentuk lingkaran dibagi tiga ruang,
ruang pertama sebelah kiri digunakan untuk memberi identitas peristiwa yang berupa nomor node.
Ruang kedua dan ketiga sebelah kanan digunakan untuk memperlihatkan kapan terjadinya kejadian
(peristiwa), yang mana bagian kanan atas menunjukkan waktu peristiwa paling awal atau earliest
event time (EET) dan bagian kanan bawah menunjukkan waktu peristiwa paling akhir atau latest event
time (LET).

Untuk menggambarkan setiap kegiatan yang ada dalam daftar kegiatan proyek, kita memulai dengan
membuat node nomor 1. Dari node nomor 1, tarik keluar garis panah kegiatan yang tidak memiliki
predecessor, yakni: A dan B. Jangan lupa bubuhkan kode kegiatan pada pangkal garis panah diikuti
oleh durasinya. Kemudian, buat node nomor 2 di ujung garis panah A, dan node nomor 3 di ujung garis
panah B.

Oleh karena A adalah predecessor bagi C, D, dan E maka tarik keluar garis panah untuk C, D, dan E dari
node nomor 2. Buat node nomor 4 pada ujung garis panah C dan node nomor 5 pada ujung garis panah
D. Sedangkan untuk garis panah E tidak dibuatkan node baru melainkan masuk ke node nomor 3 (node
di ujung garis panah B). Hal ini karena B dan E sama-sama menjadi predecessor untuk H saja.

Buatlah garis panah dan node berikutnya sampai semua kegiatan tergambarkan. Hasilnya akan terlihat
seperti gambar berikut.

29
Beberapa konvensi tentang bagaimana cara menggambar diagram AOA adalah:

 Semua kegiatan tanpa predecessor datang dari node nomor 1.


 Semua kegiatan tanpa successor mengarah ke node nomor terbesar (node terakhir).

Dalam contoh yang diperlihatkan Gambar 2, A dan B adalah dua kegiatan yang tidak
memiliki predecessor. Keduanya berbentuk garis panah yang keluar dari node nomor 1. Lihat juga J
adalah kegiatan yang tidak memiliki successor. Oleh karena itu, garis panah J masuk ke node terakhir,
yaitu node nomor 8 (nodenomor terbesar dalam contoh ini). Jika ada lebih dari satu kegiatan
tanpa successor, maka semua garis panah kegiatan masuk ke node nomor terbesar.

Menghitung dan Menganalisis Earliest Event Time (EET)


Cara menentukan earliest event time (EET) pada setiap node adalah dengan menggunakan
perhitungan ke muka (forward), yaitu: kita mengawali perhitungan dari node nomor 1 dengan
anggapan waktu mulai sama dengan nol, selanjutnya bergerak dalam jaringan untuk menghitung:

 EET yang terjadi, Ei,


 waktu mulai tercepat atau earliest start (ES), dan
 waktu selesai tercepat atau earliest finish (EF)

untuk setiap kegiatan dalam jaringan sampai perhitungan berakhir di node terakhir. Berikut metode
perhitungannya:

(i) Jadikan EET yang terjadi pada permulaan proyek sama dengan nol, artinya,
E1 = 0.
(ii) ES untuk setiap kegiatan (i,j) adalah sama dengan Ei untuk peristiwa sebelumnya, artinya,
ESij = Ei.
(iii) EF untuk setiap kegiatan (i,j) adalah sama dengan ES ditambah durasi kegiatan. Artinya,
EFij = ESij + Dij,
atau EFij = Ei + Dij.
(iv) EET untuk peristiwa j adalah maksimum EF dari semua kegiatan yang berakhir ke dalam
peristiwa tersebut. Artinya,

30
Ej = maxi {EFij untuk semua predecessor (i,j)}
Ej = maxi {Ei + Dij}
yang mana D adalah durasi kegiatan. Dalam perhitungan ini, kegiatan diidentifikasi
oleh predecessor node (atau peristiwa) i dan successor node j.
Untuk activity network diagram Gambar 2, perhitungan EET adalah sebagai berikut:

Langkah 1 → E1 = 0

Langkah 2

j = 2 → E2 = max{E1 + D12} = max{0 + 5} = 5


j = 3 → E3 = max{E1 + D13; + E2 + D23}
= max{0 + 1; 5 + 2} = 7
j = 4 → E4 = max{E2 + D24} = max{5 + 2} = 7
j = 5 → E5 = max{E2 + D25} = max{5 + 3} = 8
j = 6 → E6 = max{E3 + D36} = max{7 + 2} = 9
j = 7 → E7 = max{E4 + D47; E5 + D57; E6 + D67}
= max{7 + 3; 8 + 4; 9 + 1} = 12
j = 8 → E8 = max{E7 + D78} = max{12 + 1} = 13
Dengan demikian, waktu minimum yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek ini adalah 13 bulan,
E(8) = 13.

Menghitung dan Menganalisis Latest Event Time (LET)


Untuk menentukan latest event time (LET) pada setiap node adalah dengan menggunakan
perhitungan ke belakang (backward), yaitu: perhitungan waktu mulai terlama atau latest start (LS) dan
waktu selesai terlama atau latest finish (LF) untuk setiap kegiatan dalam jaringan yang dimulai dari

31
node terakhir dengan Ln sama dengan En pada node terakhir (yang kita ketahui dari perhitungan ke
muka) sampai perhitungan berakhir di node nomor 1. Berikut metode perhitungannya:

(i) Untuk peristiwa terakhir anggap


En = L n .
Ingat bahwa semua ES telah dihitung pada tahap perhitungan ke muka.
(ii) LF untuk setiap kegiatan (i,j) adalah sama dengan LET dari peristiwa j,
LFij = Lj.
(iii) LS untuk setiap kegiatan (i,j) adalah sama dengan LF dikurangi durasi kegiatan. Artinya,
atau, LSij = LFij – Dij,
atau LSij = Lj – Dij.
(iv) LET untuk peristiwa i adalah minimum LS dari semua kegiatan yang berasal dari peristiwa
tersebut. Artinya,
Li = minj {LSij untuk semua successor (i,j)}
Li = minj {LFij – Dij}
Li = minj {Lj – Dij}
Perhitungan LET untuk proyek dalam Tabel 1 adalah sebagai berikut:

Langkah 1 → L8 = E8 = 13

Langkah 2
i = 7 → L7 = min{L8 – D78} = min{13 – 1} = 12

i = 6 → L6 = min{L7 – D67} = min{12 – 1} = 11


i = 5 → L5 = min{L7 – D57} = min{12 – 4} = 8
i = 4 → L4 = min{L7 – D47} = min{12 – 3} = 9
i = 3 → L3 = min{L6 – D36} = min{11 – 2} = 9

i = 2 → L2 = min{L3 – D23; L4 – D24; L5 – D25}


= min{9 – 2; 9 – 2; 8 – 3} = 5

i = 1 → L1 = min{L2 – D12; L3 – D13}


= min{5 – 5; 5 – 1} = 0

32
Bila kita perhatikan gambar di atas terdapat beberapa node dengan EET = LET. Inilah node yang akan
berada pada jalur kritis (critical path).

Menentukan Jalur Kritis


Definisi jalur kritis menurut salah satu penemu CPM adalah: If there is a path from origin to terminus
whose length equals the duration of the schedule, it is called a critical-path. (Kelley, 1961, p. 317)

Dengan kata lain total waktu jalur kritis akan sama dengan umur proyek. Hal ini berarti jalur kritis
adalah jalur yang memiliki waktu terpanjang dari semua jalur yang dimulai dari peristiwa awal sampai
peristiwa yang terakhir dalam activity network diagram. Oleh karena itu, jalur kritis menunjukkan
kegiatan-kegiatan kritis di dalam proyek. Kelley (1961) menambahkan tentang maksud kegiatan-
kegiatan kritis: All the activities in a critical-path are limiting in the sense that a delay in any one of
them will cause a comparable delay in the completion of the project. Therefore, they are called critical
activities. (Kelley, 1961, p. 317)

Maksudnya, suatu kegiatan disebut dengan kegiatan kritis bila suatu delayatau penundaan waktu di
kegiatan ini akan mempengaruhi waktu penyelesaian keseluruhan dari proyek. Oleh karena itu,
kegiatan disebut tidak kritis bila kegiatan ini mempunyai delay. Delay pada kegiatan tidak kritis
disebut slackatau float time (waktu mengambang). Konsep float sangat berharga karena memberikan
fleksibilitas atau “ruang manuver” pada penjadwalan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu
sehingga ada suatu periode waktu di mana kegiatan dapat meleset tetapi tidak mempengaruhi jalur
kritis dan tanggal penyelesaian. Menurut Hendrickson & Tung (2008), terdapat tiga kategori float,
yaitu:

(i) Free float adalah banyaknya delay yang dapat ditugaskan untuk setiap satu kegiatan tanpa
menunda kegiatan selanjutnya. Free float, FFij, untuk aktivitas (i,j) adalah:
FFij = Ej – Ei – Dij.
(ii) Independent float adalah banyaknya delay yang dapat ditugaskan untuk setiap satu kegiatan
tanpa menunda kegiatan selanjutnya atau membatasi penjadwalan kegiatan
sebelumnya. Independen float, IFij, untuk kegiatan (i,j) dihitung sebagai berikut:

33
IFij = {0Ej – Li – Dij
(iii) Total float adalah maksimum banyaknya delay yang dapat ditugaskan untuk setiap kegiatan
tanpa menunda keseluruhan proyek. Total Float, TFij, untuk setiap kegiatan (i,j) dihitung
sebagai berikut:
TFij = Lj – Ei – Dij

Delay kegiatan di jalur kritis akan menyebabkan delay waktu penyelesaian proyek, sedang delay di
jalur tidak kritis mungkin tidak akan menunda waktu penyelesaian proyek sejauh delay tidak
melebihi slack dan float time untuk masing-masing kegiatan tidak kritis

Dalam suatu activity network diagram mungkin saja kita menemui lebih dari satu jalur kritis, bahkan
semua jalur memungkinkan untuk menjadi jalur kritis. Jalur kritis memiliki kepekaan sangat tinggi atas
keterlambatan penyelesaian suatu proyek. Keterlambatan pada jalur ini akan memperlambat
penyelesaian waktu proyek secara keseluruhan, meskipun kegiatan lain tidak mengalami
keterlambatan. Kita dapat mempercepat penyelesaian proyek secara keseluruhan dengan
mempercepat waktu penyelesaian kegiatan kritis. Jalur kritis dapat saja berubah sebagai akibat dari
keterlambatan atau percepatan penyelesaian kegiatan.

Cara menentukan jalur kritis pada activiy network diagram adalah dengan menulusuri jalur terpanjang
dari awal sampai akhir proyek, yakni jalur yang melalui node dengan EET = LET, kemudian tandai jalur
kritis tersebut dengan garis tebal atau berwarna. Perhatikan Gambar 6 di bawah ini, jalur yang
ditandai dengan garis berwarna merah adalah jalur kritis untuk proyek dalam Tabel 1.

34
Gambar 6 di atas memperlihatkan node nomor 1, 2, 5, 7, dan 8 berada di jalur kritis. Selanjutnya
perhatikan Tabel 2 di bawah ini yang memperlihatkan ES dan LS (Tabel 2.a) termasuk float time (Tabel
2.b) setiap kegiatan. Tampak kegiatan A, D, G, dan J berada di jalur kritis karena kegiatan-kegiatan
tersebut tidak mempunyai waktu delay (perhatikan tanda cek pada Tabel 2.b).

(a) Perhitungan earliest start dan latest start time

EET LET
Kegiatan Earliest start time, Latest start time,
No. Durasi, Dij
(i, j) ESij = Ei LSij = Lj – Dij
Ei Ej Li Lj

1 A (1, 2) 5 0 5 0 5 0 0

2 B (1, 3) 1 0 7 0 9 0 8

3 C (2, 4) 2 5 7 5 9 5 7

4 D (2, 5) 3 5 8 5 8 5 5

5 E (2, 3) 2 5 7 5 9 5 7

6 F (4, 7) 3 7 12 9 12 7 9

7 G (5, 7) 4 8 12 8 12 8 8

8 H (3, 6) 2 7 9 9 11 7 9

9 I (6, 7) 1 9 12 11 12 9 11

10 J (7, 8) 1 12 13 12 13 12 12

35
(b) Perhitungan activity float time

EET LET
Kegiatan Free float, Indp. float, Total float,
No. Durasi, Dij
(i, j) FFij = Ej – Ei – Dij IFij = Ej – Li – Dij TFij = Lj – Ei – Dij
Ei Ej Li Lj

1 A (1, 2) 5 0 5 0 5 0✓ 0✓ 0✓

2 B (1, 3) 1 0 7 0 9 6 6 8

3 C (2, 4) 2 5 7 5 9 0 0 2

4 D (2, 5) 3 5 8 5 8 0✓ 0✓ 0✓

5 E (2, 3) 2 5 7 5 9 0 0 2

6 F (4, 7) 3 7 12 9 12 2 0 2

7 G (5, 7) 4 8 12 8 12 0 ✓ 0✓ 0✓

8 H (3, 6) 2 7 9 9 11 0 0 2

9 I (6, 7) 1 9 12 11 12 2 0 2

10 J (7, 8) 1 12 13 12 13 0 ✓ 0✓ 0✓

Activity network diagram yang erat kaitannya dengan metode CPM dan diagram PERT telah lama
digunakan untuk tujuan memperlihatkan jalur penyelesaian suatu proyek, menemukan waktu
penyelesaian proyek sesingkat mungkin, dan menggambarkan bagaimana kegiatan dapat serentak
dilakukan dalam suatu proyek. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat activity
network diagram:

1. Semua kegiatan dalam proyek, termasuk estimasi waktu yang dibutuhkan untuk setiap
kegiatan, sebaiknya direncanakan dan dikomunikasikan bersama semua anggota team melalui
mekanisme brainstorming. Estimasi waktu biasanya menggunakan pengalaman masa lalu
atau perkiraan dari para praktisi.
2. Kegiatan terurut dari awal sampai akhir, tidak boleh ada duplikasi kegiatan. Jika penambahan
suatu kegiatan terjadi, kegiatan tambahan ini harus teridentifikasi dan digambarkan.
3. Evaluasi kembali estimasi waktu terpendek, terpanjang, dan rata-rata untuk setiap kegiatan,
dan identifikasi jalur terpanjang melalui jaringan.
4. Gunakan diagram untuk melacak kemajuan atau progres setiap kegiatan. Pada saat proyek
berlangsung, estimasi waktu dapat diperbarui sesuai dengan diperolehnya informasi dan
asumsi baru. Tak hanya estimasi waktu, kita juga mungkin akan menemukan sebuah jalur kritis
baru dan perubahan bentuk jaringan.

36
37
PENTINGNYA ETIKA PROFESI
Mengenal Etika dalam Manajemen Proyek

Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai
suatu subjek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya salah atau benar, buruk atau baik. Etika
adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control” karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Sebuah profesi hanya
dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut
ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

1. Kode Etik Profesi


Menurut UU No. 8 (Pokok-Pokok Kepegawaian)

Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan adanya kode etik, profesi akan menetapkan hitam di atas putih untuk mewujudkan nilai-nilai
moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik
yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging
dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan dengan tekun dan juga konsekuen.

2. Tujuan Kode Etik Profesi


1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
6. Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
8. Menentukan baku standar dirinya

3. Fungsi Kode Etik Profesi


1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.

38
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang.

4. Poin Etika Teknisi Sipil pada Proyek


 Kedisiplinan
Berusaha mendisiplinkan diri dengan menaati peraturan yang kita buat sendiri. Membuat
jadwal kegiatan dalam sehari/seminggu/sebulan atau dalam kurun waktu tertentu akan
membantu dalam melatih disiplin. Dengan begitu, kita akan berusaha bertindak/melakukan
kegiatan sesuai jadwal dan membuat hidup teratur tanpa adanya waktu yang terbuang sia-
sia.

 Kejujuran
Kejujuran merupakan kunci untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Sekali tidak
jujur, selamanya orang tidak akan percaya pada kita. Maka kejujuran perlu ditanamkan pada
setiap profesi.

 Kemandirian
Terdapat waktu dimana kita akan menerima banyak tuntutan untuk mandiri, baik itu di
kehidupan kerja maupun kehidupan diluar kerja. Dalam kondisi seperti itu, kita harus bisa
mengerjakan sesuatu masalah dengan sendiri, tidak bergantung pada orang lain, agar tidak
mempersulit masalah yang sudah ada. Kemandirian bukan berarti melatih kita untuk
individual dan egois, tetapi lebih menekankan pada penggalian seluruh potensi yang dimiliki
agar mampu menyelesaikan setiap masalah.

 Keberanian mengambil resiko


Segala sesuatu yang dilakukan pasti ada resikonya. Orang yang tidak pernah berhadapan
dengan resiko berarti ia tidak pernah melakukan apa-apa. Sebaliknya, orang yang banyak
menghadapi resiko berarti ia melalukan banyak hal. Tetapi bila sudah niat dan sungguh-
sungguh, apapun resikonya akan dijalani dengan ikhlas dan lapang dada. Di balik setiap resiko,
suatu saat pasti ada manfaatnya yang bisa dipetik.

5. Kode Etik Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia (IAMPI)


Setiap Anggota IAMPI, wajib selalu bersikap, bertingkah laku dan bertindak berdasarkan etika umum
seorang Ahli Profesional, yaitu:
1. Penuh perhatian terhadap sesama(Caring for Others)
2. Jujur terhadap diri sendiri dan lingkungannya (Honesty),
3. Bertanggungjawab atas semua pikiran, ucapan dan tindakan yang dilakukannya
(Accountability),
4. Menepati janji (Promise Keeping),
5. Bekerja dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang baik dan sempurna (Pursuit of
Excellence),
6. Bersikap setia dan taat asas (Loyalty)
7. Bersikap adil (Fairness),

39
8. Mempunyai integritas dan komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya (Integrity and
Commitment),
9. Dapat menghargai dan menerima pendapat orang lain (Respect for Others)
10. Bersikap, bertingkah laku dan bertindak sebagai warga Negara yang baik dengan penuh
tanggung jawab (Responsible Citizenship) atas semua akibat yang mungkin terjadi.

6. Kode Etik Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia


(INTANKINDO)
Konsultan adalah profesi yang penting dan terus berkembang. Sebagai anggota profesi ini, konsultan
diharapkan untuk selalu menunjukkan standar tertinggi kejujuran dan integritasnya. Konsultan
(khususnya konsultan enjiniring) mempunyai impak yang langsung dengan kualitas hidup umat
manusia. Dengan demikian, layanan yang diberikan oleh konsultan memerlukan kejujuran.
Imparsialitas, keadilan, dan kesamaan, dan harus didedikasikan terhadap perlindungan kesehatan,
keselamatan dan kesejahteraan publik. Konsultan harus berunjuk kerja dalam standar tatalaku
profesional yang memerlukan prinsip-prinsip disiplin tertinggi dalam tatalaku yang beretika.

Kode Etik Hukum yang Fundamental


Dalam memenuhi tugas-tugas profesionalnya, Konsultan akan :
1. Memegang teguh kepentingan akan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan publik.
2. Melaksanakan layanan hanya dalam bidang yang dikuasainya.
3. Mengeluarkan pernyataan umum hanya dengan cara obyektif dan benar.
4. Bertindak untuk setiap pemberi kerja atau klien sebagai agen yang setia dan terpercaya.
5. Menghindarkan diri dari tindakan-tindakan yang menipu.
6. Memperlakukan dirinya secara terhormat, bertanggung jawab, beretika dan mematuhi
hukum untuk memperbaiki kehormatan, reputasi, dan manfaat profesinya sebagai Konsultan.

7. Kode Etik Asosiasi Ahli Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi


Indonesia (A2K4)
Setiap Anggota A2K4-Indonesia Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Profesi A2K4-Indonesia.

1. Setiap Anggota A2K4-Indonesia dalam melaksanakan tugas profesinya, harus berpedoman


menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku dengan sebaik-baiknya, Loyal dan bertanggung jawab terhadap hasil pelaksanaan
tugasnya.
2. Setiap Anggota A2K4-Indonesia dalam melaksanakan profesinya, tidak menjanjikan dan tidak
terpengaruh terhadap janji-janji ataupun hasil yang akan dan telah diberikan oleh pihak-pihak
yang hendak melemahkan keutuhan kesatuan/solidaritas organisasi A2K4-Indonesia atau,
bahkan mengarah kepada ketidak kondusifnya situasi organisasi untuk mengambil
keuntungan demi kepentingan pribadi.
3. Setiap Anggota A2K4-Indonesia yang mengetahui dan mendapati keadaan seperti pada pasal
3 diatas, Wajib melaporkan/menyampaikan kejadian dimana saja berada kepada pengurus
Pusat/Wilayah/Cabang untuk diambil tindakan yang sesuai dengan ketentuan organisasi yang
berlaku.

40
4. Setiap Anggota A2K4-Indonesia harus senantiasa berhati-hati dalam menyebarluaskan dan
menerapkan setiap penemuan teknik dan teknologi baru dibidang K3 yang belum diuji
kebenarannya.
5. Setiap Anggota A2K4-Indonesia hanya diperbolehkan memberi keterangan atau saran yang
dapat dilaksanakan dan dapat dibuktikan kebenarannya.
6. Setiap Anggota A2K4-Indonesia harus mengutamakan kepentingan keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja dan orang lain ditempat kegiatan kerja dimana yang bersangkutan
berada dan bekerja.
7. Setiap Anggota A2K4-Indonesia wajib menjaga kerahasiaan jabatan dan rahasia data
organisasi yang menyangkut, pengembangan usaha, detail bakuan kompetensi, modul dan
lain sebagainya yang menjadi milik Anggota A2K4-Indonesia, kecuali yang telah dipublikasikan
dan/atau menjadi milik publik.
8. Setiap Anggota A2K4-Indonesia wajib memegang, menjaga kerahasiaan jabatan dan
kerahasian hasil pemeriksaan/investigasi sebagai Ahli K3 Konstruksi dalam menjalankan
tugasnya, terkecuali atas permintaan dan ijin perusahaan yang menjadi obyek
pemeriksaannya.
9. Setiap Anggota A2K4-Indonesia berkewajiban memberikan pelayanan terbaik kepada pihak
lain yang dianggap perlu dalam hal pemeriksaan dan pengujian teknik demi kepentingan K3
secara nasional.
10. Setiap Anggota A2K4-Indonesia wajib saling menghormati dan menghargai sesama Anggota
A2K4-Indonesia dan anggota profesi K3 lainnya.
11. Setiap Anggota A2K4-Indonesia harus selalu mengikuti perkembangan hukum
ketenagakerjaan, ilmu pengetahuan meliputi sosiologi dan teknologi K3 yang terkait dengan
profesinya.
12. Setiap Anggota A2K4-Indonesia harus mampu bersikap profesional dan mandiri pada setiap
keadaan dalam menjalankan tugas sebagai Ahli K3 Konstruksi.

8. Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII)


Prinsip – Prinsip Dasar
1. Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia.
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
Tuntutan Sikap
1. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
2. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
3. Insinyur Indinesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam
tanggung jawab tugasnya.Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi
berdasarkan kemampuan masing- masing.
5. Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi.
6. Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.

41
9. Kode Etik Asosiasi Tenaga Tehnik Indonesia (ASTTI)
Untuk menjamin pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya maka disusunlah ketentuan dasar Kode
Etik dan Tata Laku Profesi yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan oleh Anggota Asosiasi Tenaga
Teknik Indonesia.

 Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar Fundamental untuk mewujudkan
manusia yang berjiwa Pancasila serta memiliki kesadaran Nasional yang tinggi, tunduk kepada
perundang-undangan & peraturan yang berlaku serta menghindarkan diri dari perbuatan
melawan hukum.
 Tanggap terhadap kemajuan & senantiasa memelihara serta meningkatkan Kemampuan
Teknis, Mutu, Keahlian & Pengabdian profesinya seiring dengan perkembangan teknologi.
 Penuh rasa tanggung jawab serta selalu berusaha untuk meningkatkan pemahaman mengenai
teknologi dan penerapannya yang tepat sebagai tuntutan dari keprofesionalan.
 Disiplin serta berusaha agar pekerjaan yang dilaksanakannya dapat berdaya guna dan berhasil
guna melalui proses persaingan yang sehat serta menjauhkan diri dari praktek/tindakan tidak
terpuji yang mengakibatkan kerugian pihak lain.
 Adil, Tegas, Bijaksana dan Arif serta Dewasa dalam membuat keputusan-keputusan
keteknisan dengan berpedoman kepada Keselamatan, Keamanan, Kesehatan, Lingkungan,
serta Kesejahteraan Masyarakat.

Setiap anggota ASTTI wajib selalu bersikap bertingkah laku dan bertindak berdasarkan etika umum
seorang ahli pelaksana Jasa Konstruksi.

Tata Laku Profesi


 Menjunjung tinggi kehormatan, kemuliaan dan nama baik profesi tenaga ahli pelaksana jasa
konstruksi dalam hubungan kerjanya, baik dengan pihak pemberi tugas, sesama rekan
seprofesi, sesama rekan Ahli profesi lain, pemerintah dan masyarakat.
 Bertindak jujur, adil, lugas dan transparan dengan penuh dedikasi dalam memberikan
pelayanan, baik kepada pengguna jasa maupun penyedia jasa lainnya tanpa merugikan para
pemangku kepentingan lain termasuk pemerintah dan masyarakat. Saling bertukar
pengetahuan dalam bidang keahlian secara wajar dengan sesama rekan seprofesi dan/atau
ahli profesi lainnya.
 Selalu meningkatkan pengertian dan apresiasi masyarakat terhadap profesi ahli pelaksana
jasa konstruksi profesionalisme pada khususnya dan profesi lain pada umumnya sehingga
masyarakat dapat lebih menghayati peran dan hasil karya profesional ahli pelaksana jasa
konstruksi.
 Menghormati prinsip-prinsip pemberian imbalan jasa yang wajar, layak dan memadai bagi
para ahli pelaksana jasa konstruksi profesional pada khususnya dan ahli-ahli pada umumnya.
 Menghargai dan menghormati reputasi profesi rekan pelaksana jasa konstruksi profesional
pada khususnya serta rekan ahli lain pada umumnya sesuai perjanjian kerja yang berhubungan
dengan profesi masing-masing Mendapatkan tugas berdasarkan standar keahlian,
kemampuan dan standar kompetensi secara profesional tanpa melalui jalan-jalan yang tidak
wajar antara lain dengan cara menawarkan komisi atau mempergunakan pengaruh yang tidak
pada tempatnya.
 Bekerjasama sebagai pelaksana jasa konstruksi hanya dengan sesama rekan seprofesi tenaga
ahli dan/atau rekan ahli profesional lain yang memiliki integritas yang tinggi.
 Dalam melaksanakan tugasnya seorang pelaksana jasa konstruksi harus selalu menjaga etika
profesi terutama dalam bertindak sebagai tumpuan kepercayaan pemberi tugas.

42
 Seorang Anggota Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia (ASTTI), dianggap tidak melaksanakan
tugasnya secara profesional bilamana:
a. Membocorkan dan/atau menyebar-luaskan hal-hal yang bersifat pribadi dan rahasia
bagi para pengguna jasa/pemberi tugas tanpa seijin yang bersangkutan;
b. Menerima pekerjaan dimana pekerjaan tersebut (Technical Unqualified Job) secara
teknis tidak memenuhi persyaratan;
c. Melakukan pekerjaan dan/atau mempunyai perjanjian dengan pihak lain yang dapat
mengganggu objektifitas dan independensinya dilihat dari kepentingan pengguna
jasa/pemberi tugas;
d. Tidak membicarakan dan menyepakati terlebih dahulu dengan pihak pengguna jasa/
pemberi tugas tentang besaran dan perhitungan imbalan jasa bagi tenaga ahlinya
maupun biaya-biaya lain;
e. Melakukan hal-hal yang merendahkan harkat dan martabat sebagai pelaksana jasa
konstruksi;

10. Kode Etik Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia (ATAKI)


Menyadari kewajiban bagi setiap anak bangsa dalam kedudukannya sebagai warga negara Republik
Indonesia, mempunyai tanggung jawab untuk memberikan darma baktinya bagi bangsa dan negara,
guna mencerdaskan anak bangsa. Mengingat bahwa tenaga kerja konstruksi adalah salah satu pelaku
kegiatan dalam bidang ekonomi, yang akan turut serta dalam pencapaian terwujudnya tujuan
pembangunan nasional yaitu masyarakat adil dan makmur yang berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945, ATAKI menetapkan kode etik yang merupakan pedoman
berperilaku anggotanya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing, sebagai berikut:
1. Ikut berperan aktif dalam peningkatan pembangunan ekonomi nasional
2. Mentaati Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, dan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga ATAKI
3. Menghormati dan bertanggung jawab terhadap kesepakatan kerja
4. Pekerja secara profesional dan tidak melakukan persaingan yang tidak sehat dalam
melaksanakan kegiatannya
5. Tidak menyalahgunakan kedudukan, wewenang, dan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.

43
44
45
STUDI KASUS MANAJEMEN PROYEK
Analisis Permasalahan yang Pernah Terjadi pada Proyek di Indonesia

Dalam pelaksanaan proyek, memang beberapa kali terjadi permasalahan berupa ketidak sesuaian
implementasi dengan perencanaannya. Kejadian ini disebut pula sebagai kegagalan proyek yang
pernah terjadi di Indonesia, walaupun beberapa tidak terlalu merugikan atau kerusakan skala kecil,
namun tetap saja kejadian ini musti menjadi pembelajaran untuk perbaikan ke depannya agar tidak
terjadi kembali.

Ambruknya Plafon Terminal 3 di Bandara Soekarno Hatta

Gambar 1. Pembersihan Pasca Robohnya Plafon Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta

Data Kasus
Kasus : Plafon roboh sepanjang lebih dari 4 meter
Lokasi : Terminal kedatangan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta,
Tangerang
Hari, tanggal : Kamis, 13 Desember 2016 jam 10.15 WIB
Pemilik : PT Angkasa Pura II
Penanggungjawab : Kawahapejaya Indonesia KSO
Konsorsium : PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Jaya
Teknik, PT Indulexco, PT GMDI, PT Atelier dan kontraktor Hyundai
Dugaan : Kesalahan pekerja
Penjelasan : Perbaikan ducting dan penggabungan ruang
Status : Telah diperbaiki

46
Deskripsi Kejadian
Plafon di area kedatangan Kantor Kesehatan Bandara di Bandara Soekarno Hatta Terminal III ambuk.
Pihak Angkasa Pura II melansirkan bahwa tukang yang mengerjakan renovasi tidak cermat.
Perkiraannya kurang tepat hingga mengakibatkan plafon miring, lalu turun atau jatuh ke bawah.
Project manager Pengembangan Terminal 3, Yulianto, menambahkan alasan ambruknya plafon
tersebut juga disebabkan oleh pekerjaan pemelihara fasilitas pipa ducting yang dilakukan beberapa
waktu sebelumnya. Setelah kejadian ini pihak pengembang akan berusaha meningkatkan quality
control, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi.

"Kemarin memang, sudah dimulai direnovasi oleh pekerja, mungkin tidak cermat. Setelah ditanya,
pekerja mengira seperti (plafon) di rumah-rumah. Betonnya seperti atap rumah. Dudukan plafonnya
itu di tembok pembatas yang ada di tembok pembatas. Karena tidak ada dudukan, plafonnya turun.
Ujung plafonnya yang turun," ujar Agus menambahkan.

Gambar 2. Blocking Area Perbaikan Plafon Terminal 3

Poin Permasalahan
1. Kesalahan tim pelaksana, khususnya pekerja bangunan
2. Keahlian dan sertifikasi dari tenaga kerja perlu dipertanyakan
3. Terdapat dugaan tentang pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prosedur

Analisa Permasalahan
Berdasarkan berita diatas, terjadi ketidaktahuan pekerja bangunan mengenai konstruksi atap yang
sedang di renovasi. Padahal sudah seharusnya pekerja bangunan tersebut mengetahui apa yang dia
kerjakan karena pekerja bangunan dan seluruh pekerja di tim pelaksana (supervisor, manajer proyek)
harusnya benar-benar telah memenuhi kualifikasi ahli dan sertifikasi.

Bisa jadi pekerja bangunan sebenarnya sudah berkompeten namun pekerja bangunan tidak
melakukan konsultasi, dimana konsultasi ke Instansi Teknis Setempat sendiri merupakan sebuah
keharusan untuk menghindari kesalahan aplikasi teknis di lapangan.

47
Tenaga ahli/terampil bidang pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung adalah orang
perorangan yang memliki kompetensi keahlian/kompetensi keterampilan bidang pemeliharan dan
perawatan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. (Permen PU 2008,
Bagian II Manajemen dan Persyaratan Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung, Subab 2 poin
B)

Tenaga Kerja
1) 1 (satu) orang penyelia (supervisor) untuk gedung dengan kualifikasi
pendidikan minimal S1 Teknik Sipil/Arsitektur.
2) Tenaga Honorer meliputi: tukang batu, tukang kayu, dsb dengan pengalaman
minimal 10 (sepuluh) tahun. Jumlah disesuaikan dengan luasan/volume
pekerjaan.

(Permen PU 2008, Bagian IV Manajemen dan Persyaratan Pemeliharaan dan


Perawatan Bangunan Gedung, Subab B No.13 poin C)

Jasa Konstruksi beserta peraturan pelaksanaannya tersurat menyiratkan bahwa


tenaga kerja yang melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian dan atau keterampilan.

(Undang-Undang No 18 Tahun 1999)

Usaha orang peseorangan dan badan usaha jasa konstruksi harus mendapatkan
klasifkasi dan kualifikasi dari Lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat.

(Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2000 Pasal 8 No 1)

Penentuan tingkat kerusakan dan perawatan khusus setelah berkonsultasi


dengan Instansi Teknis setempat.

(Permen PU 2008, Bagian III Manajemen dan Persyaratan Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan
Gedung, Subab 2D No.4

Kesalahan renovasi yang menyebabkan kerusakan ini, juga disebabkan oleh kurangnya pemantauan
dan pengukuran kinerja oleh tim pelaksana. Masalah ini juga disebabkan kurang tegasnya pengawas
proyek yang mana seharusnya bisa memberikan arahan bila mana ada kesalahan.

Dalam permasalahan proyek seperti kasus ini, mungkin saja timbulnya asumsi dugaan malpraktik
proses konstruksi mulai dari tender hingga pengerjaan. Dugaan ini juga dikemukakan oleh DPR RI yang

48
hendak membentuk Panitia Kerja mengusut permasalahan yang terjadi di Terminal 3 Bandara
Soekarno Hatta. Namun hingga kini belum ada publikasi mengenai usutan masalah ini.

JAKARTA – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan mempercepat
pembentukan Panitia Kerja (Panja) Angkasa Pura II. Hal ini buntut dari insiden ambruknya salah satu
atap di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta pada tengah minggu lalu.

“Saya berharap Panja Angkasa Pura II segera direalisasikan, karena sejumlah permasalahan yang
terjadi di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta tidak bisa ditoleransi lagi dan ini harus diungkap ke
publik,” tandas Anggota Komisi VI Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Darianto. “Apalagi, kemarin saat
ada atap plafon ambrol di area kedatangan dekat pintu Kantor Kesehatan Pelabuhan.”

Ditambahkan Darmadi, diperlukan audit investigatif terkait seluruh persoalan di Terminal 3 Bandara
Soekarno-Hatta yang mulai beroperasi sejak 9 Agustus lalu. Audit investigatif ini diperlukan guna
mengetahui apakah terjadi kemungkinan adanya dugaan praktik-praktik koruptif sehubungan
dengan sejumlah kejadian di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.

“Harus ada audit investigatif dan kami akan meminta pertanggungjawaban dari pihak PT Angkasa
Pura II dan BUMN kontraktornya, yaitu PT Wijaya Karya,” sambung Darmadi. “Sebab, Komisi VI
sudah mencurigai adanya dugaan ketidakberesan dalam pembangunan terminal yang disebut
sekelas Bandara Changi Singapura tersebut.”

Pada Kamis (15/12) pekan lalu, atap Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta kembali roboh padahal
baru sebulan yang lalu diperbaiki. Insiden itu terjadi pada sekitar pukul 10.00 WIB, tepatnya di area
kedatangan dekat pintu Kantor Kesehatan Pelabuhan.

“Ada kerusakan pada bagian atap dan saya memohon maaf kepada para pengguna jasa bandara
atas ketidaknyamanan ini,” kata General Manager Bandara Soetta, Suriawan Wakan, kala itu.
“Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta masih dalam pemeliharaan, dan yang
bertanggungjawab adalah konsorsium Kawahapejaya Indonesia KSO.”

Solusi
Jangka Pendek
- Memberikan evaluasi yang lebih intens kepada pihak kontraktor
- Pengecekan ulang dan lebih dalam hasil pekerjaan, baik pekerjaan kecil seperti perawatan –
pemeliharaan atau pekerjaan besar layaknya renovasi sesuai prosedur.
- Pengecekan badan bangunan sebelum proses renovasi, untuk menghindari perluasan
kerusakan.
- Kurasi kembali keahlian tenaga kerja konstruksi di setiap tingkat, mulai dari tingkat terendah
(tenaga tukang) sampai dengan tingkat tertinggi (manager proyek)
- Memastikan tenaga kerja yang dikerahkan melaksanakan pekerjaan sesuai kapasitas yang
mereka miliki
Jangka Panjang
- Lebih selektif dalam memilih kontraktor
- Menjadikan “kualitas” sebagai indikator utama keberhasilan proyek
- Hanya memperkerjakan tenaga ahli yang benar-benar berkompeten di bidangnya
- Pengawasan proyek lebih mendetail

49
Kesimpulan
Ketelitian dan kesungguhan penggarap proyek sangatlah dibutuhkan demi keamanan dan
kenyamanan seluruh pihak. Meskipun tidak menimbulkan korban dalam ambruknya plafon di
Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta ini, namun tetap saja insiden ini menimbulkan citra
buruk bagi klien atau pemilik bandara (pengelola, PT Angkasa Pura II), kontraktor (konsorsium
Kawahapejaya Indonesia), dan juga bangsa Indonesia karena bandara ini adalah bandara terbesar di
Indonesia yang seharusnya menjadi wajah Indonesia di mata dunia. Di sisi lain, kerugian material juga
dialami oleh kontraktor karena harus memperbaiki ulang. Padahal sebenarnya hal-hal seperti ini bisa
diminimalisasi selama ada kejelian desain dan komunikasi yang baik antarbagian dalam proyek.

Terlepas dari benar atau tidaknya isu korupsi dalam proyek besar ini, baiknya pihak PT Angkasa Pura
II dan kontraktor terpilih melakukan penjelasan yang baik kepada masyarakat agar tidak berkembang
spekulasi. Sebagai pihak yang terlibat dalam proyek yang cukup besar dan disorot masyarakat lebih
baik bila segala hal dilakukan secara transparan sehingga bisa menjadi contoh pengerjaan proyek yang
baik.

50
51
PROSEDUR MENDAPATKAN PROYEK
LEWAT LELANG
Proses Lelang Proyek Konstruksi

Setelah pra lelang, suatu proyek konstruksi yang akan dibangun akan dibuka proses lelang dimana
pengumumannya akan diumumkan melalui internet, koran, maupun rekan-rekan owner. Proses lelang
pada suatu proyek konstruksi terdiri dari:

1. Pengambilan Dokumen Lelang


Pengambilan dokumen lelang harus diteliti kebenarannya dan kelengkapannya dengan memerinci
dalam tanda terima dokumen lelang, ini penting agar dapat dijadikan sebagai dokumen kontrol pada
proses internal perusahaan.

2. Pembentukan Tim Pelaksana Lelang (TPL)


Pembentukan Tim Lelang sesuai dengan kebutuhan SDM yang memiliki kompetensi sesuai dengan
ketrampilan untuk melakukan kegiatan estimasi biaya sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

3. Membaca & Mempelajari Dokumen Lelang


Pada bagian di proses ini merupakan kegiatan penting dalam upaya memahami dokumen proyek
sehingga dapat dibuat catatan-catatan penting yang perlu dikonfirmasikan pada saat mengikuti
penjelasan / aanwijzing kantor maupu lapangan berkaitan dengan dokumen-dokumen sebagai
berikut:

1. Bill of Quantity (BoQ)


2. Technical Specification (Spek Teknis)
3. Drawings (Gambar)
4. Agreement, General & Special Condition of Contract (Surat Perjanjian, Spek Umum & Khusus)
5. Attachments (Lampiran)
6. Addendum
7. Peraturan terkait

4. Aanwijzing Kantor dan Lapangan


Mengikuti kegiatan aanwijzing merupakan kegiatan penting dalam rangka mendapatkan kejelasan
terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Kelengkapan Dokumen yang perlu dipenuhi


2. Konfirmasi hal-hal yang belum jelas agar persamaan persepsi sama dengan panitia / owner
3. Usulan adanya perubahan terhadap spek, waktu pelaksanaan pekerjaan dll sehingga proyek ini
dapat dilaksankan dengan baik.
4. Memahami secara akurat kondisi lapangan dimana proyek tersebut dibangun, berkaitan dengan
hal-hal seperti:
a. Kondisi lingkungan proyek (sosial dan budaya, medan kerja, dll)

52
b. Akses jalan masuk proyek
c. Kelayakan Jalan logistik dan upaya untuk memperbaiki
d. Keamanan
e. Kondisi tanah, dan lain-lain

5. Pelajari Lebih Mendalam Dokumen Lelang


Kegiatan dalam proses ini adalah memahami lebih rinci berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Kesesuaian BQ dengan gambar, spek dan dokumen lainnya


2. Identifikasi lingkup pekerjaan (batasan-batasan dalam paket proyek)

Kegiatan ini dilakukan dengan melalui Work Breakdown Structur (WBS) sehingga secara akurat dapat
diketahui batasan lingkup pekerjaan yang ada dalam setiap paket proyek, berkaitan dengan hal-hal
sebagai berikut:

• Rincian BQ / WBS (paket pekerjaan)


• Penghitungan Volume Pekerjaan
• Gambar Detail / Sketsa
• Dokumen untuk proses pengadaan Sub Kontraktor & Supplier.

WBS adalah pedoman pengelompokan dari unsur-unsur proyek yang mengatur dan
menetapkan lingkup total dari proyek. Pekerjaan yang diluar WBS adalah diluar lingkup proyek.
Seperti halnya scope statement, WBS seringkali digunakan untuk mengembangkan atau menjelaskan
pengertian umum dari lingkup proyek.

6. Survey Lapangan Detail


Kegiatan ini merupakan kegiatan survey ulang secara mendalam setelah mempelajari secara
mendalam dokumen lelang seperli diuraikan pada point 5. Hasil survey ini akan dijadikan dasar dalam
merumuskan metode pelaksanaan pekerjaan, merencanakan site plan, mengetahui item-item
pekerjaan penunjang yang diperlukan seperti perlunya jembatan sementara, bangunan bantu
lainnya, perbaikan jalan akses dll. Pada survei ini juga dapat dipakai untuk mengklarifikasi data-data
teknis seperti penyelidikan tanag, komposisi material di quary, keberadaan sumber daya lainnya
seperti alat, tenaga, bahan material alam, termasuk biaya untuk mendapatkan sumber daya tersebut
(upah tenaga, harga satuan, dan lain-lain).

7. Perhitungan Volume
Kegiatan ini diperlukan untuk melakukan perhitungan dan pengecekan perhitungan volume pekerjaan
terhadap volume scope yang ada dalam BQ, dan diperlukan perhitungan volume pekerjaan yang
merupakan pekerjaan penunjang seperti jembatan darurat, jalan kerja dan lain-lain. Perhitungan
volume ini harus dilakukan secara cermat dan akurat serta tertelusur sesuai WBS yang direncanakan
sehingga tidak terjadi kesalahan berupa kurang perhitungan atau duplikasi perhitungan.
Apabila ada perubahan gambar/spek maka dengan mudah dapat ditelusuri perhitungan mana yang
diperlukan koreksi/penyesuaian/perhitungan ulang atas perubahan tersebut. Bila volume pekerjaan
ini dihitung oleh banyak personil harus dapat diidentifikasi siapa melakukan perhitungan pekerjaan
apa, sesuai gambar/spek yang mana sehingga saat dikonsolidasi dapat dikompilasi dengan akurat.

53
8. Metode Kerja
Merupakan kegiatan perumusan metode pelaksanaan perjaan dengan urutan penyusunan sebagai
berikut:

1. Definisi pekerjaan,
 Penjelasan tentang pekerjaan
 Spesifikasi, volume pekerjaan
2. Lokasinya
3. Metode kerja/cara kerja
 Bagaimana caranya
 Menggunakan alat apa
 Urutan pekerjaan (dimulai setelah/sesudah pekerjaan apa)
4. Kebutuhan sumber daya
5. Waktu yang diperlukan
6. Jadwal pelaksanaan
7. Hal-hal penting yg harus diketahui/diperhatikan
8. Gambar-gambar kerja/gambar pelaksanaan

Pekerjaan yang dibuat secara detai metode kerjanya adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Yang mempunyai nilai bobot 80% sesuai dengan bobot pareto


2. Yang termasuk dalam lintasan kritis, sesuai dengan hasil net work planning

9. Sub-Kontraktor
Pemilihan pekerjaan yang disub kontrakkan dilakukan dalam rangka memenuhi kriteria sebagai
berikut:

1. Meningkatkan fokus perusahaan;


2. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia;
3. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering;
4. Membagi resiko;
5. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain;
6. Memungkinkan tersedianya dana kapital;
7. Menciptakan dana segar;
8. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi;
9. Memperoleh sumberdaya yang tidak dimiliki sendiri;
10. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.

Pemilihan Sub Kontraktor/Suplyer dilakukan dengan sangat selektif agar tujuan tersebut diatas dapat
dipenuhi, dan pengendalian dokumen terhadap pekerjaan yang dikerjakan oleh pihak ketiga ini
merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan, karena kesalahan informasi/dokumen akan membuat
kekeliruhan dalam menentukan asumsi, sumber daya dan harga pekerjaan. Kegiatan dalam proses
procurement pada proses tender meliputi:

1. Perencanaan pekerjaan yang akan di Sub Kontrakkan/rencana pembelian


2. Perencanaan Kontrak & Pembayaran
3. Pemilihan Vendor yang dinominasikan

54
4. Permintaan Penawaran
5. Evaluasi Penawan termasuk lingkup yang bersesuaian dengan paket pekerjaan
6. Penentuan Vendor yang dipilih sehingga dokumen dari vendor yang dipakai untuk penawaran
terdokumentasi dengan baik

10. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Proses yang dibutuhkan untuk mengelola dan memastikan bahwa aktivitas proyek konstruksi telah
ditangani dengan benar sebagai bentuk tindakan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
kecelakaan secara ringan (menyebabkan luka-luka ringan atau parah yang masih dapat disembuhkan
tanpa cacat) maupun yang berat (menyebabkan cacat tidak dapat bekerja atau meninggal dunia) yang
akan terjadi baik terhadap karyawan/properti yang ada dengan demikian proses-proses yang
dilakukan berupa:

 Perencanaan K3 (Safety Plan),


 Penanganan K3 dan
 Pelaksanaan Administrasi dan Pelaporan

11. Pembuatan Pra Rencana Mutu Proyek


Yang utama dalam kegiatan ini adalah mlakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Memahami spek setiap pekerjaan dan material yang dipakai


2. Memahami persyaratan mutu yang bersesuaian dengan yang sudah ditetapkan dalam spek,
berkaitan dengan upaya untuk melakukan pemilihan material/metode yang memenuhi syarat
3. Dokumen atas persyaratan yang dipilih menjadi dokumen kontrol dan didukung oleh data-
data yang dapat dipertanggung jawabkan.

11. Plafond Harga Penawaran


Plafon harga yang didasarkan pada Ownwer Estimate merupakan reverensi tetapi tidak menjadi
patokan, melainkan untuk melakukan evaluasi terhadap harga yang dibentuk dari perhitungan RAP
dan Mark Up.

12. Proses Komputer


Merupakan proses perhitungan dengan menggunakan komputer dan program yang dapat diandalkan
ketelusurannya sehingga setiap ada perubahan formulanya terkait satu sama lain.
File perhitungan dapat menjamin mana data/file yang dipakai dan direvisi sehingga mudah ditelusuri
bila menggunakan alternatif-alternatif RAP/RAB.

13. Jaminan Bank, Referensi Bank dan Syarat-Syarat Administrasi


Hasil dari perhitungan RAP/RAB draft dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan besarnya
jaminan pelaksanaan proyek sebagai syarat administrasi yang harus dipenuhi dan dilampirkan dama
penawaran/bid. Pengurusan atas jaminan ini harus memenuhi ketentuan bank dan persyaratan dalam
administrasi lelang, karena dapat menggugurkan penawaran. Pada saat final penawaran besaran dari
jaminan ini dichek kembali apakah sudah sesuai dengan ketentuan/persyaratan lelang yang berlaku.

55
14. Memperhitungkan kemampuan Lawan
Perhitungan kemampuan lawan dipakai untuk melakukan evaluasi terhadap kemungkinan
kemenangan tender yang diikuti, dan dapat dipakai sebagai referensi dalam melakukan keputusan
keikut sertaan tender maupun penetapan harga penawaran yang kompetitif.

15. Perhitungan Mark Up


Perhitungan Mark Up harus didasarkan pada beban-beban kewajiban yang harus dipenuhi yang
menjadi ketentua kantor pusat, kantor cabang dan proyek termasuk biaya pemasaran, serta
keuntungan bersih yang direncanakan. Mark Up juga sudah memperhitungkan adanya risiko kenaikan
harga, dan risiko lain yang diperhitungkan dalam merespon risiko.

16. Menyusun, Pengecekan dan Pemasukan Penawaran


Tahapan yang penting pada saat melakukan penyusunan dokumen penawaran adalah pemenuhan
dokumen serta lampiran yang diperlukan dalam setiap dokumen harus mengikuti ketentuan yang
berlaku dan menjadi persyaratan kelengkapan administrasi. Pengendalian atas kesesuaian dokumen
perlu dilakukan dengan adanya bukti pengecekan berupa chek list yang ditandatangani oleh tim leader
sebagai bukti telah dilakukan kontrol baik isi dokumen maupun kelengkapannya.

17. Laporan Hasil Lelang/Tender


Laporan ini dibuat dalam rangka melakukan evaluasi terhadap hasil tender dan alasan-alasan terukur
yang menjadi penyebab kegagalan serta kekuatan yang menjadi unggulan dalam persaingan, hal ini
dapat memberikan pembelajaran untuk kegiatan tender yang akan datang.

18. Data-Data Tetap


Merupakan data-data yang menjadi ketentuan saat menetapkan harga penawaran/tender sehingga
menjadi pertanggung jawaban tim estimating kepada manajemen perusahaan. Dokumen ini
diperlakukan sebagai dokumen kontrol.

56
57
KONTRAK DALAM PROYEK
Seluk Beluk Kontrak dalam Manajemen Proyek

Manajemen kontrak adalah kegiatan untuk mengelola suatu kontrak agar kontrak tersebut dapat
digunakan sebagai pedoman dan sebagai alat pengendalian pelaksanaan pekerjaan. Manajemen
kontrak berfungsi membantu manajemen investasi, agar proyek dapat terlaksana dgn baik sesuai
kriteria "waktu, mutu dan biaya", tanpa ketegangan karena adanya sengketa.

1. Fungsi Pelaksanaan Kontrak


Pelaksanaan fungsi Manajemen Kontrak terdiri:
1. Penyusunan Kontrak
2. Penggunaan Kontrak sebagai Pedoman Pelaksanaan
3. Penggunaan Kontrak sebagai Alat Pengendali
4. Pelaksanaan Administrasi Kontrak

MELAKUKAN MANAJEMEN
KONTRAK

MELAKUKAN KONTRAK sebagai KONTRAK sebagai


PENYUSUNAN PEDOMAN KENDALI
KONTRAK PELAKSANAAN PELAKSANAAN

1
2 3

MELAKUKAN
ADMINISTRASI
4 KONTRAK

Bagan 1. Fungsi Pelaksanaan Kontrak

Kegiatan pada tiap tahap terdiri atas :


1. Pencatatan
2. Pendokumentasian (Analisis, Evaluasi dan Kesimpulan)
3. Masukan Sistem Retrieval

2. Penyusunan Kontrak
Dalam menyusun kontrak perlu dltetapkan:
1. Hukum mana yang akan diacu dan bahasa yang dipakai (dipengaruhi oleh asal sumber
dananya)

58
2. Keabsahan Kontrak (sepakat, cakap, hal tertentu, halal)
3. General Condition of Contract yang harus diacu (mis FIDIC)
4. Dipelajari dokumen lelang yang relevan untuk penyusunan kontrak (spesifikasi teknis)

3. Penggunaan Kontrak
Penggunaan Kontrak sebagai Pedoman Pelaksanaan
Bahwa kriteria dari pedoman diturunkan dari kontrak dan berupa spesifikasi yang berasal dari
dokumen kontrak baik kriteria waktu, mutu dan biaya, baik bagi masukan, proses dan produk yang
berkenaan kegiatan pelaksanaan konstruksi (kontraktor).

Penggunaan Kontrak sebagai Pedoman Pengendalian


Pengendalian terdiri atas pengawasan yang bisa dilakukan oleh konsultan, dan tindak lanjut yang
akan dilakukan oleh pemilik proyek atau wakilnya/Manajemen Proyek.

Bagan 2. Pedoman Pengendalian Kontrak

4. Pelaksanaan Administrasi Kontrak


Administrasi Kontrak dilakukan sejak penyusunan kontrak sampai penggunaan kontrak sebagai
pedoman pelaksanaan dan sebagai alat pengendalian sampai penutupan kontrak

59
60
61
ANALISA MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP
Mengenal tentang Amdal dan Hubungannya dalam Manajemen Proyek

Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat
(4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan sumber daya alam
masih menjadi modal dasar pembangunan di Indonesia saat ini dan masih diandalkan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak.
Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan
berkelanjutan, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial
(socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound). Proses pembangunan yang
diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang.

Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada
dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak
terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak
awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak
positif dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk
melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL. Pasal 22 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau
Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Amdal tidak
hanya mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi,
sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang
tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL.
Pelaksanaan Amdal dan UKLUPL harus lebih sederhana dan bermutu, serta menuntut profesionalisme,
akuntabilitas, dan integritas semua pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan sebagai
perangkat pengambilan keputusan yang efektif.

Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada
dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan UKL -UPL merupakan satu kesatuan dengan
proses permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL
dalam proses perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan mendalam terkait dengan dampak
lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dan langkah-
langkah pengendaliannya, baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan. Berdasarkan informasi
tersebut, pengambil keputusan dapat mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana
Usaha dan/atau Kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak, dan Izin lLngkungannya
dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penerbitan
Izin Lingkungan.

62
Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian Usaha dan/atau
Kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur,
mekanisme dan koordinasi antarinstansi dalam penyelenggaraan perizinan untuk Usaha dan/atau
Kegiatan, dan memberikan kepastian hukum dalam Usaha dan/atau Kegiatan.

1. Definisi Amdal
Dilansir dari http://www.menlh.go.id/amdal/, Amdal atau Analisa Dampak Lingkungan adalah
instrumen pengelola lingkungan yang terdiri dari Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-
ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012, Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu
Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

Analisis Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Andal, adalah telaahan secara cermat
dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan.

Sedangkan sumber lain dari blog Sugi Arto menyebutkan Amdal adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.

Dalam Wikipedia disebutkan bahwa Analisis dampak lingkungan (bahasa Inggris:Environmental


impact assessment) atau Analisis mengenai dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama
AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.

Pengertian AMDAL menurut PP Nomor. 27 Thn 1999 yang berbunyi ialah bahwa pengertian AMDAL
adalah suatu Kajian dari suatu dampak besar serta penting untuk melakukan pengambilan keputusan
suatu usaha atau juga kegiatan yang direncanakan didalam lingkungan hidup yang diperlukan bagi
suatu proses pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan usaha atau juga kegiatan. AMDAL
adalah suatu analisis yang melingkupi berbagai macam faktor seperti:
1. fisik,
2. kimia,
3. sosial ekonomi,
4. biologi dan sosial budaya

Alasan mengapa diperlukannya AMDAL ialah untuk diperlukannya suatu studi kelayakan dikarenakan
didalam undang-undang dan juga peraturan pemerintah dan untuk menjaga lingkungan dari suatu
operasi proyek kegiatan industri atau juga kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah suatu
1. PIL (Penyajian informasi lingkungan),
2. KA (Kerangka Acuan),
3. ANDAL (Analisis dampak lingkungan),
4. RPL ( Rencana pemantauan lingkungan),
5. RKL (Rencana pengelolaan lingkungan)

63
2. Izin Lingkungan
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin
Lingkungan. Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

3. Manfaat Amdal
Dilihat dari fungsi atau kegunaan AMDAL yang sangat menjaga rencana usaha atau juga kegiatan
usaha sehingga tidak merusak lingkungan. Manfaat AMDAL meliputi antara lain

Manfaat AMDAL bagi Pemerintah

 Mencegah dari pencemaran dan juga kerusakan lingkungan.


 Menghindarkan terjadinya suatu konflik dengan masyarakat.
 Menjaga agar pembangunan tersebut sesuai terhadap suatu prinsip pembangunan yang
berkelanjutan.
 Perwujudan mengenai tanggung jawab pemerintah didalam pengelolaan lingkungan hidup.

Manfaat AMDAL bagi Pemrakarsa

 Menjamin adanya suatu keberlangsungan usaha.


 Menjadi suatu referensi untuk peminjaman kredit.
 Interaksi atau bersosial yang saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk dapat
bukti ketaatan hukum.

Manfaat AMDAL bagi Masyarakat

 Mengetahui sejak dari awal dampak terjadinya dari suatu kegiatan.


 Melaksanakan dan juga menjalankan kontrol.
 Terlibat pada suatu proses pengambilan keputusan.

4. Tujuan Amdal
Tujuan utama AMDAL adalah untuk menjaga dengan kemungkinan terjadinya dampak dari suatu
rencana usaha atau juga kegiatan. Tujuan AMDAL adalah suatu penjagaan dalam rencana usaha atau
juga kegiatan agar tidak memberikan suatu dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Berikut ini adalah
tujuan AMDAL:

 Sebagai bahan perencanaan pembangunan suatu wilayah


 Membantu suatu proses didalam pengambilan keputusan terhadap suatu kelayakan
lingkungan hidup dari rencana usaha atau juga kegiatan
 Memberikan suatu masukan didalam penyusunan rancangan rinci teknis dari rencana usaha
atau juga kegiatan
 Memberi masukan didalam melakukan penyusunan rencana pengelolaan serta juga
pemantauan lingkungan hidup
 Memberikan suatu informasi terhadap masyarakat dari dampak yang ditimbulkan dari
adanya suatu rencana usaha atau juga kegiatan
 Tahap pertama ialah dari rekomendasi mengenai izin usaha

64
 Sebagai Scientific Document dan juga Legal Document
 Sebagai Izin Kelayakan Lingkungan

5. Parameter Amdal
Seperti diketahui bahwa lingkungan merupakan suatu sistem dimana terdapat interaksi antara
berbagai macam parameter lingkungan didalamnya. Misalnya suatu penentuan lahan (zoning) untuk
pembangunan perumahan dapat menyebabkan erosi tanah ditempat lain karena adanya dislokasi
bebatuan atau dapat menyebabkan hilangnya tingkat kesuburan tanah akibat terkikisnya lapisan atas
lahan tersebut.

Parameter atau atribut lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis :

 Parameter terperinci yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan keadaan lingkungan di


mana setiap perubahan dari parameter ini akan merupakan indikator dari perubahan-
perubahan dalam lingkungan yang bersangkutan.
 Parameter umum yaitu suatu tinjauan singkat atas parameter lingkungan yang secara umum
dapat menggambarkan sifat dari dampak-dampak yang potensial terhadap lingkungan.
 Parameter controversial yaitu parameter lingkungan yang karena usaha-usaha pembangunan
fisik mendapat dampak lingkungan tertentu atas dampak yang terjadi ini kemudian timbul
suatu reaksi yang bertentangan dari masyarakat umum.

Parameter lingkungan yang harus dianalisis pada operasi AMDAL, meliputi :

Dampak Lingkungan Langsung


Faktor Fisis Biologis :
 Udara
 Air
 Lahan
 Aspek ekologi hewan dan tumbuhan
 Suara
 SDA termasuk kebutuhan energi

Faktor Sosial Budaya


 Taat cara hidup
 pola kebutuhan psikologis
 sistem psikologis
 kebutuhan lingkungan sosial
 pola sosial budaya

Faktor Ekonomi
 Ekonomi regional dan ekonomi perkotaan
 Pendapatan dan pengeluaran sector public
 Konsumsi dan pendapatan perkapita

Dampak Lingkungan Tidak Langsung


 Perluasan pemanfaatan lahan
 Pengembangan kawasan terbangun
 Perubahan gaya hidup karena meningkatnya daya mobilitas masyarakat dll.

65
6. Penyusunan Dokumen Amdal
Amdal disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Lokasi
rencana Usaha dan/atau Kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam hal lokasi rencana
Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai
dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa.

Penyusunan Amdal dituangkan ke dalam dokumen Amdal yang terdiri atas:


a. Kerangka Acuan;
b. Andal; dan
c. RKL-RPL.

Kerangka Acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penyusunan dokumen Amdal diatur dengan Peraturan Menteri. Kementerian atau lembaga
pemerintah nonkementerian dapat menyusun petunjuk teknis penyusunan dokumen Amdal
berdasarkan pedoman penyusunan dokumen Amdal.

Dalam menyusun dokumen Amdal, Pemrakarsa wajib menggunakan pendekatan studi:


a. tunggal;
b. terpadu; atau
c. kawasan.

Pendekatan studi tunggal dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis
Usaha dan/atau Kegiatan yang kewenangan pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah 1
(satu) kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah provinsi, atau
satuan kerja pemerintah kabupaten/kota.

Pendekatan studi terpadu b dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari
1 (satu) jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait dalam
satu kesatuan hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah lebih
dari 1 (satu) kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah provinsi,
atau satuan kerja pemerintah kabupaten/kota.

Pendekatan studi kawasan dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari
1 (satu) Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait, terletak dalam
satu kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pengelola
kawasan.

Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal, mengikutsertakan masyarakat:


a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.

Pengikutsertaan masyarakat dilakukan melalui:


a. pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan
b. konsultasi publik.

Pengikutsertaan masyarakat dilakukan sebelum penyusunan dokumen Kerangka Acuan. Masyarakat,


dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman, berhak mengajukan saran, pendapat,
dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan. Saran, pendapat, dan tanggapan
disampaikan secara tertulis kepada Pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.

66
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pemrakarsa dalam menyusun dokumen Amdal dapat dilakukan sendiri atau meminta bantuan kepada
pihak lain. Pihak lain meliputi penyusun Amdal:
a. perorangan; atau
b. yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan untuk mendirikan lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal diatur dengan Peraturan Menteri. Penyusunan dokumen Amdal wajib
dilakukan oleh penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal.

Sertifikat kompetensi penyusun Amdal diperoleh melalui uji kompetensi. Untuk mengikuti uji
kompetensi, setiap orang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal dan
dinyatakan lulus. Pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal diselenggarakan oleh lembaga
pelatihan kompetensi di bidang Amdal. Uji kompetensi dan penerbitan sertifikat kompetensi
dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun Amdal yang ditunjuk oleh Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi penyusun Amdal, penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal, serta lembaga sertifikasi kompetensi penyusun Amdal
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota
dilarang menjadi penyusun Amdal. Dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau
kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa, pegawai negeri sipil dapat menjadi penyusun Amdal.

Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari
kewajiban menyusun Amdal apabila:
a. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada di kawasan yang telah memiliki Amdal
kawasan;
b. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki
rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota; atau
c. Usaha dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam rangka tanggap darurat bencana.

Usaha dan/atau Kegiatan wajib menyusun UKL-UPL berdasarkan:


a. dokumen RKL-RPL kawasan; atau
b. rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.

67
7. Tahapan Perizinan Lingkungan

Diagram Alur Penanganan Amdal


Sumber: google.com

8. Standar Prosedur Pengajuan Amdal


Secara Umum Prosedur AMDAL terdiri dari beberapa proses tahapan yang harus dilakukan antara lain
adalah:

Proses Penapisan (Screening) Wajib Amdal


Proses penapisan (Proses Seleksi) wajib Amdal adalah proses untuk menentukan apakah suatu
rencana kegiatan wajib menyusun Amdal atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan
dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu
menyusun dokumen Amdal atau tidak dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib dilengkapi dengan Amdal.

Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat Amdal wajib mengumumkan
rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan
Amdal.
Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan.
Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan
tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Amdal.

Proses Pelingkupan (Scoping)


Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan
dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.

68
Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak
penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup
studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir
dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus
menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL


Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi
Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-
ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL


Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah
disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat
mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan,
lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang
dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Persetujuan Kelayakan Lingkungan


Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau kegiatan diterbitkan
oleh:
a. Menteri, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai pusat;
b. Gubernur, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai provinsi; dan
c. Bupati/Walikota, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kabupaten/kota.

Penerbitan keputusan wajib mencantumkan:

a. Dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan;


b. Pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang diajukan oleh warga
masyarakat.

9. Persyaratan Permohonan Dokumen Lingkungan


Kerangka Acuan Andal
Dokumen KA-ANDAL sesuai Permen LH 16 tahun 2012
a. Surat pengantar permohonan pembahasan dokumen KA.ANDAL
b. Foto Copy Sertifikat tanah Foto Copy SIPPT (Surat Ijin Penggunaan Peruntukan Tanah),
Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR).
c. Foto Copy Blok Plan / Ketetapan Rencana Kota (KRK) ukuran kertas A0, yang sudah
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang)
d. Foto Copy Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB) ukuran kertas A0, yang sudah
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
e. Foto Copy Akte Pendirian Perusahaan / KTP (apabila kepemilikan perorangan)
f. Peta titik lokasi (Gunther & Google)
g. Gambar perspektif rencana bangunan / gambar struktur bangunan dari arsitek
perencana
h. Foto Copy MOU (apabila ada kerjasama oleh pihak kedua dan ketiga)
i. Quesioner Informasi dewatering (Jika ada rencana Basement)

69
j. Foto kondisi eksisting lapangan 1 (satu) minggu terakhir (Foto diberi tanggal)
k. Hasil Konsultasi Publik : Berita acara yang ditandatangani Lurah; Daftar absen; Foto
Pelaksanaan (foto bertanggal); Foto kopi bukti pengumuman di media massa
l. Foto pengumuman pada papan pengumuman di lokasi kegiatan atau di Kelurahan
setempat.
m. Ijin Prinsip dari Gubernur (untuk kegiatan Reklamasi)

Analisis Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana


Pemantauan Lingkungan (RPL)
Dokumen ANDAL, RKL-RPL sesuai Permen LH 16/2012
a. Surat pengantar permohonan pembahasanan dokumen Andal, RKLRPL
b. Surat pernyataan pengelolaan lingkungan ditandatangani oleh direksi (bermaterai
Rp.6000)
c. Foto Copy Surat Pengesahan Ka. Andal (Dokumen KA. Andal dibawa saat Pembahasan)
d. Foto Copy Sertifikat Tanah Foto Copy SIPPT (Surat Ijin Penggunaan Peruntukan Tanah)
Luas Lahan > 5.000 m2
e. Foto Copy Blok Plan / Ketetapan Rencana Kota (KRK) ukuran kertas A0, yang sudah
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
f. Foto Copy Akte Pendirian Perusahaan / KTP (apabila kepemilikan perorangan)
g. Peta titik lokasi (Gunther & Google)
h. Gambar perspektif bangunan/gambar struktur bangunan dari arsitek perencana
i. MOU (apabila ada kerjasama oleh pihak kedua dan ketiga)
j. Informasi Dewatering (Jika ada rencana Basement )
k. Foto kondisi eksisting lapangan 1 (satu) minggu terakhir (Foto diberi tanggal)
l. Hasil Analisa Laboratorium (laboratorium yang sudah mempunyai legalitas dan
akreditasi KAN (memperlihatkan Hasil Laboratorium Asli saat Pembahasan)
m. Surat Rekomendasi Peil Banjir (dari Dinas Pekerjaan Umum)
n. Hasil Kajian Tata air
o. Surat Rekomendasi Hasil kajian lalu lintas (dari Dinas Perhubungan)

10. Contoh Permasalahan Terkait Amdal


Reklamasi Teluk Jakarta
Reklamasi adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Menurut UUD,
definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat
sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,
pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan
suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu
keperluan rencana tertentu. Reklamasi daratan umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan
pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan
ini dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan kawasan niaga.

Beberapa contoh reklamasi yang berhasil adalah Reklamasi di Dubai atau yang dikenal dengan Palm
Jumeirah. Reklamasi ini menghasilkan pulau-pulau buatan dengan pola kepulauan berbentuk palm
mengelilingi daratan lama.

70
Gambar Palm Jumeirah di Dubai
Sumber: wikipedia.org

Jakarta yang sering kali mengalami kebanjiran akibat naik nya permukaan air laut atau banjir rob
membuat para ahli mengemukakan usulan untuk dibuat reklamasi guna mempertahankan daratan
Jakarta agar tidak tenggelam. Dalam perjalanannya, usulan ini menjadi mega proyek di ibu kota
sebagai Tanggul Laut Raksasa Jakarta atau Reklamasi Teluk Utara Jakarta.

Dalam perencanaannya, Tanggul Laut Raksasa Jakarta adalah bagian dari pengembangan pesisir
raksasa di Jakarta yang dimulai pada tahun 2014 dan diharapkan akan terwujud pada tahun 2025.
Proyek pengembangan pesisir tersebut meliputi konstruksi dinding sepanjang pantai, bangunan
penampung air, dan reklamasi lahan. Pembangunan 8 km bagian dari dinding laut di sepanjang pantai
ini secara resmi diluncurkan pada Oktober. 9, 2014.

Proyek ini dilatar belakangi oleh Keputusan Presiden No. 52 yang dikeluarkan pada 1995 oleh Presiden
Soeharto mengenai Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keppres tersebut mengatur bahwa gubernur DKI
Jakarta adalah pihak berwenang untuk reklamasi. Lampiran Keppres menunjukkan gambar di mana
reklamasi tidak berupa pulau-pulau terpisah dari garis pantai utara melainkan perluasan Pantura.
Namun, karena krisis moneter menimpa Indonesia di tahun 1997, maka proses pembangunan ditunda.

Pada tahun 1999, DPRD dan Pemda DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Sutiyoso mengeluarkan
Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang 2010 dimana reklamasi masuk ke rencana tata ruang dan
berubah dari rencana 1995. Tujuan reklamasi disebutkan untuk perdagangan dan jasa internasional,
perumahan dan pelabuhan wisata. Perda RTRW mengatakan reklamasi seluas kurang lebih 2.700
hektar dan diperuntukkan bagi perumahan.

Masalah dasar atas penyelesaian ini adalah banjir Jakarta. Jakarta sangat rawan banjir khususnya
selama musim hujan. Pada tahun 2007, kota ini menderita dari bencana banjir yang mengakibatkan
76 orang tewas dan setengah juta korban banjir. Jakarta terletak di tanah yang datar 23 meter di atas
permukaan laut. Namun, 40 persen dari daratan di Jakarta lebih khusus di daerah utara berada di
bawah permukaan laut, karena banyaknya kegiatan ekstraksi air tanah dan tekanan dari gedung
pencakar langit perkembangan. Selain banjir, Jakarta tenggelam sekitar 5 sampai 10 sentimeter per
tahun, bahkan bisa sampai 20 sentimeter. Dari tahun 2000 sampai tahun 2050 potensi banjir pesisir
sejauh ini diperkirakan meningkat 110.5 km2, karena penurunan muka tanah dan kenaikan

71
permukaan laut. Untuk mengatasi hal itu, sebuah studi kelayakan untuk membangun tanggul di Teluk
Jakarta telah dilakukan. Proyek ini dikenal sebagai National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) master plan atau Giant Sea Wall Jakarta. Proyek ini, yang juga memiliki tugas revitalisasi pantai
dan yang paling penting membuka visi ke depan untuk Jakarta, dirancang oleh arsitektur firma Kuiper
Compagnons dari Rotterdam dan dengan kolaborasi dengan Indonesia, dan konsorsium dari
perusahaan-perusahaan belanda (Witteveen+Bosa dan Grontmij), membentuk National Capital
Integrated Coastal Development dan semua yang terlibat dalam pembuatan master plan yang dimulai
pada tahun 2008.

Yang termasuk dalam NCICD adalah pembangunan Giant Sea Wall di teluk Jakarta sebagai langkah
untuk melindungi potensi terjadinya banjir dari laut. Di dalam tembok ini, laguna besar yang akan
dibangun untuk menyangga aliran dari 13 sungai di Jakarta. Proyek ini dibangun dalam bentuk Garuda
dan diharapkan menjadi salah satu ikon kota Jakarta. Proyek ini akan memakan waktu 10 hingga 15
tahun. Tanggul-tanggul yang ada akan diperkuat seiring berjalannya waktu. Setelah proyek selesai,
Teluk Jakarta akan menjadi penampung air tertutup dibalik Giant Sea Wall dan pada akhirnya akan
menjadi sumber air bersih untuk seluruh kota. Biaya proyek ini diperkirakan sekitar US$ 40 miliar. Dua
fase ini mega-proyek ini adalah:
a. Memperkuat dan meningkatkan tanggul penahan yang sudah ada sepanjang 30 kilometer,
dan pembangunan 17 pulau buatan di teluk Jakarta. Peletakan batu pertama ini tahap
pertama telah dilakukan pada Oktober 2014.
b. Giant Sea Wall, sebuah tanggul raksasa (dengan lebar 32 kilometer) yang meliputi bandara,
pelabuhan, jalan tol, daerah perumahan, daerah industri, pengolahan limbah, air waduk, dan
daerah hijau, di ruang sekitar 4000 hektar.

Giant sea wall juga akan menjadi pusat pengembangan perkotaan, yang akan dibangun oleh kemitraan
investasi swasta. Pengembangan perkotaan yang didalamnya termasuk kantor-kantor dan perumahan
kelas atas, rumah rendah biaya, area hijau dan pantai. Waterfront City yang baru terintegrasi yakni 17
pulau buatan, lengkap dengan jalan tol, kereta api, dan pelabuhan, dan sudah harus mampu menyerap
sekitar dua juta orang. Panjang giant sea wall dapat mencapai 32 kilometer dari Tangerang ke
Pelabuhan Tanjung Priok.

Gambar Master Plan Reklamasi Teluk Utara Jakarta


Sumber: slideshare.com

72
Dalam perkembangannya, reklamasi yang tadinya ditujukan untuk Pantai Utara Jakarta menurut
Keputusan Presiden No.52/1995, berubah dengan seiring ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menetapkan Peraturan Presiden No. 54 tentang rencana tata ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Pasal 70 menyatakan bahwa Keppres No. 52/1995 masih berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan di bawah Perpres 2008 tersebut. Namun Pasal 72
menyatakan Keppres No. 52/1995 sepanjang berkaitan dengan aspek tata ruang tidak lagi berlaku.
Kedua pasal ini menjadi sumber perdebatan mengenai Keppres No. 52/1995 yang dijadikan dasar
hukum utama reklamasi Teluk Jakarta oleh Pemda DKI Jakarta.

Kawasan pantai utara Jakarta direncanakan untuk melalui proses reklamasi darat. Lahan yang akan
direklamasi mencakup 17 pulau. Dua perusahaan pengembang yang sudah mendapatkan izin pada
era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo adalah PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan anak
perusahaan dari Agung Padomoro Group, dan PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu
Group.

Tujuan pembangunan setiap pulau memiliki fungsi berbeda, beberapa di antaranya yaitu:
a. Kawasan pertokoan tepi laut
b. Kawasan outdoor dengan background tematik
c. Kawasan taman burung (pengetahuan dan wisata)
d. Kawasan olahraga terbuka dengan standar internasional
e. Kawasan olahraga air dan wisata pantai
f. Komplek olahraga, rumah sakit pusat dan pengembangan olahraga internasional
g. Kawasan industri, perdagangan dan logistik
h. Kawasan lembaga jasa dan keuangan
i. Kawasan hunian, hotel, dan pusat belanja

Gambar Rencana NCICD


Sumber: slideshare.com

Proyek ini bukan tanpa dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial: salah satu studi yang dilakukan
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan menemukan bahwa proyek ini saat dikerjakan dapat
mengikis pulau-pulau di bagian barat teluk Jakarta, menghancurkan terumbu karang dan
mencemarkan air yang di balik dinding laut. Kemungkinan ini ditolak oleh para ahli Belanda yang,
sebaliknya, yakin bahwa karena air kota akan lebih baik, sehingga sungai-sungai akan membuang air

73
bersih ke teluk. Program reklamasi juga bertemu dengan oposisi dari beberapa kelompok lingkungan
dan nelayan. Forum Indonesia untuk Lingkungan hidup (WALHI) dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan Indonesia (Kiara) mengajukan banding untuk menghentikan pekerjaan konstruksi di Pulau
G, salah satu dari 17 pulau yang akan dibuat namun Mahkamah Agung menolak banding. Pekerjaan
Konstruksi pada proyek reklamasi Jakarta untuk pernah dilarang oleh pemerintah pusat pada tahun
2016 dan meminta pemenuhan beberapa persyaratan. Namun larangan ini telah dicabut pada bulan
Oktober, tahun 2017.

Hingga saat ini reklamasi di Jakarta masih menuai pro kontra dari Pemprov Jakarta dan Kementerian
Lingkungan Hidup. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil di kementerian itu,
Sudirman Saad mengatakan izin reklamasi itu bukan merupakan kewenangan kepala daerah, namun
oleh Kementerian Kelautan. Reklamasi yang akan dilakukan pada 17 pulau belum pernah ada izin dari
Kementerian

Pada Kamis (31/3/2016) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap
tangan (OTT) terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, M. Sanusi usai
menerima uang dengan nilai total Rp 1.140.000.000. Uang suap itu diduga terkait dengan pembahasan
Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda nomor 8 tahun 1995
tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.

Akibat dari penangkapan ini, pada 18 April 2016, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Siti Nurbaya, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memutuskan pemberhentian
sementara atau moratorium reklamasi Pantai Utara Jakarta. Seluruh pihak sepakat bahwa reklamasi
tidak salah, namun terdapat tumpang tindih peraturan yang perlu dibereskan.

Izin Amdal Reklamasi Teluk Jakarta Bermasalah


Dilansir dari portal berita kompas.com pada Juni 2016, Reklamasi Teluk Jakarta masih menjadi polemik
mengingat belum ada putusan resmi dari Komite Bersama terkait kelanjutannya. Izin analisis
mengenai dampak lingkungan (Amdal) juga masih menjadi poin yang terus dibicarakan lantaran
hingga kini prosesnya tak sesuai dengan ketentuan. Amdal Reklamasi Teluk Jakarta masih parsial. Itu
artinya amdal dibuat secara pulau per pulau bukan secara regional, sesuai dengan permintaan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). "Ini Amdalnya dipotong dan semestinya kajian
seperti Amdal ini tidak bisa dipotong, harus menyeluruh," kata Mantan Direktur KLHK, Dodo Sambodo,
di Jakarta, Rabu (22/6/2016).

Izin Amdal menyeluruh tersebut tak lepas dari keadaan bahwa reklamasi Teluk Jakarta tidak hanya
memiliki dampak di daerah itu saja, melainkan juga ke wilayah Banten dan Jawa Barat. Menurut Dodo
hal itu semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, bukan malah dilepas ke pemerintah
provinsi DKI Jakarta seperti saat ini. Jika tetap dibuat izin Amdal parsial maka dampak menyeluruh dari
reklamasi Teluk Jakarta tak bisa terlihat. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bahkan menilai
izin Amdal parsial sebagai bentuk pengkhianatan terhadap komitmen pelestarian dan perlindungan
lingkungan hidup. Pengkajian Amdal secara parsial menyebabkan dampak penting secara nasional
tidak akan terlihat.

"Dampak penting secara regional pun tereduksi menjadi dampak tidak penting yang menyebabkan
perhatian pengembang terhadap dampak tersebut menjadi kecil bahkan diabaikan," ucap Direktur
Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Puput TD Putra, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu. Baca:
Reklamasi Teluk Jakarta Harus Punya Izin Amdal Regional Terpadu Dodo menilai izin Amdal yang ada
saat ini hanya berupa 'amdal-amdalan' karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal

74
itu ia katakan lantaran tak ada satupun guru besar disiplin ilmu terkait yang dilibatkan dalam
pembuatan izin Amdal. "Dulu ketika saya masih menjabat di KLHK, izin Amdal reklamasi itu ditentukan
sekaligus ditolak oleh 10 guru besar karena secara ilmiah hanya akan menimbulkan kerugian dari
berbagai aspek," tandas dia.

Persoalan Amdal Pulau G Reklamasi Teluk Jakarta


Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih
menyatakan PT Muara Wisesa telah sepakat menyelesaikan dampak pembangunan reklamasi di Pulau
G yang mengganggu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang. Pengembang Pulau G
diwajibkan memenuhi syarat menyelesaikan dampak reklamasi dalam kajian Analisis Dampak
Lingkungan (Amdal) Perubahan yang dibuat PT Muara Wisesa bersama Pemprov DKI Jakarta.

"Amdal Perubahan ada berbagai perbaikan, antara lain terkait PLN," kata Andono saat dihubungi
Katadata, Senin (11/9). Andono mengatakan, dalam Amdal Perubahan dijelaskan akan dibangun
pengalih aliran berbentuk tanggul horizontal. Nantinya, tanggul tersebut akan dibentuk di sebelah
barat Pulau G sehingga tak akan mengganggu aliran air dingin untuk proses pendinginan PLTU Muara
Karang.

Pembangunan tanggul dibutuhkan karena pembangunan reklamasi Pulau G akan membuat suhu air
di intake canal pembangkit meningkat dari kondisi awal 29 derajat celsius dapat menjadi 31,1 derajat
celsius. Meningkatnya suhu air di intake canal diperkirakan akan meningkatkan penggunaan bahan
bakar untuk pembangkit listrik dan berpengaruh pada kinerja output pembangkit listrik.

"Ketika ada pulau G nanti alirannya dibelokkan ke sebelah barat. Bisa sampai 5 kilometer kira-kira
sampai ke intake canal," kata Andono.

PLN pernah memperkirakan apabila terjadi kenaikan suhu setiap 10 celcius, dapat mengakibatkan
menurunnya kemampuan produksi listrik hingga 10 MW dengan nilai kerugian berkisar Rp 576 juta
per hari untuk setiap satu unit mesin pembangkit. Sehingga apabila dampak negatif reklamasi
dibiarkan terus terjadi, dianggap dapat mengancam pasokan listrik ke wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Pemerintah akan mengambil keputusan mengenai pencabutan moratorium izin reklamasi Pulau G
pada 20 September nanti. Saat ini pemerintah masih mencari solusi atas dampak yang ditimbulkan
apabila reklamasi Pulau G terealisasi.

Andono juga mengatakan sudah ada solusi terkait masalah jaringan pipa gas bawah laut milik
Pertamina Hulu Energi dalam Amdal Perubahan. Solusi tersebut dilakukan dengan memundurkan
jarak batas aman hingga 75 meter. Berdasarkan Pasal 7 Pergub DKI Jakarta Nomor 146 tahun 2014,
jarak antara jaringan pipa dengan kaki tanggul pulau reklamasi minimal 40 meter. Selain itu, pipa-pipa
milik Pertamina Hulu Energi akan dipasangi sensor. Sehingga, pergerakan pipa akan terpantau jika
terimbas kegiatan reklamasi di Pulau G.

"Jadi sedemikian rupa kalau ada pergeseran sedikit diketahui, bisa dihentikan dulu," kata Andono.
Andono menuturkan, solusi dalam Amdal Perubahan tersebut juga telah dibahas di Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman. Sehingga, usulan-usulan mitigasi dalam Amdal Perubahan sudah
cukup komprehensif. "Dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sudah teliti usulan mitigasi, sudah ada
di dalam dokumen Amdalnya," kata Andono.

75
76
77
PENUTUP
Rangkuman Manajemen Proyek dan Saran dari Kelompok

1. Kesimpulan
Dari yang kita pelajari bersama mengenai manajemen proyek terutama berkaitan dengan manajemen
waktu, dapat kita simpulkan bahwa untuk mengelola suatu proyek dibutuhkan sistematika yang jelas
mengenai teknis pengerjaan termasuk dalam persiapannya. Perhitungan yang matang akan
mendukung tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Dalam proyek terdapat beberapa
manajemen yang perlu diterapkan, terutama sebagai pimpinan dan stake holder yang berkaitan
dengan proyek mustilah memiliki wawasan mengenai manajemen-manajemen di proyek seperti:
manajemen biaya, manajemen waktu, manajemen sumber daya manusia, manajemen integrasi,
manajemen kualitas, manajemen lingkup, manajemen risiko, manajemen pengadaan. Pentingnya
manajemen-manajemen ini berkaitan dengan mengelola segala hal yang berkaitan dengan proyek
sehingga didapatkan keuntungan bagi seluruh pihak, baik pemilik, pelaksana, pengawas, dan pihak
lain seperti supplier, vendor, bahkan masyarakat di sekitar lokasi proyek.

Dalam proyek ada beberapa hal yang musti disiapkan dan diperhatikan, salah satunya adalah faktor
kesehatan dan keselamatan kerja baik untuk pekerja maupun lingkungan yang semuanya harus
terstandar sesuai dengan K3. Selain itu di perencanaan proyek mustilah mendapatkan persetujuan
dari pihak terkait mengenai analisa dampak lingkungan dari proyek yang akan dilaksanakan. Amdal ini
selaku salah satu kunci dari bisa atau tidaknya proyek dilaksanakan, hal ini didasarkan dari kewajiban
bahwa setiap proyek pembangunan haruslah memperhatikan keberlanjutan ekosistem lingkungan
hidup di sekitarnya sehingga tidak mempengaruhi aspek sosial maupun ekonomi lainnya.

2. Saran
Bagi mahasiswa yang semester berikutnya akan mengambil mata kuliah Manajemen Proyek,
diharapkan untuk lebih detail dan luas dalam membahas manajemen proyek dan teori-teori
pendukung lainnya yang berkaitan agar dapat dipahami secara utuh, sehingga akan mendapatkan
pengetahuan yang lebih mendalam.

Kunjungan lapangan pada proyek yang sedang berjalan dirasa perlu untuk lebih mendalami ilmu
secara langsung kepada pelaku proyek. Jika tidak memungkinkan melakukan kunjungan, dapat
melakukan kuliah tamu dengan mendatangkan pelaku manajemen proyek agar bisa saling berbagi
ilmu dengan lebih interaktif.

3. Daftar Pustaka
Literatur Cetak:
Abrar Husen. 2011. “Manajemen Proyek Perencanaan, Penjadwalan, dan Pengendalian
Proyek - Edisi Revisi”. Yogyakarta: Andi.
Project Management Institute. 2010. “A Guide to the Project Management Body of Knowledge
(PMBOK Guide)”, Edisi 10. Chicago: Independent Publisher Group.

78
Jurnal dan Regulasi:
BLH Provinsi Bali. “SOP Izin Lingkungan”. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali.
Kusnul Ika Candra dan M. As’ad Djalali. “Manajemen Waktu, Efikasi-Diri Dan Prokrastinasi”.
Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Sept. 2013, Vol. 2, No. 3, hal 217 – 222
Mickson Pinori. 2015. “Analisis Faktor Keterlambatan Penyelesaian Proyek Konstruksi Gedung
Terhadap Mutu, Biaya dan Waktu Di Dinas Pekerjaan Umum Kota Manado”. Jurnal Ilmiah
Media Engineering Vol.5 No.2, September 2015 (283-293) ISSN: 2087-9334
Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2003. “Ketenagakerjaan”. Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2012. “Izin Lingkungan”. Jakarta

Artikel Online:
Awing. 2011. Blog Kamen Kemon. “Manajemen Waktu Proyek”.
http://kamenkemon.blogspot.co.id/2011/10/manajemen-waktu-proyek.html
Bappenas. 2017. Ekonomi Kompas. NCICD dan Reklamasi Teluk Jakarta Berbeda Ini Penjelasan
Bappenas.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/11/113300426/ncicd.dan.reklamasi.teluk.jakarta.be
rbeda.ini.penjelasan.bappenas
Eris Kusnadi. 2012. Blog Eris Kusnadi. Activity Network Diagram.
https://eriskusnadi.wordpress.com/2012/03/18/activity-network-diagram-part-2/
Farhan Dwitama. 2016. MetroTV News. Plafon Ambruk, Operasional Terminal 3 Bandara Soeta
Tak Terganggu. http://news.metrotvnews.com/daerah/ObzB4xZb-plafon-ambruk-operasional-
terminal-3-bandara-soeta-ambruk-tak-terganggu
Hana Nisa. 2017. Blog Kumpulan Tugas Hana Nisa. Amdal dan Kasus Penyimpangan Amdal.
http://hananisatugas.blogspot.co.id/2017/01/amdal-dan-kasus-penyimpangan-amdal.html
Jefri Hutagalung. 2010. Blog Jefri Hutagalung. Proses Lelang.
https://jefrihutagalung.wordpress.com/2010/09/28/proses-lelang/
Kurnia Sari. 2017. Ekonomi Kompas. NCICD dan Reklamasi Teluk Jakarta Berbeda, Ini Penjelasan
NN. 2016. Halaman Resmi Bandara Soekarno Hatta. Terminal 3 Bandara Soetta Banyak Masalah,
DPR Desak Bentuk Panja. http://bandarasoekarnohatta.com/terminal-3-bandara-soetta-banyak-
masalah-dpr-desak-bentuk-panja.info
Mega Putra. 2016. Detik.com. Penjelasan Kontraktor T3 Bandara Cengkareng Soal Insiden Plafon
Jatuh. https://news.detik.com/berita/3372174/penjelasan-kontraktor-t3-bandara-cengkareng-
soal-insiden-plafon-jatuh
NN. ND. BLH Provinsi Bali. SOP Izin Lingkungan.
http://www.blh.baliprov.go.id/files/subdomain/blh/SOP/SOP_IZIN_LINGKUNGAN..pdf
NN. ND. Wikipedia Open Source. Analisis Dampak Lingkungan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_dampak_lingkungan
NN. ND. Wikipedia Open Source. Reklamasi Daratan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan

79
NN. ND. Wikipedia Open Source. Tanggul Laut Raksasa Jakarta.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanggul_Laut_Raksasa_Jakarta
NN. 2015. Humas Pemerintah Daerah Berau. Badan Lingkungan Hidup Terapkan SOP.
http://www.humaspemdaberau.com/2015/03/badan-lingkungan-hidup-terapkan-sop.html
NN. 2016. Blog Prosedur. Cara Mengurus dan Mendapatksn Amdal.
http://prosedur.blogspot.co.id/2016/07/prosedur-cara-mengurusmendapatkan-amdal.html
NN. 2017. La Casa Comics. Cara Mengurus Izin Amdal.
http://www.lacasacomics.com/2017/06/cara-mengurus-izin-amdalukl-upl.html
NN. 2017. Kita Sipil. Mengenal Pre-Construktion Meeting (PCM).
http://www.kitasipil.com/2017/03/mengenal-pre-construction-meeting-pcm.html
Ridwan Aji. 2016. Properti Kompas. Izin Amdal Reklamasi Teluk Jakarta Dipersoalkan.
https://properti.kompas.com/read/2016/06/22/234019721/izin.amdal.reklamasi.teluk.jakarta.di
persoalkan
Sugi Arto. 2015. Blog Arto Nang. Analisis Dampak Lingkungan.
http://artonang.blogspot.co.id/2015/03/analisis-dampak-lingkungan.html

80
15/05/2018

MANAJEMEN WAKTU PROYEK


ALIYA YUDIANA RAMADHINI

MOCH. ILHAM FAHMA

GHIRRID BRILIANO

PENDAHULUAN TAHAPAN

MANAJEMEN WAKTU PROYEK ADALAH


TAHAPAN MENDEFINISIKAN PROSES- 1. DEFINISIKAN AKTIVITAS
PROSES YANG PERLU DILAKUKAN 2. PENGURUTAN AKTIVITAS
SELAMA PROYEK BERLANGSUNG 3. ESTIMASI KEBUTUHAN
BERKAITAN DENGAN PENJAMINAN AGAR AKTIVITAS
PROYEK DAPAT BERJALAN TEPAT WAKTU 4. ESTIMASI DURASI AKTIVITAS
DENGAN TETAP MEMPERHATIKAN 5. MEMBANGUN JADWAL
KETERBATASAN BIAYA SERTA PENJAGAAN 6. MENGENDALIKAN JADWAL
KUALITAS PRODUK/SERVIS/HASIL UNIK
DARI PROYEK.

1
15/05/2018

TINJAUAN UMUM

DAFTAR AKTIVITAS ATRIBUT

• DIBUAT BERDASARKAN WBS DAN WBS • IDENTITAS AKTIVITAS


DICTIONARY • KODE AKTIVITAS

• PROJEC TDELIVERABLES, HAMBATAN DAN • DESKRIPSI AKTIVITAS

ASUMSI YANG TERTERA DALAM SCOPE • AKTIVITAS PENDAHULUNYA

STATEMENT JUGA MENJADI BAHAN • AKTIVITAS YANGMENGIKUTINYA

PERTIMBANGAN KETIKA MEMBANGUN • RELASI LOGIS ANTAR AKTIVITAS

ACTIVITYLIST • PENGHAMBAT / FAKTOR PERCEPAT


• TANTANGAN
• SEBAIKNYA DIBUAT BERDASARKAN
• PENANGGUNG JAWAB
STANDAR/TEMPLATE ACTIVITY LIST YANG
• GEOGRAFIS
TELAH BIASA DIGUNAKAN OLEH
• TIPE AKTIVITAS
ORGANISASI YANG BERSANGKUTAN

2
15/05/2018

MILESTONE LIST URUTAN AKTIVITAS

• DAFTAR PERISTIWA YANG MENJADI • MENGGUNAKAN CARA AOA


PENANDA SELESAINYA (ACTIVITY ON ARROW)
SUATUPEKERJAAN, MISALNYA
• MENGGUNAKAN CARA PDM
TANGGAL, PRODUK YANG
(PRECEDENCE DIAGRAMMING
DIHASILKAN, LAPORAN,DSB
METHOD )
• BERGUNA DALAM MONITORING
KEMAJUANPROYEK

AOA / ADM PDM

• AKTIVITAS DIREPRESENTASIKAN • AKTIVITAS DIREPRESENTASIKAN


SEBAGAI TANDA PANAH SEBAGAI KOTAK2
• NODE ATAU LINGKARAN • TANDA PANAH = RELASI
SEBAGAI PENANDA AWAL DANA
• BAIK MENUNJUKAN BERBAGAI
KHIR SEBUAH AKTIVITAS
TIPE KETERGANTUNGAN
• HANYA DAPAT MENUNJUKKAN
KETERGANTUNGAN DARI AWAL
KE AKHIR

3
15/05/2018

ESTIMASI DURASI AKTIVITAS MILESTONES

• DURASI • PERISTIWA PENANDA DENGAN


ADALALAH JUMLAH AKTUAL WAKU DURASI NOL
YANG DIBUTUHKAN UNTUK BEKERJA
• KRITERIA SMART:
• EFFORT
JUMLAH HARI/JAM • SPECIFIC
YANGDIBUTUHKAN • MEASURABLE
• PEKERJA / PENANGGUNGJAWAB
• ASSIGNABLE
DITUNTUTDALAM MENGESTIMASI
DURASI AKTIVITAS • RALISTIC

• AHLI / PENGAWAS MEMBERI • TIME-FRAMED


MASUKAN + EVALUASI

4
15/05/2018

PROGRAM EVALUATION AND REVIEW TECHNIQUE (PERT)

• UNTUK ESTIMASI DURASI PROYEK DIMANA TERDAPAT

KETIDAKPASTIAN TINGGI

• MENGGUNAKAN ESTIMASI PROBABILITAS WAKTU:

• OPTIMISTIC : benar-benar berjalan sesuai rencana

• MOSTLIKELY : rencana berjalan dengan sedikit kendala

• PESSIMISTIC : estimasi terparah saat pelaksanaan proyek

10

PENGONTROLAN JADWAL

• MEMOTORI JADWAL PROYEK YANG BERLANGSUNG,


MENGETAHUI FAKTOR DAN UNTUK MENGANTISIPASI
KESALAHAN.

5
15/05/2018

11
KESIMPULAN MANAJEMEN WAKTU

• Tahapan/aktivitas/list aktivitas (untuk • Menentukan target dan batasan


mengetahui manajemen proyek) • Strategi (tahap persiapan)
• Definisi
• Kontrol dan evaluasi
• List

• Estimasi waktu

• Durasi waktu

• Penjadwalan

• Kontrol

12
DISKUSI DAN TANYA JAWAB

• (Kel. 1 Onna): Posisi manajemen waktu dalam keseluruhan manajemen proyek?


• (Kel. 1 Onna) Masukan: Contoh kasus
• (Kel. 2 Doni): Posisi manajemen scope dalam manajemen proyek?
• (Kel. 4 Sirin): Lebih penting manajemen waktu atau manajemen biaya?
• (Kel. 5 Dhaniar): Apakah di manajemen waktu memiliki perbedaan sistem? – EPC dan
tradisional
• (Kel. 6 Gian): Seberapa penting time management pada human resource?
• (Kel. 7 Evy): Dari semua tahapan, bagian mana yang lebih urgent dalam hal
manajemen komunikasi?
• (kel. 9 Yolanda): Apakah time and material (pada manajemen kontrak) masuk dalam
time management?
• (Kel. 10 Kana): Apa korelasi milestone dan monitor and control project?

6
Kesimpulan Hasil Presentasi Manajemen
Proyek Waktu
Tahapan yang penting dalam manajemen waktu dalam sebuah proyek adalah sebagai berikut:
1. Definisi
2. List/daftar
3. Estimasi waktu
4. Durasi waktu
5. Penjadwalan
6. Kontrol

Secara singkat, tahapan yang dilakukan dapat dijabarkan sebagai berkut:


1. Menentukan target dan batasan
2. Strategi (tahap persiapan)
3. Kontrol dan evaluasi

Dari beberapa poin dalam manajemen waktu, milestone merupakan salah satu poin penting yang
berfungsi untukk mengetahui seberapa jauh progres proyek yang telah dilaksanakan.

Hasil Diskusi dan Tanya Jawab


1. Di mana posisi manajemen waktu proyek dalam keseluruhan manajemen proyek? (Kel. 1
Onna)
Jawaban :
Posisi manajemen waktu proyek dengan jenis pedoman yang digunakan saat pelaksanaan
proyek, baik secara tradisional atau EPC (berdaraskan manajemen kualitas proyek). Namun
secara garis umum

PRA PROYEK PROSES PROYEK PASCA PROYEK

INPUT MANAJEMEN WAKTU PROYEK

2. Di mana posisi manajemen scope dalam manajemen waktu proyek? (Kel. 2 Doni)
Jawaban :
Cangkupan manajemen scope dalam manajemen waktu proyek pada tahap ke-2 Definisi
Proyek, ke -3 Sistematika Aktifitas, ke-5 Estimasi Aktivitas , dan ke -6 Pengembangan
(Perubahan) Jadwal.
3. Lebih penting manajemen waktu atau manajemen biaya? (Kel. 4 Sirin)
Jawaban :
Sama-sama penting, dalam manajemen proyek, satu bidang manajemen terikat dengan
bidang lainnya, dalam satu sistem yang sama. Keberhasilan pengerjaan proyek merupakan
hasil dari semua bidang manajemen.
Manajemen waktu mengatur secara keseluruhan, menjadwal semua persiapan dan sebagai
alat saat pelaksanaan. Manajemen biaya adalah motor dari berjalannya proyek. Manajemen
waktu tanpa manajemen biaya yang baik, memungkinkan terjadinya perubahan jadwal diluar
kemampuan produksi. Sebaliknya, tanpa manajemen waktu yang baik, manajemen biaya yang
sudah terencana menguntungkan, berakhir merugikan beberapa pihak. Jadi kedua bidang
manajemen yang dimaksud, memiliki kepentingan yang sama.

4. Apakah manajemen waktu memilki sistem yang berbeda-beda? (Kel. 5 Dhaniar)


Secara garis besar adalah sama. Pedoman atau cara yang dipilih, sesuai keputusan pemegang
proyek.

5. Seberapa penting manajemen waktu pada human resource? (Kel. 6 Gian)


Sangat penting, berpengaruh pada kualitas pekerja, kuantitas pekerja dan sistem kerja yang
diterapkan.
Kasus A: waktu penyelesaian proyek dipercepat
- Solusi 1, Memperbanyak pekerja (termasuk pekerja sewa tanpa sertifikat), penerapan
sistem shift kerja
- Solusi 2, Jumlah pekerja sama, penjadwalan waktu kerja yang ketat

6. Dari semua tahapan manajemen waktu proyek, bagian mana yang lebih urgent dalam hal
manajemen waktu proyek? (Kel. 7 Evy)
Jawaban :
Tahap pada sesi pelaksanaan dan menjelang pelaksanaan. Tahap ke 5 – 7 (Durasi estimasi
waktu, Jadwal Pengembangan, Jadwal Pengawasan). Karena apabila terjadi kesalahan pada
penjadwalan yang digunakan saat pelaksanaan proyek atau beberapa hari sebelumnya,
tingkat rentan kefatalan sangatlah tinggi.

7. Apakah time and material (pada manajemen kontrak) masuk dalam manajemen waktu?
(Kel. 9 Yolanda)
Jawaban:
Hasil dari manajemen kontrak proyek masuk dalam INPUT dari proses manajemen waktu
proyek khususnya pada tahap persiapan masa proyek. (Tahap 1-2)

8. Apa korelasi milestone dan monitor and control project? (Kel. 10 Kana)
Jawaban :
Milestone berfungsi sebagai tolak ukur waktu dan membantu memfokuskan pada target yang
sudah ditentukan.

Milestone sangat membantu dalam pelaporan dimana perkembangan proyek bisa dipantau
(monitor and control project) lebih mudah dan tidak membingungkan karena banyaknya item
pekerjaan yang harus direview.

Semakin baik milestone yang dibuat, semakin mudah juga dalam pemantauan dan controlling
saat pelaksanaan.
Kesimpulan Keseluruhan
 Membuat manajemen waktu proyek memerlukan hasil manajemen proyek di aspek
lainnya sebagai INPUT. Untuk sebagian bidang manajemen proyek, manajemen
waktu proyek adalah INPUT
 Fungsi sesungguhnya manajemen waktu proyek adalah alat agar roda setiap
tahapan proyek berjalan dengan benar.
 Tahapan manajemen proyek waktu bila disederhanakan, menjadi tiga tahap. Tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengawasan.
 Semua aspek manajemen proyek memiliki tingkat urgensitas dan tingkat pengaruh
yang sama. Semua berada dalam satu roda sistem yang penting untuk mencapai
keberhasilan proyek.
 Oleh karena itu, manejemen proyek waktu yang baik bukanlah jaminan keberhasilan
proyek. Apabila tidak diimbangi dan didukung oleh baiknya manejemen proyek
bidang lainnya.

Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5 No.2, September 2015 (283-293) ISSN: 2087-9334

ANALISIS FAKTOR KETERLAMBATAN PENYELESAIAN


PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG TERHADAP MUTU, BIAYA
DAN WAKTU DI DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MANADO

Mickson Pinori
Mickson.Pinori@Gmail.com
Mahasiswa Pasca Sarjana UNSRAT Manado

B.F.Sompie
Staf Pengajar JurusanTeknik Sipil, Pasca Sarjana UNSRAT Manado

Debby Willar
Staf Pengajar JurusanTeknik Sipil, Pasca Sarjana UNSRAT Manado

Abstrak
Keterlambatan adalah waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan
rencana kegiatan, sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi
tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek konstruksi di
Dinas Pekerjaan Umum Kota Manado, dengan tinjauan yaitu seluruh bangunan Gedung
yang telah selesai dibuat dari tahun 2009-2014.
Dari hasil tinjauan pustaka terdapat 42 faktor penyebab keterlambatan proyek
konstruksi gedung, setelah dianalisis mencari faktor-faktor mana yang paling berpengaruh
terhadap keterlambatan proyek dengan cara di ranking ditemukan sepuluh faktor penyebab
keterlambatan antara: (1) perencanaan schedule yang tidak tepat, (2) kenaikan harga BBM,
(3) volume material yang dikirim ke lokasi tidak cukup, (4) pelaksanaan proyek pada
triwulan ketiga (akhir tahun anggaran), (5) kesalahan dalam perencanaan dan spesifikasi,
(6) keadaan tanah dasar berbeda dari yang diharapkan (tidak stabil), (7) kesalahan dalam
menginterpretasikan gambar dan spesifikasi, (8) cuaca buruk (banjir, tanah longsor), (9)
kekurangan tenaga kerja (10), pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek.
Kemudian faktor-faktor penyebab keterlambatan dianalisis untuk mencari hubungan
seberapa besar pengaruh faktor-faktor penyebab keterlambatan terhadap perencanaan
schedule yang tidak tepat, ditemukan bahwa yang paling besar berpengaruh adalah
pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek, volume material yang dikirim ke lokasi tidak
cukup, kekurangan tenaga kerja, dengan memiliki korelasi masing-masing, 0.529, 0.490, dan
0,226, dengan memilki arti bahwa ketiga faktor keterlambatan masing-masing berpengaruh
sebesar 52,9 %, 49,0 %, 22,6 % terhadap perencanaan schedule yang tidak tepat.
Untuk hubungan secara bersama-sama antara sembilan variabel penyebab
keterlambatan terhadap perubahan schedule menjadi tidak tepat dilihat dari hasil harga F
hitung 3,07. harga ini selanjutnya dikonsultasikan dengan F tabel. Untuk dk pembilang = 10
dan dk penyebut (50 – 10 – 1) = 39, maka didapat untuk 5% Ft = 2,08, Kesimpulan Fh
3,070 > Ft 2,08, maka koefisien korelasi ganda yang diuji Signifikan dengan angka R
sebesar 0,639 menunjukkan bahwa korelasi atau keeratan hubungan antara ke Sembilan
variabel penyebab keterlambatan terhadap perencanaan schedule tidak tepat adalah variabel
independennya adalah kuat.

Kata Kunci : Faktor-faktor penyebab keterlambatan, Hubungan, Mutu, Biaya dan Waktu,
Proyek Konstruksi.

401
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5 No.2, September 2015 (283-293) ISSN: 2087-9334

A. PENDAHULUAN 1. Menganalisa faktor-faktor penyebab


keterlambatan pekerjaan konstruksi pada
Latar Belakang Proyek Dinas PU, Kota Manado.
Tiga kendalasasaran, yaitu biaya, mutu 2. Menganalisis regresi faktor-faktor
dan waktu penyerahan memilih hubungan penyebab keterlambatanproyek
yang sangat spesifik satu dengan yang lain, konstruksi pada Dinas PU, Kota
ketiganya menjadi parameter penyeimbang Manado.
pencapaian tujuan dan sasaran, tetapi tidak 3. Menganalisis korelasi atau hubungan
lepas dari faktor keterlambatan (A Malik, faktor-faktor penyebab keterlambatan
2009). Proyek Konstruksi di Dinas PU, Kota
Efektivitas adalah tingkat keberhasilan Manado.
dalam menghadapi kendala keterlambatan
untuk mencapai tujuan (waktu, biaya, mutu). Manfaat Penelitian
Sedangkan efisiensi adalah keberhasilan
dalam memaksimalkan pencapaian tujuan Penelitian ini diharapkan bermanfaat
dengan menggunakan sumber daya sehemat terutama bagi pengguna jasa konstruksi, para
mungkin (A. Malik, 2009). penyedia jasa konstruksi, serta pihak-pihak yang
Assaf et el (1995) dalam causes of delay terkait langsung dengan pengelolaan proyek
in large building construction project konstruksi, agar mengetahui dengan jelas cara
menyebutkan bahwa penyebab pengendalian penyebab faktor-faktor
keterlambatan antara lain dapat dilihat dari keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi
sisi material, tenaga kerja, peralatan, biaya, secara keseluruhan.
perubahan-perubahan desain , penjadwalan, Dengan penelitian ini juga dapat
perencanaan dan pengendalian. Hubungan diketahui seberapa besar faktor mutu, biaya
dengan instansi terkait, lambatnya prosedur waktu mempengaruhi keterlambatan pekerjaan
pengawasan dan pengujian yang dipakai konstruksi.
dalam proyek, lingkungan, masalah kontrak
dan tidak adanya konsultan, manajer Batasan Penelitian
profesional.
Kondisi di pemerintahan Provinsi Untuk mencapai tujuan dalam penelitian
Sulawesi Utara khususnya Kota Manado, ini, maka penelitian ini dibatasi dengan ruang
Dinas Pekerjaan Umum Kota Manado di lingkup sebagai berikut :
setiap tahun anggaran berjalan sering terjadi 1. Lokasi penelitian dilakukan di Dinas PU Kota
keterlambatan Proyek Konstruksi yang Manado.
diakibatkan beberapa faktor diatas. 2. Penyedia jasa konstruksi beralamat Kota
Manado
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas B. TINJAUAN PUSTAKA
maka masalah yang dapat diteliti adalah sebagai
Menurut Istiwan Dipohusodo (1996),
berikut :1 sebagaimana layaknya pelayanan jasa, ketentuan
1. Faktor-faktor apa saja yang mengenai biaya, mutu dan waktu penyelesaian
mempengaruhi keterlambatan pekerjaan konstruksi sudah diikat dalam kontrak dan
bangunan Gedung di Dinas PU kota ditetapkan sebelum pelaksanaan konstruksi
Manado ?. dimulai. Apabila dalam proses konstruksi terjadi
penyimpangan kualitas hasil pekerjaan, baik
2. Seberapa besar pengaruh Faktor-faktor disengaja atau tidak, risiko yang harus
penyebab keterlambatan terhadap ditanggung tidak kecil. Cara memperbaiki
pekerjaan bangunan gedung di PU kota bangunan yang tidak sesuai denganspesifikasi
Manado harus dibongkar, kemudian dibangun ulang.
Dipihak lain upaya untuk memperbaiki tidak
Tujuan Penelitian dapat mengubah kesepakatan pembiayaan dan
jangka waktu pelaksanaan. Dengan demikian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai
faktor biaya, waktu dan kualitas dalam proses
berikut :
konstruksi merupakan kesepakatan mutlak yang

402
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5 No.2, September 2015 (283-293) ISSN: 2087-9334

tidak bisa ditawar-tawar lagi dan ketiganya penelitian yaitu: Sistematis, apabila penelitian
saling tergantung dan berpengaruh secara ketat. dilaksanakan menurut pola tertentu, dari yang
Mutu, Biaya dan Waktu juga dipengaruhi paling sederhana sampai kompleks hingga
oleh faktor-faktor penyebab keterlambatan, tercapai tujuan secara efektif dan efisien
sehingga pengguna jasa konstruksi dan penyedia Berencana, apabila penelitian
jasa konstruksi harus memahami tentang faktor- dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan
faktor apa saja yang menyebabkan dan sebelumnya sudah dipikirkan langkah-
keterlambatan. langkah pelaksanaannya Mengikuti konsep
Pengertian keterlambatan menurut Ervianto ilmiah, apabila mulai dari awal sampai akhir
(1998) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang kegiatan penelitian mengikuti cara-cara yang
tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana sudah ditentukan, yaitu prinsip memperoleh ilmu
kegiatan sehingga menyebabkan satu atau pengetahuan.
beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda
atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang D. HASIL DAN PEMBAHASAN
telah direncanakan.
Penelitian mengenai keterlambatan yang Populasi untuk penelitian ini ada sebanyak
dilakukan oleh Lewis dan Artherley dalam 176, proyek gedung di kota Manado antara
Langford (1996) pada 30 proyek bangunan Tahun 2009 – 2014, baik proyek perluasan,
gedung di India yang dibangun antara tahun 1978 rehabilitasi sampai dengan pembangunan
sampai tahun 1992 telah dapat mengidentifikasi Gedung baru. Menurut Sutrisno Hadi (1982)
beberapa penyebab keterlambatan, yaitu antara untuk Populasi lebih dari 100 responden, maka
lain: Keterlambatan pembayaran oleh client boleh diambil sampling sebesar 15 % dari
owner, Pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek populasi sehingga 1 responden mewakili 1
oleh kontraktor, Kesalahan pengelolaan material perusahaan. untuk sampling dalam penelitian ini
oleh kontraktor, Kekurangan tenaga kerja oleh diambil minimal 15 % dari 176 proyek gedung
kontraktor, Hujan deras / lokasi pekerjaan yang maka didapat 26,40 responden, tetapi untuk
tergenang air, Keadaan tanah yang berbeda dari meningkatkan ketelitian dari penelitian maka
yang diharapkan, Pekerjaan tambahan yang penulis mengambil sampling sebesar 50
diminta oleh client, Perubahan dalam pekerjaan responden.
plambing, struktur, elektrikal
Kesalahan dalam perencanaan dan spesifikasi, I. Chi Square Test hasil Perhitungan
Ketidak jelasan perencanaan dan spesifikasi, SPSS Perbedaan Persepsi Responden
Perubahan perubahan dalam perencanaan Terhadap item berdasarkan Jabatan
dan spesifikasi, Perubahan metode Responden
kerja oleh kontraktor, Kesalahan dalam
mengenterprestasikan gambar atau spesifikasi, Dari uji perbedaan dapat diketahui bahwa,
Perencanaan dan schedule pekerjaan yang kurang untuk kategori Jabatan, Jenis Proyek, Luas
baik oleh kontraktor, Produktivitas yang kurang Lantai terdapat 9 item yang signifikan, ini berarti
optimal dari kontraktor , Perubahan scope responden dengan kategori jabatan, jenis proyek,
pekerjaan konsultan, Pemogokan yang dilakukan dan luas lantai memiliki persamaan persepsi
oleh kontraktor / tenaga kerja, Memperbaiki terhadap 9 item-item penyebab keterlambatan
pekerjaan yang sudah selesai, Memperbaiki proyek, dan 1 item tidak terdapat persamaan
kerusakan suatu pekerjaan akibat pemogokan, persepsi.
Terlambatnya persetujuan shop drawing oleh
konsultan. Sedangkan untuk kategori pengalaman
terdapat 8 item yang signifikan yang memiliki
C. METODOLOGI PENELITIAN arti terdapat persamaan persepsi mengenai 8 item
yang menyebabkan keterlambatan proyek. Untuk
Penelitian dalam Tesis ini termasuk nilai proyek terdapat 7 item yang signifikan dan
penelitian survey yaitu penelitian yang 3 item tidak signifikan yang memiliki arti
mengambil sampel dari suatu populasi dan berdasarkan kategori nilai proyek terdapat 7 item
menggunakan kuesioner sebagai alat yang memiliki persamaan persepsi yang dapat
pengumpulan data (Singaribun, 1995), Ada tiga menyebabkan keterlambatan.Namun secara
umum dari dapat menjelaskan secara umum
persyaratan penting dalam mengadakan kegiatan dapat dianggap signifikan.

403
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5 No.2, September 2015 (283-293) ISSN: 2087-9334

II. Analisis Hubungan Faktor Penyebab dikirim kelokasi tidak cukup sebesar 49 %,
Keterlambatan Penyelesaian Proyek kekurangan tenaga kerja sebesar 26,6 % dan
Gedung pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek
Dari hasil rekapitulasi dapat dilihat sebesar 52,9%,
hubungan antara kenaikan harga BBM dengan Dari sepuluh faktor penyebab keterlambatan
perubahan schedule menjadi tidak tepat adalah ternyata faktor perencanaan schedule yang tidak
sebesar 19,2 % dengan persamaan regresi y = 4,2 tepat menjadi rangking pertama mempengaruhi
+ 0,126 x. dengan hasil uji t hitung sebesar 1,358 keterlambatan pekerjaan konstruksi gedung di
< t tabel yaitu 1,676 yang memiliki arti bahwa Kota Manado.
kedua variabel tidak memiliki hubungan secara
signifikan. 2. Saran
Untuk pemerintah sebagai pengguna jasa
Dan dapat dilihat juga hubungan hendak membuat regulasi tentang pemodalan
Volume material yang dikirim ke lokasi tidak jasa konstruksi serta memberikan pelatihan
cukup dengan perubahan schedule menjadi tidak tenaga kerja penyedia jasa.
tepat adalah sebesar 49,0 % dengan persamaan Untuk LPJKN, LPJKD serta Asosiasi Jasa
regresi y = 2,57 + 0,326 x. dengan hasil uji t Konstruksi lebih aktif mensosialisasikan
hitung sebesar 3,89 > t tabel yaitu 1,676 yang peraturan dan perundangan undangan antara lain
memiliki arti bahwa kedua variabel memiliki KEPRES, KEPMEN agar para penyedia jasa
hubungan secara signifikan. terhindar dari faktor-faktor keterlambatan
Sehingga dapat dilihat dari hasil pekerjaan konstruksi sehingga menyebabkan
rekapitulasi pengolahan maka hanya ada empat kerugian terhadap mutu, biaya dan waktu.
variabel yang diterima memiliki hubungan
dengan perencanaan schedule menjadi tidak tepat
yaitu variabel volume material yang dikirim ke
lokasi tidak cukup, kekurangan tenaga kerja dan
pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek. DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Presiden no 54. (2010). Jakarta.


E. KESIMPULAN DAN SARAN Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no4
(2015). Jakarta, Indonesia.
1. Kesimpulan Aal, A.E. (1995). Cause Of Delay in Large
Kesimpulan yang dapat ditarik pada Building Construction Project. Teknik
penelitian ini, menurut persepsi responden adalah Sipil, 5.
sebagai berikut : Bell &Stukhart.(1986). Pengaruh Keterlambatan
Faktor-faktor penyebab keterlambatan Material Terhadap Pekerjaan Konstruksi.
penyelesaian proyek Dinas Pekerjaan Teknik Sipil, 4.
Umum(DPU) dilingkungan kota Manado, Cavanagh, P. P. (2014). The Six Sigma Way.
diperoleh 10 ranking sebagai berikut : New York: Andi Yogyakarta.
Perencanaan schedule tidak tepat, Kenaikan Dinas PU. (2015). Data Kartu Inventaris Barang
Harga BBM, Volume material yang dikirim ke KIB C Gedung dan Bangunan. Kota
lokasi tidak cukup, Manado: Interen.
Pelaksanaan proyek pada triwulan ke tiga (Akhir SURIANA CHANDRA, C. (2014). Maximizing
Tahun Anggaran), Kesalahan dalam perencanaan Construction Project and Investment
dan spesifikasi ,Keadaan tanah dasar berbeda Budget Efficiency with Value
dari yang diharapkan (Tidak Stabil), Engineering. Jakarta: Alex Media
Kesalahan mengenterpretasikan gambar atau Computindo KOMPAS Gramedia.
spesifikasi, Cuaca buruk (Banjir, Tanah Longsor, Gray, C. F. (2006). Manajemen Proyek. New
Kekurangan tenaga kerja,Pelaksanaan tahapan York: Andi.
pekerjaan yang jelek, Hartono &Lukman.(2013). Pengaruh Aspek
Dari hasil rekapitulasi pengolahan maka Pelaksanaan Konstruksi Terhadap
hanya ada empat variabel yang diterima memiliki Kinerja Waktu Proyek. Jawa Tengah:
hubungan dengan perencanaan schedule menjadi ServiensInLumineVaritatis.
tidak tepat yaitu variabel volume material yang Institut Teknologi Surabaya.(2011). Analisa
Risiko Konstruksi Pada Proyek

404
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5 No.2, September 2015 (283-293) ISSN: 2087-9334

Pembangunan Apartemen Petra Square. Santoso, S. (2012). Aplikasi Statistik Pada


Teknik Sipil, 15. Statistik Parametik. Jakarta: PT Elex
Abrar Husen, M. (2011). Manajemen Media Koputindo.
Proyek"Perencanaan, Penjadwalan dan Soeharto.(1997). Indeks Produktifitas Kerja.
Pengendalian Proyek. Yogyakarta: Andi Jakarta: Erlangga.
Offset. Sudarto, D. I. (2011). Meningkatkan Kinerja
IwanKurniawanWidjaja, S. M. (2013). Perusahaan Jasa Konstruksi di Indonesia.
Manajemen Proyek Teknologi Informasi. Jakarta: Center for Construction and
Yogyakarta: Graha Ilmu. Infrastructur Studies.
Jervis.B.M., Levin P. (1998). Construction Sugiyono, P. (2013). Metode Penelitian
Project Scheduling, Mc Graw Hill. Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Teknik Sipil, 5. Sugiyono, P. D. (2003). Metode Penelitian
Malik, A. (2009). Pengatar Bisnis Jasa Pelakana Administrasi. Bandung: ALFABETA.
Konstruksi. Pekanbaru: Andi. Sugiyono, P. D. (2013). Cara Mudah Menyusun
Messah, Y. A. (2012). Kajian Penyebab Skripsi, Tesis dan Disertasi. Yogyakarta:
Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Alfa Beta.
Konstruksi Gedung. Teknik Sipil, 8. Sugiyono,P.D.(2010). Metode Penelitian
Muluk, S. (2013). Studi Kenaikan Harga Bahan Pendidikan, Pendekatan Kualitatif dan
Bakar Minyak Terhadap Biaya Proyek Kuantitatif. Bandung: Alfa Beta.
Konstruksi. Teknik Sipil, 5. Suharto, I. (1997). Dampak Kelalaian
Nasfryzal Carlo, H. W. (2010). Pengaruh Perencanaan Proyek Gedung. Teknik
Keterlambatan Proyek Konstruksi. Teknik Sipil, 5.
Sipil, 15. Suharto, I. (1997). Manajemen Proyek Dari
Norton, R. S. (2014). Ballanced Scorecard. Konseptual Sampai Operasional. Jakarta:
Jakarta: Erlangga. Erlangga.
Pranoto.(2012). Faktor Kegagalan Konstruksi Suyatno.(2010). TESIS "ANALISIS FAKTOR
Gedung. Teknik Sipil, 5. PENYEBAB KETERLAMBATAN".
Santosa, B. (2008). Manajemen Proyek "Konsep Semarang: UNIVERSITAS
dan Implementasi. Surabaya: Graha DIPONEGORO.
Ilmu. Yansen, W. (2010). Korelasi Antara
Santoso, S. (2012).Aplikasi SPSS Pada Statistik Pengendalian Kualitas Rencana
Non Parametik. Jakarta: PT. Elex Media Pelakasanaan Dengan Kinerja Proyek.
Komputindo. Teknik Sipil, 4.

405


-2-

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai
NOMOR 27 TAHUN 2012 dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang
TENTANG direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang
IZIN LINGKUNGAN penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
3. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut
UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33, Pasal 41, pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang dan/atau Kegiatan.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu 4. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan; yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona
lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik lingkungan hidup.
Indonesia Tahun 1945;
5. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau Kegiatan.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 6. Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian analisis
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
Nomor 5059); pelingkupan.
7. Analisis Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya
MEMUTUSKAN: disebut Andal, adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu rencana Usaha
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN LINGKUNGAN. dan/atau Kegiatan.
8. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya
BAB I disebut RKL, adalah upaya penanganan dampak terhadap
lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana
KETENTUAN UMUM Usaha dan/atau Kegiatan.
9. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang
Pasal 1 selanjutnya disebut RPL, adalah upaya pemantauan
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat
dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
1. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang 10. Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah
wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan keputusan yang menyatakan kelayakan lingkungan hidup
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. dilengkapi dengan Amdal.
11. Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap
2. Analisis ... suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL.

12. Pemrakarsa ...

 

-3- -4-

12. Pemrakarsa adalah setiap orang atau instansi pemerintah Bagian Kedua
yang bertanggung jawab atas suatu Usaha dan/atau Penyusunan Dokumen Amdal
Kegiatan yang akan dilaksanakan.
13. Izin Usaha dan/atau Kegiatan adalah izin yang diterbitkan Pasal 4
oleh instansi teknis untuk melakukan Usaha dan/atau
Kegiatan. (1) Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. (2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana
tata ruang.
Pasal 2
(3) Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan
(1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen
Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan
(2) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemrakarsa.
diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL; Pasal 5
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan (1) Penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan. 4 ayat (1) dituangkan ke dalam dokumen Amdal yang
terdiri atas:
a. Kerangka Acuan;
b. Andal; dan
BAB II
c. RKL-RPL.
PENYUSUNAN AMDAL DAN UKL-UPL
(2) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL.
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Pasal 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur
(1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak dengan Peraturan Menteri.
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
Amdal.
(2) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk Pasal 7
dalam kriteria wajib Amdal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL. Kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat
menyusun petunjuk teknis penyusunan dokumen Amdal
berdasarkan pedoman penyusunan dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Bagian ...
Pasal 8 ...
 

-5- -6-

Pasal 8 (2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud


(1) Dalam menyusun dokumen Amdal, Pemrakarsa wajib pada ayat (1) dilakukan melalui:
menggunakan pendekatan studi: a. pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan
a. tunggal; b. konsultasi publik.
b. terpadu; atau (3) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sebelum penyusunan dokumen
c. kawasan.
Kerangka Acuan.
(2) Pendekatan studi tunggal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan apabila Pemrakarsa (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis Usaha jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berhak
dan/atau Kegiatan yang kewenangan pembinaan
mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap
dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja (5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud
pemerintah kabupaten/kota. pada ayat (4) disampaikan secara tertulis kepada
(3) Pendekatan studi terpadu sebagaimana dimaksud pada Pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau
ayat (1) huruf b dilakukan apabila Pemrakarsa bupati/walikota.
merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) jenis (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal
pengelolaannya saling terkait dalam satu kesatuan diatur dengan Peraturan Menteri.
hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau
pengawasannya berada di bawah lebih dari 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pasal 10
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja (1) Pemrakarsa dalam menyusun dokumen Amdal dapat
pemerintah kabupaten/kota. dilakukan sendiri atau meminta bantuan kepada pihak
(4) Pendekatan studi kawasan sebagaimana dimaksud pada lain.
ayat (1) huruf c dilakukan apabila Pemrakarsa (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) penyusun Amdal:
Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan
pengelolaannya saling terkait, terletak dalam satu a. perorangan; atau
kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang b. yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa
pengelolaannya dilakukan oleh pengelola kawasan. penyusunan dokumen Amdal.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
Pasal 9 persyaratan untuk mendirikan lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud
(1) Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, mengikutsertakan
masyarakat:
a. yang terkena dampak; Pasal 11

b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau (1) Penyusunan dokumen Amdal wajib dilakukan oleh
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi
dalam proses Amdal. penyusun Amdal.

(2) Pengikutsertaan ... (2) Sertifikat ...

 

-7- -8-

(2) Sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana (2) Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui uji kompetensi. ayat (1) huruf a dan huruf b, wajib menyusun UKL-UPL
(3) Untuk mengikuti uji kompetensi sebagaimana dimaksud berdasarkan:
pada ayat (2), setiap orang harus mengikuti pendidikan a. dokumen RKL-RPL kawasan; atau
dan pelatihan penyusunan Amdal dan dinyatakan lulus.
b. rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau
(4) Pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal rencana tata ruang kawasan strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan kabupaten/kota.
oleh lembaga pelatihan kompetensi di bidang Amdal.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian untuk
(5) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada
penerbitan sertifikat kompetensi dilaksanakan oleh ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
lembaga sertifikasi kompetensi penyusun Amdal yang
ditunjuk oleh Menteri.
Bagian Ketiga
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi
penyusun Amdal, penyelenggaraan pendidikan dan Penyusunan UKL-UPL
pelatihan penyusunan Amdal, serta lembaga sertifikasi
kompetensi penyusun Amdal diatur dengan Peraturan Pasal 14
Menteri. (1) UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu
Usaha dan/atau Kegiatan.
Pasal 12
(2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana
(1) Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi
dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata
lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota
ruang.
dilarang menjadi penyusun Amdal.
(3) Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak
(2) Dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi,
sesuai dengan rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat
atau kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa,
diperiksa dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa.
pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menjadi penyusun Amdal.
Pasal 15
Pasal 13 (1) Penyusunan UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dilakukan melalui pengisian formulir
(1) Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting
UKL-UPL dengan format yang ditentukan oleh Menteri.
terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban
menyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (2) Format sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
apabila: sedikit memuat:
a. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada a. identitas pemrakarsa;
di kawasan yang telah memiliki Amdal kawasan; b. rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
b. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada c. dampak lingkungan yang akan terjadi; dan
pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana
detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana d. program pengelolaan dan pemantauan lingkungan
tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; atau hidup.

c. Usaha dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam


rangka tanggap darurat bencana. Pasal 16 ...

(2) Usaha ...


 

-9- - 10 -

Pasal 16 BAB III


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan UKL- PENILAIAN AMDAL DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL
UPL diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kesatu
Pasal 17 Kerangka Acuan
Kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat
menyusun petunjuk teknis penyusunan UKL-UPL Pasal 20
berdasarkan pedoman penyusunan UKL-UPL yang diatur
dengan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam (1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
Pasal 16. ayat (1) huruf a disusun oleh Pemrakarsa sebelum
penyusunan Andal dan RKL-RPL.
(2) Kerangka Acuan yang telah disusun sebagaimana
Pasal 18 dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada:
Dalam hal: a. Menteri melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal
a. Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan lebih dari 1 Pusat, untuk Kerangka Acuan yang dinilai oleh
(satu) Usaha dan/atau Kegiatan dan perencanaan serta Komisi Penilai Amdal Pusat;
pengelolaannya saling terkait dan berlokasi di dalam satu b. gubernur melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal
kesatuan hamparan ekosistem; dan/atau provinsi, untuk Kerangka Acuan yang dinilai oleh
b. pembinaan dan/atau pengawasan terhadap Usaha Komisi Penilai Amdal provinsi; atau
dan/atau Kegiatan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) c. bupati/walikota melalui sekretariat Komisi Penilai
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Amdal kabupaten/kota, untuk Kerangka Acuan yang
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja dinilai oleh Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota.
pemerintah kabupaten/kota;
(3) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada
pemrakarsa hanya menyusun 1 (satu) UKL-UPL. ayat (2), sekretariat Komisi Penilai Amdal memberikan
pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi
Kerangka Acuan.
Pasal 19
(1) Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi
lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota Pasal 21
dilarang menjadi penyusun UKL-UPL. (1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
(2) Dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi,
atau kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa, dinilai oleh Komisi Penilai Amdal.
pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Untuk melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada
dapat menjadi penyusun UKL-UPL. ayat (1), Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis
untuk menilai Kerangka Acuan.
(3) Tim teknis dalam melakukan penilaian, melibatkan
Pemrakarsa untuk menyepakati Kerangka Acuan.

BAB III ... (4) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian Kerangka
Acuan kepada Komisi Penilai Amdal.

(5) Dalam ...

 

- 11 - - 12 -

(5) Dalam hal hasil penilaian tim teknis menunjukkan (2) Dalam hal Kerangka Acuan tidak berlaku sebagaimana
bahwa Kerangka Acuan perlu diperbaiki, tim teknis dimaksud pada ayat (1), Pemrakarsa wajib mengajukan
menyampaikan dokumen tersebut kepada Komisi Penilai kembali Kerangka Acuan sesuai dengan ketentuan
Amdal untuk dikembalikan kepada Pemrakarsa. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 22 Pasal 26
(1) Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan Kerangka Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Kerangka
Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) Acuan diatur dengan Peraturan Menteri.
kepada Komisi Penilai Amdal.
(2) Kerangka Acuan yang telah diperbaiki sebagaimana
Bagian Kedua
dimaksud pada ayat (1) dinilai oleh tim teknis.
Andal dan RKL-RPL
(3) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian akhir Kerangka
Acuan kepada Komisi Penilai Amdal.
Pasal 27
Pemrakarsa menyusun Andal dan RKL-RPL berdasarkan:
Pasal 23
a. Kerangka Acuan yang telah diterbitkan persetujuannya;
Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal atau
21 dan/atau Pasal 22 dilakukan paling lama 30 (tigapuluh)
b. konsep Kerangka Acuan, dalam hal jangka waktu
hari kerja terhitung sejak Kerangka Acuan diterima dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 telah terlampaui
dinyatakan lengkap secara administrasi.
dan Komisi Penilai Amdal belum menerbitkan persetujuan
Kerangka Acuan.
Pasal 24
Dalam hal hasil penilaian tim teknis sebagaimana dimaksud Pasal 28
dalam Pasal 21 ayat (4) atau Pasal 22 ayat (3) menyatakan
(1) Andal dan RKL-RPL yang telah disusun sebagaimana
Kerangka Acuan dapat disepakati, Komisi Penilai Amdal
dimaksud dalam Pasal 27 diajukan kepada:
menerbitkan persetujuan Kerangka Acuan.
a. Menteri melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal
Pusat, untuk Kerangka Acuan yang dinilai oleh
Pasal 25 Komisi Penilai Amdal Pusat;
(1) Kerangka Acuan tidak berlaku apabila: b. gubernur melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal
a. perbaikan Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud provinsi, untuk Kerangka Acuan yang dinilai oleh
dalam Pasal 22 ayat (1) tidak disampaikan kembali Komisi Penilai Amdal provinsi; atau
oleh Pemrakarsa paling lama 3 (tiga) tahun terhitung c. bupati/walikota melalui sekretariat Komisi Penilai
sejak dikembalikannya Kerangka Acuan kepada Amdal kabupaten/kota, untuk Kerangka Acuan yang
Pemrakarsa oleh Komisi Penilai Amdal; atau dinilai oleh Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota.
b. Pemrakarsa tidak menyusun Andal dan RKL-RPL (2) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak ayat (1), sekretariat Komisi Penilai Amdal memberikan
diterbitkannya persetujuan Kerangka Acuan. pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi
dokumen Andal dan RKL-RPL.
(3) Komisi Penilai Amdal melakukan penilaian Andal dan
(2) Dalam ...
RKL-RPL sesuai dengan kewenangannya.

(4) Komisi ...


 

- 13 - - 14 -

(4) Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk (5) Dalam hal rapat Komisi Penilai Amdal menyatakan
menilai dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah bahwa dokumen Andal dan RKL-RPL perlu diperbaiki,
dinyatakan lengkap secara administrasi oleh sekretariat Komisi Penilai Amdal mengembalikan dokumen Andal
Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat dan RKL-RPL kepada Pemrakarsa untuk diperbaiki.
(2).
(5) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian atas dokumen
Andal dan RKL-RPL kepada Komisi Penilai Amdal. Pasal 30
(1) Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan dokumen
Andal dan RKL-RPL sesuai dengan ketentuan
Pasal 29
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
(1) Komisi Penilai Amdal, berdasarkan hasil penilaian Andal (2) Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah
dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi
ayat (5), menyelenggarakan rapat Komisi Penilai Amdal. Penilai Amdal melakukan penilaian akhir terhadap
dokumen Andal dan RKL-RPL.
(2) Komisi Penilai Amdal menyampaikan rekomendasi hasil
penilaian Andal dan RKL-RPL kepada Menteri, gubernur, (3) Komisi Penilai Amdal menyampaikan hasil penilaian
atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. akhir berupa rekomendasi hasil penilaian akhir kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
(3) Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL kewenangannya.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. rekomendasi kelayakan lingkungan; atau Pasal 31
b. rekomendasi ketidaklayakan lingkungan. Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28, Pasal 29, dan/atau Pasal 30 dilakukan paling lama 75
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) (tujuhpuluh lima) hari kerja, terhitung sejak dokumen Andal
ditetapkan berdasarkan pertimbangan paling sedikit dan RKL-RPL dinyatakan lengkap.
meliputi:
a. prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat
penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial, Pasal 32
ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, rekomendasi penilaian atau penilaian akhir dari Komisi
operasi, dan pascaoperasi Usaha dan/atau Kegiatan; Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
b. hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh atau Pasal 30, menetapkan keputusan kelayakan atau
Dampak Penting hipotetik sebagai sebuah kesatuan ketidaklayakan lingkungan hidup.
yang saling terkait dan saling memengaruhi, sehingga (2) Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau
diketahui perimbangan Dampak Penting yang bersifat ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
positif dengan yang bersifat negatif; dan pada ayat (1) dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari
c. kemampuan Pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang kerja terhitung sejak diterimanya rekomendasi hasil
bertanggung jawab dalam menanggulangi Dampak penilaian atau penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal.
Penting yang bersifat negatif yang akan ditimbulkan
dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan,
dengan pendekatan teknologi, sosial, dan Pasal 33
kelembagaan. (1) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) paling sedikit memuat:
(5) Dalam ...
a. dasar ...

 

- 15 - - 16 -

a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan; 3. di wilayah laut lebih dari 12 (duabelas) mil laut
b. pernyataan kelayakan lingkungan; diukur dari garis pantai ke arah laut lepas;
dan/atau
c. persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai
dengan RKL-RPL; dan 4. di lintas batas Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan negara lain.
d. kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait
b. gubernur, untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) huruf
c. berlokasi:

(2) Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan 1. di lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota
Pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan dalam 1 (satu) provinsi;
pengelolaan lingkungan hidup, Keputusan Kelayakan 2. di lintas kabupaten/kota; dan/atau
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
3. di wilayah laut paling jauh 12 (duabelas) mil dari
harus mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
dan pengelolaan lingkungan hidup.
perairan kepulauan.
c. bupati/walikota, untuk Usaha dan/atau Kegiatan
Pasal 34 yang berlokasi pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota
Keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dan di wilayah laut paling jauh 1/3 (satu pertiga) dari
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) paling sedikit memuat: wilayah laut kewenangan provinsi.

a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan; dan (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan
pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-
b. pernyataan ketidaklayakan lingkungan. UPL.
(3) Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi
Pasal 35 formulir UKL-UPL dinyatakan tidak lengkap, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota mengembalikan UKL-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Andal UPL kepada Pemrakarsa untuk dilengkapi.
dan RKL-RPL diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi
formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap, Menteri,
Bagian Ketiga gubernur, atau bupati/walikota melakukan pemeriksaan
UKL-UPL.
UKL-UPL
(5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Pasal 36 dilakukan dalam jangka waktu 14 (empatbelas) hari sejak
formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap secara
(1) Formulir UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal
administrasi.
15 ayat (1) yang telah diisi oleh Pemrakarsa disampaikan
kepada:
a. Menteri, untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang Pasal 37
berlokasi: (1) Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
1. di lebih dari 1 (satu) wilayah provinsi; Pasal 36 ayat (4), Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menerbitkan Rekomendasi UKL-UPL.
2. di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang sedang dalam sengketa dengan negara lain; (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:

3. di wilayah ...
a. persetujuan ...
 

- 17 - - 18 -

a. persetujuan; atau Pasal 41


b. penolakan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan UKL-UPL dan
penerbitan Rekomendasi UKL-UPL diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 38
(1) Rekomendasi berupa persetujuan UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a, paling sedikit
memuat: BAB IV
a. dasar pertimbangan dikeluarkannya persetujuan UKL- PERMOHONAN DAN PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN
UPL;
b. pernyataan persetujuan UKL-UPL; dan
Bagian Kesatu
c. persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai dengan
Permohonan Izin Lingkungan
yang tercantum dalam UKL-UPL.
(2) Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan
Pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan Pasal 42
pengelolaan lingkungan hidup, Rekomendasi UKL-UPL (1) Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku
mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan Pemrakarsa kepada Menteri, gubernur, atau
pengelolaan lingkungan hidup. bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Permohonan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud
Pasal 39 pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pengajuan
penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-
Rekomendasi berupa penolakan UKL-UPL sebagaimana
UPL.
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b, paling sedikit
memuat:
a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penolakan UKL-UPL; Pasal 43
dan Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
b. pernyataan penolakan UKL-UPL. Pasal 42 ayat (1), harus dilengkapi dengan:
a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL;
Pasal 40 b. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan
Pemeriksaan UKL-UPL dan penerbitan Rekomendasi UKL-UPL c. profil Usaha dan/atau Kegiatan.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 dapat
dilakukan oleh:
Pasal 44
a. pejabat yang ditunjuk oleh Menteri;
b. kepala instansi lingkungan hidup provinsi; atau Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, Menteri, gubernur, atau
c. kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota. bupati/walikota wajib mengumumkan permohonan Izin
Lingkungan.

Pasal 41 ...
Pasal 45 ...

 

- 19 - - 20 -

Pasal 45 Bagian Kedua


(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Penerbitan Izin Lingkungan
untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal
dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
Pasal 47
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui multimedia dan papan pengumuman (1) Izin Lingkungan diterbitkan oleh:
di lokasi Usaha dan/atau Kegiatan paling lama 5 (lima)
hari kerja terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL a. Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi. Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan
oleh Menteri;
(3) Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan
tanggapan terhadap pengumuman sebagaimana b. gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan
10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan. oleh gubernur; dan

(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud c. bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan
pada ayat (3) dapat disampaikan melalui wakil Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang
masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi diterbitkan oleh bupati/walikota.
masyarakat yang menjadi anggota Komisi Penilai Amdal. (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota:

Pasal 46 a. setelah dilakukannya pengumuman permohonan Izin


Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44;
(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan
untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL
dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. b. dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
dilakukan melalui multimedia dan papan pengumuman Rekomendasi UKL-UPL.
di lokasi Usaha dan/atau Kegiatan paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak formulir UKL-UPL yang
diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi. Pasal 48
(3) Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan (1) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
tanggapan terhadap pengumuman sebagaimana 47 ayat (1) paling sedikit memuat:
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama a. persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam
3 (tiga) hari kerja sejak diumumkan. Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud Rekomendasi UKL-UPL;
pada ayat (3) dapat disampaikan kepada Menteri, b. persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
kewenangannya.
c. berakhirnya Izin Lingkungan.

Bagian ...
(2) Dalam ...
 

- 21 - - 22 -

(2) Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan 6. perubahan waktu atau durasi operasi Usaha
Pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan dan/atau Kegiatan;
pengelolaan lingkungan hidup, Izin Lingkungan 7. Usaha dan/atau Kegiatan di dalam kawasan yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan belum tercakup di dalam Izin Lingkungan;
jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang- 8. terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang
undangan. ditujukan dalam rangka peningkatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(3) Izin Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya dan/atau
izin Usaha dan/atau Kegiatan.
9. terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar akibat peristiwa alam atau karena
Pasal 49 akibat lain, sebelum dan pada waktu Usaha
dan/atau Kegiatan yang bersangkutan
(1) Izin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri,
dilaksanakan;
gubernur, atau bupati/walikota wajib diumumkan
melalui media massa dan/atau multimedia. d. terdapat perubahan dampak dan/atau risiko
terhadap lingkungan hidup berdasarkan hasil kajian
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
analisis risiko lingkungan hidup dan/atau audit
dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak
lingkungan hidup yang diwajibkan; dan/atau
diterbitkan.
e. tidak dilaksanakannya rencana Usaha dan/atau
Kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
Pasal 50 diterbitkannya Izin Lingkungan.
(1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib (3) Sebelum mengajukan permohonan perubahan Izin
mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan, Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
apabila Usaha dan/atau Kegiatan yang telah memperoleh c, huruf d, dan huruf e, penanggung jawab Usaha
Izin Lingkungan direncanakan untuk dilakukan dan/atau Kegiatan wajib mengajukan permohonan
perubahan. perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
(2) Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana Rekomendasi UKL-UPL.
dimaksud pada ayat (1) meliputi: (4) Penerbitan perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan
a. perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan; Hidup dilakukan melalui:

b. perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan a. penyusunan dan penilaian dokumen Amdal baru;
hidup; atau

c. perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan b. penyampaian dan penilaian terhadap adendum Andal
hidup yang memenuhi kriteria: dan RKL-RPL.
1. perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi (5) Penerbitan perubahan Rekomendasi UKL-UPL dilakukan
yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup; melalui penyusunan dan pemeriksaan UKL-UPL baru.

2. penambahan kapasitas produksi; (6) Penerbitan perubahan Rekomendasi UKL-UPL


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam
3. perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi hal perubahan Usaha dan/atau Kegiatan tidak termasuk
lingkungan; dalam kriteria wajib Amdal.
4. perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan; (7) Penerbitan perubahan Izin Lingkungan dilakukan
5. perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau bersamaan dengan penerbitan perubahan Keputusan
Kegiatan; Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.
6. perubahan ... (8) Ketentuan ...

 

- 23 - - 24 -

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perubahan b. membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan
Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada terhadap persyaratan dan kewajiban dalam Izin
ayat (2) dan tata cara perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan kepada Menteri, gubernur, atau
Lingkungan Hidup, perubahan Rekomendasi UKL-UPL, bupati/walikota; dan
dan penerbitan perubahan Izin Lingkungan sebagaimana c. menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan
dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
dengan Peraturan Menteri. perundang-undangan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
Pasal 51 disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
(1) Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan Usaha
dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (2) huruf a, Menteri, gubernur, atau BAB V
bupati/walikota sesuai kewenangannya menerbitkan KOMISI PENILAI AMDAL
perubahan Izin Lingkungan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Pasal 54
dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, penanggung jawab (1) Komisi Penilai Amdal dibentuk oleh Menteri, gubernur,
Usaha dan/atau Kegiatan menyampaikan laporan atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
perubahan kepada Menteri, gubernur, atau
(2) Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat
bupati/walikota.
(1) terdiri atas:
(3) Berdasarkan laporan perubahan sebagaimana dimaksud
a. Komisi Penilai Amdal Pusat;
pada ayat (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan Izin b. Komisi Penilai Amdal provinsi; dan
Lingkungan. c. Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota.

Pasal 52 (3) Komisi Penilai Amdal Pusat sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf a menilai dokumen Amdal untuk Usaha
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin
dan/atau Kegiatan yang:
Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai
dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri. a. bersifat strategis nasional; dan/atau
b. berlokasi:

Bagian Ketiga 1. di lebih dari 1 (satu) wilayah provinsi;

Kewajiban Pemegang Izin Lingkungan 2. di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia


yang sedang dalam sengketa dengan negara lain;
Pasal 53 3. di wilayah laut lebih dari 12 (duabelas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas;
(1) Pemegang Izin Lingkungan berkewajiban: dan/atau
a. menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat 4. di lintas batas Negara Kesatuan Republik
dalam Izin Lingkungan dan izin perlindungan dan Indonesia dengan negara lain.
pengelolaan lingkungan hidup;
(4) Komisi Penilai Amdal provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b menilai dokumen Amdal untuk
Usaha dan/atau Kegiatan yang:
b. membuat ...
a. bersifat ...
 

- 25 - - 26 -

a. bersifat strategis provinsi; dan/atau (2) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat
b. berlokasi: (1) huruf a dan huruf b, berasal dari:

1. di lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota a. instansi lingkungan hidup Pusat, untuk Komisi
dalam 1 (satu) provinsi; Penilai Amdal Pusat;

2. di lintas kabupaten/kota; dan/atau b. instansi lingkungan hidup provinsi, untuk Komisi


Penilai Amdal provinsi; dan
3. di wilayah laut paling jauh 12 (duabelas) mil dari
c. instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, untuk
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota.
perairan kepulauan.
(5) Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota sebagaimana (3) Anggota Komisi Penilai Amdal terdiri atas:
dimaksud pada ayat (2) huruf c menilai dokumen Amdal a. untuk Komisi Penilai Amdal Pusat, beranggotakan
untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang: unsur dari:
a. bersifat strategis kabupaten/kota dan tidak strategis; 1. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
dan/atau pemerintahan di bidang penataan ruang;
b. di wilayah laut paling jauh 1/3 (satu pertiga) dari 2. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
wilayah laut kewenangan provinsi. pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
(6) Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang bersifat strategis
nasional, strategis provinsi, atau strategis 3. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
kabupaten/kota, serta tidak strategis sebagaimana pemerintahan di bidang dalam negeri;
dimaksud pada ayat (3) huruf a, ayat (4) huruf a, dan 4. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
ayat (5) huruf a ditetapkan oleh Menteri. pemerintahan di bidang kesehatan;
5. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
Pasal 55 pemerintahan di bidang pertahanan;
6. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
(1) Komisi Penilai Amdal Pusat menilai dokumen Amdal yang
pemerintahan di bidang penanaman modal;
disusun dengan menggunakan pendekatan terpadu atau
kawasan, jika terdapat Usaha dan/atau Kegiatan 7. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3), ayat (4), pemerintahan di bidang pertanahan;
dan/atau ayat (5). 8. instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan
(2) Komisi Penilai Amdal provinsi menilai dokumen Amdal pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
yang disusun dengan menggunakan pendekatan terpadu 9. instansi Pusat yang membidangi Usaha dan/atau
atau kawasan, jika terdapat Usaha dan/atau Kegiatan Kegiatan;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) dan ayat
(5). 10. instansi Pusat yang terkait dengan dampak Usaha
dan/atau Kegiatan;
11. wakil pemerintah provinsi yang bersangkutan;
Pasal 56
12. wakil pemerintah kabupaten/kota yang
(1) Susunan Komisi Penilai Amdal terdiri atas: bersangkutan;
a. ketua; 13. ahli di bidang perlindungan dan pengelolaan
b. sekretaris; dan lingkungan hidup;
14. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana Usaha
c. anggota.
dan/atau Kegiatan;

(2) Ketua ... 15. ahli ...

 

- 27 - - 28 -

15. ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak 14. masyarakat terkena dampak; dan/atau
dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan; 15. unsur lain sesuai kebutuhan.
16. organisasi lingkungan hidup;
c. untuk Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota,
17. masyarakat terkena dampak; dan/atau
beranggotakan unsur dari:
18. unsur lain sesuai kebutuhan. 1. instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang penataan ruang
b. untuk Komisi Penilai Amdal provinsi, beranggotakan
kabupaten/kota;
unsur dari:
2. instansi yang menyelenggarakan urusan
1. instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan
pemerintahan di bidang penataan ruang provinsi;
pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota;
2. instansi yang menyelenggarakan urusan
3. instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan
pemerintahan di bidang penanaman modal
pengelolaan lingkungan hidup provinsi;
kabupaten/kota;
3. instansi yang menyelenggarakan urusan
4. instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang penanaman modal
pemerintahan di bidang pertanahan
provinsi;
kabupaten/kota;
4. instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanahan provinsi; 5. instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertahanan
5. instansi yang menyelenggarakan urusan kabupaten/kota;
pemerintahan di bidang pertahanan provinsi;
6. instansi yang menyelenggarakan urusan
6. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
pemerintahan di bidang kesehatan provinsi; kabupaten/kota;
7. instansi Pusat dan/atau daerah yang 7. wakil instansi Pusat, instansi provinsi, dan/atau
membidangi Usaha dan/atau Kegiatan yang kabupaten/kota yang urusan pemerintahannya
bersangkutan; terkait dengan dampak Usaha dan/atau
8. wakil instansi Pusat, instansi provinsi, dan/atau Kegiatan;
kabupaten/kota yang urusan pemerintahannya 8. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana
terkait dengan dampak Usaha dan/atau Usaha dan/atau Kegiatan;
Kegiatan;
9. ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak
9. wakil pemerintah kabupaten/kota yang dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
bersangkutan;
10. wakil dari organisasi lingkungan yang terkait
10. pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi dengan Usaha dan/atau Kegiatan yang
yang bersangkutan; bersangkutan;
11. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana 11. masyarakat terkena dampak; dan
Usaha dan/atau Kegiatan;
12. unsur lain sesuai kebutuhan.
12. ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak
dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
13. organisasi lingkungan hidup; Pasal 57 ...
14. masyarakat ...
 

- 29 - - 30 -

Pasal 57
Pasal 61
(1) Dalam hal instansi lingkungan hidup kabupaten/kota
bertindak sebagai Pemrakarsa dan kewenangan penilaian (1) Sekretariat Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud
Amdalnya berada di kabupaten/kota yang bersangkutan, dalam Pasal 59 huruf b mempunyai tugas di bidang
penilaian Amdal terhadap Usaha dan/atau Kegiatan kesekretariatan, perlengkapan, penyediaan informasi
tersebut dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal provinsi. pendukung, dan tugas lain yang diberikan oleh Komisi
Penilai Amdal.
(2) Dalam hal instansi lingkungan hidup provinsi bertindak
sebagai Pemrakarsa dan kewenangan penilaian Amdalnya (2) Sekretariat Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud
berada di provinsi yang bersangkutan, penilaian Amdal pada ayat (1) dipimpin oleh kepala sekretariat yang
terhadap Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dilakukan dijabat oleh pejabat setingkat eselon III ex officio pada
oleh Komisi Penilai Amdal Pusat. instansi lingkungan hidup Pusat dan pejabat setingkat
eselon IV ex officio pada instansi lingkungan hidup
provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 58
(1) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan Pasal 62
kewenangannya. Anggota Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara lisensi Pasal 56 dan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dalam Pasal 60 dilarang melakukan penilaian terhadap
Peraturan Menteri. dokumen Amdal yang disusunnya.

Pasal 59 Pasal 63
Komisi Penilai Amdal dibantu oleh: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Komisi Penilai
Amdal Pusat, Komisi Penilai Amdal provinsi, dan Komisi
a. tim teknis Komisi Penilai Amdal yang selanjutnya disebut Penilai Amdal kabupaten/kota diatur dengan Peraturan
tim teknis; dan Menteri.
b. sekretariat Komisi Penilai Amdal.

Pasal 60 BAB VI
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf PEMBINAAN DAN EVALUASI KINERJA
a terdiri atas:
Bagian Kesatu
a. ahli dari instansi teknis yang membidangi Usaha
dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dan instansi Pembinaan terhadap Penatalaksanaan Amdal dan UKL-UPL
lingkungan hidup; dan
b. ahli lain dan bidang ilmu yang terkait. Pasal 64
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan (1) Instansi lingkungan hidup Pusat melakukan pembinaan
tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhadap:
ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya. a. Komisi Penilai Amdal provinsi dan Komisi Penilai
Amdal kabupaten/kota; dan

Pasal 61 ...
b. instansi ...

 

- 31 - - 32 -

b. instansi lingkungan hidup provinsi dan kabupaten/ b. UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi lingkungan
kota. hidup provinsi dan/atau instansi lingkungan hidup
(2) Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan kabupaten/kota.
pembinaan terhadap: (2) Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan evaluasi
a. Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota; dan kinerja terhadap penatalaksanaan:
a. Amdal yang dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal
b. instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
kabupaten/kota; dan
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling sedikit melalui: b. UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi lingkungan
hidup kabupaten/kota.
a. pendidikan dan pelatihan Amdal;
(3) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. bimbingan teknis UKL-UPL; dan dan ayat (2) paling sedikit dilakukan terhadap:
c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau a. pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan/atau
kriteria. kriteria di bidang Amdal dan UKL-UPL;
b. kinerja Komisi Penilai Amdal provinsi dan
Pasal 65 kabupaten/kota; dan

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu c. kinerja pemeriksa UKL-UPL di instansi lingkungan
penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau hidup provinsi dan kabupaten/kota.
Kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup.
Pasal 67
(2) Penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan
Kegiatan golongan ekonomi lemah sebagaimana
evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh instansi yang
sampai dengan Pasal 66 diatur dengan Peraturan Menteri.
membidangi Usaha dan/atau Kegiatan.
(3) Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pembinaan atau
pengawasan lebih dari 1 (satu) instansi yang membidangi BAB VII
Usaha dan/atau Kegiatan, penyusunan Amdal atau UKL- PENDANAAN
UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan,
dilakukan oleh instansi yang membidangi Usaha Pasal 68
dan/atau Kegiatan yang bersifat dominan.
Penyusunan dokumen Amdal atau UKL-UPL didanai oleh
Pemrakarsa, kecuali untuk Usaha dan/atau Kegiatan bagi
Bagian Kedua golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
65 ayat (1).
Evaluasi Kinerja

Pasal 66
Pasal 69
(1) Instansi lingkungan hidup Pusat melakukan evaluasi
(1) Dana kegiatan:
kinerja terhadap penatalaksanaan:
a. Amdal yang dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal a. penilaian Amdal yang dilakukan oleh komisi Penilai
provinsi dan/atau Komisi Penilai Amdal Amdal, tim teknis, dan sekretariat Komisi Penilai
kabupaten/kota; dan Amdal; atau

b. UKL-UPL ... b. pemeriksaan ...


 

- 33 - - 34 -

b. pemeriksaan UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi a. efektivitas dan efisiensi terhadap pelestarian fungsi
lingkungan hidup pusat, provinsi, atau lingkungan hidup;
kabupaten/kota b. tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang
dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja dilakukan oleh pemegang Izin Lingkungan;
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah c. tingkat ketaatan pemegang Izin Lingkungan terhadap
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan
dalam izin lingkungan;
(2) Jasa penilaian dokumen Amdal dan pemeriksaan UKL-
UPL yang dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal dan tim d. riwayat ketaatan pemegang Izin Lingkungan; dan/atau
teknis dibebankan kepada Pemrakarsa sesuai dengan e. tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang
peraturan perundang-undangan. dilakukan oleh pemegang Izin Lingkungan pada
lingkungan hidup.

Pasal 70
Dana pembinaan dan evaluasi kinerja yang dilakukan oleh
instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, dan BAB IX
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 KETENTUAN PENUTUP
sampai dengan Pasal 66 dialokasikan dari anggaran instansi
lingkungan hidup Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Pasal 73

Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan


sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan
BAB VIII tetap berlaku dan dipersamakan sebagai Izin Lingkungan.
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 71 Pasal 74
(1) Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dikenakan sanksi Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
administratif yang meliputi: Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
a. teguran tertulis; Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3838) dicabut dan
b. paksaan pemerintah;
dinyatakan tidak berlaku.
c. pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. pencabutan Izin Lingkungan.
Pasal 75
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterapkan oleh Menteri, gubernur, atau Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. diundangkan.

Pasal 72
Penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (2) didasarkan atas:
Agar ...

a. efektivitas ...



- 35 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Februari 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Februari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 48

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,

SETIO SAPTO NUGROHO


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA MenetapkanUNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN.


NOMOR 13 TAHUN 2003 :

TENTANG BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENAGAKERJAAN
Pasal 1
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Dalam undang undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
Presiden Republik Indonesia,
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat.
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun 3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara dalam bentuk lain.
Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai lain.
pelaku dan tujuan pembangunan; 5. Pengusaha adalah :
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan perusahaan milik sendiri;
kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
dengan harkat dan martabat kemanusiaan; menjalankan perusahaan bukan miliknya;

d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun Indonesia.
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya 6. Perusahaan adalah :
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
usaha;
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
e. bahwa beberapa undang undang di bidang ketenagakerjaan mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
dan/atau ditarik kembali;
7. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf
sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan
a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang undang tentang
pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
Ketenagakerjaan;
8. Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33
berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna
ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
tertentu mengenai ketenagakerjaan.
Dengan persetujuan bersama antara

9. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, 23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau
kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi memperlambat pekerjaan.
jabatan atau pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak
10. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. 25. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
11. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah pengusaha.
bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam 26. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan
atau keahlian tertentu. 27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00.
12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga 28. 1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai 29. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.
dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhannya. 30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan,
di wilayah Indonesia. termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi yang telah atau akan dilakukan.
kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 31. 31. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam
lingkungan kerja yang aman dan sehat.
16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku
dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, 32. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara pelaksanaan peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan.
Republik Indonesia Tahun 1945. 33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
17. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi BAB II
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
keluarganya.
18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal Pasal 2
yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari
pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. Republik Indonesia Tahun 1945.
19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah
tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, Pasal 3
serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui
memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan. koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Pasal 4
serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
kedua belah pihak.
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
22. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
hanya dalam satu perusahaan.
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
BAB III BAB V
KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA PELATIHAN KERJA

Pasal 5 Pasal 9

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
pekerjaan. mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan
kesejahteraan.
Pasal 6
Pasal 10
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha. (1) Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha,
baik di da-lam maupun di luar hubungan kerja.
(2) Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar
BAB IV kompetensi kerja.
PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN
(3) Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
INFORMASI KETENAGAKERJAAN
(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

(1) Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun Pasal 11
perencanaan tenaga kerja.
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
(2) Perencanaan tenaga kerja meliputi :
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui
pelatihan kerja.
a. perencanaan tenaga kerja makro; dan
b. perencanaan tenaga kerja mikro. Pasal 12

(1) Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi


(3) Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan pekerjanya melalui pelatihan kerja.
yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 8 (3) Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai
dengan bi-dang tugasnya.
(1) Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi
: Pasal 13
a. penduduk dan tenaga kerja;
b. kesempatan kerja; (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga
c. pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja; pelatihan kerja swasta.
d. produktivitas tenaga kerja;
e. hubungan industrial; (2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
f. kondisi lingkungan kerja; (3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam
g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan menyelenggarakan pe-latihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.
h. jaminan sosial tenaga kerja.
(2) Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperoleh dari semua pihak Pasal 14
yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta.
(3) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta (1) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan.
pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

(2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperoleh izin (1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja
atau men daftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta,
kabupaten/kota. atau pelatihan di tempat kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan (2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi
kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kompe tensi kerja.
kabupaten/kota. (3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh tenaga
(4) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja sebagaimana kerja yang telah berpengalaman.
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. (4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang
inde penden.
Pasal 15
(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :
a. tersedianya tenaga kepelatihan;
b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan; Pasal 19
c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja. Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis,
derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.
Pasal 16
Pasal 20
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dan lembaga pelatihan kerja
pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi. (1) Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan,
dikembang kan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan
(2) Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat independen terdiri atas unsur
pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor.
masya rakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja nasional
(3) Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kepu tusan Menteri.
Pasal 21
Pasal 17
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota dapat
menghentikan seme ntara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila dalam
pelaksanaannya ternyata : Pasal 22
a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan/atau
b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (1) Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha
yang di buat secara tertulis.
(2) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan. (2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat
ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
(3) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja hanya dikenakan terhadap
program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal (3) Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud
15. dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh
perusahaan yang bersangkutan.
(4) Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi dan melengkapi
saran per baikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi penghentian program
pelatihan. Pasal 23

(5) Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan program pelatihan Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi
kerja yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikenakan sanksi pencabutan kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
izin dan pembatalan pendaftaran penyelenggara pelatihan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara, penghentian, pencabutan izin, dan Pasal 24
pembatalan pen daftaran diatur dengan Keputusan Menteri.
Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau di tempat penyelenggaraan
Pasal 18 pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.

Pasal 25
(1) Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau (3) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga produktivitas nasional sebagaimana
pejabat yang ditunjuk. dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara pemagangan
harus ber bentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. BAB VI
(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana PENEMPATAN TENAGA KERJA
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 31
Pasal 26
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan,
(1) Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia harus memperhatikan : atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
a. harkat dan martabat bangsa Indonesia;
b. penguasaan kompetensi yang lebih tinggi; dan Pasal 32
c. perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan ibadahnya.
(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan di luar wilayah (1) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan
Indo nesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan setara tanpa diskriminasi.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (2) Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat
sesuai de ngan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan
Pasal 27 harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
(3) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja
(1) Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan dan penye diaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.
program pemagangan.
(2) Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri harus Pasal 33
memperhatikan ke pentingan perusahaan, masyarakat, dan negara.
Penempatan tenaga kerja terdiri dari :
Pasal 28 a. penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan
b. penempatan tenaga kerja di luar negeri.
(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta melakukan
koordinasi pela tihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja Pasal 34
nasional.
(2) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja sebagaimana Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud da lam ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden. Pasal 33 huruf b diatur dengan undang-undang.

Pasal 29 Pasal 35

(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan (1) Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang
pemagangan. dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.
(2) Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, (2) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memberikan
dan efisien si penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas. perlindu ngan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja
(3) Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan melalui (3) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib
pengembangan buda ya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju memberi kan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik
terwujudnya produktivitas nasional. mental maupun fisik tenaga kerja.

Pasal 30 Pasal 36

(1) Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dibentuk (1) Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
lembaga pro duktivitas yang bersifat nasional. dilakukan dengan memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja.
(2) Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berbentuk jejaring kelembagaan (2) Pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat terpadu
pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor maupun daerah. dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur-unsur :
a. pencari kerja;

b. lowongan pekerjaan; (2) Penciptaan perluasan kesempatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
c. informasi pasar kerja; pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya,
d. mekanisme antar kerja; dan penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang
e. kelembagaan penempatan tenaga kerja. dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja.
(3) Unsur-unsur sistem penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat
dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk terwujudnya penempatan tenaga kerja. Pasal 41

Pasal 37 (1) Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja.
(2) Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari : dimaksud dalam ayat (1).
a. instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenaga-kerjaan; dan
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dibentuk badan
b. lembaga swasta berbadan hukum. koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dalam (4) Ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi
melak sanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, dan ayat (3) dalam pasal ini diatur dengan
pejabat yang ditunjuk.
Peraturan Pemerintah.

Pasal 38
BAB VIII
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau
keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.
Pasal 42
(2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf
b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari
tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu. Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Golongan dan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan (2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
Menteri.
(3) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan
negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan
konsuler.
(4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan
BAB VII
tertentu dan waktu tertentu.
PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
(5) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
Pasal 39 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(6) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak
(1) Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam dapat di perpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
maupun di luar hubungan kerja.
(2) Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di Pasal 43
dalam maupun di luar hubungan kerja.
(1) Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga
(3) Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
mewujudkan per luasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
(2) Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-
(4) Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu membantu kurangnya me muat keterangan :
dan mem berikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau
mengembangkan perluasan kesempatan kerja. a. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan
Pasal 40 yang bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
(1) Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang
produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya d. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja
manusia dan teknologi tepat guna. asing yang dipekerjakan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-
badan internasional dan perwakilan negara asing.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing diatur BAB IX
dengan Keputu san Menteri. HUBUNGAN KERJA

Pasal 44 Pasal 50

(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
kompetensi yang berlaku.
(2) Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 51
diatur dengan Keputusan Menteri.
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
Pasal 45 (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib :
Pasal 52
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga
kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana a. kesepakatan kedua belah pihak;
dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja
asing. b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
menduduki ja batan direksi dan/atau komisaris. d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 46 (2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
(1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
jabatan ter tentu.
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
(2) Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
Pasal 53
Pasal 47
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja
(1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya. dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
(2) Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi
instansi pe merintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, Pasal 54
lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud (1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat :
dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
(4) Ketentuan mengenai besarnya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan Peraturan c. jabatan atau jenis pekerjaan;
Pemerintah. d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
Pasal 48 f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir. i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh
Pasal 49 ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.

(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama
(dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya
masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang
Pasal 55 waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan
perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua)
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 56 dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian
kerja waktu tidak tertentu.
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
a. jangka waktu; atau Pasal 60
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama
Pasal 57 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan Pasal 61
sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu.
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian a. pekerja meninggal dunia;
terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat
dalam bahasa Indonesia. b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
Pasal 58 perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud hubungan kerja.
dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum. (2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
Pasal 59
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab
pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut hak pekerja/buruh.
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan (5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak
paling lama 3 (tiga) tahun; haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Pasal 62

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk
paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai
lama 1 (satu) tahun. batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 63
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib (2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. berhubungan lang-sung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
keterangan : pekerja/buruh;
a. nama dan alamat pekerja/buruh; b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf
b. tanggal mulai bekerja;
a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana
c. jenis pekerjaan; dan dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara
d. besarnya upah. tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

Pasal 64 c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul
menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib
secara tertulis. memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin
Pasal 65 dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan perusahaan pemberi pekerjaan.
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; BAB X
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. KESEJAHTERAAN
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
Bagian Kesatu
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana
Perlindungan
dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-
syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Paragraf 1
Penyandang Cacat
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 67
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang (1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan
dipekerjakannya. sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja (2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka
demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan Paragraf 2
beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Anak
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan Pasal 68
hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Pasal 66
Pasal 69
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi
kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur
proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan
langsung dengan proses produksi. ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagai-mana dimaksud dalam b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk
ayat (1) ha-rus memenuhi persyaratan : pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; dan/atau
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja; d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan (3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang
bekerja pada usaha keluarganya. Pasal 75

Pasal 70 (1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan
kerja.
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum (2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pemerintah.
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
Paragraf 3
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan Perempuan
pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 76

Pasal 71 (1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. (2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila
syarat : bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan pukul 07.00 wajib :
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
sekolah. b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 72

Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja Paragraf 4
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa. Waktu Kerja

Pasal 73 Pasal 77

Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.

Pasal 74 (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk. kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi : b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha
atau peker-jaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 78 Pasal 82

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat : saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan perhitungan dokter kandungan atau bidan.

b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari (2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat
dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur. Pasal 83
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 84
Pasal 79 Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : Pasal 85

a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; (2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus- menerus atau
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.

d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun (4) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja dengan Keputusan Menteri.
selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan
pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan
dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Paragraf 5
(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi Pasal 86
pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
(5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
Pasal 80 b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
Pasal 81 diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku.
pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

Pasal 87 Pasal 90
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang (1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. dalam Pasal 89.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
(3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Pengupahan. Pasal 91
(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh
Pasal 88 atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. (2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang berlaku.
melindungi pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 92
meliputi :
(1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa
a. upah minimum; kerja, pendidikan, dan kompetensi.
b. upah kerja lembur; (2) Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan mem-perhatikan kemampuan
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; perusahaan dan produktivitas.
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; (3) Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Menteri.
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah; Pasal 93
g. denda dan potongan upah; (1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; upah apabila :
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan. b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan;
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan mem-perhatikan produktivitas dan pertumbuhan c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan,
ekonomi. membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau
anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia;
Pasal 89
d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : terhadap negara;
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. diperintahkan agamanya;
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
hidup layak. mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha;
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. dan
i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
huruf a sebagai berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; Pasal 98
b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; (1) Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk
Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan
hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. (2) Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/-serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar.
(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut : (3) Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden,
sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan
a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari; diberhentikan oleh Gubenur/ Bupati/Walikota.
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; (4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Presiden.
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; Bagian Ketiga
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 Kesejahteraan
(dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari. Pasal 99
(5) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam (1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 94
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah Pasal 100
pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan
tetap. (1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib
menyediakan fasilitas kesejahteraan.
Pasal 95 (2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilak?sanakan
dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusa?haan.
(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat
dikenakan denda. (3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan
pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam Pasal 101
pembayaran upah.
(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh, dibentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-
(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang- usaha produktif di perusahaan.
undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang
yang didahulukan pem-bayarannya. (2) Pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh berupaya
menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh, dan mengembangkan usaha produktif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 96
(3) Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya
hak. (4) Upaya-upaya untuk menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 97
Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak, BAB XI
dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana HUBUNGAN INDUSTRIAL
Bagian Kesatu

Umum (2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang ber-laku.

Pasal 102
(1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, Bagian Keempat
memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap Lembaga Kerja Sama Bipartit
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya Pasal 106
mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban
demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib
keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan membentuk lembaga kerja sama bipartit.
kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
(2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum
(3) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
fungsi menciptakan kemitraan, mengembang-kan usaha, memperluas lapangan kerja, dan
(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri
memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara
demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 103
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana : bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
a. serikat pekerja/serikat buruh;
b. organisasi pengusaha; Bagian Kelima
c. lembaga kerja sama bipartit; Lembaga Kerja Sama Tripartit
d. embaga kerja sama tripartit;
e. peraturan perusahaan; Pasal 107
f. perjanjian kerja bersama;
g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan (1) Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah
dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(2) Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari :
a. Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan
b. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua (3) Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha,
Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan seri-kat pekerja/serikat buruh.
(4) Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat Bagian Keenam
buruh ber-hak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan Peraturan Perusahaan
keuangan organisasi termasuk dana mogok.
(3) Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur Pasal 108
dalam ang-garan dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan. (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib
membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
Bagian Ketiga (2) Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
Organisasi Pengusaha bagi peru-sahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.

Pasal 105 Pasal 109

(1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.
Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang (1) Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat
bersangkutan. dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh.
(2) Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat
Pasal 110 pengesa-han dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(1) Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil Pasal 114
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan
wakil pe-kerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pengurus serikat perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, wakil Pasal 115
pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pekerja/buruh yang dipilih secara
demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 111

(1) Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat : Bagian Ketujuh


a. hak dan kewajiban pengusaha; Perjanjian Kerja Bersama
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
c. syarat kerja; Pasal 116
d. tata tertib perusahaan; dan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. (1) Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
(2) Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
perundang undangan yang berlaku. ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
(3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah (2) Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara
habis masa berlakunya. musya-warah.
(4) Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/ serikat buruh di (3) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuat secara tertulis
perusahaan meng hendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
wajib melayani. (4) Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia,
(5) Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat maka per-janjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
(4) tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan
waktu berlakunya. sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 112 Pasal 117

(1) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan
puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima. hubungan industrial.
(2) Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan
ayat (2), maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 118
sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku
bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan.
(3) Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara
tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Pasal 119

(4) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh (1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat
pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pengusaha wajib menyampaikan kembali pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan
peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 113

(2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana (1) Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :
dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh a. hak dan kewajiban pengusaha;
perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan maka serikat pekerja/serikat buruh b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan dengan pengusaha apabila serikat c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
(3) Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat undangan yang berlaku.
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk (3) Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6
berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut
(enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 125
Pasal 120
Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka
(1) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh maka yang perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang
berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah sedang berlaku.
keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di
perusahaan tersebut.
Pasal 126
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka serikat
pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima
(1) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang
puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili ada da-lam perjanjian kerja bersama.
dalam perundingan dengan pengusaha.
(2) Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka atau peru-bahannya kepada seluruh pekerja/ buruh.
para seri-kat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan
secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. (3) Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap
pekerja/ buruh atas biaya perusahaan.
Pasal 121
Pasal 127
Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan Pasal
120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota. (1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan
perjanjian kerja bersama.
Pasal 122 (2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan
dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi
Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) diselenggarakan oleh hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama.
panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh
yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan Pasal 128
pengusaha.
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja
Pasal 123 bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.

(1) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 129
(2) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang masa
berlakunya pa-ling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha (1) Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di
dengan serikat pekerja/serikat buruh. perusa-haan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) (2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama
bulan se-belum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan
tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak mencapai kesepakatan maka
perjan-jian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 130
Pasal 124
(1) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau
diper-baharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh,
maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan
ketentuan dalam Pasal 119. Bagian Kedelapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan
(2) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau
diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh Hubungan Industrial
dan serikat pekerja/serikat buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 120
ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan Paragraf 1
oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Perselisihan Hubungan Industrial
seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja/serikat buruh yang
membuat perjanjian kerja bersama terdahulu dengan membentuk tim perunding secara Pasal 136
proporsional.
(3) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/ serikat
buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 120 (2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan ayat (3). menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 131

(1) Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan Paragraf 2
perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu Mogok Kerja
perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan Pasal 137
mempunyai perjan-jian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah
perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerja/buruh. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara
sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
(3) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai
perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama
maka perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) Pasal 138
sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
(1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh
lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar
Pasal 132
hukum.
(1) Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam (2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memenuhi
perjanjian kerja bersama tersebut. atau tidak memenuhi ajakan tersebut.
(2) Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian kerja bersama
selan-jutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang Pasal 139
ketenagakerjaan.
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani
kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatan-nya membahayakan keselamatan
Pasal 133
jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau
membahayakan keselamatan orang lain.
Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan, dan
pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 140
Pasal 134
(1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada
Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
Pasal 135 b. tempat mogok kerja;

Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.

d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar
pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. perusahaan; atau
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh
pekerja/ serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau
penanggung jawab mogok kerja. Pasal 145
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi
menyelamat kan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan
sementara dengan cara : hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; mendapatkan upah.
atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Paragraf 3
Pasal 141 Penutupan Perusahaan (lock-out)

(1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja Pasal 146
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
(2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang (1) Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh
ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan.
dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih. (2) Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai tindakan
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat
harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari buruh.
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. (3) Tindakan penutupan perusahaan (lock out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, berlaku.
maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera
menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga Pasal 147
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5) Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang
maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa
penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi,
atau dihentikan sama sekali. pusat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi, serta kereta api.

Pasal 142 Pasal 148

(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 (1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat
dan Pa-sal 140 adalah mogok kerja tidak sah. pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out)
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dilaksanakan.
dengan Keputusan Menteri.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan
Pasal 143
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out).
(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau
mengguna kan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan
pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan Pasal 149
damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenaga-kerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan
Pasal 144
(lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan
dengan mencantumkan hari, tanggal, dan jam penerimaan.
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 140, pengusaha dilarang :
(2) Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung (2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga
jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundangkan sebagaimana
menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).
merundingkannya dengan para pihak yang berselisih. (3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan
harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, Pasal 153
maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera
menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(5) Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh, penutupan waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
perusahaan (lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
sekali. terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
apabila :
d. pekerja/buruh menikah;
a. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140; e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

b. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normatif yang f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perundang-undangan yang berlaku. peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di
BAB XII dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
Pasal 150 pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 151 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya
harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Pasal 154
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari,
maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal :
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya;
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan
persetu-juan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh b. pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan
kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
Pasal 152 c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga d. pekerja/buruh meninggal dunia.
penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.

Pasal 155 h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3)
batal demi hukum. a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. pekerja/buruh diterima bekerja;

(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima syarat;
pekerja/buruh. d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
Pasal 156 (5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dengan Peraturan Pemerintah.
dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut Pasal 157
:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; (1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
a. upah pokok;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada
upah; pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus
upah; dibayar oleh pekerja/buruh.
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan (2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka
upah; penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan (3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,
upah. potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-
rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
bulan upah;
(4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan
(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan terakhir.
sebagai be-rikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan Pasal 158
upah;
(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
upah;
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4
perusahaan;
(empat) bulan upah;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5
(lima) bulan upah; c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
(enam) bulan upah; d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
tahun, 7 (tujuh) bulan upah; pengusaha di lingkungan kerja;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
tahun, 8 (delapan) bulan upah; bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang (6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam (7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja
keadaan bahaya di tempat kerja; sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat
(4).
kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 Pasal 161
(lima) tahun atau lebih.
(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai (1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
berikut : peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan
a. pekerja/buruh tertangkap tangan; hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang
bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. (2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama
6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud perjanjian kerja bersama.
dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
156 ayat (4). (3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinya tidak ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pasal 162

Pasal 159 (1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga (2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak
me-wakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 160
(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana syarat :
bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga
memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
ketentuan sebagai berikut : b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah; (4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah. tanpa pene-tapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan
takwin ter-hitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib. Pasal 163
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6
(enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi
perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa
dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. dalam Pasal 156 ayat (4).
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan (2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia
kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali

ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam
156 ayat (4). perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
Pasal 164 hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan
kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh (6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang
ayat (4) ti-dak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan Pasal 168
keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena (1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2
karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 mengundurkan diri.
ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan (2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.

Pasal 165 (3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang
bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 169

Pasal 166 (1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan
sebagai berikut :
Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya
diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
(4).
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih;
Pasal 167
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan;
memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program atau
pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak
mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
ketentuan Pasal 156 ayat (4). (2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh
(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
pensiun se-bagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai
pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) ketentuan Pasal 156 ayat (4).
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat
(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
iurannya/premi-nya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon
dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha. sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (3).
Pasal 170
BAB XIV
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi keten-tuan Pasal 151 ayat (3) dan PENGAWASAN
Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi
hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar Pasal 176
seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenaga-kerjaan yang
Pasal 171 mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan.
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177
Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan
tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ditetapkan oleh
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
Pasal 178
Pasal 172
(1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah
dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan (2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4). Keputu-san Presiden.

Pasal 179
BAB XIII
PEMBINAAN (1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 pada
pemerintah provin-si dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
Pasal 173 pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan Keputusan Men-teri.
ketena-gakerjaan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengikut-sertakan organisasi Pasal 180
pengusaha, seri-kat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2), dilaksanakan secara terpadu Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta wewenang pegawai
dan terko-ordinasi. pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 174 Pasal 181

Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi peng-usaha, serikat Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya sebagai-mana dimaksud
pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di dalam Pasal 176 wajib :
bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Pasal 175
BAB XV
(1) Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa PENYIDIKAN
dalam pem-binaan ketenagakerjaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam, uang, Pasal 182
dan/atau bentuk lainnya.

(1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pegawai pengawas (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4
ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang : (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana
di bidang ketenaga-kerjaan; Pasal 186
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan; (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta
d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak rupiah).
pidana di bidang ketenagakerjaan; (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan; Pasal 187
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan; dan (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44
ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2),
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana
adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan. kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda
(3) Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.

BAB XVI Pasal 188


KETENTUAN PIDANA DAN
SANKSI ADMINISTRATIF
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38
ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114,
Bagian Pertama dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
Ketentuan Pidana dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 183
Pasal 189
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha
ratus juta rupiah). membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Bagian Kedua
Pasal 184 Sanksi Administratif

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan Pasal 190
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2),
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan
Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Pasal 185 (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. teguran;
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), b. peringatan tertulis;
Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha; 11. Undang undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau
e. pembatalan persetujuan; Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital (Lembaran Negara Tahun
f. pembatalan pendaftaran; 1963 Nomor 67);
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; 12. Undang undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Mengenai
h. pencabutan ijin. Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) 2912);
diatur lebih lanjut oleh Menteri. 13. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702);

BAB XVII 14. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang
KETENTUAN PERALIHAN Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791);
Pasal 191 15. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang undang tentang Ketenaga-kerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240,
ini. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042),
dinyatakan tidak berlaku lagi.

BAB XVIII Pasal 193


KETENTUAN PENUTUP
Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 192 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pada saat mulai berlakunya Undang undang ini, maka :

1. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar


Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8); Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2003
2. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan
Kerja Malam Bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647); PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
3. Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak anak Dan Orang Muda Di Atas ttd
Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);
4. Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan kegiatan MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);
5. 5. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau Dikerahkan Dari Luar
Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545); Diundangkan di Jakarta
6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak anak (Staatsblad pada tanggal 25 Maret 2003
Tahun 1949 Nomor 8);
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
7. Undang undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang undang
Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1951 Nomor 2);
BAMBANG KESOWO
8. Undang undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat
Buruh Dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 598a);
9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 39
Negara Tahun 1958 Nomor 8 );
10. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);

Anda mungkin juga menyukai