Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN I


UJI KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL FOTOVOLTAIK
(ACARA – 1)

Disusun oleh :
Nama : 1. Nandi Maulani Nashruddin K1C016030
2. Mitha Syahfitri K1C016040
Asisten : Yoga Pratama

Hari/Tanggal :
Pelaksanaan Praktikum : Selasa, 9 Oktober 2018
Pengumpulan Laporan : Selasa, 16 Oktober 2018

LABORATORIUM FISIKA INTI DAN MATERIAL


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
UJI KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL FOTOVOLTAIK
Nandi Maulani Nashruddin (K1C016030), Mitha Syahfitri (K1C016040)
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jenderal Soedirman
Email: nandimaulani29@gmail.com , mithasyahfitri28@gmail.com

ABSTRAK

Solar sel atau panel surya yaitu alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah energi
cahaya menjadi listrik dimana energi cahaya tersebut bersumber dari cahaya matahari yang
ramah lingkungan, sedangkan surya merupakan sebuah elemen semikonduktor yang dapat
mengkonversi energi surya menjadi energi listrik berdasarkan efek fotovoltaik. Percobaan
Uji Karakteristik Arus dan Tegangan Sel Fotovoltaik bertujuan untuk mendeskripsikan
bahwa karakteristik sel surya ditentukan oleh intensitas cahaya yang jatuh pada permukaan
sel, melakukan pengukuran karakteristik sel surya terhadap variabel intensitas cahaya, dan
menggambarkan grafik arus keluaran (I) terhadap tegangan (V) untuk berbagai intensitas
cahaya. Alat dan bahan yang digunakan berupa sel fotovoltaik, MMD, lampu halogen,
kabel penghubung, rheostat (tahanan geser), dan sinar matahari. Semua alat dan bahan
dirangkai serta digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang berasal dari lampu dan
matahari. Berdasarkan percobaan tersebut didapat nilai tegangan dan arus yang kemudian
dibuat grafik hubungan arus keluaran terhadap tegangan.

Kata kunci : Intensitas cahaya, sel fotovoltaik, tegangan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gelombang suara atau gelombang bunyi adalah salah satu gelombang yang
memerlukan medium untuk perambatannya. Pada dasarnya, gelombang bunyi terbentuk
akibat adanya vibrasi (getaran) dari suatu sumber bunyi (Kimball, 1917).
Gelombang bunyi memiliki kecepatan tertentu yang besarnya tergantung pada
medium rambatnya. Gelombang bunyi memiliki suatu intensitas. Intensitas menyatakan
energi gelombang yang ditransmisikan melalui suatu unit luasan yang tegak lurus arah
rambat gelombang, biasa dinyatakan oleh daya per satuan luas. Jika sumbernya adalah
titik, penjalarannya membentuk suatu luasan permukaan bola. Jika mediumnya
seragam, maka daya yang dihasilkan terdistribusi secara seragam dalam luasan
permukaan bola. Besar intensitas akan turun seiring dengan bertambahnya jarak antara
titik pengukuran dengan sumber bunyi.
Intensitas juga dapat menyatakan tingkat kebisingan suatu bunyi. Tingkat
kebisingan biasa dinyatakan dalam desibel (dB). Tingkatan tersebut bersifat logaritmik.
Kenaikan atau penurunan nilainya berdasarkan hubungan intensitas dengan fungsi
logaritma (Serway & Jewett, 2014).
Pada praktikum taraf intensitas bunyi yang dilakukan ini, suatu sumber bunyi akan
diukur tingkat kebisingannya dalam besaran taraf intensitas, serta mencari hubungan
gelombang bunyi dengan berbagai macam variabel yang mempengaruhi penjalaran
gelombang antara lain temperatur medium (udara), kelembaban medium (udara), serta
kecepatan angin.
1.2 Tujuan
1. Mendeskripsikan bahwa karakteristik sel surya ditentukan oleh intensitas cahaya
yang jatuh pada permukaan sel.
2. Mengukur karakteristik sel surya terhadap variabel intensitas cahaya.
3. Menggambarkan grafik arus keluaran (I) terhadap tegangan (V) untuk berbagai
intensitas cahaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gelombang merupakan getaran yang merambat dan membawa energi dari satu
tempat ke tempat lainnya (Sutrisno, 1979). Gelombang dapat dibagi menjadi dua menurut
medium perambatnya yaitu gelombang mekanik dan elektromagnetik. Gelombang mekanik
merupakan gelombang yang memerlukan medium untuk merambat sementara gelombang
eleketromagnetik tidak memerlukan medium perambat. Berdasarkan arah rambatnya
gelombang dibagi menjadi dua antara lain gelombang tranversal yaitu gelombang yang arah
rambatnya tegak lurus dengan arah getarannya, dan gelombang longitudinal yaitu
gelombang yang arah rambatnya sejajar dengan arah getarannya. Bunyi termasuk
gelombang mekanik longitudinal. Bunyi terjadi ketika partikel penyusun medium yang
dilalui mengalami perapatan dan peregangan tanpa adanya perpindahan medium melainkan
hanya perpindahan energi (Halliday, 1992).
Terdapat tiga aspek utama pada bunyi yaitu terdapat sumber bunyi, terdapat media
agar energi gelombangnya dapat merambat, dan terdapat penerima. Benda-benda yang
dapat menghasilkan bunyi disebut sumber bunyi. Contoh sumber bunyi adalah berbagai alat
musik, seperti gitar, biola, piano, drum, terompet dan seruling. Gelombang bunyi
merupakan gelombang longitudinal yang tidak tampak. Bunyi hanya dapat merambat
melalui medium perantara. Contohnya udara, air, dan kayu. Tanpa medium perantara bunyi
tidak dapat merambat sehingga tidak akan terdengar. Berdasarkan penelitian, zat padat
merupakan medium perambatan bunyi yang paling baik dibandingkan zat cair dan gas.
Bunyi dapat didengar apabila ada pendengar. Manusia dilengkapi indra pendengar, yaitu
telinga sebagai alat pendengar. Getaran yang berasal dari benda-benda yang bergetar,
sampai ke telinga pada umumnya melalui udara dalam bentuk gelombang. Karena
gelombang yang dapat berada di udara hanya gelombang longitudinal, maka bunyi
merambat melalui udara selalu dalam bentuk gelombang longitudinal. Perlu diingat bahwa
gelombang longitudinal adalah perapatan dan perenggangan yang dapat merambat melalui
ketiga wujud zat yaitu wujud padat, cair dan gas. Telinga manusia sensitif terhadap
gelombang bunyi dengan range antara 20-20000 Hz.
Kecepatan penjalaran gelombang bunyi pada sebuah medium akan berbeda antara
medium satu dan lainnya. Untuk medium yang sama, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penjalaran gelombang bunyi. Faktor-faktor itu antara lain bentuk geometri
sumber, keadaan atmosfer disekitarnya, dan efek permukaan (Truax, 1999). Keadaan
geometri sumber gelombang bunyi juga berpengaruh karena hal tersebut akan
menyebabkan pengaruh pada arah penyebaran energi gelombang bunyi sebagai akibat
penyebaran muka gelombang. Geometri sumber tidak bergantung pada frekuensi dan akan
memiliki efek yang sama pada semua keadaan. Ada 2 macam geometi sumber gelombang
yaitu bola dan silinder. Gelombang bunyi akan kehilangan energinya akibat penyebaran ini
sesuai dengan bentuk geometri tersebut beberapa desibel (dB).

Gambar 2.1. Sumber gelombang berbentuk titik dengan penjalaran geometri bola.

Gambar 2.2. Sumber gelombang berbentuk garis dengan penjalaran geometri silinder.
Keadaan atmosfer akan mempengaruhi pada penjalaran gelombang bunyi melalui 2
jenis mekanisme yaitu relaksasi molekular dan efek viskositas. Untuk gelombang bunyi
dengan frekuensi tinggi akan terserap lebih banyak oleh atmosfer daripada frekuensi rendah
dan jumlah penyerapan di atmosfer akan bergantung pada temperatur dan kelembaban.
Contohnya perbedaan ketika siang dan malam hari ketika berbicara atau menggunakan
sumber bunyi. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa temperatur atau suhu akan
berpengaruh terhadap penjalaran gelombang bunyi.

Gambar 2.3. Pengaruh kelembaban udara dan temperatur terhadap penyerapan gelombang akustik
atau gelombang bunyi.
Intensitas bunyi adalah jumlah energi yang tiap sekonnya menembus tegak lurus
suatu bidang per satuan luas bidang. Secara matematis, intensitas bunyi dapat ditulis
dengan persamaan berikut ini :

dengan P = daya bunyi (watt), A= luas bidang (m2), dan I = Intensitas bunyi (watt /m2 ).
Jika sumber bunyi berupa titik dan luas bidang pendengaran yang mempunyai intensitas
yang sama akan berupa kuliat bola, maka intensitas bunyi yang sampai pada bidang
permukaan dalam bola yang mempunyai jari-jari R dirumuskan sebagai berikut :
Intensitas ambang pendengaran manusia normal adalah 10-16 watt/cm2 s/d 10-4 watt/cm2 pada
frekuensi 1000 Hz.
Tingkat intensitas bunyi dinyatakan dalam desibel (dB) yang didefenisikan sebagai
berikut (Kinsler, 2000):

dengan TI = tingkat intensitas bunyi (dB), I = Intensitas bunyi (watt /m2 ), dan Ireff =
intensitas bunyi referensi (10-12 W/m2).

.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Taraf Intensitas Bunyi ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25
September 2018, pukul 13.00-15.00 WIB bertempat di Lapangan Karangwangkal,
Purwokerto Utara, Banyumas, Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
1. 2 buah Sound Level Meter (SLM)
2. Anemometer
3. Termometer
4. Higrometer
5. Accu/ baterai
6. Sirine
7. Meteran pita (50 m)
8. Tiang penyangga (150 cm)

3.3 Prosedur percobaan


Langkah-langkah percobaan adalah sebagai berikut :
1. Sumber bunyi berupa sirine diletakkan dengan frekuensi tertentu pada
ketinggian ± 150 cm. (sirine diletakkan di tengah-tengah lokasi pengukuran)
2. Sumber bunyi dihidupkan dengan volume maksimum.
3. Taraf intensitas bunyi sirine diukur dengan sound level meter dan kecepatan
angin pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m, 35 m masing-masing 3 kali pada
setiap jarak serta arah mata angin ditentukan.
4. Langkah 3 dilakukan untuk arah mata angin yang lain.
5. Kecepatan angin, arah angin, suhu, dan kelembaban udara diukur selama
pengukuran berlangsung.

3.4 Flowchart

Mulai
2 buah Sound Level Meter(SLM)

Anemometer

Termometer

Higrometer

Accu/baterai

Sirine

Meletakkan sirine padaMeteran pita ±


ketinggian (50 m) cm ditengah lokasi pengukuran
150
menggunakan tiang penyangga
Tiang penyangga (150 cm)

Menghidupkan sumber bunyi dengan volume maksimum

Mengukur taraf intensitas bunyi sirine dengan sound level meter dan
kecepatan angin pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m, 35 m masing-masing 3 kali
pada setiap jarak serta menentukan arah mata angin

v,TI

melakukan ulang untuk arah mata angin lain

Mengukur arah angin, suhu, dan kelembaban udara saat


pengukuran berlangsung

T dan kelembaban

Selesai

Gambar 3.4. Flowchart praktikum Taraf Intensitas Bunyi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data pengamatan sebagai berikut:
Lokasi : Lapangan Karawangkal Waktu :13.00-15.00 WIB
Temperatur : 330 C

Tabel 4.1.1 Data pengamatan taraf intensitas bunyi dan kecepatan angin

4.2 Pembahasan
Dari Tabel 4.1.1 dapat dibuat grafik taraf intensitas bunyi terhadap jarak pada delapan arah
mata angin, yaitu:
Gambar 4.2.1 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah utara

Gambar 4.2.2 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah barat

Gambar 4.2.3 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah barat laut
Gambar 4.2.4 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah barat daya

Gambar 4.2.5 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah timur


Gambar 4.2.6 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah selatan

Gambar 4.2.7 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah timur laut

Gambar 4.2.8 Grafik taraf intensitas bunyi pada arah tenggara


Dari grafik taraf intensitas bunyi terhadap jarak pada delapan arah mata angin diatas,
terlihat bahwa semakin jauh jarak pengukuran taraf intensitas bunyi dari sumber bunyi
maka semakin kecil nilai taraf intensitas bunyi. Namun pada arah mata angin utara taraf
intensitas bunyinya meningkat pada jarak 35 m, pada arah mata angin barat laut taraf
intensitas bunyinya meningkat pada jarak 20 m – 35 m, pada arah mata angin barat taraf
intensitas bunyinya meningkat pada jarak 20 m – 30 m, dan pada arah mata angin timur laut
taraf intensitas bunyinya meningkat pada jarak 20 m hal ini disebabkan karena adanya
faktor kebisingan dari sumber lain yang ditimbulkan oleh lalu lintas dan aktivitas
masyarakat sekitar.

Hasil percobaan dapat direpresentasikan dalam bentuk vektor persebaran taraf


intensitas bunyi dengan menggunakan software Surfer dengan peta kontur 2-D ataupun 3-D
yaitu :

Gambar 4.2.9 Peta kontur sebaran intensitas bunyi 2D


Gambar 4.2.10 Peta kontur sebaran intensitas bunyi 3D
Dari peta kontur dan plot kartesian diatas menyatakan saat sirine dinyalakan, gelombang
menjalar ke segala arah dengan bentuk seperti bola, sehingga seharusnya nilai yang
diperoleh di semua sisinya sama dengan jari-jari yang sama. Akan tetapi pada kasus ini,
terjadi penurunan nilai energi per satuan panjang seiring bertambahnya jarak antara sumber
bunyi dengan penerima, hal ini biasa disebut sebagai geometrical spreading. Karena bentuk
dari penjalaran gelombanya berbentuk seperti bola, maka gejala ini sering juga disebut
sebagai spherical divergence. Dengan mengukur pada 8 arah mata angin sebagaimana yang
terdapat pada peta sebaran seperti Gambar 4.2.11 akan diperoleh kontur yang menyerupai
bentuk lingkaran.
Gambar 4.2.11 Peta Sebaran Titik Pengukuran
Namun pada kontur yang didapat dari data hasil pengukuran yang telah dilakukan
tidak membentuk sebuah lingkaran yang sempurna. Faktor yang menyebabkan kurang
sempurnanya kontur yang didapat adalah kebisingan latar yang terdapat di lokasi penelitian
cukup tinggi dan merupakan salah satu kendala yang cukup besar saat melakukan
praktikum ini. Karena lokasi penelitian dekat dengan jalan, berada di kawasan pemukiman
padat penduduk yang juga menimbulkan kebisingan (noise).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai intensitas bunyi bisa berbeda satu
sama lain meskipun memiliki jarak yang sama dari sumber. Faktor-faktor tersebut antara
lain kecepatan angin, temperatur dan kelembaban. Angin yang berhembus tidak selalu
konstan bahkan ketika di satu sisi angin berhembus di sisi yang lain. Sumber bunyi yang
digunakan adalah sumber dengan frekuensi tinggi dan frekuensi tinggi akan terserap oleh
atmosfer lebih banyak daripada frekuensi rendah. Tidak hanya kecepatan angin tapi
juga temperatur dan kelembaban pun berpengaruh. Faktor yang mempengaruhi nilai taraf
intensitas bunyi adalah serapan energi gelombang bunyi di udara (Truax, 1999).
Serapan energi gelombang bunyi di udara dipengaruhi oleh jarak, densitas udara, dan
sumber bunyi lain yang berada di sekitar sirine. Semakin jauh jarak pengukuran maka
intensitas bunyi yang terukur akan semakin kecil. Semakin besar densitas udara maka
kerapatan partikel semakin rapat yang dapat menahan gelombang bunyi. Selain itu, bunyi
lain yang berada di sekitar sirine membuat intensitas bunyi yang terukur dapat berubah
karena ketika dua buah gelombang memiliki fasa yang sama dapat saling menguatkan atau
malah saling meredam. Oleh sebab itu, taraf intensitas bunyi yang dihasilkan bukanlah taraf
intensitas bunyi langsung.

.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada maka dapat disimpulkan
bahwa:

1. Taraf Intensitas Bunyi dari sumber bunyi sirine dapat ditentukan dengan
menggunakan sound level meter pada setiap titik pengukuran.
2. Faktor serapan energi gelombang bunyi di udara antara lain jarak, densitas
udara, dan sumber bunyi lain yang berada di sekitar sirine.
3. Hal-hal yang mempengaruhi penjalaran gelombang bunyi antara lain, kecepatan
angin, temperatur, kelembaban, serapan energi gelombang bunyi di udara dan
kebisingan latar.
4. Peta sebaran intensitas bunyi 2 dimensi dan 3 dimensi telah dibuat dengan
menggunakan software Surfer 10.

5.2 Saran
Setelah melakukan praktikum Taraf Intensitas Bunyi di lapangan
Karangwangkal maka disarankan untuk memilih lokasi pengukuran dengan
intensitas bunyi latar yang rendah dan pengukuran suhu secara real time.

DAFTAR PUSTAKA
Halliday, D., dan Resnick, R. 1992. Physics. New York: Wiley.

Kimball, A. L. 1917. A College Text-Book of Physics. New York: Henry Holt and Company.

Kinsler, Lawrence E, Frey, Austin R, Coppen, Alan B, Sanders, James V. 2000.


Fundamental of Acoustic Fourth Edition. Jhon Willey & Sen Inc. United States
Amerika.

Serway, R. A., dan Jewett, J. W. 2014. Physics for Scientists and Engineers with Modern
Physics. Boston: Brooks/Cole.

Sutisno. 1979. Gelombang dan Optik, Seri Fisika Dasar Jilid 2. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.

Truax, B. 1999. Handbook for Acoustic Ecology 2nd Edition. Cambridge: Cambridge
University Press.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengamatan Praktikum Taraf Intensitas Bunyi


Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum Taraf Intensitas Bunyi

Anda mungkin juga menyukai