Anda di halaman 1dari 15

Pertanyaan Tentang Leasing

Siapa saja pihak yang terlibat leasing ?


Menurut Ahmad Awari, dalam leasing ada beberapa pihak yang nantinya akan terlibat,
diantaranya.
1. Lessor, yakni pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk
barang modal.
2. Lesse, yakni perusahaan penyewa yang mendapat pembiayaan dalam bentuk barang
modal.
3. Supplier, yakni perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang
untuk dijual kepada lesse.
Bagaimana ciri-ciri leasing?
Ciri-ciri leasing yang paling umum yakni,
1. Terdapat hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut.
2. Hak milik benda lease terdapat pada lease.
3. Benda yang menjadi obyek leasing adalah benda-benda yang digunakan pada suatu
perusahaan.
Apa Saja Jenis-jenis Leasing ?
Secara umum leasing dibedakan menjadi beberapa jenis.
1. Finance Leasing
Pada jenis leasing ini perusahaan sewa guna usaha adalah mereka yang membiayai
penyediaan barang modal.
2. Operating Lease
Pada jenis leasing ini perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnya disewakan kepada penyewa untuk digunakan sebagai usaha.
3. Typed Lease
Typed lease adalah suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen juga berperan
sebagai perusahaan sewa yang digunakan untuk usaha, sehingga jumlah transaksi
termasuk bagian laba.
4. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha yang selain melibatkan lessor dan lesse juga melibatkan
bank atau kreditur dalam jangka panjang yang akan membiayai bagian terbesar transaksi.
5. Cross Border Lease
Transaksi ni biasanya digunakan pada transaksi leasing di luar Negara. Artinya antara
lessor dan lesse akan melakukan transaksi dengan melewati batas Negara.
Bagaimana Prosedur Mekanisme Leasing?
1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan apa saja yang dibutuhkan,
mengadakan penawaran harga, dan menunjuk supplier peralatan yang telah dimaksud.
2. Setelah lesse mengirim formulir permohonan lease, maka formulir akan dikirimkan
kepada lessor disertai dokumen lengkap.
3. Lessor akan mengevaluasi kelayakan kredit
4. Pada saat yang sama,lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan
yang di lease dengan perusahaan asuransi yang telah disetujui oleh lessor.
5. Suppier dapat mengirim peralatan yang di lease ke lokasi lesse.
6. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kembali kepada
supplier.
7. Supplier menyerahkan tanda bukti terima.
8. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
9. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang
telah ditentukan dalam kontrak lease.
Keuntungan Apa Saja Yang Didapat Dari Sewa Guna Usaha?
Pembiayaan melalui leasing sebenarnya sangat mudah dan sederhana, sehingga dalam
perjalanannya memberikan banyak keuntungan, diantaranya.
1. Fleksibel
2. Tidak diperlukan jaminan
3. Capital saving
4. Cepat dalam pelayanan
5. Pembayaran angsuran lease diperlukan sebagai biaya operasional.
6. Perlindung terhadap inflasi
7. Adanya kepastian hukum
8. Adanya hak opsi bagi lease pada akhir masa lease.

ANTARA KREDIT DAN LEASING, MANA LEBIH MENGUNTUNGKAN ?


Apa yach bedanya kredit dengan leasing ? dan mana yang lebih menguntungkan bagi
perusahaan dari sisi pajak atas dua jenis transaksi tersebut ?
Pertanyaan seperti diatas masih sering timbul pada saat perusahaan akan mengambil
suatu keputusan apakah akan membeli suatu aktiva secara kredit atau melakukan leasing
atas aktiva tersebut.

Yang akan ditinjau disini adalah perlakuan perpajakan dalam hal pembayaran berkala
yang akan dilakukan oleh perusahaan, baik untuk pembayaran angsuran dalam hal
pembelian kredit, ataupun lease payment dalam hal leasing.

Pembayaran Angsuran Kredit.

Yang dimaksud dengan pembelian secara kredit adalah pembelian suatu aktiva yang
tidak langsung dibayar secara lunas, tapi dibayar dengan cara angsuran ditambah dengan
biaya bunga.
Sebenarnya yang menjadi masalah dalam pembelian kredit ini adalah apakah biaya bunga
tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan ?
Dalam Pasal 6 ayat 1 huruf (a) UU PPh Tahun 2000 diketahui bahwa biaya bunga dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto, sepanjang pembelian aktiva tersebut berhubungan
dengan kegiatan perusahaan.

Kemudian apakah aktiva tersebut langsung dapat diperhitungkan biaya penyusutannya ?


dan berapa nilai dari aktiva tersebut, apakah biaya bunganya juga dikapitalisir kedalam
nilai aktiva tersebut ?
Aktiva tersebut langung dapat diperhitungkan biaya penyusutannya tanpa harus
menunggu sampai aktiva tersebut dibayar lunas.
Sedangkan biaya bunga untuk mendapatkan aktiva, yang memiliki masa manfaat lebih
dari 1 tahun, adalah dikapitalisir kedalam nilai aktiva yang bersangkutan, sehingga
menambah nilai aktiva tersebut. Dan pembebanan biayanya tidak boleh dilakukan
sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan.
Leasing

Leasing (Sewa Guna Usaha / SGU) adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk dipergunakan oleh lessee
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI LESSEE

1. Finance Lease
- selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
dileasing, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.
- Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang
modal yang bersangkutan.
- Pembayaran leasing oleh lessee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi leasing tersebut memenuhi ketentuan yang
berlaku.
- Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan
koreksi atas pembebanan biaya leasing.
- Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2 (dua)
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha.
Transaksi penjualan barang modal kepada lessor diperlakukan sebagai penarikan aktiva
dari pemakaian oleh sebab biasa.
- Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran leasing.
- Atas penyerahan jasa ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

2. Operating Lease
- pembayaran operating lease yang dibayar oleh lessee adalah biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing.
- Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran operating lease yang dibayarkan
kepada lessor.
- Atas penyerahan jasa ini terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

Pengertian Manajemen Resiko


Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah
suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan
dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: penilaian resiko,
pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah
memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif
resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen
resiko tradisional terfokus pada resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal
(seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum).
Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi,
mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya
yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak
lain, menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian
maupun seluruh konsekuensi dari resiko tertentu.
Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management) dapat diartikan sebagai
“a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel,
applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events
that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide
reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives.
Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua perusahaan.
Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang
terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari
semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan cara
mengatasi resiko.
Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan mengembangkan proses yang
bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan.
Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan
sesuai dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu
organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan.
Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi dengan kebijaksanaan
yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen senior. Manajemen
resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran operasional,
pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara menyeluruh
pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja memandang manajemen resiko
sebagai bagian dari deskripsi kerja. Manajemen resiko mendukung akuntabilitas
(keterbukaan), kinerja pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari
semua tingkatan.
Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat dijabarkan lebih lanjut
berdasarkan kata kunci sebagai berikut:

1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala.
Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).

2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi.
Untuk lingkungan instansi pemerintah, manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan
pegawai institusi/departemen yang bersangkutan.

3. Applied in strategy setting


Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi organisasi oleh manajemen
puncak organisasi. Dengan penggunaan manajemen resiko, strategi yang disiapkan
disesuaikan dengan resiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi.

4. Applied across the enterprised


Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko diaplikasikan dalam kegiatan
operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada organisasi. Mengingat resiko
masing-masing bagian berbeda, maka penerapan manajemen resiko berdasarkan
penentuan resiko oleh masing-masing bagian.

5. Designed to identify potential events


Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau keadaan yang secara
potensial menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan organisasi.

6. Provide reasonable assurance


Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan jaminan bahwa kegiatan
dan pelayanan oleh organisasi dapat berlangsung secara optimal.
7. Geared to achieve objectives
Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko yang
berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat
diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan
oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi, dan politik. Di sisi lain, pelaksanaan
manajemen resiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya entitas
manajemen resiko (manusia, staff, organisasi).
Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen resiko dapat
diklasifikasi menjadi:
a. Resiko Operasional
b. Resiko Hazard
c. Resiko Finansial
d. Resiko Strategis
2.2. Manajemen risiko pembiayaan
a. Manajemen resiko kredit
Risiko kredit didefinisikan sebagai potensi dari bank peminjam atau pihak counter yang
akan gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan syarat yang disepakati. Tujuan dari
manajemen risiko kredit adalah untuk memaksimalkan tingkat pengembalian kepada
bank dengan menjaga resiko pemberian kredit supaya berada di parameter yang dapat
diterima. Bank perlu mengelola risiko kredit dari seluruh portofolio serta risiko dari
individu atau kredit atau transaksi.
Bagi sebagian besar bank, pinjaman adalah yang terbesar dan juga sumber resiko kredit,
namun sumber-sumber risiko kredit lain juga terdapat di seluruh kegiatan bank, termasuk
pembukuan perbankan dan pembukuan perdagangan baik yang di dalam atau di luar
neraca. Resiko kredit perbankan semakin meningkat (atau resiko dari pihak lainnya ) di
berbagai instrumen keuangan selain pinjaman termasuk penerimaan, transaksi antar bank,
pembiayaan perdagangan, transaksi valuta asing, masa depan keuangan, swap, obligasi,
ekuitas, opsi dan perluasan komitmen dan jaminan, penyelesaian transaksi.

b. Basal ii tentang resiko kredit


Komunitas basal tentang kepemimpinan perbankan mengeluarkan dokumen konsultatif
tentang Kerangka Pemenuhan Modal Baru untuk menggantikan perjanjian 1988.
Dokumen ini mengajukan tiga pilar untuk perjanjian yang baru:
1. Persyaratan Kapital Minimal
2. Ulasan Supervisory
3. Disiplin Pasar
Kesepakatan yang baru berlanjut dengan rasio kecukupan modal minimum sebesar 8%
dari risiko aset tunggu. Atur pilihan untuk memperkirakan modal sebagaimana diusulkan
dalam dokumen termasuk pendekatan standar. Dalam pendekatan ini, risiko preferensial
beban di kisaran 0%, 20%, 50%, 100%, dan 150% diperkirakan akan ditetapkan atas
dasar penilaian kredit eksternal.
Di bawah organisasi Internal Rating Based (IRB), masyarakat mengusulkan pemenuhan
tingkat kredit minimal untuk mengukur Probabilitas Default (PD) sementara preferensial
menetapkan bobot risikonya, dengan informasi yang diberikan oleh supervisor pada
kerugian standar nasional yang diberikan ( LGD) sebagai eksposur default. Adopsi
Kesepakatan Modal Baru oleh bank-bank di pernyataan yang diusulkan memerlukan
perubahan yang lengkap dalam sistem manajemen risiko yang ada.

c. Manajemen risiko pasar


Bank dihadapkan pada risiko pasar melalui kegiatan perdagangan mereka dan neraca
mereka. Dua jenis risiko yang dianggap risiko pasar untuk bank seperti risiko suku bunga
dan risiko valuta asing. Bank menghadapi risiko valuta asing karena adanya fluktuasi
nilai tukar dan suku bunga adalah risiko yang paling umum dihadapi semua bank dalam
mengelola semua produk-produk keuangan yang dikeluarkan oleh bank dengan tingkat
bunga sensitif.

d. Resiko tingkat bunga


Risiko Suku Bunga adalah risiko efek negatif pada hasil keuangan dan modal bank yang
disebabkan oleh perubahan suku bunga. Tujuan yang menyeluruh dari manajemen risiko
suku bunga adalah untuk memastikan mekanisme arus kas yang besar tanpa adanya
ketidaksesuaian dalam aset dan kewajiban segmen. Sebagai perantara keuangan, bank
menghadapi risiko suku bunga dalam beberapa cara seperti:
Risiko Re-Pricing: bentuk utama risiko suku bunga naik adakah perbedaan waktu jatuh
tempo (untuk suku bunga tetap) dan re-pricing (untuk suku bunga mengambang) dari
aset, posisi kewajiban off-balance-sheet (OBS). Mereka dapat mengekspos bank
“pendapatan dan aset” mendasari nilai ekonomi yang tak terduga tentang fluktuasi tingkat
bunga yang cenderung terlalu sering dan tidak stabil.
Risiko Kurva Hasil: Ketidaksesuaian harga juga dapat membuat bank untuk melakukan
perubahan kemiringan dan bentuk kurva hasil. Risiko kurva hasil tak terduga muncul
ketika pergeseran kurva hasil telah merugikan bank pendapatan atau nilai ekonomi aset
porfolio mereka.
Risiko Dasar: Risiko bahwa tingkat bunga untuk aktiva dan kewajiban yang berbeda
dapat berubah dalam besaran yang berbeda maka disebut risiko dasar. Risiko tersebut
timbul karena korelasi tidak sempurna dalam penyesuaian dari tarif yang diterima dan
dibayarkan pada instrumen yang berbeda dengan karakteristik penentuan ulang harga
yang bijaksana.
Resiko Pilihan Bawaan: Sebuah opsi memberikan pemegang hak (namun bukanlah
kewajiban) untuk membeli, menjual atau dalam beberapa cara mengubah arus kas
instrumen atau kontrak keuangan. Pilihan instrumen yang mungkin berdiri sendiri seperti
pertukaran-opsi dan kontrak perdagangan over-the-counter (OTC), atau mereka mungkin
akan tertanam di dalam instrumen standar sebaliknya. Saat bank menggunakan nilai tukar
dan pilihan OTC- di kedua bidang perdagangan dan akun non-trading, instrumen dengan
pilihan bawaan biasanya hal paling penting dalam kegiatan non-perdagangan.
Resiko investasi ulang: ketidakpastian tentang masa depan tingkat suku bunga
menimbulkan risiko investasi ulang sebagai arus kas masa depan yang akan
diinvestasikan kembali pada tingkat yang tidak diketahui saat ini. Kurva dengan hasil
biasa, tanpa bootstrap, tidak diperhitungkan sebagai risiko investasi ulang.

e. Resiko operasional
Ini adalah salah satu babak baru dari kesepakan modal Basel II. Risiko operasional
didefinisikan sebagai “risiko kerugian yang dihasilkan dari cukupnya atau kegagalan
proses internal, orang dan sistem atau dari peristiwa eksternal.” Definisi ini mencakup
risiko hukum, tapi mengecualikan risiko strategis dan risiko reputasi. Di sisi lain, Reserve
Bank of India telah mendefinisikan risiko operasional, sebagai ‘resiko apapun, yang tidak
dikategorikan sebagai pasar atau risiko kredit, atau risiko kerugian yang timbul dari
berbagai jenis kesalahan manusia dan kesalahan teknis.

f. Manajemen resiko liquiditas


Potensial resiko liquiditas. adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban bankir
saat mereka jatuh tempo. Ini muncul ketika bank tidak dapat menghasilkan uang untuk
memenuhi penarikan dana, komitmen kredit atau peningkatan aset.
Hal tersebut berasal dari ketidaksesuaian pola aktiva dan kewajiban. Pengukuran dan
pengelolaan kebutuhan likuiditas sangat penting bagi pengoperasian yang efektif untuk
bank-bank komersial karena hal ini dapat menjadi sebab dan akibat dari risiko likuiditas
terutama terkait dengan aset dan kewajiban bank. Bank harus terus memantau posisi
likuiditas dalam jangka panjang dan terus menerus setiap hari. Ada dua pendekatan yang
berhubungan dengan kedua analisis situasi yaitu Pendekatan Fundamental dan
Pendekatan Teknis.
Pendekatan Fundamental: Pendekatan ini digunakan dalam jangka panjang. Dalam
pendekatan ini bank mencoba untuk mengelola risiko likuiditas dengan mengendalikan
posisi aset-kewajiban. Sebuah cara yang bijaksana untuk mengatasi situasi ini bisa
dengan mengatur jatuh tempo aset dan kewajiban atau dengan melakukan diversifikasi
dan memperluas sumber-sumber dana.
Pendekatan Teknis : Pendekatan ini berfokus pada posisi kewajiban bank dalam jangka
pendek. Likuiditas dalam jangka pendek ini terutama terkait dengan arus kas yang timbul
akibat transaksi operasional. Bank harus mengetahui persyaratan dan uang tunai arus kas
masuk dan menyesuaikan keduanya untuk memastikan tingkat yang aman untuk posisi
likuiditas.
Skenario Manajemen Risiko akan semakin kuat karena liberalisasi, regulasi dan integrasi
dengan pasar global. Manajemen risiko akan dilakukan secara proaktif dan kualitas kredit
akan meningkat, yang menyebabkan sektor keuangan yang lebih kuat. Masa depan akan
melihat perubahan struktural di sektor perbankan ditandai oleh konsolidasi dan perubahan
di dalam sektor.
Bank-bank yang lebih kecil tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menahan
persaingan yang ketat dari sektor ini. Bank akan berevolusi menjadi penyedia jasa
keuangan yang lengkap dan utuh, melayani semua kebutuhan keuangan perekonomian.
Arus modal akan meningkat dan melakukan pendirian basis-basis di negara-negara asing
merupakan hal yang biasa.

2.3. Manajemen risiko pembiayaan syariah


a. Resiko Mudharabah
Resiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC). Yang
dimaksud dengan analisi Resiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh resiko
nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memeprhitungkan resiko
yang ada dari pembiayaan berbasis NUC, seperti mudharabah dan musyarakah. Penilaian
resiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu sebagai berikut:

A. Business risk Adalah resiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :
1. Industri risk yaitu resiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:
a. Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
b. Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry financial standard)

2. Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi


group usaha, keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off
balance sheet (L/C impor, LKS garansi), market risk (forex risk, interest risk, scurity
risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
a. Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan). Adalah resiko yang terjadi
pada second way out yang dipengaruhi oleh:
b. Unusual bisiness risk yaitu resiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh
1. Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai
2. Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
3. Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
4. Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau revenue
sharing Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk muncul bila terjadi loss
sharing yang harus ditanggung oleh LKS dan Untuk jenis revenue sharing, shirnking
risk terjadi bila nasabah tidak mampu menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya
ditanggung nasabah, sehingga nasabah tidak mampu melanjutkan usahanya.
c. Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar terhadap
bisnis nasabah yang dibiayai LKS.
d. Character risk (resiko karakter buruk mudharib) yaitu resiko yang terjadi pada third
way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
1. Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai LKS
2. Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan
bisnis yang dibiayai LKS tidak lagi sesuai dengan kesepakatan
3. Pengelolaan intenal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis
produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai dengan standar
pengelolaan yang disepakati antara LKS dan nasabah.
Untuk mengatasi character risk, LKS menetapkan kovenan khusus
pembiayaan musyarakah danmudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan
oleh character risk, kerugian akan di bebankan kepada nasabah. Untuk menjamin agar
nasabah mampu menanggung kerugian akibat resiko tersebut, maka LKS menetapkan
adanya jaminan (colleteral).

B. Pengendalian Resiko Pembiayaan


Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan
internal LKS yang mengalami perkembangan yang pesat, LKS pada umumnya dan
perbakan syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis resiko
dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.
Resiko-resiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh
karena itu LKS memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul
dari kegiatan usahanya. Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendali resiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

4.2.Identifikasi risiko.
A. Pemetaan Resiko Bisnis
LKS mengembangkan pemetaan resiko usaha(business risk mapping) untuk
mengidentifikasi resiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu LKS
untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana resiko berada. Manajemen harus
mengkuantifikasi magnitude dari resiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada
nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:
1. Membuat daftar berbagai resiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam
sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat
berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
2. Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Resiko Kredit, Resiko
Pasar, Resiko Likuiditas, dan Resiko Operasional yang dihadapi LKS. Dengan
membandingkan resiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya,
manajemen akan dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua resiko berikut
keterkaitannya satu sama lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
3. Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi,
sosial, budaya, hokum, dan lain sebagainya.
4. Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan
dokumen-dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan
analisis.
5. Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada
hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
6. Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang
dilakukan SKAI, merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim
fitur berkala dari proses Manajemen Resiko yang berkelanjutan.
7. Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung
dengan para pegawai.
8. Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren
komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system,
kerugian yang terjadi, dan sumber Resiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya
tersedia secara internal.
9. Benchmarking/best practices, alat Manajemen Resiko yang juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian resiko.
10. Jasa konsultasi yang memahami Resiko dan merupakan sumber informasi mengenai
klasifikasi Resiko.

B. Alat Modeling
Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola
ketidakpastian. Analisis scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling
sering digunakan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
1. Pemakaian analisis skenario untuk melihat rentang kemungkinan dan
mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan
dalam menyiapkan contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
2. Menggunakan analisis statistik dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi
variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan
kedalam arus kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress
testing (sebagai pelengkap pengukuran resiko suku bungs untuk melihat dampak
terburuk), dan berbagai simulasi lain.
3. Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Resiko keuangan dn dampak dari
berbagai scenario pada portofolio kredit dan modal.
4. Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya
karena kelalaian atau bencana alam, system pengolahan data tidak berfungsi. Back-
up data dan latihan (drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat
mengantisipasi apabila hal tersebut terjadi.
5. Menilai Resiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara
mengidentifikasi sedini mungkin potensi adanya kesalahan dalam proses
pembangunmannya.

C. Teknik mengidentifikasi dan menilai resiko


Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal
menetapkan focus/memberikan perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan
pengelolaan Resiko.
Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:
4. Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul
untuk mendiskusikan atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa
isu.
5. Workshop. LKS sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Resiko
yang akn menolonh pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan,
mengidentifikasikan, dan menilkai Resiko.
6. Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang
berisi tujuan dan resiko yang mungkin timbul.
7. Self-assessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari
SKAI, Divisi Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
8. Filters. Resiko dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar,
Resiko yang terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
9. Assessment matrix. Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi
elemem-elemen dari Manajemen Resiko dan pengendalian intern. Termasuk
didalamnya, best practices.
10. Risk identification templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan
membimbing mereka untuk mengidentifikasi dan mengkaji Resiko mulai saat mereka
merencanakan dan menjalankan proses.
11. “Bottom up” risk assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Resiko.
Hasilnya diakumulasi di tingkat pusat.
12. Value at Risk (VaR) model and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai
Resiko dengan cara mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau
portofolio dalam satu jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.

5.2. Ruang lingkup manajemen resiko

1. Pengertian Risiko
2. Definisi Risiko
3. Derajat Risiko
4. Klasifikasi Risiko
5. Klasifikasi Risiko Murni
6. Pengertian Manajemen Risiko
7. Risiko Dalam Manajemen Risiko
8. Cakupan Manajemen Risiko di Bank
9. PBI No. 5/8/PBI/2003
10. Jenis Risiko Perusahaan – Bisnis
11. Jenis Risiko Perusahaan – Keuangan
12. Jenis Risiko Bank – Pasar
13. Risiko Pasar Umum
14. Risiko residual
15. Faktor yang menentukan harga pasar terkait dengan risiko
16. Jenis Risiko Bank – Risiko Kredit
17. Jenis Risiko Bank - Risiko Operasional

6.2. contohnya tentang aplikasi teori dan praktik manajemen risiko dalam produk
keuangan di bank syari’ah

Contoh Pembiayaan :
Pemberian pembiayaan kepada nasabah dengan jangka waktu 12 tahun, padahal masa
kerja nasabah tinggal 5 tahun

A. Pembiayaan Ijarah
Resiko yang timbul dan penyebabnya :
a. Jika barang milik bank, timbul resiko tidak produktifnya asset iajarah karena tidak
adanya nasabah
b. Jika barang bukan milik bank, timbul resiko rusaknya barang oleh nasabah karena
pemakaian tidak normal
c. Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kemudian disewakan kepada
nasabah, timbul resiko tidak performnya pemberi jasa.

Penyelesaian
a. Resiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan bussines risk yang tidak
dapat dihindari
b. Jika resiko timbul karena pemakaian di luar normal, Bank dapat menetapkan
kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal
c. Jika resiko yang timbul karena tidak perform-nya pemberi jasa, Bank dapat
menetapkan kovenan bahwa resiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena
pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah

B. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)


1. Resiko : ketidakmampuan nasabah membayar angsuran dalam jumlah besar di
akhir periode
2. Penyebab : Jika pembayaran dilakukand dengan sistem Ballon Payment
(pembayaran angsuran dalam julah besar di akhir periode)
3. Solusi : memperpanjang jangka waktu sewa

C. Pembiayaan Salam dan Istishna


Karena kedua skim ini barang diserahkan di akhir akad
1. Resiko : Resiko gagal serah barang dan resiko jatuhnya harga barang
2. Solusi :
a. Resiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis
pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak/pesanan yang telah ditentukan
harganya.
b. Resiko gagal serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan resiko
kollateral 220 %, yaitu 100 % lebih tinggi daripada rasio standar 120 %.

D. Pembiayaan Mudharabah/Musyarakah
Penilaian Resiko meliputi :
1. Resiko Bisnis yang dibiayai
2. Resiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah/musyarakah
3. Resiko karakter untuk mudharib/musyarik/nasabah
4. Resiko Pasar
a. Resiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti : suku bunga,
nilai tukar, harga equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki
bank menurun
b. Berdasarkan bank Indonesia, sebagai bank umum dengan prinsip syariah, maka
Bank Syariah hanya perlu mengelola resiko pasar yang terkait dengan perubahan nilai
tukar yang dapat menyebabkan kerugian Bank.
c. Bank Syariah tidak berhadapan dengan resiko suku bunga, tetapi berhadapan
dengan pricing risk atau dikenal dengan Direct Competitor market rate (DCMR)
d. Bank Syariah juga berhadapan dengan Indirect Competitor Market rate (ICMR)
suku bunga konvensional
Pricing pada perbankan syariah yang berhubungan dengan resiko suku bunga :
1. Profit Murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya suku
bunga
2. Harga komoditi (salam) ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad
ditandatangani
3. Ijarah ditetapkan diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali di kemudian hari jika
kondisi ini telah ditetapkan sebelumnya didalam kontrak/akad
4. Rasio bagi hasil (Mudharabah & Musyarakah) ditetapkan diawal namun dapat
dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika nasabah (Counterparty) setuju
5. Pricing Bank Konvensional akan mempengaruhi pricing di perbankan syariah

E. Pembiayaan Murabahah
1. Resiko : Tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga
2. Penyebab :
a. Kenaikan DCMR (Direct Competitors Market Rate)
b. Kenaikan ICMR (InDirect Competitors Market Rate)
c. Kenaikan ECRI (Expected Competitive Return For Investors)
3. Solusi : Menetapkan jangka waktu maksimal pembiayaan dengan
mempertimbangkan :
1. Tingkat (marjin) keuntungan saat ini dan prediksi perubahan di masa mendatang
yang berlaku di pasar perbankan syariah (DCMR) semakin cepat perubahan DCMR,
semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan
2. Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang
berlaku di pasar perbankan konvensional (ICMR). Semakin cepat perubahan ICRM,
semakinpendek jangka waktu maksimal pembiayaan
3. Ekspektasi bagi hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar
perbankan syariah. Semakin besar perubahan ekspektasi tersebut diperkirakan akan
terjadi semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
Resiko Nilai Tukar (Foreign Exchange rate Risk)
1. Resiko yang muncul karena pergerakan (dengan arah) yang merugikan dari nilai
tukar
2. Foreign currency business
3. Borrowing atau Lending dalam valuta asing

F. Resiko nilai tukar meningkat apabila:


1. Bank mengambil posisi dengan jumlah besar dalam valuta asing
2. Pasar menjadi lebih fluktuative (Volatile)
3. Pengelolaan resiko Nilai Tukar
4. Seeting limit untuk posisi valuta asing
5. Menggunakan teknik hedging (hedge by other transaction)

1. Contoh Resiko Pasar


Tanggal 5 Juli Cabang A Bank Zulfikar Syariah membeli bank notes dari nasabah sebesar
USD 10.000,00 kurs 9.700 dan pada akhir hari cabang lupa/lalai untuk menjual ke money
changer atau melakukan pelimpahan kekantor pusat. Keesokan harinya cabang baru
mengingat dapat menjualnya dengan kurs 9.600, dan bagaimana pula jika kurs menjadi
Rp. 9800
2. Contoh Resiko Likuiditasi pasar
Bank Zulfikar Syariah memberikan bagi hasil yang tidak wajar misalkan 80% (eq.rate 12
%) agar nasabah dana mau menyimpan dananya padahal pada saat yang bersamaan pasar
hanya eq. rate 8.5 %

3. Contoh Likuiditas Pendanaan


Bank Zulfikar Syariah pada saat membutuhkan likuditas, Bank Zulfikar Syraiah tidak
mampu menjual obligasi yang dimilikinya walaupun sudah diberikan discount cukup
besar
Resiko Likuiditas adalah bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo
karena kekurangan likuiditas (cash dan ekuivalen)

4. Peristiwa resiko likuiditas antara lain :


1. Tingkat dimana dibutuhkan penambahan dana dengan biaya tinggi dan atau
menjual aset dengan harga discount
2. Ketidaksesuaian jatuh tempo (maturing mismatch) anntara eraning assets dan
pendanaan.
3. Pinjaman jangka pendek (borrow short) dan pembiayaan jangka panjang (lend
long) dengan spread yang lebar.
4. Kontrak mudharabah mengijinkan nasabah untuk menarik dananya setiap saat
tanpa pemberitahuan.

5. Faktor yang meningkatkan resiko likuiditas


1. Penurunan kepercayaan terhadap sistem perbankan
2. Penurunan kepercayaan terhadap suatu Bank
3. Ketergantungan kepada deposan inti
4. Berlebihnya dana jangka pendek atau long term asset
5. Keterbatasan secara Syariah pada asset securization karena pembatasan untuk
menjual utang (sale of debt)

6. Mitigasi Resiko Likuidasi


1. Diversifikasi terhadap sumber pendanaan
2. Tersedianya hubungan dengan sumber/kelompok pendanaan
3. Pemeliharaan terhadap tingkat/level likuiditas (cash,money at call, marketabe
securities)
4. Arranging standby facilities
5. Skema Asuransi pendanaan kontrol atas kesesuaian maturity assets dan liabilities

Anda mungkin juga menyukai