Yang akan ditinjau disini adalah perlakuan perpajakan dalam hal pembayaran berkala
yang akan dilakukan oleh perusahaan, baik untuk pembayaran angsuran dalam hal
pembelian kredit, ataupun lease payment dalam hal leasing.
Yang dimaksud dengan pembelian secara kredit adalah pembelian suatu aktiva yang
tidak langsung dibayar secara lunas, tapi dibayar dengan cara angsuran ditambah dengan
biaya bunga.
Sebenarnya yang menjadi masalah dalam pembelian kredit ini adalah apakah biaya bunga
tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan ?
Dalam Pasal 6 ayat 1 huruf (a) UU PPh Tahun 2000 diketahui bahwa biaya bunga dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto, sepanjang pembelian aktiva tersebut berhubungan
dengan kegiatan perusahaan.
Leasing (Sewa Guna Usaha / SGU) adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk dipergunakan oleh lessee
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
1. Finance Lease
- selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
dileasing, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.
- Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang
modal yang bersangkutan.
- Pembayaran leasing oleh lessee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi leasing tersebut memenuhi ketentuan yang
berlaku.
- Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan
koreksi atas pembebanan biaya leasing.
- Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2 (dua)
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha.
Transaksi penjualan barang modal kepada lessor diperlakukan sebagai penarikan aktiva
dari pemakaian oleh sebab biasa.
- Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran leasing.
- Atas penyerahan jasa ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
2. Operating Lease
- pembayaran operating lease yang dibayar oleh lessee adalah biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing.
- Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran operating lease yang dibayarkan
kepada lessor.
- Atas penyerahan jasa ini terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala.
Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).
2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi.
Untuk lingkungan instansi pemerintah, manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan
pegawai institusi/departemen yang bersangkutan.
e. Resiko operasional
Ini adalah salah satu babak baru dari kesepakan modal Basel II. Risiko operasional
didefinisikan sebagai “risiko kerugian yang dihasilkan dari cukupnya atau kegagalan
proses internal, orang dan sistem atau dari peristiwa eksternal.” Definisi ini mencakup
risiko hukum, tapi mengecualikan risiko strategis dan risiko reputasi. Di sisi lain, Reserve
Bank of India telah mendefinisikan risiko operasional, sebagai ‘resiko apapun, yang tidak
dikategorikan sebagai pasar atau risiko kredit, atau risiko kerugian yang timbul dari
berbagai jenis kesalahan manusia dan kesalahan teknis.
A. Business risk Adalah resiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :
1. Industri risk yaitu resiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:
a. Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
b. Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry financial standard)
4.2.Identifikasi risiko.
A. Pemetaan Resiko Bisnis
LKS mengembangkan pemetaan resiko usaha(business risk mapping) untuk
mengidentifikasi resiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu LKS
untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana resiko berada. Manajemen harus
mengkuantifikasi magnitude dari resiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada
nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:
1. Membuat daftar berbagai resiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam
sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat
berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
2. Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Resiko Kredit, Resiko
Pasar, Resiko Likuiditas, dan Resiko Operasional yang dihadapi LKS. Dengan
membandingkan resiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya,
manajemen akan dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua resiko berikut
keterkaitannya satu sama lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
3. Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi,
sosial, budaya, hokum, dan lain sebagainya.
4. Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan
dokumen-dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan
analisis.
5. Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada
hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
6. Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang
dilakukan SKAI, merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim
fitur berkala dari proses Manajemen Resiko yang berkelanjutan.
7. Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung
dengan para pegawai.
8. Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren
komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system,
kerugian yang terjadi, dan sumber Resiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya
tersedia secara internal.
9. Benchmarking/best practices, alat Manajemen Resiko yang juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian resiko.
10. Jasa konsultasi yang memahami Resiko dan merupakan sumber informasi mengenai
klasifikasi Resiko.
B. Alat Modeling
Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola
ketidakpastian. Analisis scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling
sering digunakan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
1. Pemakaian analisis skenario untuk melihat rentang kemungkinan dan
mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan
dalam menyiapkan contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
2. Menggunakan analisis statistik dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi
variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan
kedalam arus kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress
testing (sebagai pelengkap pengukuran resiko suku bungs untuk melihat dampak
terburuk), dan berbagai simulasi lain.
3. Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Resiko keuangan dn dampak dari
berbagai scenario pada portofolio kredit dan modal.
4. Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya
karena kelalaian atau bencana alam, system pengolahan data tidak berfungsi. Back-
up data dan latihan (drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat
mengantisipasi apabila hal tersebut terjadi.
5. Menilai Resiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara
mengidentifikasi sedini mungkin potensi adanya kesalahan dalam proses
pembangunmannya.
1. Pengertian Risiko
2. Definisi Risiko
3. Derajat Risiko
4. Klasifikasi Risiko
5. Klasifikasi Risiko Murni
6. Pengertian Manajemen Risiko
7. Risiko Dalam Manajemen Risiko
8. Cakupan Manajemen Risiko di Bank
9. PBI No. 5/8/PBI/2003
10. Jenis Risiko Perusahaan – Bisnis
11. Jenis Risiko Perusahaan – Keuangan
12. Jenis Risiko Bank – Pasar
13. Risiko Pasar Umum
14. Risiko residual
15. Faktor yang menentukan harga pasar terkait dengan risiko
16. Jenis Risiko Bank – Risiko Kredit
17. Jenis Risiko Bank - Risiko Operasional
6.2. contohnya tentang aplikasi teori dan praktik manajemen risiko dalam produk
keuangan di bank syari’ah
Contoh Pembiayaan :
Pemberian pembiayaan kepada nasabah dengan jangka waktu 12 tahun, padahal masa
kerja nasabah tinggal 5 tahun
A. Pembiayaan Ijarah
Resiko yang timbul dan penyebabnya :
a. Jika barang milik bank, timbul resiko tidak produktifnya asset iajarah karena tidak
adanya nasabah
b. Jika barang bukan milik bank, timbul resiko rusaknya barang oleh nasabah karena
pemakaian tidak normal
c. Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kemudian disewakan kepada
nasabah, timbul resiko tidak performnya pemberi jasa.
Penyelesaian
a. Resiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan bussines risk yang tidak
dapat dihindari
b. Jika resiko timbul karena pemakaian di luar normal, Bank dapat menetapkan
kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal
c. Jika resiko yang timbul karena tidak perform-nya pemberi jasa, Bank dapat
menetapkan kovenan bahwa resiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena
pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah
D. Pembiayaan Mudharabah/Musyarakah
Penilaian Resiko meliputi :
1. Resiko Bisnis yang dibiayai
2. Resiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah/musyarakah
3. Resiko karakter untuk mudharib/musyarik/nasabah
4. Resiko Pasar
a. Resiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti : suku bunga,
nilai tukar, harga equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki
bank menurun
b. Berdasarkan bank Indonesia, sebagai bank umum dengan prinsip syariah, maka
Bank Syariah hanya perlu mengelola resiko pasar yang terkait dengan perubahan nilai
tukar yang dapat menyebabkan kerugian Bank.
c. Bank Syariah tidak berhadapan dengan resiko suku bunga, tetapi berhadapan
dengan pricing risk atau dikenal dengan Direct Competitor market rate (DCMR)
d. Bank Syariah juga berhadapan dengan Indirect Competitor Market rate (ICMR)
suku bunga konvensional
Pricing pada perbankan syariah yang berhubungan dengan resiko suku bunga :
1. Profit Murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya suku
bunga
2. Harga komoditi (salam) ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad
ditandatangani
3. Ijarah ditetapkan diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali di kemudian hari jika
kondisi ini telah ditetapkan sebelumnya didalam kontrak/akad
4. Rasio bagi hasil (Mudharabah & Musyarakah) ditetapkan diawal namun dapat
dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika nasabah (Counterparty) setuju
5. Pricing Bank Konvensional akan mempengaruhi pricing di perbankan syariah
E. Pembiayaan Murabahah
1. Resiko : Tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga
2. Penyebab :
a. Kenaikan DCMR (Direct Competitors Market Rate)
b. Kenaikan ICMR (InDirect Competitors Market Rate)
c. Kenaikan ECRI (Expected Competitive Return For Investors)
3. Solusi : Menetapkan jangka waktu maksimal pembiayaan dengan
mempertimbangkan :
1. Tingkat (marjin) keuntungan saat ini dan prediksi perubahan di masa mendatang
yang berlaku di pasar perbankan syariah (DCMR) semakin cepat perubahan DCMR,
semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan
2. Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang
berlaku di pasar perbankan konvensional (ICMR). Semakin cepat perubahan ICRM,
semakinpendek jangka waktu maksimal pembiayaan
3. Ekspektasi bagi hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar
perbankan syariah. Semakin besar perubahan ekspektasi tersebut diperkirakan akan
terjadi semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
Resiko Nilai Tukar (Foreign Exchange rate Risk)
1. Resiko yang muncul karena pergerakan (dengan arah) yang merugikan dari nilai
tukar
2. Foreign currency business
3. Borrowing atau Lending dalam valuta asing