Halusinasi Daayu
Halusinasi Daayu
OLEH
IDA AYU GEDE INTAN INDRA PRATIWI P07120017132
TINGKAT 2.4
DIII KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)
A. Masalah Keperawatan
Gangguan persepsi sensori (halusinasi)
B. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Direja,
2011). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang bicara.
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan
seperti :
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal
dan citim limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan
dalam belajar, daya ingat dan berbicara.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonates dan kanak-kanak
b) Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
ganguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup
klien. Penolakan dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman
yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi
sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga
merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang
terisolir disertai stres yang menumpuk (Yudi Hartono, 2012)
2. Faktor presipitasi
Menurut Rawlins dan Haecokck (dalam Yosep, 2010), penyebab
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapa ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut, sehingga klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impils yang menekan, namun merupakaan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien
4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah dia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
control diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas beribadah dan mulai
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadian terganggu karena sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orag lain yang
menyebabkaan takdirnya memburuk.
D. Rentang Respon
Menurut Stuart & Sundeen (1998) Halusinasi merupakan salah satu
H. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa, dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi
dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat
yang teramasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL
(psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol
(mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi
Terapi bekerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama.
c. Terapi modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukkan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasanyan memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.
d. Terapi kejang listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang
satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang
tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
kejang listrik 4-5 joule/detik.
I. Pohon Masalah
J. Diagnosa Keperawatan
Menurut skala prioritas
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Persepsi Sensori
3. Risiko harga diri rendah situasional
K. Rencana Keperawatan
TUK 2 Klien dapat menyebutkan SP 2 (Membantu klien mengenal Kontak sering tapi singkat
Klien mengenal waktu, isi, frekuensi halusinasinya) selain membina hubungan
halusinasinya timbulnya halusinasi Adakah kontak sering dan singkat saling percaya, juga dapat
secara bertahap memutuskan halusinasi
Klien dapat a Observasi tingkah laku klien Mengenal perilaku pada saat
mengungkapkan peran terkait dengan halusinasinya; halusinasi timbul
terhadap halusinasi bicara dan tertawa terhadap memudahkan perawat dalam
stimulus, memandang ke kiri atau melakukan intervensi
ke kanan atau ke dean seolah-olah
ada teman bicara
b Bantu klien mengenal Mengenal halusinasi
halusinasinya. memungkinkan klien untuk
1) Jika menemukan yang sedang menghindarkan factor
halusinasi, tanyakan apakah pencetus timbulnya
ada suara yang didengar halusinasi
2) Jika klien menjawab ada,
lanjutkan: apa yang dikatakan.
3) Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien ada juga
yang seperti klien.
c Diskusikan dengan klien Dengan mengetahui waktu,
1) Situasi yang menimbulkan isi, dan frekuensi munculnya
atau tidak menimbulkan halusinasi mempermudah
halusinasi tindakan keperawatan klien
2) Waktu dan frekuensi yang akan dilakukan perawat.
terjadinya halusinasi
d Diskusikan dengan klien apa yang Untuk mengidentifikasi
dirasakan jika terjadi halusinasi, pengaruh halusinasi klien
beri kesempatan mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 Klien dapat menyebutkan SP 3 (membantu klien mengontrol
Klien dapat tindakan yang biasa halusinasinya)
mengontrol dilakukan untuk a Identifikasi bersama klien cara Upaya untuk memutuskan
halusinasinya megendalikan tindakan yang dilakukan jika siklus halusinasi sehingga
halusinasinya. terjadi halusinasi halusinasi tidak berlanjut
Klien dapat menyebutkan b Diskusikan manfaat cara yang Reinforcement positif akan
cara baru dilakukan klien, jika bermanfaat meningkatkan harga diri klien
beri pujian.
Klien dapat memilih cara c Diskusikan cara baru untuk Memberikan alternative
mengatasi halusinasi memutus atau mengontrol pilihan bagi klien mengontrol
seperti yang telah halusinasi: halusinasi
didiskusikan dengan 1) Katakan “Saya tidak mau
klien. dengar kamu” (pada saat
halusinasi terjadi)
2) Menemui orang lain untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang
terdengar
3) Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar halusinasi
tidak muncul
4) Minta keluarga/teman/perawat
jika nampak bicara sendiri
d Bantu klien memilih dan melatih Memotivasi dapat
cara memutus halusinasi secara meningkatan kegiatan klien
bertahap. untuk mencoba memilih salah
saatu cara mengendalikan
halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien
TUK 4 Keluarga dapat SP 4 ( Support system ) Untuk mengetahui
Klien dapat menyebutkan pengertian, Diskusikan dengan keluarga : pengetahuan keluarga dan
dukungan dari tanda dan kegiatan untuk a. Gejala halusinasi yang dialami meningkatkan kemampuan
keluarga dalam mengendalikan halusinasi klien pengetahuan tentang
mengontrol halusinasi
halusinasi.
b. Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga
untuk memutus halusinasi di
rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapay bantuan:
halusinasi terkontrol dan risiko
mencederai orang lain
TUK 5 Klien dan keluarga dapat SP 5 (Pemanfaatan obat) Dengan menyebutkan dosis,
Klien dapat menyebutkan manfaat, a Diskusikan dengan klien dan frekuensi dan manfaat obat.
memanfaatkan obat dosisi, dan efek samping keluaraga tentang dosis,
dengan baik obat frekuensi, manfaat obat
Klien dapat b Anjurkan klien minta sendiri Diharapkan klien
mendemonstrasikan obat pada perawat dan melaksanakan program
merasakan manfaatnya pengobatan. Menilai
penggunaan obat secara kemampuan klien dalam
benar pengobatannya sendiri.
Klien dapat informasi c Anjurkan klien bicara dengan Dengan mengetahui efek
tentang efek samping obat dokter tentang manfaat dan efek samping obat klien akan tahu
samping obat yang dirasakan apa yang harus dilakukan
setelah minum obat
Klien dapat memahami d Diskusikan akibat berhenti Program pengobatan dapat
akibat berhenti minum minum obat tanpa konsultasi berjalan sesuai rencana
obat
DAFTAR PUSTAKA