Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)

OLEH
IDA AYU GEDE INTAN INDRA PRATIWI P07120017132

TINGKAT 2.4

DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)
A. Masalah Keperawatan
Gangguan persepsi sensori (halusinasi)
B. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Direja,
2011). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang bicara.

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Trimelia,S , 2011) halusinasi adalah


suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Halusinasi
merupakan pengalaman terhadap mendengar suara tuhan, suara setan dan suara
manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizofrenia.
Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus/rangsangan dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang
muncul dari berbagai indera (menurut Stuart & Sundeen dalam Trimelia S,2011)

Menurut Maramis (dalam Trimelia S, 2011) Halusinasi merupakan


gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu

C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan
seperti :
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal
dan citim limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan
dalam belajar, daya ingat dan berbicara.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonates dan kanak-kanak
b) Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
ganguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup
klien. Penolakan dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman
yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi
sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga
merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang
terisolir disertai stres yang menumpuk (Yudi Hartono, 2012)
2. Faktor presipitasi
Menurut Rawlins dan Haecokck (dalam Yosep, 2010), penyebab
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut :

1) Dimensi fisik
Halusinasi dapa ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.

2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut, sehingga klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.

3) Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impils yang menekan, namun merupakaan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien

4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah dia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
control diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung

5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas beribadah dan mulai
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadian terganggu karena sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orag lain yang
menyebabkaan takdirnya memburuk.
D. Rentang Respon
Menurut Stuart & Sundeen (1998) Halusinasi merupakan salah satu

respon maladaptive individu yang berada dalam rentang respon neurobiologist.

Rentang respon neurobiologist dari keadaan persepsi adaptif hingga persepsi

maladaptive, dapat dilihat pada bagian di bawah ini.

Respon Adaptif Respon Transisi Respon Maladaftive

Pikiran Logis Pikiran kadang Kelainan Pikiran/ Delusi


menyimpang
Halusinasi
Persepsi akurat Ilusi
Ketidakmampuan untuk
Emosi Konsisten dengan Reaksi emosional mengalami emosi
pengalaman berlebihan atau kurang
Ketidakberaturan perilaku
Perilaku sesuai Perilaku ganjil
Isolasi Sosial
Hubungan Sosial Menarik diri

E. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi.


1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
fase ini masuk kedalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahaan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemmining atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristiknya: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, kesulitan berhubungan
dengan orang lain,ketidak mampuan mengikuti petunjuk, rentang
perhatiannya hanya beberapa detik/menit.
F. Jenis – Jenis Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, metertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal
yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara,
bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga,
mulut komat kamit, da nada gerakan tangan.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulasi penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau
panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau yang
menakutkan.
Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk
kea rah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine,
atau feses atau bau harum seperti parfum.
Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan
gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu, menutup
hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti rasa
darah, urine , atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap,
mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
5. Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada
yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan mahluk halus.
Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-
raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan
sesuatu rabaan.
6. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang
diatas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap
tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang
tubuhnya.

G. Tanda dan Gejala


Kemudian menurut SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) 2016
data subjektif dan data objektif dari klien halusinasi adalah sebagai berikut :

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


Gejala dan tanda mayor Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif Subjektif Objektif
1. Mendengar suara 1. Distori sensori 1. Menyatakan 1. Menyendiri
bisikan atau 2. Respons tidak kesal 2. Melamun
melihat bayangan sesuai 3. Konsentrasi
2. Merasakan 3. Bersikap buruk
sesuatu melalui seolah melihat, 4. Disorientasi
indera, perabaan, mendengar, waktu, tempat,
penciuman, mengecap, orang atau
perabaan atau meraba, atau situasi
pengecapan mencium 5. Curiga
sesuatu 6. Melihat ke satu
arah
7. Mondar-mandir
8. Bicara sendiri

H. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa, dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi
dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat
yang teramasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL
(psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol
(mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi
Terapi bekerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama.
c. Terapi modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukkan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasanyan memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.
d. Terapi kejang listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang
satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang
tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
kejang listrik 4-5 joule/detik.

I. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan


Effect
Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi)
Core problem

Risiko harga diri rendah situasional


Causa

J. Diagnosa Keperawatan
Menurut skala prioritas
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Persepsi Sensori
3. Risiko harga diri rendah situasional
K. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional


dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
Pasien
1 Gangguan persepsi TUM : Klien dapat Setelah diberikan SP 1 (BHSP)
sensori : Halusinasi mengontrol halusinasi tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya
yang dialaminya. selama 1x15 menit mengungkapkan prinsip komunikasi merupakan dasar untuk
pasien diharapkan: terapeutik: kelancaran hubungan
TUK 1 Kriteria Evaluasi : a. Sapa klien dengan ramah baik interaksi selanjutnya.
Klien dapat membina 1. Ekspresi wajah verbal maupun nonverbal
hubungan saling bersahabat b. Perkenalkan diri dengan sopan
percaya 2. Menunjukan rasa c. Tanyakan nama lengkap klien
senang dan nama panggilan yang disukai
3. Ada kontak mata klien
4. Mau berjabat tangan, d. Jelaskan tujuan pertemuan
mau menyebut nama, e. Jujur dan menepati janji
mau menjawab salam f. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
5. Mau duduk g. Beri perhatian pada klien dan
berdampingan dengan perhatikan kebutuhan dasar klien
perawat
6. Mau mengutarakan
masalah yang
dihadapi.

TUK 2 Klien dapat menyebutkan SP 2 (Membantu klien mengenal Kontak sering tapi singkat
Klien mengenal waktu, isi, frekuensi halusinasinya) selain membina hubungan
halusinasinya timbulnya halusinasi Adakah kontak sering dan singkat saling percaya, juga dapat
secara bertahap memutuskan halusinasi
Klien dapat a Observasi tingkah laku klien Mengenal perilaku pada saat
mengungkapkan peran terkait dengan halusinasinya; halusinasi timbul
terhadap halusinasi bicara dan tertawa terhadap memudahkan perawat dalam
stimulus, memandang ke kiri atau melakukan intervensi
ke kanan atau ke dean seolah-olah
ada teman bicara
b Bantu klien mengenal Mengenal halusinasi
halusinasinya. memungkinkan klien untuk
1) Jika menemukan yang sedang menghindarkan factor
halusinasi, tanyakan apakah pencetus timbulnya
ada suara yang didengar halusinasi
2) Jika klien menjawab ada,
lanjutkan: apa yang dikatakan.
3) Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien ada juga
yang seperti klien.
c Diskusikan dengan klien Dengan mengetahui waktu,
1) Situasi yang menimbulkan isi, dan frekuensi munculnya
atau tidak menimbulkan halusinasi mempermudah
halusinasi tindakan keperawatan klien
2) Waktu dan frekuensi yang akan dilakukan perawat.
terjadinya halusinasi
d Diskusikan dengan klien apa yang Untuk mengidentifikasi
dirasakan jika terjadi halusinasi, pengaruh halusinasi klien
beri kesempatan mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 Klien dapat menyebutkan SP 3 (membantu klien mengontrol
Klien dapat tindakan yang biasa halusinasinya)
mengontrol dilakukan untuk a Identifikasi bersama klien cara Upaya untuk memutuskan
halusinasinya megendalikan tindakan yang dilakukan jika siklus halusinasi sehingga
halusinasinya. terjadi halusinasi halusinasi tidak berlanjut
Klien dapat menyebutkan b Diskusikan manfaat cara yang Reinforcement positif akan
cara baru dilakukan klien, jika bermanfaat meningkatkan harga diri klien
beri pujian.
Klien dapat memilih cara c Diskusikan cara baru untuk Memberikan alternative
mengatasi halusinasi memutus atau mengontrol pilihan bagi klien mengontrol
seperti yang telah halusinasi: halusinasi
didiskusikan dengan 1) Katakan “Saya tidak mau
klien. dengar kamu” (pada saat
halusinasi terjadi)
2) Menemui orang lain untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang
terdengar
3) Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar halusinasi
tidak muncul
4) Minta keluarga/teman/perawat
jika nampak bicara sendiri
d Bantu klien memilih dan melatih Memotivasi dapat
cara memutus halusinasi secara meningkatan kegiatan klien
bertahap. untuk mencoba memilih salah
saatu cara mengendalikan
halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien
TUK 4 Keluarga dapat SP 4 ( Support system ) Untuk mengetahui
Klien dapat menyebutkan pengertian, Diskusikan dengan keluarga : pengetahuan keluarga dan
dukungan dari tanda dan kegiatan untuk a. Gejala halusinasi yang dialami meningkatkan kemampuan
keluarga dalam mengendalikan halusinasi klien pengetahuan tentang
mengontrol halusinasi
halusinasi.
b. Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga
untuk memutus halusinasi di
rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapay bantuan:
halusinasi terkontrol dan risiko
mencederai orang lain
TUK 5 Klien dan keluarga dapat SP 5 (Pemanfaatan obat) Dengan menyebutkan dosis,
Klien dapat menyebutkan manfaat, a Diskusikan dengan klien dan frekuensi dan manfaat obat.
memanfaatkan obat dosisi, dan efek samping keluaraga tentang dosis,
dengan baik obat frekuensi, manfaat obat
Klien dapat b Anjurkan klien minta sendiri Diharapkan klien
mendemonstrasikan obat pada perawat dan melaksanakan program
merasakan manfaatnya pengobatan. Menilai
penggunaan obat secara kemampuan klien dalam
benar pengobatannya sendiri.
Klien dapat informasi c Anjurkan klien bicara dengan Dengan mengetahui efek
tentang efek samping obat dokter tentang manfaat dan efek samping obat klien akan tahu
samping obat yang dirasakan apa yang harus dilakukan
setelah minum obat
Klien dapat memahami d Diskusikan akibat berhenti Program pengobatan dapat
akibat berhenti minum minum obat tanpa konsultasi berjalan sesuai rencana
obat
DAFTAR PUSTAKA

Direja,Ade Herman Surya.2011.Buku ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika

Iyus, Yosep. 2010. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi.bandung: Refika Aditama

TIM POKJA SDKI, D. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (I).


Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Trimeilia S,SKP. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi.jakarta : CV. Trans


Info Media

Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai