Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................................i

Daftar Isi ..................................................................................................................iii

PENDAHULUAN ...................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ..........................................................................................................6
B. Epidemiologi .................................................................................................6
C. Etiologi ..........................................................................................................7
D. Klasifikasi .....................................................................................................9
E. Patogenesis ....................................................................................................10
F. Manifetasi Klinis ...........................................................................................16
G. Diagnosis........................................................................................................18
H. Diagnosis Banding ........................................................................................21
I. Terapi ............................................................................................................23
J. Prognosis dan Komplikasi .............................................................................28

DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP) merupakan

perasaan sensori dan/atau emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun yang berpotensi terjadi. Salah satu alasan

tersering pasien mengunjungi ahli neurologi adalah nyeri kepala atau cephalgia.1

Sakit kepala didefinisikan sebagai sakit yang berlokasi di kepala atau leher bagian

belakang. Secara garis besar, sakit kepala dapat dibagi menjadi sakit kepala primer dan

sekunder. Sakit kepala primer adalah sakit kepala yang tidak berhubungan dengan penyebab

atau penyakit lain. Sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang berhubungan dengan

penyakit lain. Berdasarkan klasifikasi Internasional Sakit Kepala Edisi 2 dari IHS

(International Headache Society) yang terbaru tahun 2004, sakit kepala primer terdiri atas

migraine, tension type headache, cluster headache dan trigeminal-autonomic cephalgias dari

primary headaches.2

Mollendorf tahun 1867 memberikan nama “Red Migraine” untuk jenis nyeri kepala

yang termasuk nyeri kepala vaskuler dan merupakan varian dari migrain. Hal ini sesuai

dengan gejala klinisnya yaitu hemicephalgia yang disertai mata merah, muka sesisi merah

dan lakrimasi sebelah mata.4

Masih dihubungkan dengan “kemerahan” ini, Bing (1910) menyebutkan sebagai

“Erythromelalgia of the head”.3 Beberapa ahli masih memberikan berbagai nama untuk jenis

cephalgia ini, sampai tahun 1926 Wilfred Harris menyebutnya sebagai “Periodic Migrainous

Neuralgia”. Nama inipun menggambarkan gejala klinisnya tetapi dari segi lain, yaitu adanya

2
intensitas nyeri kepala yang hebat, berlangsung dalam waktu yang pendek dan mendekati

gejala neuralgia.4

Untuk mencegah kesalahpahaman dengan nama lain, maka Bicker staff (1959)

mengusulkan nama “Harris’s Neuralgia”. Akhirnya, Kunkle (1952) menyederhanakan nama

ini dan menyesuaikan dengan gejalanya yang timbul secara berkelompok-kelompok dan

bertubi-tubi, menyebutnya sebagai “Cluster Headache” (cephalgia Klaster).4

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

a. Cluster Headache

Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan

yang jelas dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan

parah. Cluster headache juga dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu suatu

bentuk sakit kepala neurovascular. Serangan biasanya parah, unilateral dan terletak di

daerah periorbital. Rasa sakit ini terkait dengan lakrimasi ipsilateal, hidung tersumbat,

injeksi konjungtiva, miosis, ptosis dan edema kelopak mata. Sakit kepala berlangsung

singkat dan berlangsung beberapa saat sampai 2 jam. Cluster mengacu pada

pengelompokan sakit kepala, biasanya selama beberapa minggu. Untuk memenuhi

kriteria diagnosis, pasien harus memiliki minimal 5 serangan yang terjadi dari 1 setiap

hari untuk 8 per hari dan tidak ada penyebab lain untuk sakit kepala.3

b. Migrain

Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum

diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai

dengan sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan dengan

adanya aura yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.6

B. EPIDMIOLOGI

a. Cluster Headache

Data epidemiologi pada cluster headache hanya sedikit. Dalam sebuah

penelitian bahwa laki-laki berusia 18 tahun, pada tahun 1976 di Swedia ditemukan

prevalensi seumur hidup dari 90 per 100.000 penduduk. Pada tahun 1984 dan 1999,

4
seluruh penduduk Republik San Marino dilakuan penelitian dalam dua studi yang

menggunakan pendekatan metodologi yang sama. Dalam survey pertama, ditemukan

tingkat prevalensi 69 per 100.000 (128 per 100.000 pada laki-laki dan 9 per 100.000

pada wanita), pada survei kedua, 3 angka prevalensi diperkirakan adalah 56 per

100.000 (115,3 per 100.000 pada laki-laki). Dalam penelitian epidemiologi ekstensif

yang dilakukan pada populasi daerah kecil di Norwegia (studi Vaga), tingkat

prevalensi diperkirakan adalah 326 per 100.000 (558 per 100.000 pada laki-laki dan

106 per 100.000 pada wanita) sangat tinggi dibandingkan populasi di San Marino.9

b. Migrain

Prevalensi migrain di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi pada

wanita dan 7,8 hingga 10% pada pria. Rasio prevalensi perempuan terhadap pria

dengan migrain sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun, migrain

lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Setelah

pubertas, migrain semakin sering dijumpai pada perempuan dan pada usia 20 tahun,

rasio perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1.7,8

Migrain diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan

daripada laki-laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari 40

tahun, cenderung dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki dasar

genetik. Sekitar 70% hingga 80% penderita migrain memiliki anggota keluarga dekat

yang menderita nyeri kepala.7

C. ETIOLOGI

a. Cluster Headache

Beberapa pemicu cluster headache meliputi:

1. Serangan yang dipicu pada beberapa pasien karena stres, alergi, perubahan

musiman, atau nitrogliserin.

5
2. Perokok berat.

3. Gangguan dalam pola tidur normal.

4. Alkohol menginduksi serangan selama cluster tetapi tidak selama remisi. Pasien

dengan cluster headache, 80% adalah perokok berat dan 50% memiliki riwayat

penggunaan etanol berat.

5. Faktor resiko

 Usia lebih dari 30 tahun

 Vasodilator dengan jumlah kecil (misalnya, alcohol).

 Trauma kepala sebelumnya atau operasi (kadang-kadang).10,11

b. Migrain

Penyebab terjadinya migrain masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa

faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migrain, antara lain.7,13

1. Riwayat anggota keluarga dengan riwayat nyeri kepala (faktor genetik diyakini kuat

berpengaruh terhadap munculnya migrain)

2. Perubahan hormon (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada fase

luteal siklus menstruasi, kehamilan, menarke, menopause, dan penggunaan

kontrasepsi oral

3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah dan natrium nitrat),

vasokonstriktor (keju dan coklat), serta zat tambahan pada makanan (monosodium

glutamat dan pemanis buatan sakarin)

4. Stres berlebih, dan faktor psikologis lainnya seperti

5. Faktor fisik dan siklus tidur tidak teratur,

6. Rangsang sensorik (cahaya silau/berkedip dan bau menyengat),

7. Alkohol dan merokok

6
D. KLASIFIKASI

a. Cluster Headache

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, International

Headache Society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :

1. Episodik

Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu sampai satu

tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu sampai

beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.

2. Kronik

Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun

dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari

dua minggu.

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe

kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan

episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit

kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara

bergantian.

Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan

karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan

cluster headache pada penderita, yang berarti ada kemungkinan faktor genetik

yang terlibat. Beberapa faktor dapat bersama-sama menyebabkan cluster

headache.1

7
b. Migrain
Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache Society
tahun 2013 :
 Migrain tanpa aura
 Migrain dengan aura
 Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migraine
 Cyclical vomiting
 Migrain Abdominal
 Vertigo paroksismal Benigna pada Anak
 Migrain retinal
 Komplikasi migrain
 Migrain Kronik
 Status Migrainosus (serangan migrain > 72 jam)
 Aura persisten tanpa infark
 Migrainous infark
 Migraine-Triggered Seizure
 Probable Migrain
Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan pokok terutama migrain dalam
kelompok migrain tanpa aura dan migraine dengan aura.

E. PATOFISIOLOGI
a. Cluster Headache
Patofisiologi dari cluster headache tidak diketahui dengan jelas. Ada beberapa

mekanisme yang mungkin dapat menjelaskannya.7,9,12

1. Hemodinamik

Dilatasi vaskular mungkin memiliki peranan, tetapi studi tentang peredaran darah

masih belum pasti. Aliran darah ekstrakranial (hipertermia dan peningkatan aliran

8
darah arteri temporal) meningkat tetapi tidak menimbulkan rasa sakit. Perubahan

vaskular merupakan perubahan sekunder untuk neuronal discharge yang primer.

2. Saraf trigeminal

Saraf trigeminal mungkin bertanggung jawab terhadap neuronal discharge yang

bisa menyebabkan cluster headache. Substansi P neuron membawa impuls

sensori dan motorik dalam divisi saraf maksillaris dan opthalamic. Semua ini

berhubungan dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus sympathetic carotid

perivaskular interior. Somatostatin menghambat substansi P dan mengurangi

durasi dan intensitas cluster headache.

3. Sistem saraf autonomik

Efek simpatis (misalnya, Horner syndrome, keringat di dahi) dan parasimpatis

(misalnya, lakrimasi, rinore, nasal congestion).

4. Ritme sirkadian

Cluster headache sering kambuh dalam waktu yang sama setiap hari,

menunjukkan hipothalamus, yang mengontrol ritme sirkadian, dimana lokasi

yang menjadi penyebabnya.3

b. Migrain

Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai saat ini

masih terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik dan lingkungan

serta proses neurovaskular yang terjadi pada migrain turut memberikan kontribusi

terhadap kejadian penyakit. Prinsip utama yang dapat dipahami disini bahwa, adanya

perangsangan pada struktur peka nyeri intracranial (seperti yang telah dijelaskan pada

bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis, kimia, dan gangguan autoregulasi

neurovaskular menyebabkan terstimulasinya nosiseptor yang ada di struktur peka nyeri.

Asal nosiseptor tersebut terbagi dua bagian, untuk struktur supratentorial berasal dari

9
nervus trigeminus pars ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis

C1-C3.14,15

Belum jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan

penelitian yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang menjelaskan

terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut

1. Teori Vaskular

Gambar 1. Teori Vaskular

Teori vaskular merupakan teori pertama yang berkembang pada sejarah penelitian

migrain. Teori ini dikembangkan oleh Wolf dkk tahun 1940-an yang mengemukaan bahwa

adanya gangguan kaliber pembuluh darah menyebabkan terjadinya nyeri kepala migrain.

Disebutkan bahwa dengan adanya faktor pencetus oleh mekanisme yang belum diketahui,

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah serebral. Hal ini menjelaskan

timbulnya aura pada sebagian kasus di mana ambang untuk terjadinya aura rendah. Setelah

vasokonstriksi, diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah yang menekan dan

mengaktifkan nosiseptor perivaskular di intracranial, yang mencetuskan terjadinya nyeri

kepala. Nyeri kepala yang terjadi bersifat unilateral dengan kualitas berdenyut, disebabkan

oleh perangsangan saraf nyeri di dinding pembuluh darah..17,18,19

10
Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan gejala lain yang

terjadi sebelum serangan migrain. Selain itu, obat-obat yang dapat meredakan nyeri

kepala, tidak semuanya bekerja melalui vasokonstriksi pembuluh darah, dan belakangan

diketahui dengan penelitian menggunakan teknik pencitraan mutakhir untuk melihat aliran

darah otak, ditemukan bahwa kejadian migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral

yang konstan pada sebagian besar pasien.17, 18, 19

Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa vasodilatasi

pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain, kemudian oleh Elkind

dkk didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat ditentukan oleh diameter dinding

pembuluh darah ekstrakranial. Dalam penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah

frontotemporal meningkat pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol

(P<0,005), dan nyeri kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan

penurunan alirah darah frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri karotis

eksterna. 17,18,19

2. Teori Neurovaskular/ Trigeminovaskular Sistem

Gambar 2. Teori Neurovaskular

11
Teori neurovaskular pada prinsipnya menjelaskan bahwa adanya migrain disebabkan oleh

mekanisme neurogenik yang kemudian menyebabkan gangguan perfusi serebral.

Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf

trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene-related

peptide). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan

merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi steril pada

neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan

peningkatan aliran darah.15,16

Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang

bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini

akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin.

Selanjutnya, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal sehingga terjadi peningkatan

kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi

dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di

otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka

dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan

dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri

kepala pada migrain.15,16

3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)

Cortical Spreading Depression (CSD) merupakan teori yang pertama kali dikemukakan

oleh Leao (1944) yang menjelaskan mekanisme migrain dengan aura. CSD adalah

gelombang neuron eksitatorik pada substansia grisea korteks dari daerah cetusan asal

(biasanya dimulai di regio occipital) dengan kecepatan rambat 2-6 mm/ menit, yang

kemudian menyebabkan periode refrakter pada area yang telah dilewari arus. Depolarisasi

yang terjadi ini menyebabkan terjadinya fase aura, yang kemudian mengaktifkan nervus

12
trigeminal, yang menyebabkan fase nyeri kepala. Mekanisme neurokimia yang terjadi

selama fase perambatan yaitu pengeluaran kalium ke ekstrasel, atau pengeluaran glutamat

(asam amino eksitatorik) dari jaringan saraf. Hal ini menyebabkan terjadinya depolarisasi

yang merambat dan merangsang jaringan sekitarnya untuk mengeluarkan neurotrasnmitter

eksitatorik juga, sehingga terjadilah CSD. Pada pemeriksaan Positron Emission

Tomography (PET) terlihat bahwa aliran darah cenderung berkurang selama fase

aura/CSD. Fase ini juga menurunkan laju metabolisme sel. Walaupun selama CSD terjadi

perambatan impuls saraf disertai penurunan laju metabolisme yang menyebabkan

terjadinya aura, adakalanya oligemia yang terjadi tidak mencapai ambang dalam

mencetuskan aura seperti yang terjadi pada migrain tanpa aura.7,8,14

Gambar 3. Cortical Spreading Depression

Adanya perambatan CSD kemudian mengaktivasi sistem trigeminovaskular, yang

selanjutnya akan merangsang nosiseptor pada pembuluh darah duramater untuk

mengeluarkan zat pemicu nyeri, seperti calcitonin-gene related peptide (CGRP),

substansia P, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan neurokinin A, yang kemudian

berperan dalam terjadinya sterile inflammation dan mekanisme nyeri.

Sebagai tambahan, melalui beberapa jalur mekanisme, CSD meningkatkan ekspresi gen

pengkode siklooksigenase (COX-2), Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), interleukin 1β,

dan enzim metaloproteinase. Aktivasi metaloproteinase menyebabkan kerusakan sawar

darah otak, yang menyebabkan pengeluraran kalium, nitrit oksida, adenosin, dan produk

13
lain yang dihasilkan akibat CSD mejangkau dan merangsang ujung sarafbebas nervus

trigeminal terutama pada perivaskular duramater.17,18

F. MANIFESTASI KLINIS

a. Cluster Headache

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada cluster headache adalah Tidak ada aura

muncul seperti pada migraine. Periodisitas adalah karakteristik yang paling mencolok.

Biasanya, pasien mengalami 1-2 kali periode cluster per tahun, yang masing-masing

berlangsung 2-3 bulan.

1. Sakit (digambarkan sebagai sakit pedih dan berat )

 Onset mendadak ( Puncaknya dalam 10-15 menit)

 Unilateral wajah ( masih pada sisi yang sama selama periode cluster)

 Durasi (10 menit sampai 3 jam per episode)

 Karakter (membosankan dan sakit pedih, seolah-olah mata didorong

keluar)

 Distribusi (divisi pertama dan kedua dari saraf trigeminal, sekitar 18-

20% pasien mengeluh sakit di daerah ekstratrigeminal, misalnya,

beelakang leher, di ssepanjang arteri carotid)

 Periodesitas (keteraturan sirkadian di 47%)

 Remisi (panjang interval bebas gejala terjadi pada beberapa pasien.

Rata-rata selama 2 tahun tetapi berkisar antara 2 bulan sampai 20

tahun)

2. Lakrimasi (84-91%) atau injeksi konjungtiva.

3. Hidung tersumbat (48-75%) atau rinore.

4. Edema kelopak mata ipsilateral.

5. Miosis atau ptosis ipsilateral.

14
6. Keringat pada dahi dan wajah ipsilateral (26%).

Letih/ lemas (90%).3

b. Migrain

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Migrain

Migrain merupakan nyeri kepala primer dengan serangan yang sering berulang.

Seseorang menjadi vulnerabel/beresiko, apabila terdapat faktor gen seperti ATP1A2

yang mengode subunit α2 pompa Na-K (kromosom 1), gen yang mengode kanal

kalsium tipe P/Q, dan gangguan ekspresi reseptor dopamin, maka ambang seseorang

untuk terjadinya serangan migrain itu lebih besar, dan kemungkinan rekurensinya

juga lebih besar.11

Selain faktor genetik, seseorang dengan lingkungan yang penuh dengan pencetus

migrain (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) juga membuat orang rentan

terhadap migrain. Setelah kedua faktor itu terpenuhi, maka terjadi serangan.

Fase prodromal terjadi beberapa hari hingga beberapa jam sebelum nyeri kepala. Fase

ini merupakan gejala-gejala non-spesifik yang biasanya dialami penderita seperti

lemas, terus mengantuk, rasa haus, anorexia, sangat sensitif terhadap cahaya, aroma,

dan suara, sering berkemih, sangat menginginkan satu makanan tertentu, mudah

marah, dsb.10,13,16

15
Fase Aura yaitu fase yang dialami oleh penderita migrain dengan aura (migrain

klasik). Aura merupakan sekelompok manifestasi neurologi fokal yang muncul

maksimal selama 60 menit pada saat sebelum serangan nyeri atau bersamaan dengan

munculnya nyeri. Aspek neurologi yang terkena itu visual, sensorik, dan berbahasa,

baik itu bersifat positif atau negatif, dan cenderung reversibel. Contoh gejalanya yaitu

terdapat skotoma multipel atau soliter, defek lapang pandang homonim hemianopia,

gangguan penglihatan total, gejala sensorik seperti parestesia mulai dari tangan

hingga kewajah yang dapat diikuti oleh rasa baal, serta gejala gangguan berbahasa.

Fase ini dapat tidak ada pada pasien dengan migrain tanpa aura.10,13,16

Fase nyeri kepala, berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang-berat,

berdenyut, bersifat unilateral (kadang bilateral) dengan predileksi di fronto-temporal,

serta cenderung bertambah ketika aktivitas fisik meningkat.16

Fase postdromal merupakan gejala ikutan pasca serangan nyeri kepala, dapat

berlangsung hingga 24 jam, dengan karakteristik pasien merasa lelah, mood tidak

stabil, nyeri otot, dan kurang nafsu makan.13,16

G. DIAGNOSIS

a. Cluster Headache

Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu diagnosis

tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan

sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu

terjadinya sakit kepala merupakan faktor yang penting.

Keterlibatan fenomena otonom yang jelas sangat penting pada cluster headache.

Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral,

lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada palpebra

dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan.

16
Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari cluster

headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan diantara

serangan.

Diadaptasi IHS Criteria for the General Diagnosis of Cluster Headache*

Headache Description (All 4) Autonomic Symptoms (Any 2)

 Severe headache  Rhinorrhea

 Unilateral  Lacrimation

 Duration of 15–180 min  Facial sweating

 Orbital periorbital or temporal location  Miosis

 Eyelid edema

 Conjunctival injection

 Ptosis

* Tidak ada bukti dari gangguan sakit kepala sekunder. Sakit kepala cluster episodik

terjadi untuk <1 tahun dan sakit kepala kronis terjadi selama> 1 tahun.5

b. Migrain

Diagnosis migraine, baik itu migraine tanpa aura (common migraine) maupun

migraine klasik (classic migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala yang

paling utama adalah adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio frontotemporal

(meskipun nyeri bilateral juga terdapat pada sebagian kecil kasus), yang terjadi secara

tiba-tiba akibat faktor pencetus dengan kualitas berdenyut berintensitas nyeri sedang-

berat. Adapun kriteria diagnosis untuk migraine tanpa aura adalah sebagai berikut11,12 :

A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi criteria B-D

17
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau sudah

diobati namun belum berhasil)

C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :

1. Lokasi unilateral

2. Berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang-berat

4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan rutin

(berjalan atau menaiki tangga)

D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut

1. Mual dan/atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain

Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic migraine).

Aura sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh

dalam jangka waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum serangan nyeri kepala

(sebagian besar kasus), pada saat serangan atau setelah serangan. Adapun kriteria

diagnosis migraine dengan aura, yaitu11,12 :

A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C

B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut :

1. Visual

2. Sensorik

3. Bicara dan/atau bahasa

4. Motorik

5. Batang Otak

6. Retinal

18
C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :

1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥ 5

menit, dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan

2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit

3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral

4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai dengan

criteria migrain tanpa aura

Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient Ischemic

Attack (TIA) telah disingkirkan.

H. DIAGNOSIS BANDING

Tipe Lokasi Umur Gejala Klinik Faktor


Pencetus
Migrain Fronto- Dewasa Nyeri sedang- Cahaya,
tanpa aura temporal muda, kadang berat, suara,
(uni- anak-anak berdenyut alkohol,
bilateral) gangguantidur
Migrain Sama Sama dengan Sama dengan Sama dengan
dengan aura dengan atas atas atas + atas
gangguan
sensorik,
visual, otonom
Cluster Orbito- Dewasa muda Nyeri hebat, Tidak
Headache temporal dan laki-laki tidak diketahui
(Nyeri dewasa (90%) berdenyut, pasti, alkohol
kepala lakrimasi, pada beberapa
kluster) rinore, injeksio kasus
konjungtiva

19
Tension Fronto- Dewasa Tertekan, Kelelahan,
Headache ( Oksipital, muda, usia terikat tali, stress psikis
Nyeri menyeluruh pertengahan, tidak
kepala terkadang berdenyut,
ketegangan) anak-anak, berlangsung
wanita>pria berhari-hari,
bulan, tahunan
Temporal Unilater- Usia >50 Nyeri Tidak ada
Arteritis bilateral di tahun berdenyut,
(Giant-Cell regio kemudian
Arteritis temporalis persisten dan
terasa terbakar,
nyeri tekan
arteri
Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri seperti Mengunyah,
Trigeminal mengikuti umumnya 60- tertusuk, berat, berbicara,
persarafan 70 tahun dan muncul menyikat gigi,
sensorik mendadak menyentuh
n.trigeminus area/lokasi
pada kepala nyeri

Tabel 1 Diagnosis Banding

20
Gambar 5. Diagnosis Banding sakit kepala

I. TERAPI

a. Cluster Headache

Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari

pengobatan adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek

jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat

dibagi menjadi obat-obat simptomatik dan profilaksis. Obat-obat simptomatik

bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan

cluster headache, sedangkan obat-obat profilaksis digunakan untuk mengurangi

frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.6

Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat, pengobatan simptomatik

harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya

menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.6

21
 Pengobatan simptomatik

1. Oksigen

Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7 liter/menit

memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-orang yang

menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari

penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar

15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksigen adalah pasien harus membawa-

bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini menjadi

tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin

hanya menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan

kembali.6

2. Sumatriptan

Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga

efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan

penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut

masih perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya.6

3. Ergotamin

Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh

darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena bekerja

lebih cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek

samping terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.6

4. Obat-obat anestesi lokal

Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang

permeabilitasnya terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan penghantaran

impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat

22
digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati

jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau

bradikardi.6

 Obat-obat profilaksis :

1. Anti konvulsan

Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah

dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini

untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan

mengatur sensitisasi di pusat nyeri. 6

2. Kortikosteroid

Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache dan

mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selama beberapa hari

selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster

headache masih belum diketahui.6

 Pembedahan

Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster headache kronik

yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada pasien yang memiliki

kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan. Tindakan pembedahan hanya pada

pasien yang mengalami serangan pada satu sisi kepala saja karena operasi ini hanya

bisa dilakukan satu kali. Sedangkan yang mengalami serangan berpindah-pindah dari

satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.6

Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati cluster

headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang

bertanggungjawab terhadap nyeri.6

23
Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya radio

frekuensi pericutaneus, ganglionhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah terbukti berhasil

mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek samping berupa diastesia

pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.6

Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering digunakan

karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah penanaman elektroda

perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan stereostatik di bagian inferior

hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa perangsangan hipotalamus pada pasien

dengan cluster headache yang parah memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak

ada efek samping yang signifikan.6

b. Migrain

Secara umum, penanganan migrain terbagi dalam terapi farmakologis dan non-

farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan menghindari

faktor pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/ tidur berlebih),

makanan yang merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan, perubahan cuaca,

dsb.20

Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan terapi

profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut. Terapi lini

pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan sampai sedang

atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama, dapat dipakai

golongan analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1 yang dapat

diberikan yaitu20 :

 Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam

 Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari

 Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari

24
 Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh lebih

dari 5 hari

 Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal

 Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari

 Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi pilihan pada

pasien dengan status migrainosus (serangan migrain >72 jam)

Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif

terhadap analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan dan

dihidroergotamin (DHE). Golongan triptan digunakan pada migrain sedang sampai

sedang atau migrain ringan sampai sedang yang tidak responsif terhadap analgesik

atau NSAID. Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti alkaloid ergot (ergotamin

tartat) walaupun efikasinya tidak lebih baik dari triptan namun golongan tersebut

memiliki rekurensi yang lebih rendah pada beberapa pasien. Selain itu, alkaloid ergot

dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat pada dosis sangat rendah

sehingga penggunaannya dibatasi hanya sampai 10 hari per bulan dan tidak boleh

diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuer dan cerebrovaskuler, hipertensi,

gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi. Obat golongan triptan bekerja dengan cara

agonisasi dari reseptor 5HTIB/ID seperti sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg

per oral, atau derivat ergot seperti ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral,

subkutan ataupun rektal.20

Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migrain akut untuk mengatasi

nausea dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi

analgesik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja

sedangkan domperidon 10 mg untuk anak-anak.20

25
Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih dari dua

kali serangan migrain per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya terganggu akibat

nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin, propranolol, dan

nadolol sebagai lini pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan topiramat, gabapentin,

venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, dan riboflavin. Untuk lini ketiga,

dapat dipakai flunarizin,pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa pertimbangan

khusus sebelum dokter memberikan profilaktik meliputi ada tidaknya hipertensi atau

penyakit kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia, kejang, obesitas, kehamilan, dan

toleransi rendah terhadap efek samping medikasi.20

J. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

a. Cluster Headache

1. 80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk mengalami

serangan berulang.

2. Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4

sampai13 % penderita.

3. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama pada

cluster headache tipe episodik.

4. Umumnya cluster headache menetap seumur hidup.

5. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster

headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk.3

b. Migrain

Pada umumnya migrain dapat sembuh sempurna jika dapatmengurangi

paparan atau menghindari faktor pencetus,dan meminum obat yang teratur. Tetapi

berdasarkan penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk

26
menderita stroke pada pasien riwayat migrain, terutama pada perempuan. Namun,

hingga saat ini masih kontroversial dan diperdebatkan.11,20

Komplikasi dari migrain yaitu meningkatnya resiko untuk terserang stroke.

Didapatkan bahwa pasien migrain baik perempuan maupun laki-laki beresiko 2-5 kali

untuk mendapatkan stroke subklinis serebellum, terutama yang mengalami migrain

dengan aura. Selain itu, migrain juga dapat memicu timbulnya komplikasi penyakit

metabolik pada seseorang seperti diabetes melitus dan hipertensi, dyslipidemia, dan

penyakit jantung iskemik.20

27
DAFTAR PUSTAKA

1. C. Finocchi, M. Del Sette, S. Angeli, et al. 2010. Neurology. Available from : URL :

http://neurology.org. Diakses tanggal 25 november 2017

2. Dr. Hasan Sjahrir Sp S. 2004. Mekanisme terjadinya nyeri kepala primer dan prospek

pengobatannya. Abailable from : URL :

http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 3457/1/neurologi-hasan.pdf. Diakses

15 Juli 2011

3. K Sargeant, Lori. 2010. Cluster Headache. Available from : URL : http://emedicine

.medscape.com. Diakses 25 November 2017

4. Kusumoputro, S., dkk, Nyeri Kepala Menahun. Universitas Indonesia Press. Jakarta

5. Martin V Elkind A. 2004. Diagnosis and classification of primary hadache disorders.

In: Standards of care for headache diagnosis and treatment. National Headache

Foundation. Chicago (IL). P. 4-18

6. Mayo Clinic Staff. 2010. Cluster Headaches. Available from : URL :

http://www.mayoclinic.com/health/cluster-headache/ DS00487. Diakses tanggal 25

November 2017

7. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household population.

. Canada: Stat Can. 2014.

8. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine

headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.

9. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society.

2013;33(9):629-808.

10. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta Kedokteran.

Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 967.

28
11. MIPCA. 2004. Cluster Headache Algorithm. Available from : URL :

www.mipca.org.uk. Diakses tanggal 25 November 2017

12. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.

13. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.

14. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.

15. Netter FM. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders; 2011.

16. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The Journal of

Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.

17. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine. HeadacheMedscape.

2011;51(3):409-17.

18. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012 Aug;

15(Suppl 1): S15–S22.

19. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8th. USA :

McgrawHill; 2005

20. Anurogo D. Penatalaksanaan migrain. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,

Kalimantan Tengah, 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai