Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

Sindroma Baby Blues

Oleh:
Oswaldus Gratiano Gaudens Binsasi
112017009

Pembimbing:
dr. Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


RS Jiwa Soeharto Heerdjan – Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2019
Pendahuluan
Bayi yang baru lahir tidak hanya membawa kebahagian bagi sebuah keluarga, tetapi dapat
menimbulkan stress bahkan depresi bagi sang ibu. Kehadiran anggota keluarga baru ini
membawa perubahan dalam hidup sang ibu, sehingga perlu beradaptasi dengan keadaan yang
baru tersebut akibat perubahan kondisi fisik dan psikis pasca melahirkan. Tidak sedikit ibu
yang mengalami kondisi seperti ini atau yang lebih dikenal dengan sindroma baby blues.
Sindroma baby blues atau maternity blues atau postpartum blues adalah gangguan emosi ringan
yang terjadi dalam kurun waktu 2 minggu setelah ibu melahirkan. Tanda-tanda dari sindroma
ini adalah adanya gejala gangguan emosi seperti menangis, sering merasa cemas, tidak percaya
diri, sulit beristirahat dengan tenang dan mood yang sering berubah-ubah.
Penyebab dari sindroma baby blues ini adalah multifactorial. Faktor Ibu, bayi yang barus saja
dilahirkan dan lingkungan sekitar menjadi pemicu utama timbulnya keadaan ini. Trauma
melahirkan, depresi saat mengandung dan canggung dalam mengurus bayi serta hormonal
adalah contoh dari faktor ibu. Bayi yang kurang bulan, berat badan lahir rendah maupun
tekanan dari lingkungan skitar turut mengambil peran dalam timbulnya keadaan ini.
Sindroma ini dialami oleh kurang lebih 15%-85% ibu pasca melahirkan di seluruh dunia.
Keadaan ini perlu dibedakan dengan depresi postpartum, dimana pada keadaan depresi
postpartum onsetnya lebih dari 2 minggu.
Meskipun demikian, sindroma baby blues tidak boleh diabaikan begitu saja, karena dapat jatuh
ke keadaan yang lebih parah. Penanganan yang tepat dapat mempercepat proses pemulihan.
Isi

Defenisi

Terdapat 3 bentuk gangguan psikiatrik yang berkaitan dengan stres pasca melahirkan, yaitu
postpartum blues, postpartum depression, dan postpartum psychosis.

Postpartum blues sering dikenal sebagai sindroma baby blues. Kondisi ini mempengaruhi 50%-
75% ibu setelah proses melahirkan. Ibu yang mengalami babyblues ini seringkali menangis
secara terus menerus tanpa sebab yang pasti dan mengalami kecemasan. Keadaan ini
berlangsung pada minggu pertama setelah melahirkan. Meskipun pengalaman ini tidak
menyenangkan, namun biasanya kondisi ini akan kembali normal setelah 2 minggu tanpa
penanganan khusus. Jadi yang dibutuhkan adalah menentramkan dan membantu ibu baru ini
mengasuh bayi dan melakukan pekerjaan rumah.
Postpartum depression
 DPM merupakan kondisi yang lebih serius dari babyblues dan

mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru. Individu yang sebelumnya telah memiliki depresi akan
meningkatkan resiko DPM sebesar 30%. Ibu dengan DPM akan mengalami perasaan sedih dan
emosi yang meningkat atau merasa tertekan, menjadi sensitif, lelah, perasaan bersalah, cemas
dan ketidakmampuan untuk merawat diri dan merawat bayi. Simtom DPM meliputi rentang
gejala ringan hingga parah yang muncul secara mendadak atau bertahap, sejak beberapa hari
setelah melahirkan bahkan hingga setahun setelah melahirkan. Penanganan melalui psikoterapi
dan pemberian antidepresan biasanya efektif baik bagi simtom yang berlangsung hanya
beberapa hari maupun simtom yang sudah berlangsung setahun.

Postpartum psychosis
 Kondisi ini merupakan bentuk DPM yang parah dan membutuhkan

penanganan medis segera. Kondisi ini jarang terjadi, dan mempengaruhi 1 dari 1000
perempuan yang melahirkan. Gejalanya muncul secara cepat setelah melahirkan dan
berlangsung antara beberapa minggu hingga beberapa bulan. Gejalanya meliputi agitasi yang
amat kuat, perilaku yang menunjukkan kebingungan, perasaan hilang harapan dan malu,
insomnia, paranoia, delusi, halusinasi, hiperaktif, bicara cepat dan mania. Penanganan medis
harus dilakukan sesegera mungkin dengan memasukkan penderita ke rumah sakit, karena
kondisi ini juga biasanya disertai risiko bunuh diri atau menyakiti bayi.

Epidemiologi

Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada
gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca melahirkan, dan telah melaporkan
beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-
gejala tersebut. Berbagai studi mengenai sindroma baby blues di luar negeri melaporkan angka
kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi, yang kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

Penelitian Halbreich & Karkun (2006) menunjukkan angka kejadian sindroma baby blues di
dunia berkisar antara 0,5%-60%. Angka kejadian baby blues syndrome di Asia berkisar antara
3,5%-63,3% (Klainin & Arthur, 2009). Angka kejadian sindroma baby blues di Indonesia
antara 50%-70% (Munawaroh, 2008). Angka persentase tersebut menunjukkan bahwa 50%-
70% wanita akan mengalami baby blues syndrome pasca melahirkan.
Hasil penelitian Masruroh (2013) menunjukkan bahwa wanita primipara lebih mudah
menderita postpartum blues karena setelah melahirkan wanita primipara akan berada dalam
masa adaptasi. Kondisi setelah melahirkan bagi wanita primipara merupakan kondisi yang baru
pertama kali dialami sehingga bisa menimbulkan stres. Sebagian besar wanita primipara akan
merasa cemas dan gelisah pasca persalinan dikarenakan persalinan ini merupakan persalinan
yang pertama baginya.

Etiologi

Penelitian menunjukkan penyebab baby blues syndrome adalah faktor hormonal yang akan
mempengaruhi keadaan kimiawi otak. Ini merupakan proses biologis bukan merupakan
kesalahan seorang ibu. Kondisi ini ditunjukkan dengan peningkatan respon emosi.

Lebih dari 50% dari ibu yang mengalami depresi sebelumnya setelah melahirkan anak akan
menjadi depresi kembali pada kelahiran berikutnya. Wanita akan lebih rentan apabila pada saat
hamil mereka sudah mengalami depresi atau memiliki gejala mood premenstruasi sebelum
hamil. Apabila wanita tersebut mengalami depresi selama hidupnya, risiko untuk berkembang
menjadi postpartum depression juga akan meningkat dari 10 sampai 25% begitu pula dengan
wanita yang mengidap penyakit bipolar (manic-depressive illness) akan menempatkan wanita
pada peningkatan risiko untuk mengalami postpartum depression.

Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan di bawah normal cenderung 3,64 kali berpeluang
lebih besar mengalami baby blues dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan normal.

Ketidakseimbangan hormonal. Jumlah hormon wanita seperti estrogen dan progesteron


meningkat secara tajam pada saat kehamilan. Pada minggu-minggu setelah melahirkan, jumlah
hormon estrogen dan progesteron lebih menurun dari jumlah sebelum kehamilan. Fluktuasi
tiba-tiba pada tingkat hormonal ini berhubungan dengan gejala dari depresi yang dialami
seorang ibu baru. Wanita lebih rentan pada ketidakseimbangan hormonal dari pria. Itu
disebabkan terjadinya reaksi kimia antara hormon dan otak yang meningkatkan risiko
terjadinya baby blues syndrome.

Hormon Thyroid. Kelenjar thyroid berukuran kecil dan terletak di leher. Beberapa wanita
mengalami penurunan hormon thyroid setelah melahirkan. Rendahnya hormon thyroid akan
menyebabkan gejala depresi, irritabilitas, berkurangnya minat pada aktivitas biasa, kelemahan
dan peningkatan berat badan. Akan tetapi tidak semua wanita mengalami baby blues syndrome
akibat ketidakseimbangan hormon thyroid.

Perubahan gaya hidup. Ibu baru mengalami banyak perubahan gaya hidup, dan beberapa
diantaranya akan berkontribusi dalam terjadinya baby blue syndrome. Lingkungan yang
meningkatkan risiko gejala baby blues syndrome antara lain: Perubahan jadwal sehari-hari
akibat bayi yang baru lahir; kepikiran pada berat badan dan bentuk tubuh setelah hamil;
kelelahan dan kurang tidur setelah melahirkan anak; sedikitnya dukungan dalam merawat bayi;
khawatir akan kemampuan untuk menjadi ibu yang baik depresi.
Yang perlu diperhatikan sementara perubahan gaya hidup meningkatkan risiko menjadi depresi
pada beberapa wanita, lainnya dapat mengatasi perubahan tersebut tanpa mengalami.
Faktor resiko

Riwayat psikiatrik sebelumnya, riwayat psikiatrik keluarga, faktor psikososial, dan faktor
hormonal semuanya terlibat dalam implikasi sindroma ini. Tanpa riwayat kejiwaan
sebelumnya, risiko terkena depresi pascapersalinan adalah 10%. Dengan riwayat depresi berat,
factor risiko meningkat menjadi 25%, dan dengan riwayat depresi pascapersalinan
sebelumnya, risikonya meningkat hingga 50%. Depresi selama kehamilan, status belum
menikah, kehamilan yang tidak direncanakan, konflik perkawinan, berkabung, dan kelahiran
prematur juga ditemukan meningkatkan risiko.
Patofisiologi
Baby blues bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor biologis dan faktor emosi.
Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat mendadak pada ibu. Hormon
kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah
melahirkan dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang
menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan serta di lain sisi terjadi
peningkatan dari hormon menyusui.

Perubahan hormon yang cepat inilah bisa mencetuskan terjadinya sindroma baby blues. Level
neurosteroid berasal dari hormon progesteron yang mengalami fluktuasi selama siklus
menstruasi dan memuncak saat kehamilan. Hormon sex yang dinamakan neurosteroid
berikatan dengan beberapa tipe reseptor termasuk reseptor GABAA untuk memodulasi
eksitabilitas dari sel otak. Kekurangan delta subunit reseptor GABAA pada wanita
menunjukkan sikap depresi dan gangguan cemas setelah melahirkan. Pemberian antidepresan
saat kehamilan akan berefek panjang pada sistem serotonin dan berpengaruh pada sensitivitas
reseptor GABAA.

Sebagian besar ibu tidak siap untuk untuk menghadapi kelahiran bayinya. Terutama ibu yang
pertama kali memiliki bayi merasa tidak sanggup merawat bayinya seorang diri di rumah baik
dari segi kasih sayang maupun dari segi finansial. Baby blues syndrome juga sangat mungkin
terjadi oleh para ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau mengalami kejadian yang
sangat menyedihkan selama mengandung.

Manifestasi klinis

Baby blues syndrome ditandai perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian atau
menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. Baby blues syndrome
relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan postpartum depression
adalah pada frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam postpartum depression,
gejala yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Berikut adalah perbedaan gejala klinis
dari baby blues syndrome, postpartum depression dan postpartum psychotic:

Tabel 1. Symptoms of Postpartum Illness from Cleveland Clinic (2004) and National Mental
Health Associassion (2003)

Baby Blues Postpartum Depression Postpartum Psychosis


Simtom Kurang tidur;Hilang Cepat lelah; Gangguan Menolak makan; Tidak
Fisik tenaga; Hilang nafsu tidur; Selera makan mampu menghentikan
makan atau sangat menurun; Sakit kepala; aktivitas; Kebingungan
bernafsu untuk Sakit dada
 Jantung akan kelebihan energi
makan; Merasa lelah
berdebar-debar; Sesak
setelah bangun tidur
nafas; Mual dan muntah
Simtom Cemas dan khawatir Mudah tersinggung; Sangat bingung Hilang
Emosional berlebihan; Bingung; Perasaan sedih; Hilang ingatan Tidak koheren
Mencemaskan harapan; Merasa tidak Halusinasi
kondisi fisik secara berdaya; Mood swings;
berlebihan; Tidak Perasaan tidak adekuat
percaya diri; Sedih; sebagai ibu; Hilang mina;
Perasaan diabaikan Pemikiran bunuh diri;
Ingin menyakiti orang
lain (termasuk bayi, diri
sendiri, dan suami);
Perasaan bersalah

Simtom Sering menangis; Panik; Kurang mampu Curiga
 Tidak rasional


Perilaku Hiperaktif atau merawat diri sendiri;
Preokupasi terhadap hal-
senang berlebihan; Enggan melakukan
hal kecil
Terlalu sensitive; aktivitas menyenangkan;
Perasaan mudah Motivasi menurun;
tersinggung; Tidak Enggan bersosialisasi;
perduli terhadap bayi Tidak perduli pada bayi;
Terlalu perduli terhadap
perkembangan bayi; Sulit
mengendalikan perasaan;
Sulit mengambil
keputusan

Tabel 2. Perbedaan baby blues dan postpartum depression

Karakteristik Baby Blues Syndrome Postpartum Depression


30-75% dari wanita yang 10-15% dari wanita yang
Insidens
melahirkan melahirkan
Dalam waktu 3-6 bulan
Onset 3 – 5 hari setelah melahirkan
setelah melahirkan
Bulan sampai tahun jika tidak
Durasi Hari sampai minggu
diobati
Ada, terutama kurang
Stressor terkait Tidak ada
dukungan
Pengaruh sosial dan Tidak ada; ada dalam semua
Ada hubungan yang kuat
budaya budaya dan kelas sosioekonomi
Riwayat gangguan
Tidak ada hubungan Ada hubungan yang kuat
mood
Riwayat gangguan
mood dalam Tidak ada hubungan Ada hubungan
keluarga
Rasa sedih Ada Ada
Sering pada awalnya
Mood labil Ada kemudian depresi secara
bertahap
Anhedonia Ada Sering
Gangguan tidur Kadang-kadang Hampir selalu
Keinginan untuk
Tidak ada Kadang-kadang
bunuh diri
Keinginan untuk
Jarang Sering
menyakiti bayi
Rasa bersalah, Tidak ada, jika ada biasanya
Sering dan biasanya berat
ketidakmampuan ringan

Diagnosis
Baby blues syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita pasca
melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu atau
merusak suatu hal dalam hidupnya seperti karier, kecantikan/penampilan dan aktivitas rutin
yang dianggap penting dalam hidupnya. Penderita baby blues syndrome kebanyakannya adalah
kalangan wanita karier, artis, model dan wanita modern tetapi sindrom ini tidak menutup
kemungkinan menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca
melahirkan.
Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrol seperti sering
marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan, susah tidur dan tiba-
tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan
jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan
cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau empat setelah persalinan. Seseorang terdiagnosis
baby blues syndrome apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti berikut: Perasaan
cemas yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas
penyebabnya); seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala; perasaan ketidakmampuan;
perasaan putus asa.
Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami postpartum
depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang
dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca
melahirkan yang berat.
Jika telah mengalami hal ini maka diperlukan penanganan secara berkala, gejala dari depresi
tersebut adalah: Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia; hilangnya
perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan; tidak
memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman; tidak memperhatikan
atau bahkan perhatian yang berlebihan pada anak; perasaan takut telah menyakiti anak; tidak
tertarik pada seks; perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan
konsentrasi; kesulitan dalam membuat keputusan sederhana.
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung
postpartum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simptom yang tampak dapat
disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum blues bila memenuhi kriteria dan gejala
yang ada. Kekurangan hormone thyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami
kelelahan luar biasa (fatique) ditemukan juga pada ibu yang mengalami postpartum blues
mempunyai jumlah kadar thyroid yang sangat rendah.
Penatalaksanaan
Oleh karena tingkat keparahan postpartum blues biasanya ringan dan menghilang secara
spontan, tidak ada pengobatan khusus selain dukungan dan reassurance yang diindikasikan.
Gejala-gejala yang timbul mungkin menyebabkan penderitaan tetapi biasanya tidak
mempengaruhi kemampuan ibu untuk berfungsi dan merawat bayinya. Konsultasi kejiwaan
umumnya tidak diperlukan. Namun, pasien harus diinstruksikan untuk menghubungi dokter
jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk menidentifikasi dini gangguan afektif yang
lebih parah. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa, terutama depresi postpartum harus dipantau
lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit nifas yang signifikan.
Postpartum blues seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik karena banyak ibu
yang berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu
yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi.
Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya untuk minta
pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak,
tidak gelisah, minum obat atau berhenti mementingkan ego sendiri. Penangganan gangguan
mental pascasalin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penangganan gangguan mental pada
momen-momen lainnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga
mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali merasa gembira mendapat
pertolongan praktis.
Bila memang diperlukan dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang
psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Dukungan yang memadai
dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan
cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan,
termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta
penangganannya. Postpartum blues juga dapat dikurangi dengan belajar relaksasi.
Dalam penangganan para ibu yang mengalami postpartum blues dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling, emosional, bantuan-bantuan praktis dan
pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan ditingkat
perilaku, emosional, intelektual, social dan psikologis secara bersama-sama dengan melibatkan
lingkungannya yaitu: suami, keluarga, dan juga teman dekatnya.
Penutup
Kesimpulan
Sindroma baby blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu
2 minggu setelah ibu melahirkan. Banyak faktor yang bisa menyebabkan sindroma ini, yaitu:
dari ibu, bayi yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal, hormon
thyroid, perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang menyebabkan sindroma
baby blues.
Baby blues ditandai dengan perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian atau menolak
bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. Baby blues relatif ringan dan
biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan syndrome of postpartum distress adalah
pada frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam postpartum depression, gejala
yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Seseorang didiagnosis baby blues syndrome
apabila secara psikologis kejiwaannya sebagai berikut: Perasaan cemas, khawatir yang
berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa sebab. Seringkali merasa kelelahan dan
mengeluh sakit kepala dalam. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak serta
adanya perasaan putus asa.
Apabila pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, pasien bisa masuk ke dalam keadaan yang
disebut postpartum depression. Jika gejala tersebut tidak disadari dan lama kelamaan tekanan
yang dirasakan semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang
berat.
Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan postpartum depression, bukan
berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu saja. Penanganan yang bisa dilakukan antara lain:
istirahat yang cukup, berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang
paling penting adalah melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.
Daftar Pustaka

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry: behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.
2. Prawirohardjo, S., 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
3. Tuteja TV. Niyogi GM. Post-partum psychiatrics disorders. International Journal of
Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology; Vol. 8. August 2016.
8:2497-501
4. Ryan D. Psychiatric disorders in the postpartum period. BC Med Journal. 2005;
47:100-3.
5. Suri R. Altshuler. Postpartum Depression: Advances in Recognition and Treatment.
Focus; Vol. X no. 1. 2012;15-20
6. Masruroh,. Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Kejadian Postpartum Blues. Jurnal
Eduhealth; Vol. 3 No. 2.
7. Cury AF. Menezes PR., et al., M. Maternity "Blues": Prevalence and Risk Factors.
The Spanish Journal of Psychology; Vol 11 No. 2 . 2008. 593-9.

Anda mungkin juga menyukai