Anda di halaman 1dari 18

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

JURUSAN FARMASI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

LAPORAN III

CARA PEMBERIAN SECARA PARENTERAL

NAMA / NIM : 1. Asa Annisa / PO713251171059


2. As’ad / PO713251171060
3. Chylvia dwijulian p / PO713251171062
4. Devi rachmadani A/ PO713251171063
5. Eka irma julianti / PO713251171064
6. Elsa. A / PO713251171065
7. Fitri Ramadani/ PO713251171066
8. Hesty Meylinda / PO713251171068

KELOMPOK / KELAS : II (dua) / II B

HARI PRAKTIKUM : Rabu

PEMBIMBING : Hj. Asmawati, S.Si.,M.Kes.,Apt

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh

semua mahluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,

meringankankan, maupun menyembuhkan penyakit.

Dalam pemberian obat salah satunya yang dapat dilakukan adalah dengan

cara pemberian oral secara parental. Pemberian oral secara parental merupakan

salah satu rute pemberian obat dimaksudkan untuk mendapatkan efek

farmakologi yang lebih cepat dengan efek terapi yang dikehendaki.

Pada praktikum kali ini dilakukan pemerian secara parenteral pad ahewan

uji mencit untuk mengetahui cara penyuntikan pada mencit dengan baik dan

benar serta mengetahui dosis pemeriannya juga kecepatan efek yang terjadi

pada mencit setelah disuntik.

B. MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN

1. Maksud Percobaan

Melakukan pemerian obat secara parenteral dengan pemberian

intraperitorial.

2. Tujuan Percobaan

a. Untuk mengetahui teknik cara pemberian parenteral terhadap hewan

uji (mencit).

b. Untuk mengetahui dengan tepa obat telah masuk ke dalam pembuluh

darah atau site target injeksi organ hewan uji.


C. Prinsip Percobaan

Pemberian oral secara parenteral pada hewan uji sesuai dengan volume

pemberian yang tepat menurut berat badan hewan uji (mencit).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM

Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat,

jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding

ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji

cenderung memiliki karakteristik yang berbeda, seperti mencit lebih penakut

dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah

ditangani, lebih aktif pada malam hari (nocturnal ), aktifitas terganggu dengan

adanya manusia, suhu normal 37,4°C, laju respirasi 163/menit sedangkan pada

hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat fotofobik, lebih

resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan sesama sangat

kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak, suhu

normal 37,5°C, laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus persamaannya

gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat / menggigit benda-

benda yang keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang

akan diuji diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar.

Didalam suatu dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai

dengan data mengenai penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila

obat itu diaplikasikan kepada manusia dilakukan perbandingan luas

permukaan tubuh.

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang

kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan
sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-

persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan

lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis,

mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang

mirip kejadiannya pada manusia. Cara memegang hewan serta cara penentuan

jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-

masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan,

keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya

akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan

(ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah,

misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).

Dalam perlakuan hewan uji salah satunya adalah dengan pemberian obat.

Defenisi obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan bologi, dan

menurut WHO, obat adalah zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik

ataupun psikis. Sedangkan menurut Kebijakan Obat Nasional (KONAS) obat

adalah bahan atau sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi atau

menyelidiki sistem fisiologi atau kondisi patologi dalam rangka penetapan

diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa sakit, jejala sakit,

dan atau penyakit, untuk meningkatkan kesehatan, dan kontrasepsi. Oleh

karena itu, pengertian obat meliputi bahan dan sediaan obat yang terwadah-

kemaskan, diberi label dan penandaan yang memuat pernyataan dan atau

klaim. Menurut pengertian KONAS obat meliputi obat untuk manusia dan

hewan.
Salah satu cara pemberian obat adalah secara parenteral. Parenteral berarti

tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal),

injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan

endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat

menimbulkan efek sistemik atau lokal (Priyanto,2010).

Ada tiga teknik pemberian obat yang secara tradisional disebut parenteral

(sekitar saluran pencernaan). Teknik ini menggunakan tusukan pada kulit. Jadi

pemberian dengan cara ini menyebabkan resiko adanya infeksi, nyeri, dan

iritasi lokal.

1. Intravena (IV) : Awitan (onset) kerjanya cepat karena obat disuntikkan

langsung kedalam aliran darah. Berguna untuk situasi darurat dan pada

pasien yang tidak sadar. Obat yang tidak dapat larut tidak dapat diberikan

secara intravena.

2. Intramuskular (IM) : Obat melalui dinding kapiler untuk memasuki aliran

darah. Kecepatan absorpsi bergantung pada formulasi obat (preparat yang

larut dalam minyak diabsorpsi dengan lambat, preparat yang larut dalam

larut diabsorpsi dengan cepat). Dapat diberikan sendiri oleh pasien-pasien

yang telah dilatih.

3. Subkutan (SC) : Obat disuntikkan di bawah kulit dan menembus dinding

kapiler untuk memasuki aliran darah. Absorpsi dapat diatur dengan

formulasi obat.
4. Inhalasi : Secara umum absorpsinya cepat. Beberapa obat, yang

dipasarkan dalam alat-alat yang dapat memberikan dosis terukur, cocok

untuk pemberian sendiri.

5. Topikal : Berguna untuk pemberian obat-obat lokal, khususnya yang

mmpunyai efek toksik jika berikan secara sistemik. Paing banyak

digunakan untuk preparat dermatologi dan oftalmologi.

6. Transdermal : Sedikit obat-obatan yang dapat diformulasikan sedemikian

sehingga “koyo” yang berisi obat tersebut ditempelkan ke kulit. Obat

keluar dari koyo, melalui kulit dan masuk ke dalam jaringan kapiler. Cara

ini sangat nyaman untuk pemberian sendiri (James,2004)

Obat yang rusak atau diabsorpsi baik dalam saluran cerna sehingga tidak

memberikan respon terapi yang diinginkan maka alternative cara pemberian

salah satunya adalah pemerian secara parenteral. Cara parenteral diinginkan

jika diperlukan adsorpsi obat yang cepat, keadaan emergency, juga kadar obat

dalam darah dapat diramalkan. Cara pemerian obat secara parenteraldigunakan

juga sebagai alternative pengobatan bagi penderita yang tidak dapat bekerja

sama, tidak patuh, hialng kesadaran dan tidak dapat direspon oleh saluran

cerna.

Namun perlu diketahui bahwa obat yang disuntikkan masuk ke dalam

tubuh maka efek toksik, kelebihan dosis karena ketidak hati-hatian merupakan

hal yang sangat sulit ditarik kembali, berbeda dengan cara pemerian oral, obat

yang masuk kedalam saluran cerna begitu terjadi kesalahan dapat dilakukan

kumbah lambung untuk mengeluarkan obat tersebut dari saluran cerna,


berbeda dengan pemberian secara perenteral yang langsung kedalam saluran

darah.

Beberapa keuntungan pemberian obat secara parenteral:

1. Dapat memberikan respon yang cepat jika diinginkan

2. Obat yang akan digunakan tidak efektif pada oral

3. Jika terjadi repon oral yang tidak diinginkan

4. Obatnya dapat dikontro oleh medis, karena medis yang melakukan

penyuntikan

5. Memberikan efek lokal yang diinginkan

6. Dapat menghasilkan efek terapi yang lama jika diinginkan

7. Tidak mengganggu keseimbangan erektrolit cairan tubuh

Sedangkan kerugiannya:

1. Harus dilakukan oleh personel yang terlatih

2. Membutuhkan alat yang aseptik dan relatif mahal (Jumain,dkk.,2018)

B. URAIAN HEWAN UJI

1. Klasifikasi mencit (Mus muscular)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Myoimorphia

Famili : Muridae
Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

2. Morfologi mencit (Mus muscular)

Bentuk tubuh mencit memiliki ciri-ciri rambut mencit (Mus

musculus) liar memiliki warna coklat pada bagian dorsal dan warna abu-

abu terang pada bagian dorsal. Warna mata hitam dan integumen (kulit)

kulit berpigmen dan ekor berwarna gelap. Adapun morfometri Mus

musculus yakni:

1. Panjang tubuh total = 153 mm.

2. Panjang ekor 80-130% dari panjang badan dan kepala = 79 mm.

3. Ukuran kaki belakang = 16 mm.

4. Ukuran telinga = 12 mm.

5. Ukuran tengkorak = 19 mm.

6. Rumus puting susu = 3 + 2

7. Berat tubuh dewasa = 30 - 40 gr.

C. URAIAN BAHAN INJEKSI

1. Aqua Pro Injeksi (FI. Edisi III)

Nama resmi : AQUA PRO INJEKSI

Nama lain : Air untuk injeksi

Pemerian : Keasaman-kebasaan, ammonium, besi, tembaga, timbale,

kalsium, klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi

syarat yang tertera pada aqua destillata

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kadap. Jika disiplin dalam wadah


tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3

hari setelah pembuatan.

Penggunaan : Untuk pembuatan injeksi

2. Alkohol (FI Ed.III, hal. 65)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Alkohol

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar

dengan memberikan

Penyimpanan : dalam wadah tetutup rapat, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

Penggunaan : Antiseptik pada hewan uji.

3. Asam Asetat (FI Ed.III, hal. 41)

Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM

Nama Lain : Asam asetat, cuka

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam,

tajam

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Zat Tambahan


BAB III

METODE KERJA

A. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

1. Alat yang digunakan

a. Spoit 3 ml

b. Spoit 1 ml

c. Timbangan

d. Kapas

e. Gelas kimia

f. Baskom mencit

g. Keranjang mencit

h. Gelas ukur 10 ml

2. Bahan yang digunakan

a. Aquadest

b. Alkohol

c. Asam Asetat

d. Tissu

e. Mencit

B. CARA KERJA

Prosedur kerja pemberian obat intraperitonial (IP)

a. Dibagi kelompok hewan uji (mencit),

b. Ditimbang berat badan hewan uji yang akan diberikan perlakuan,


c. Hitung dosis injeksi asam asetat yang akan diberikan sesuai berat

badan hewan uji

d. Dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol (antiseptik) pada bagian

perut mencit yang akan di injeksi,

e. Dipastikan bahwa penyuntikan asam asetat dilakukan disekitar rongga

perut.

f. Lakukan penyuntikan injeksi asam asetat secara intraperitonial

disekitar rongga perut hewan uji dengan sudut kemiringan spuit

±20o derajat

g. Setelah penyuntikan selesai, spoit dicabut perlahan-lahan dengan

menggunakan kapas, kemudian hewan uji dilepaskan.

h. Diamati perubahan yang terjadi pada hewan uji.


BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

♀/♂
No. Kode Berat badan (g) Dosis volume (ml)
1. I ♂ 26 0,5
2. II ♂ 25 0,5
3. III ♂ 19 0,5
4. IIII ♂ 26 0,5
5. ─ ♂ 16 0,5
6. ─I ♂ 21 0,5
7. ─II ♂ 20 0,5
8. ─III ♂ 24 0,5
9. ─IIII ♂ 26 0,5
10 ── ♂ 23 0,5
11. ─ ─I ♂ 28 0,5
12. ─ ─II ♂ 23 0,5
13. ─ ─III ♂ 19 0,5
14. ─ ─IIII ♂ 24 0,5
15. ─── ♂ 22 0,5

B. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukan pemberian secara parenteral terhadap hewan

uji (mencit). Adapun cara pemberian obat secara intraperitoneal yaitu

penyuntikkan pada bagian abdomen atau perut mencit, cara memegang mencit

yaitu memegang tengkuk mencit dengan jari telunjuk dan jempol tangan

kanan, jari kelingking dan jari manis tangan kanan memegang ekor mencit.

Kemudian bagian abdomennya diarahkan ke atas dan disuntikkan sampel ke

bagian abdomen mencit. Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan saat

menyuntik bagian abdomen mencit yaitu jarum yang disuntikkan dengan

sudut sekitar 150 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis
tengah, agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi

supaya penyuntikkan tidak terkena hati.

Pada praktikum ini, dilakukan pemberian secara parenteral asam asetat

kepada 9 mencit jantan. Pada awalnya mencit jantan bersifat normal (aktif

berlari, memanjat, dan lain-lain). Kemudian disuntikkan asam asetat ke

masing-masing mencit jantan dengan cara pemberian intraperitoneal. Dosis

yang diberikan kepada masing-masing mencit ialah sebanyak 0,3 ml. Setelah

pemberian asam asetat, perubahan mulai terjadi pada mencit.

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan pemberian secara

intraperitoneal, ketika disuntikan asam asetat mencit terlihat mengeliat akibat

rasa nyeri yang ditimbulkan oleh asam asetat. Setelah mencit menggeliat akan

dilanjutkan dengan pemberian obat (sesuai bahan uji yang telah disepakati)

untuk mengetahui uji efek analgetik suatu bahan uji terhadap mencit.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari praktikum ini kita dapat disimpulkan bahwa:

a. Teknik ataupun cara pemberian parenteral pada

percobaan ini yaitu dengan intraperitonial yaitu

disuntikkan pada sekitar rongga perut hewan uji (mencit)

yang telah di bersihkan dengan alkohol terlebih dahulu.

b. Obat yang telah masuk ke dalam pembuluh atau site

target pada organ hewan uji diketahui dengan efeknya

dengan cara memperhatikan gerak gerik dari mencit.

B. Saran

a. Sebaiknya dalam pemberian obat terutama secara peritonial, dosis

obat yang diberikan harus tepat, sehingga memberikan hasil dan

efek yang diinginkan tanpa mematikan hewan uji tersebut dan pada

saat penyuntikan posisi jarum suntik harus tepat dibagian yang

akan disuntikkan.

b. Sebaiknya para praktikan lebih teliti dan berhati-hati didalam

menginjeksi hewan uji dan didalam memperhatikan efek yang

ditimbulkan dari obat.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979.Farmakope Indonesia


Edisi III.Direktorat Jenderal POM:Jakarta.

Jumain,dkk.2019.Buku Pegangan Praktikum Farmakologi. Jurusan


Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar.

Katzung,Bertram G.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik.Salemba


Medika:Jakarta.

Olson James.2004.Belajar Mudah Farmakologi.Penerbit Buku Kedokteran


EGC:Jakarta.

Priyanto.2010.Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan


Keperawatan (Edisi II).Leskonfi:Jakarta
LAMPIRAN

A. Perhitungan

As. Asetat = 75 mg/kg

= 75 mg/1000g = 0,075/g
20
Untuk mencit = 1000 x 75 = 1,5 mg/20 g

1 l Asetat = 1,05 kg = 1,050 g/l

1 ml = 1,05 g
1.050
1 ml ad 100 ml = = 10,5/ml
100

1,5
Vol yang diberikan = x 1 ml = 0,14 ml/20g
10,5
A. Gambar

Gambar 1.1 Penanganan mencit sebelum penyuntikan

Gambar 1.2 Penyuntikan asam asetat pada mencit

Gambar 1.3 pengamatan setelah penyuntikan asam asetat

Anda mungkin juga menyukai