Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan pada ejaan bahasa indonesia yang disempurnakan, telah
melakukan berkali-kali penyempurnaan dalam ejaan. Antara lain yang dibahas
dalam ejaan yang disempurnaan itu ialah penulisan kata, yang dimana penulisan
kata itu memiliki porsi yang berpengaruh dalam suatu penulisan. Penulisan kata
yang benar akan membuat kaliamat-kalimat yang kita buat menjadi padu, efektif,
dan enak untuk dibaca.
Dalam penulisan kata membahas berbagai bentuk kata, seperti kata dasar,
kata berimbuhan, majemuk, frasa, unsur terikat, kata ulang, kata depan, partikel,
pemenggalan kata, singkatan dan akronim, serta angka dan lambang bilangan.
Pada makalah ini kami akan membahas secara lebih rinci, aspek-aspek
yang ada dalam penulisan kata, sesuai dengan pedoman ejaan bahasa Indonesia
yang disempurnakan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah yang menjadi batasan-batasan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana penulisan kata yang benar secara umum dan menyeluruh dalam
bahasa Indonesia?
2. Bagaimana penulisan kata yang benar ketika kata tersebut telah mendapat
imbuhan?
3. Bagaimana penulisan kata depan yang benar?
4. Bagaimana penulisan partikel yang benar?
5. Bagaimana penulisan singkatan dan akronim yang sebenarnya?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana penulisan kata yang benar dan tepat dalam
berbahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana penulisan kata yang benar setelah mendapatkan
imbuhan.
3. Untuk mengetahui bagaimana penulisan kata depan yang benar.
4. Untuk menganalisis penulisan partikel.
5. Untuk menemukan pemahaman dalam penulisan singkatan dan akronim
dalam bahasa Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penulisan Kata


Penulisan kata terdiri dari dua kata yaitu “penulisan” dan “kata”.
Penulisan adalah proses, cara, perbuatan menulis atau menulis, sedangkan kata
adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia:edisi 3).
Dari pengertian perkata diatas, dapat disimpulkan bahwa penulisan kata
adalah proses atau cara menulis yang mepertimbangkan unsur bahasa yang
diucapkan atau dituliskan sebagai wujud kesatuan perasaan dan pikiran yang
dapat digunakan dalam berbahasa sesuai ejaan yang disempurnakan.

2.2 Pedoman Umum Penulisan Kata


Menurut buku pedoman mata kuliah Pengembangan Kepribadian Bahasa
Indonesia, penulisan kata dikelompokkan menjadi 11 yaitu :

1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mendapat penambahan imbuhan. Kata
dasar mempunyai makna leksikal atau makna sesuai dengan makna kamus.
Kata dasar harus ditulis sebagai satu satuan, misalnya: makan, duduk, tidur,
meja, manusia, hewan, dll.
Contoh : - Saya pergi kuliah
- Dia belajar statika
- Dia makan nasi

2. Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan adalah kata yang sudah mendapat imbuhan. Kata
berimbuhan harus ditulis sebagai satu satuan, maksudnya bentuk dasar atau
kata dasarnya harus ditulis serangkai dengan imbuhan yang melekat

3
dengannya. Kata berimbuhan memiliki makna gramatikal bukan leksikal.
Contoh: berjalan, belajar, diperlebar, dipermainkan, melihat, dll.
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh : dicabut, membangun, pegangan.
b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat imbuhan (awalan atau
akhiran), ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya.
Contoh : bertahan-tahan, berpuas diri.
c. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat imbuhan (awalan dan
akhiran sekaligus) unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh : perkembangbiakan, keputusasaan.
d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai sebagai kombinasi,
gabungan kata ditulis serangkai.
Contoh : geologi, tataniaga, geofisika.

3. Kata Majemuk
Sejalan dengan kaidah, gabungan kata atau yang lazim disebut kata
majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis secara terpisah.
Akan tetapi, bila gabungan kata itu mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya, manakah bentukan kata
yang benar, pertanggung jawab atau pertanggungjawaban? Bentukan kata
pertanggung jawab dan pertanggungjawaban pada dasarnya berasal dari
bentuk dasar yang sama, yaitu tanggung jawab. Sejalan dengan kaidah, bentuk
tanggung jawab, dalam hal ini harus ditulis serangkai kalau mendapat awalan
sekaligus dengan akhiran. Oleh karena itu, penulisan yang benar adalah
pertanggungjawaban, bukan pertanggung jawab.
Beberapa gabungan kata yang serupa juga harus ditulis serangkai jika
mendapat awalan sekaligus dengan akhiran, misalnya:
Gabungan kata Bentukan baku Bentukan tidak baku
anak tiri => dianaktirikan dianak tirikan
menganaktirikan menganak tirikan
penganaktirian penganak tirian

4
atas nama => diatasnamakan diatas namakan
mengatasnamakan mengatas namakan
pengatasnamaan pengatas namaan

ikut serta => diikutsertakan diikut sertakan


mengikutsertakan mengikut sertakan
pengikutsertaan pengikut sertaan

Namun, apabila bentuk dasar yang berupa gabungan kata itu hanya
mendapat awalan, yang ditulis serangkai hanya awalan tersebut dengan unsur
langsung yang mengikutinya. Misalnya:

Gabungan kata Bentukan baku Bentukan tidak baku


adu domba => mengadu domba mengadu domba
adu panjang => beradu panjang beradupanjang
kembang biak => berkembang biak berkembangbiak
kerja sama => bekerja sama bekerjasama
latar belakang => berlatang belakang berlatarbelakang

Sejalan dengan ketentuan tersebut, gabungan kata yang hanya mendapat


akhiran penulisan yang diserangkaikan hanya unsur yang langsung dilekati
oleh akhiran itu, misalnya:
Gabungan kata Bentukan baku Bentukan tidak baku
tanda tangan => tanda tangani tandatangani
serah terima => serah terimakan serahterimakan
sebar luas => sebar luaskan sebarluaskan

Pemberian tanda hubung pada gabungan kata yang mendapat awalan dan
akhiran boleh dilakukan jika gabungan kata itu masih relatif baru (belum
banyak digunakan orang) dan istilah khusus. Kemungkinan dapat
menimbulkan salah tafsir atau salah pengertian, untuk menegaskan pertalian

5
antarunsur yang bersangkutan. Tetapi jika bentukan itu tidak memungkinkan
timbulnya salah pengertian tanda hubung itu tidak perlu digunakan. Misalnya:
tumbuh kembang => ditumbuh-kembangkan
menumbuh-kembangkan
daya guna => didaya-gunakan
mendaya-gunakan

Bentuk semacam itu, terdapat dalam kalimat di bawah ini.


1. Langkah yang tepat untuk mengatasi tingkat pengangguran dengan
menumbuh-kembangkan kreativitas pelajar.
2. Krisis moneter yang berkepanjangan ini terjadi karena kepastian hukum
tidak didaya-gunakan oleh pemerintah.

Sebagaimana disebutkan di atas gabungan kata atau yang lazim disebut


kata majemuk, termasuk istilah khusus unsur-unsurnya ditulis terpisah jika
gabungan kata itu belum mendapatkan awalan dan akhiran. Perhatikan contoh
penulisan gabungan kata yang benar berikut ini!
Bentuk baku Bentukan tidak baku
anak asuh anakasuh
anak angkat anakangkat
anak tiri anaktiri
anak haram anakharam
buah bibir buahbibir
daya tamping dayatampung
ibu kota ibukota
ibu tiri ibutiri
murah senyum murahsenyum
sopan santun sopansantun

6
Namun, gabungan kata yang sudah padu unsur-unsurnya harus ditulis
serangkai, misalnya:
Bentukan baku Bentukan tidak baku
acapkali acap kali
adakalanya ada kalanya
astagfirullah astag firullah
alhamdulillah alhamdu lillah
akhirullillah akhirul lillah
bagaimana bagai mana
barangkali barang kali
bilamana bila mana
belasungkawa bela sungkawa
daripada dari pada

4. Frasa
Frasa atau sekelompok kata, ditulis serangkai jika mendapat awalan dan
akhiran sekaligus, misalnya:
Frasa Bentukan baku Bentukan tidak baku
tidak adil => ketidakadilan ketidak adilan
tidak mungkin => ketidakmungkinan ketidak mungkinan
tidak pasti => ketidakpastian ketidak pastian
tidak hadir => ketidakhadiran ketidak hadiran
tidak yakin => ketidakyakinan ketidak yakinan

5. Unsur Terikat
Unsur terikat di sini bukan merupakan awalan atau akhiran melainkan
unsur-unsur terikat yang ada dalam bahasa Indonesia, atau bahasa asing yang
diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti inter, non, dan pasca bukan
merupakan unsur bebas atau kata yang dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan
unsur bebas atau kata yang dapat berdiri sendiri jika bergabung dengan unsur
lain. Sejalan dengan kaidah, gabungan kata yang salah satu unsurnya berupa

7
unsur terikat harus ditulis serangkai dengan unsur yang mengikutinya.
Misalnya, unsur terikat yang diserap dari bahasa asing di bawah ini.
Unsur terikat Bentukan baku Bentukan tidak baku
inter => interseksi inter seksi
internasional inter nasional
interkontinental inter kontinental

non => nonaktif non aktif


nonformal non formal
nonkoloborasi non koloborasi

pasca => pascasarjana pasca sarjana


pascareformasi pasca reformasi
pascapanen pasca panen

Berikut ini diberikan beberapa contoh unsur terikat yang terdapat dalam
bahasa Indonesia.
Unsur terikat Bentukan baku Bentukan tidak baku
a- => amoral a moral
asusila a susila
adi- => adikuasa adi kuasa
adimarga adi marga
antar- => antarkota antar kota
antarbangsa antar bangsa
anti- => antibodi anti bodi
antibiotik anti biotik
bio- => biokimia bio kimia
biodata bio data

Kata bilangan yang diserap dari bahasa Sansekerta penulisannya juga


termasuk unsur terikat dalam bahasa Indonesia. Maka, penulisannya harus
diserangkaikan dengan unsur yang mengikutinya. Misalnya:

8
Unsur terikat Bentukan baku Bentukan tidak baku
eka- => ekasila eka sila
ekasuku eka suku
dwi- => dwiwarna dwi warna
dwifungsi dwi fungsi
tri- => tridarma tri darma
trisila tri sila
panca- => pancasila panca sila
pancawarna panca warna
dasa- => dasadarma dasa darma
dasasila dasa sila

Namun, ada yang perlu dipahami dalam penulisan unsur terikat tertantu
apabila unsur lain yang berhuruf awal kapital harus diberi tanda hubung di
antara kedua unsur tersebut, misalnya:
Non-Islam, bukan non Islam, nonislam
Pro-Iraq, bukan pro Iraq, proiraq
Pengecualian
Khusus unsur terikat maha ditulis terpisah jika diikuti oleh kata esa atau
kata sudah berimbuhan (khusus kata-kata yang berhubungan dengan ALLAH
SWT).
Maha- + Esa Maha Esa, bukan maha esa,
Maha- + Penyayang Maha Penyayang,
Maha- + Pengasih Maha Pengasih,
Maha- + Pengampun Maha Pengampun,
Maha- + Kuasa Maha Kuasa.

6. Kata Ulang
Menurut Ejaan yang Disempurnakan (EyD), angka dua sebagai penanda
perulangan tidak boleh digunakan. Dalam hal ini kata atau bagian-bagian kata
yang diulang ditulis kembali secara lengkap dengan menyertakan tanda hubung
di antara unsur yang diulang. Dengan demikian, tulisan-tulisan yang bersifat

9
resmi, seperti: buku pelajaran, karya tulis, skripsi, laporan ilmiah, dan
sebagainya haruslah mengikuti kaidah EyD. Berikut diberikan beberapa contoh
penulisan kata ulang:
Perulangan baku Perulangan tidak baku
gadis-gadis seksi gadis2 seksi
dua-dua dua-dua
macam-macam macam2
mencari-cari mencari2
sayur-sayuran sayur2an

Penulisan kata ulang yang mengalami perubahan fonem juga sama dengan
yang di atas. Misalnya: sayur-mayur, muda-mudi, lauk-pauk, dan sebagainya,
namun, penulisan kata ulang pada gabungan kata atau kata majemuk, jika akan
diulang, tidak perlu seluruh unsurnya ditulis ulang, karena, jika seluruh
unsurnyaditulis ulang, kita akan menghadapi masalah yang cukup rumit,
khususnya pada gabungan kata yang bentuknya cukup panjang.
Atas dasar pertimbangan itu, pengulangan gabungan kata tidak perlu ditulis
ulang seluruhya, tetapi cukup dengan mengulang unsur yang pertama saja,
misalnya:
Tepat Tidak tepat
Rumah-rumah sakit rumah sakit-rumah sakit
Papan-papan nama papan nama-papan nama
Suku-suku bangsa suku bangsa-suku bangsa

7. Kata Depan
a. Penulisan kata depan di-
Penulisan bentuk di- menyatakan dua hal, yakni menyatakan bentuk
pasif (awalan) dan menyatakan tempat. Bentuk di- yang merupakan awalan
membentuk kata kerja dan mempunyai pasangan bentuk dengan kaata kerja
yang berawalan men-, misalnya menulis, memukul, menyambut, dan
sebagainya. Jika kata-kata tersebut ditulis dengan awalan di- makahasilnya
adalah: ditulis, dipukul, dan disambut.

10
Sedangkan di yang merupakan kata depan tidak membentuk kata kerja,
tetapi menyatakan makna tempat, misalnya: di rumah, di toko, di kantor, di
Binjai, dan sebagainya. Jadi, sebagai kata depan, ditulis terpisah dari unsur
yang menyertainya.

b. Penulisan di saat, di waktu, di masa, dan di tahun


Bentuk di saat, di waktu, di sama, dan di tahun merupakan bentukan
yang salah. Kesalahan itu mungkin terjadi karena kesalahan dalam
menerjemahkan in dalam bahasa Inggris yang dapat bermakna di dalam
bahasa Indonesia, seperti in the school, in the office, in the morning, dan lain
sebagainya.
Jika kita perhatikan bentuk di saat, di waktu, di sama, dan di tahun
bukan merupakan kata kerja dan juga tidak menunjukkan tempat, tetapi
menunjukkan waktu. Sebagai penunjuk waktu, bentuk di merupakan kata
depan. Namun, kata depan yang tepat sebagai petunjuk waktu bukan di,
tetapi pada dan ditulis terpisah dari unsur yang mengikutinya, misalnya:
Bahasa Indonesia
Bentuk Baku Bentuk Tidak Baku
Pada saat Di saat
Pada masa Di masa
Pada waktu Di waktu
Pada tahun Di tahun
Pada hari Jumat Di hari Jumat
Pada pagi hari Di pagi hari

c. Kata depan ke
Kata depan ke sama halnya dengan di dan pada ditulis terpisah dari
unsur yang menyertainya. Sebagai kata depan, ke juga menyatakan tempat,
seperti kata depan di. Akan tetapi, tempat yang dinyatakan oleh kata depan
ke bukan tempat yang (telah) dituju, melainkan tempat yang (akan) dituju.
Sebagai jawaban atas pertanyaan ke mana, kata depan ke selalu
berpasangan dengan kata depan di dan dari, dan sebaliknya. Misalnya:

11
di dalam ke dalam dari dalam
di luar ke luar dari luar
di samping ke samping dari samping
di Binjai ke Binjai dari Binjai

Selain sebagai kata depan, bentuk ke juga ada yang merupakan awalan
atau bagian dari gabungan imbuhan (konfiks ke-an), maka ke harus ditulis
serangkai dengan unsur yang mengikutinya. Misalnya:
Bentukan baku Bentukan tidak baku
keyakinan ke yakinan
ketiga ke tiga
ke curian ke curian
ketahuan ke tahuan
kecanduan ke canduan
Keterangan:
Penulisan judul buku, karya tulis, atau karangan, kata depan di, ke, dari, dan
pada huruf pertamanya tidak ditulis dengan huruf kapital, kecuali yang
terletak pada awal judul. Misalnya: Buanglah Sampah di Tempatnya, Di
Bawah Lindungan Kakbah, Merantau ke Deli, Pada Sebuah Kapal, dan
sebagainya.
Beberapa kata depan lainnya jika tidak terletak pada awal judul huruf
pertamanya juga tidak ditulis dengan huruf kapital, misalnya: mengenai,
tentang, dengan, dalam, untuk, dan sebagainya.

8. Partikel
a. Perbedaan pun yang ditulis terpisah dan yang diserangkaikan
Bentuk partikel pun ada yang ditulis terpisah dan ada pula yang ditulis
serangkai. Bentuk pun yang berpadanan dengan kata juga dan saja ditulis
terpisah, sedangkan partikel pun yang ditulis serangkai adalah partikel pun
juga tidak berpadanan dengan kata juga dan saja yang telah membentuk
satu kesatuan yang padu dengan unsur yang mendahuluinya.

12
Bentuk pun yang sudah dianggap padu dan harus ditulis serangkai
seperti adapun, ataupun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, maupun,
meskipun, kalaupun, kendatipun, walaupun, sekalipun, dan sungguhpun.
Kata sekalipun, di sini dapat ditulis serangkai dan terpisah tergantung
kepada konteksnya, maksudnya apakah partikel pun itu berpadanan dengan
saja. Contoh:
Dia sering berkunjung ke rumahku, tetapi sekalipun belum pernah
mengutarakan isi hatinya.
Ø Bentuk sekalipun berarti sekali saja (satu kali saja), berpadanan kata saja.
Sekalipun jarang berkunjung, aku tetap menantinya.
Ø Bentuk sekalipun membentuk satu kesatuan yang padu, dan kata
sekalupun dapat diganti dengan walaupun, meskipun, dan sebagainya.

b. Perbedaan per yang ditulis terpisah dan yang diserangkaikan


Sama halnya dengan pun. Bentuk per sebagai awalan atau yang
menyatakan bilangan pecahan harus ditulis serangkai dengan unsur yang
mengikutinya. Contohnya:
· Dia menerima dua pertiga bagian dalam perjanjian itu (bilangan pecahan).
Dia tidak setuju dengan perkalian dalam perjanjian itu (konfiks).
Tetapi, jika menyatakan makna ‘mulai’, ‘demi’, atau ‘tiap’, maka per
harus ditulis terpisah dari unsur yang menyertainya. Contohnya:
Ø Guru mendapat kenaikan gaji per 1 Oktober. (mulai)
Ø Harga minyak premium naik Rp 1.500,00 per liter. (tiap)

9. Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata dalam ragam tulis diperlukan untuk memisahkan bagian-
bagian suku dalam pergantian baris dengan tanda hubung dan tidak didahului
dengan spasi. Perhatikan beberapa contoh dan cara pemenggalan kata pada
kalimat berikut!
a. Jika di tengah kata terdapat dua buah vokal yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua vokal itu, misalnya:

13
Kata Pemenggalan Baku Tidak Baku
kain ...…………ka-in ……….kai-n

syair …………..sya-ir …..……sy-air

b. Jika di tengah kata terdapat huruf konsonan yang diapit oleh vokal, maka
pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan, misalnya:
Kata Pemenggalan Baku Tidak Baku
pepaya …………pe-paya ……….pepay-a

mudah …………mu-dah ………mud-ah

c. Gabungan huruf konsonan yang diapit oleh vokal, pemenggalannya


dilakukan sebelum konsonan itu. Tetapi gabungan konsonan, seperti sy, kh,
str, ng, dan ny, tidak dipenggal karena gabungan itu hanya melambangkan
satu konsonan atau fonem, misalnya:
Kata Pemenggalan Baku Tidak Baku
dengar …………de-ngar ………..deng-ar

akhirat ……..akhi-rat …………akhir-at

d. Gabungan vokal atau diftong unsur-unsurnya juga tidak dipenggal dalam


pergantian baris. Misalnya:
Kata Pemenggalan Baku Tidak Baku
amboi ………am-boi ……….amb-oi

aula …………au-la …………aul-a

e. Pemenggalan kata ulang dilakukan di antara unsur-unsur yang diulang untuk


menghindari pemakaian dua tanda hubung dalam satu kata. Misalnya:
Kata Pemenggalan Baku Tidak Baku
beribu-ribu ………beribu-ribu ………ber-ribu-ribu

14
jalan-jalan ……….jalan-jalan ……….ja-lan-jalan

10. Singkatan dan Akronim


a. Singkatan
Singkatan ialah kependekan berupa huruf dan gabungan huruf, baik
dilafalkan huruf demi huruf, maupun dilafalkan dengan mengikuti bentuk
lengkapnya. Perhatikanlah cara penulisan singkatan yang benar berikut!
 Penulisan singkatan yang berasal dari gabungan huruf awal suatu kata,
baik nama resmi lembaga pemerintah atau ketatanegaraan, badan atau
organisasi, nama dokumen resmi, maupun nama yang lain, ditulis dengan
menggunakan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya:
UUD Undang-Undang Dasar
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
PT Perseroan Terbatas
PAD Pendapatan Asli Daerah

 Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf penulisannya harus diikuti
dengan tanda titik pada masing-masing huruf itu; sedangkan singkatan
umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih masing-masing hurufnya tidak
diikuti tanda titik. Misalnya:
d.a. (dengan alamat) ybs. (yang bersangkutan)
a.n. (atas nama) hlm. (halaman)
u.p. (untuk perhatian) sda. (sama dengan yang di atas)
d.u. (dengan ucapan) tgl. (tanggal)
dst. (dan seterusnya) spb. (surat pengiriman barang)

 Penulisan singkatan nama, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti


dengan tanda titik. Misalnya:
Prof (Prof. Zulfansyah)
M.A. (Qodri Azwansyah, M.A.)
S.H. (Mhd. Faisal, S.H.)

15
 Penulisan singkatan lambang dan penandaannya pada umumnya
disesuaikan dengan peraturan internasional. Dalam hal ini singkatan
lambang penulisannya tidak diikuti dengan tanda titik. Yang dimaksud
dengan singkatan lambang di sini ialah singkatan yang terdiri atas satu
huruf atau lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah, seperti
kuantitas, satuan, dan unsur. Bukan singkatan umum atau singkatan nama
diri. Misalnya:
Rp rupiah
kVA kilovolt-ampera
m meter dan lain-lain

b. Akronim
Akronim ialah kependekan yag berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf awal dan suku kata, yang
ditulis dan dilafalkan seperti halnya kata biasa. Contohnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional
Diklitbang Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan
Bakin Badan Koordinasi Intelijen Negara

11. Angka dan Lambang Bilangan


a. Angka
Angka adalah nomor atau tanda (lambang) yang berfungsi sebagai
pengganti bilangan. Dalam bahasa Indonesia dikenal dua macam angka,
yakni: angka Arab dan angka Romawi. Angka Arab adalah angka yang
berasal dari Arab, yang telah menjadi angka internasional, seperti:
0,1,2,3,… dan seterusnya. Angka Romawi ialah angka yang berasal dari
zaman kerajaan Romawi, misalnya: I, II, III, IV, V, dan seterusnya.
Perhatikan cara penggunaan angka Arab berikut ini!
 Angka Arab lazim digunakan dalam penomoran halaman dalam penulisan
suatu karangan ilmiah, kecuali halaman yang merupakan bagian pelengkap

16
suatu karya tulis, penomoran table, bagan, peta, daftar kecuali daftar pustaka
yang disajikan secara alfabetis, dan lampiran.
 Angka Arab juga digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas,
isi, satuan waktu, jumlah, dan nilai uang, misalnya: 30 cm, 10 liter, Rp
15.000,00,-

Sedangkan angka Romawi dalam suatu karya tulis lazim digunakan


dalam penomoran halaman naskah yang merupakan bagian pengantar dan
bab-bab yang terdapat di dalam naskah. Misalnya:
Penomoran halaman pengantar Penomoran Bab
i Bab I
ii Bab II
iii Bab III

b. Lambang bilangan
Lambang bilangan adalah huruf atau tanda yang digunakan untuk
menyatakan satuan bilangan atau jumlah. Lambang bilangan ini ditulis
dengan huruf atau dengan angka. Perhatikan beberapa contoh berikut ini!
§ sepuluh (10)
§ lima ratus (500)
§ Selama sebulan saya dikirimi uang sebesar Rp 5.000.000,00,-
Angka atau lambang bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus, kecuali angka tersebut terdapat pada dokumen resmi, seperti akta
dan kuitansi. Misalnya:
Rp 1.545.000,00,- (satu juta lima ratus empat puluh lima ribu rupiah)
dan sebagainya.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas bahwa
dalam pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan yang termasuk
dalam penulisan kata yaitu: kata dasar, kata berimbuhan, majemuk, frasa, unsur
terikat, kata ulang, kata depan, partikel, pemenggalan kata, singkatan dan
akronim, serta angka dan lambang bilangan. Semuanya memiliki fungsi dan cara-
cara untuk menjadikan penulisan kata yang benar dan baik. Untuk penulisan kata
yang benar, kita dapat berpedoman pada EyD (ejaan yang disempurnakan) dalam
berbahasa Indonesia.

3.2 Saran
Aturan dalam penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar dibuat
adalah untuk panduan para orang yang sedang menulis sebuah karya atau
karangan, oleh karena itu dalam menulis harus disesuaikan dengan ejaan yang
disempurnakan (EyD). Sebagai warga negara Indonesia tidak ada salahnya kita
menerapkan makalah ini dalam pemakaian huruf dan penulisan kata, misalnya
dalam menulis surat, membuat karya tulis, membuat laporan, dan lain sebagainya.
Cintai bahasa Indonesia, pelajari bahasa asing, dan lestarikan bahasa daerah.

18

Anda mungkin juga menyukai