PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tablet
Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan
sebagai tablet atau tablet kompresi. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet
adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar yang
digunakan untuk obat hewan besar. (Dirjen POM, 1995).
Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih atau gepeng, bundar, segitiga,
lonjong dan sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari,
mencegah dan menyulitkan pemalsuan agar mudah dikenal orang. Warna tablet
umumnya putih. Tablet yang berwarna kemungkinan karena zat aktifnya berwarna,
tetapi ada tablet yang sengaja diberikan warna dengan maksud agar tablet lebih
menarik, mencegah pemalsuan, membedakan tablet yang satu dengan tablet yang
lain. Etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet atau zat aktif yang
terkandung, jumlah zat aktif (zat berkhasiat) tiap tablet (Ben, 2013)
2.1.1 Komponen Tablet
Komponen atau formulasi tablet kempa terdiri dari zat aktif, bahan pengisi, bahan
pengikat, desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna yang
diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis (Ben, 2013).
1. Zat aktif harus memenuhi syarat yang ditentukan Farmakope Indonesia
2. Bahan excipient / bahan tambahan
a.Bahan pengisi (diluent) berfungsi untuk memperbesar volume massa agar
mudah dicetak atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit
atau sulit dikempa. Misalnya laktosa, pati, kalsium fosfat dibase, dan selulosa
mikrokristal.
b. Bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan tablet dengan maksud
untuk meningkatkan kohesifitas antar partikel serbuk sehingga memberikan
kekompakan dan daya tahan tablet. Penggunaan bahan pengikat yang terlalu
banyak atau berlebihan akan menghasilkan massa yang terlalu basah dan granul
yang terlalu keras sehingga tablet yang dihasilkan mempunyai waktu hancur
yanglama, sebaliknya kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan daya
rekat yang lemah sehingga tablet akan rapuh dan terjadi capping
c.Bahan penghancur / pengembang (desintegran) berfungsi membantu
hancurnya tablet setelah ditelan. Misaknya pati, pati dan selulosa yang
termodifikasi secara kimia, asam alginat. Bahan penghancur adalah bahan yang
ditambahkan dalam pembuatan tablet dengan maksud tablet hancur menjadi
bagian-bagiannya apabila berada dalam medium air. Prinsip kerja bahan
penghancur adalah melawan daya tarik bahan pengikat dan kekuatan fisik tablet
sebagai akibat dari tekanan mekanik pada proses kompresi. Makin kuat kerja
bahan pengikat, maka perlu bahan penghancur yang lebih efektif. Pada
pembuatan tablet secara granulasi, terdapat tiga cara dalam penambahan bahan
penghancur yaitu penambahan secara internal, eksternal dan kombinasi
eksternal-internal (Aulton, 2002)
d. Bahan pelicin (lubrikan / lubricant)
Bahan pelicin memudahkan pengeluaran tablet keluar ruang cetak melalui
pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan
permukaan sisi tablet. Bahan pelicin yang umum digunakan adalah kalsium dan
magnesium stearat, karena mereka akan menyebabkan turunnya kekerasan
tablet akibat mengecilnya gaya ikatan dengan terbentuknya lapisan tipis bahan
pelicin pada partikel bahan padat. Contohnya asam stearat, minyak nabati
terhidrogenasi dan talk.
e.Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalirnya
serbuk, misalnya silika pirogenik koloidal.
f. Bahan penyalut (coating agent)
3. Ajuvansa.
a.Bahan pewarna (colour) dan lak berfungsi meningkatkan nilai estetika atau
untuk identitas produk.
b. Bahan pengharum (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat
khasiat yang tidak enak, biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya
lama dimulut.
2.1.2 Metode Pembuatan Tablet
a. Metode granulasi basah (wet granulation)
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk halus
menjadi granul dengan bantuan larutan bahan pengikat yang sesuai. Pada
metode granulasi basah ini bahan pengikat yang ditambahkan harus mempuai
jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja
bahan pengikat akan menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang
diinginkan dan akan mempengaruhi hasil akhir tablet (Robert dkk, 1990).
Keuntungan metode granulasi basah:
1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga dihara
pkan tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan
kompresi tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai
penampilan, cukup keras dan tidak rapuh.
2) Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi
dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan
bobot tablet lebih besar.
3) Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen
penyusun tablet yang homogen selama proses pencampuran.
4) Untuk yang hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki
kecepatan pelarutan kecepatan obat dengan memilih bahan pengikat yang
cocok (Bandelin, 1989).
Kelemahan granulasi basah yaitu tidak memungkinkan untuk dikerjakan
pada obat-obat yang sensitifterhadap kelembaban dan panas serta disolusi
obat lebih lambat. Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan
khusus serta tenaga yang cukup besar (Bandelin, 1989).
b. Metode granulasi kering (dry granulation)
Metode pembuatan tablet yang digunakan jika dosis efektif terlalu tinggi
untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban,
atau keduanya yang mana merintangi dalam granulasi basahPada metode
granulasi kering, granul terbentuk oleh penambahan bahan pengikat kedalam
campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya lebih
besar (slugging) dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya
menjadi pecahan-pecahan kedalam granul yang lebih kecil (Ansel, 1989).
c. Metode cetak langsung (direct granulation)
Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih
singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya
adalah sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu
partikel turun di hopper kedie sehingga terjadi ketidak seragaman bahan aktif
(Ansel, 1989).
2.2 Nama Generik dan Nama
Dagang
Nama Generik: Meloxicam
Nama Dagang :
a. Artrilox®
b. Loxil®
c. Loxinic®
d. Meloxicam®
e. Meloxin®
f. Mevilox®
g. Mexpharm®
h. Mobiflex®
i. Movicox®
j. Moxam®
k. Moxic®
l. Nulox®
m. Ostelox®
n. X-cam®
o. Artricom®
2.2.1Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari meloxicam adalah penghambatan enzim
siklooksigenase (COX). Produksi prostaglandin lokal sangat penting dalam proses
inflamasi. Pada keadaan normal, prostaglandin disintesis oleh aktivitas COX-1 yang
membantu menjaga integritas mukosa lambung, memodulasi aliran darah ke ginjal,
dan fungsi trombosit.
Proses inflamasi atau kaskade inflamasi dimulai dari suatu stimulus yang akan
mengakibatkan kerusakan sel. Sebagai reaksi terhadap kerusakan maka sel tersebut
akan melepaskan beberapa fosfolipid yang di antaranya ialah asam arakhidonat.
Setelah asam arakhidonat tersebut bebas akan segera diaktifkan oleh beberapa enzim,
diantaranya lipoksigenase dan siklooksigenase. Enzim tersebut merubah asam
arakhidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang
selanjutnya dimetabolisir menjadi leukotrien, prostaglandin, prostasiklin dan
tromboksan. Jaringan yang mengalami trauma/cedera mengaktifkan COX-2, yang
menyebabkan produksi prostaglandin sebagai mediator peradangan, sehingga
menyebabkan nyeri. Meloxicam adalah kompetitor selektif untuk COX-2, yang dapat
meredakan nyeri dan peradangan dari metabolisme asam arakidonat menjadi
prostaglandin dan thromboksan.
2.2.2 Farmakokinetik
Farmakokinetik meloxicam, yaitu:
a. Biovaibilitas oral 89% dengan konsentrasi maksimum didapat dalam
4-5 jam .
b. Absorbsi tergolong lambat tapi secara keseluruhan tidak terganggu
oleh intake makanan.
c. Distribusi meloxicam terikat pada protein plasma manusia (terutama
albumin) dalam rentang dosis terapeutik. Fraksi dalam mengikat protein tidak
tergantung pada konsentrasi obat, selama rentang konsentrasi relevan secara
klinis, tetapi menurun pada pasien dengan penyakit ginjal. Konsentrasi
Meloxicam dalam cairan sinovial setelah dosis tunggal oral, berkisar antara
40% sampai 50% dari yang ada di dalam plasma. Fraksi bebas dalam cairan
sinovial adalah 2,5 kali lebih tinggi daripada di dalam plasma, karena
kandungan albumin yang rendah pada cairan sinovial dibandingkan dengan
plasma.
d. Meloxicam dimetabolisme sampai empat metabolit biologis aktif dan
diekskresikan dalam urin dan tinja.
e. Waktu paruh (t1/2) eliminasi meloxicam adalah sekitar 20 jam. Hal
ini tercermin dalam klirns plasma total 7 sampai 8 ml/menit. Meloxicam
diserap dengan baik pada pemberian oral; dan penyerapan tidak
berubah/dipengaruhi oleh makanan.
2.2.3 Indikasi
Meloxicam digunakan untuk mengobati nyeri, pembengkakan dan rasa sakit
yang disebabkan oleh peradangan osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Meloxicam
digunakan untuk mengobati radang sendi.
2.2.4 Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian Meloxicam:
Penggunaan meloxicam merupakan kontraindikasi selama kehamilan dan
menyusui. Tidak ada studi tentang terapi meloxicam pada wanita hamil. Meloxicam
umumnya harus dihindari selama trimester pertama dan kedua kehamilan. Sejak
meloxicam dapat menyebabkan cacat lahir janin disebut ductus arteriosus (penutupan
awal dari dua pembuluh darah utama dari jantung dan paru-paru) pada trimester
ketiga kehamilan, meloxicam juga harus dihindari selama ini akhir kehamilan.
2.2.5 Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran
cerna. Mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan
jaringan.
Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.
Penghambatan biosintesis PG di ginjal, terutama PGE 2, berperan dalam
gangguan homeostasis ginjal yang ditimbulkan oleh obat mirip aspirin (meloxicam).
Pada orang normal gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal. Tetapi
pada pasien hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites dan pasien gagal jantung,
aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang, bahkan dapat
terjadi gagal ginjal akut.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap obtat
aspirin atau mirip aspirin (meloxicam). Reaksi ini umumnya berupa rhinitis
vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkhial, hipotensi sampai
keadaan presyok dan syok.
2.2.6 Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan untuk meloxicam yaitu :
Tablet :7,5 mg & 15 mg
Hasil tablet
meloxicam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Formula
4.2 Pembahasan
Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan
sebagai tablet atau tablet kompresi. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet
adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Komponen atau formulasi tablet kempa terdiri dari zat aktif, bahan pengisi, bahan
pengikat, desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna yang
diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis (Dirjen POM, 1995).
Pada praktikum kali ini yaitu pembuatan tablet dengan menggunakan zat aktif
melocsicam. Meloxsicam adalah obat anti inflamasi non srerid dari kelas asam enolat
yang telah menunjukan sifat anti inflamasi, analgesic dan anti piretik pada binatang.
Meloxsicam menjukan aktifitas anti inflamasi pada semua mode inflamasi standar.
Umumnya mekanisme dari efek-efek di atas terjadi akibat dari kemampuan
meloxsicam untuk menghambat biosintesa prostaglandin, mediator inflamasi yang
telah dikenal.
Sebelum melakukan praktikum pertama-tama siapkan alat dan bahan yang akan
digunakan pada praktikum yaitu meloxsicam 150 mg, NaCmC 3,0 mg, SSG 90 mg,
laktosa 100 mg, Mg stearate 20 mg, Talk 40 mg, dan colikoad 30 D 600 mg,
kemudian masukan zat aktif dari fase dalam yaitu meloxsicam, laktosa, dan SSg
kedalam lumpang lalu homogenkan. Tujuan penambahan laktosa adalah sebagai
pengisi yang peling banyak digunakan karena tidak bereaksi dengan bahan obat,
dalam formulasi ini digunakan laktosa 5 % sebagai dari bobot tablet 100% dimana
laktosa untuk meningkatkan atau memperoleh massa agar mencukupi jumlah massa
campuran sehingga mudah dicetak, selain itu untuk manambah kohesivitas sehingga
memberikan ikatan agar tablet tetap utuh. Tujuan penambahan SSg 5% karena
menurut (jones 2008) SSg merupakan suatu desintegran yang memiliki peran penting
dalam medium disolusi, SSg bersifat swelling dalam medium disolusi sehingga dapat
meningkatkan porositas dan wettability dari obat. Setelah penambahan zat aktif dan
fase dalam kemudian basahi dengan menggunakan larutan Na Cmc 5 % tjuan
penggunaan NaCmC 5% pada formulasi ini yaitu karena konsentrasi yang diambil
berada di tengah konsentrasi 1-6% semakin besar konsentrasi bahan pengikat Na Cmc
menyebabkan kekerasan tablet meningkan dan kerapuhan tablet manurun dan waktu
hancur lablet semakin lama (handbook of pharmaceutical excipient).
Kamudian keringkan campuran yang telah homogeny dengan menggunakan
lemari pengering (oven) pada suhu 400- 500 c. tujuan pengeringan yaitu agar
mempermudah pada saat pengempaan. Setelah pengeringan kemudian campuran di
gerung lalu di ayak menggunakan pengayak 16 mesh untuk memperoleh granul
dengan ukuran yang diperlukan.
Kemudian tambahkan fase luar Mg stearate 1% dan Talcum 2% tujuan
mengkombinasikan mg stearate dan talcum karena mempunyai sifat yang mudah
menyelubungi permukaan granul sehingga mengurangi gay gesekan antar granul,
kombinasi Mg stearat dan talcum dapat memberikan kecepatan aliran granul lebih
cepat melewati alat uji dengan kecepatan 3,83983 gram/detik. Kemudian di cetak
menjadi tablet dengan menggunakan mesin pencetak tablet. Hasil Tablet yang didapat
yaitu sebanyak 29 tablet viaxcim
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum maka dapat disimpulkan bahwa pembuatan tablet
memiliki 3 metode yaitu: granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung.
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk halus menjadi
granul dengan bantuan larutan bahan pengikat yang sesuai, granulasi kering adalah
Metode pembuatan tablet yang digunakan jika dosis efektif terlalu tinggi untuk
pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya
yang mana merintangi dalam granulasi basahPada metode granulasi kering,kempa
langsung
5.2 Saran
Untuk asisten agar lebih memperhatikan praktikan saat melakukan praktikum
agar tidak terjadi kesalahan pada saat praktikum.Untuk praktikan agar menjaga
kebersihan saat melakukan praktikum agar proses praktikum berjalan dengan baik
dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:UI
Press.Hal. 103, 104, 105, 118, 119, 112.
Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 1986, The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy,2nded., Lea and Febiger, Philadelphia. 648 - 659
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995).Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Hal.
1083, 1084.