Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Lahan
a. Pengertian Lahan

Lahan merupakan bagian dari lansekap (landscape) yang mencakup


lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi
alami (natural vegetation) yang semuanya mempengaruhi potensi penggunaanya
(FAO, 1976 dalam Rayes, 2007: 148). Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik,
tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2010: 304). Sedangkan Noor (2006: 98),
lahan dapat didefinisikan sebagai ruang dipermukaan bumi yang secara alamiah
dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk lahan tertentu.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 Tahun 2009, Lahan
adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal
biosfir, atmosfir, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan,
dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, yang bersifat
mantap atau mendaur. Lahan dalam pengertian lebih luas, termasuk kegiatan
manusia baik di masa lalu maupun yang sedang berlangsung, seperti reklamasi
lahan pantai atau rawa pasang surut, penebangan hutan atau tindakan konservasi
tanah, akan memberikan karakteristik lahan yang spesifik. Termasuk juga dalam
hal ini adalah akibat yang merugikan, seperti terjadinya erosi dan salinisasi tanah
(Rayes, 2007: 148)
Muta’ali (2012: 93) mengungkapkan lahan diperlukan sebagai ruangan
atau tempat dipermukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk melakukan
segala macam kegiatan. Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang
memiliki karakteristik unik yaitu (1) sediaan/ luas relatif tetap karena perubahan
luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat
kecil, (2) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi,dsb.)
dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung

8
9

spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan
yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta dikelola agar mampu menampung
kegiatan masyarakat yang terus berkembang (Dardak, 2005) dalam Muta’ali
(2012: 93). Pemanfaatan lahan yang tidak tepat dapat menyebabkan kualitas lahan
menurun, bahkan menyebabkan lahan menjadi kritis yang tidak produktif.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau attribute yang bersifat kompleks dari satu
bidang lahan (Rayes, 2007: 164).
Lahan memiliki berbagai fungsi, menurut FAO (1995) dalam Rayes
(2007: 2) fungsi lahan antara lain :
1) Fungsi Produksi
Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui
produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan
bakarkayu dan bahan-bahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara
langsung maupun melalui binatang ternak termasuk budidaya kolam dan
tambak ikan.
2) Fungsi Lingkungan Biotik
Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terestrial) yang
menyediakan habitat biologi dan plasma nutfah bagi tumbuhan, hewan dan
jasad mikro diatas dan di bawah permukaan tanah.
3) Fungsi Pengatur Iklim
Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan rosot (sink)
gas rumah kaca dan menentukan neraca energi global berupa pantulan,
serapan dan transformasi dari energi radiasi dan daur hidrologi global.
4) Fungsi Hidrologi
Lahan mengatur simpanan dan aliran sumberdaya air tanah dan
permukaan serta mempengaruhi kualitasnya.
5) Fungsi Penyimpanan
Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan mineral
untuk dimanfaatkan oleh manusia.
10

6) Fungsi Pengendali Sampah dan Polusi


Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga, dan
pengubah senyawa-senyawa berbahaya.
7) Fungsi Ruang Kehidupan
Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia, industri,
dan aktifitas sosial seperti olah raga dan rekreasi.
8) Fungsi Peninggalan dan Peyimpanan
Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi benda-
benda bersejarah dan berbagaia sumber informasi tentang kondisi iklim dan
pengguanaan lahan masa lalu.
9) Fungsi Penghubung Sosial
Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan dan
produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang antara daerah
terpencil dan suatu ekosistem alami.

b. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi


(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik materiil maupun spiritual (Arsyad, 2010: 311). Selanjutnya Dit
Land use mengemukakan penggunaan lahan dikelompokan menjadi 2 golongan
besar, antara lain :
1) Penggunaan lahan pertanian
Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam macam penggunaan
lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan,
dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan tersebut, sehingga macam
penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun kopi, padang rumput,
hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya.
2) Penggunaan lahan bukan pertanian
Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan kedalam
penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi,
pertambangan dan sebagainya.
11

2. Daya Dukung Lingkungan Hidup


a. Pengertian Daya Dukung Lingkungan Hidup

Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian


kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan makhluk hidup secara
optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula
diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara
sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan (Muta’ali,
2012: 17).
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain (Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No 17 Tahun 2009). Baja, (2012: 23) mendefinisikan
daya dukung (carrying capacity) lahan secara sederhana dapat diartikan sebagai
kemampuan lahan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lain. Dasman (1992) dalam Muta’ali (2012 : 16) memberi definisi daya dukung
adalah jumlah manusia yang kebutuhan makananya dapat dipenuhi dengan
produksi dari lahan yang ditanami tanaman makanan tradisional dengan intensitas
penggunaan lahan itu tanpa merusak sumberdaya.
Sementara Soemarwoto (2001) dalam Muta’ali (2012: 17) menyatakan
bahwa daya dukung lingungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan
alamiah, yaitu berdasarkan biomassa tumbuhan dan hewan yang dapat
dikumpulkan dan ditangkap persatuan luas dan waktu didaerah itu. Selanjutnya
diungkapkan daya dukung dibedakan dalam beberapa tingkat, antara lain:
1) Daya dukung maksimum
Daya dukung maksimum menunjukan jumlah maksimum hewan yang
dapat didukung per satuan luas lahan
2) Daya dukung subsistem
Pada daya dukung subsisteem jumlah hewan berkurang, persediaan
makanan lebih banyak, tetapi masih pas-pasan.
3) Daya dukung optimum
Daya dukung optimum menunjukan jumlah hewan rendah dan terdapat
keseimbangan yang baik antara jumlah hewan dan persediaan makanan.
12

4) Daya dukung suboptimum


Pada tingkat ini jumlah hewan lebih rendah lagi. Persediaan makanan
melebihi yang diperlukan.
UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Lingkungan Hidup, membedakan daya
dukung lingkungan menjadi daya dukung alam, daya tampung lingkungan binaan
dan daya tampung lingkungan sosial sebagai berikut :
1) Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap
unsur dan sumbernya untuk menunjang perikehidupan manusia serta
makhluk lain secara berkelanjutan.
2) Daya tampung lingkungan binaan adalah kemampuan lingkungan hidup
buatan manusia untuk memenuhi perikehidupan penduduk.
3) Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan
kelompok penduduk yang berbeda untuk hidup bersama-sama sebagai satu
masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib, dan aman.
Konsep daya dukung lingkungan paling mudah diterapkan pada sistem
agraria yang masih sederhana. Pada dasarnya daya dukung itu tergantung pada
presentasi lahan yang dapat dipakai untuk pertanian dan besranya hasil pertanian
per satuan luas dan waktu. Makin besar presentasi lahan yang dapat dipakai untuk
pertanian, makin besar daya dukung daerah itu (Soemarwoto, 1997: 209)

b. Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009,


penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui
kapasitas sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang
menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di
suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di
hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya
akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan
13

hidup terbata pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan
dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhanakan lahan dan air
dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung
pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan
daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga)
pendekatan, yaitu:
1) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
Kemampuan lahan adalah karakteristik lahan yang mencakup sifat
tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan lain.
Metode kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang menjelaskan cara
mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan kemampuan
lahan untuk pertanian yang dikategorikan dalam bentuk kela, subkelas dan
unit pengelolaan. Dengan metode kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaat
ruang dapat diketahui lahan yang sesuai untuk pertanian, lahan yang harus
dilindungi, dan lahan yang dapat digunakan untuk maanfaat lain.
2) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
Metode mengetahui daya dukung lahan berdasarkan perbandingan
antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu
wilayah. Dengan metode ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya
dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit.
Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat di
suatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di
wilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa
ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan
produksi hayati di wilayah tersebut.
3) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air
Metode ini menunjukan cara penghitungan daya dukung air di suatu
wilayah, dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan akan
sumber daya air bagi penduduk yang hidup di wilayah itu. Dengan metode
ini, dapat diketahui secara umum apakah sumber daya air di suatu wilayah
dalam keadaan surplus atau defisit.
14

Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan air di suatu


wilayah tercukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah
tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air. Hasil perhitungan dengan
metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan
rencana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang dalam rangka penyediaan
sumber daya air yang berkelanjutan.

c. Analisis Status Daya Dukung Lahan

Analisis daya dukung (Carrying Capacity Ratio/CCR) merupakan suatu


alat perencanaan pembangunan yang memberikan gambaran mengenai hubungan
antara penduduk, penggunaan lahan dan lingkungan. Analisis daya dukung
memberikan informasiyang diperlukan oleh para perencana dalam menilai tingkat
kemampuan lahan dalam mendukumh segala aktivitas manusia yang ada
diwilauah yang bersangkutan. Mengetahui tingkat dukungan dari suatu area/lahan
sangat bisa memperkirakan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi atau
memperkirakan tingkat kebutuhan penduduk yang disesuaikan kondisi lahan yang
ada. Dari pengertian diatas dapat diketahuibahwa terdapat dua variabel pokok
yang hasrus diketahui secara pasti untuk melakukan analisis daya dukung lahan
yaitu : 1) Potensi lahan yang tersedia, termasuk luas lahan, dan 2) Jumlah
penduduk (Muta’ali, 2012: 47).
Dalam penelitian ini, penentuan daya dukung lingkungan hidup terbatas
pada daya dukung lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan karena
dengan metode ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung lahan
suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan
bahwa ketersediaan lahan setempat disuatu wilayah masih dapat mencukupi
kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit
menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut.
15

(Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 Tahun 2009)


Gambar 2.1 Diagram Penentuan Daya Dukung Lahan

Dengan gambar tersebut dapat diketahui bahwa ketersediaan lahan


ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat dari setiap komoditas
di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada
di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor
konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu,
kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Penentuan daya dukung lahan bersarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan


menggunakan perhitungan sebagai berikut:
1) Ketersediaan Lahan (Supply)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009
menyebutkan, ketersediaan lahan adalah lahan yang tersisa untuk digunakan
sebagai lahan pertanian/perkebunan/perikanan darat setelah semua lahan itu
di maksimalkan. Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total
produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan
menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut.
Untuk penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi
karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu,
kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. Rumus
menghitung ketersediaan lahan adalah sebagai berikut:
16

∑(𝑃𝑖 𝑋 𝐻𝑖 ) 1
𝑠𝐿 = X
𝐻𝑏 𝑃𝑡𝑣𝑏

(Sumber : Peraturan Menteri Lingkunagn Hidup Republik Indonesia No.17


Tahun 2009)
Keterangan:
SL = Ketersediaan lahan (ha)
Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantung kepada
jenis komoditas). Komoditas yang diperhitungan meliputi
pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat
produsen
Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen
Ptvb = Produktivitas beras (kg/ha)
Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan
produk non beras dengan beras adalah harga.
2) Kebutuhan Lahan (Demand)
Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan
manusia akan lahan sangat beragam yang dipengaruhi oleh gaya hidup
seseorang dan masyarakat (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17
Tahun 2009). Rumus menghitung kebutuhan lahan adalah sebagai berikut:

𝐷𝐿 = 𝑁 𝑥 𝐾𝐻𝐿𝐿

(Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 Tahun 2009)


Keterangan :
DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)
N = Jumlah penduduk (orang)
𝐾𝐻𝐿𝐿 = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per
penduduk
Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk:
17

1) Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktifitas beras
lokal.
2) Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/kapita/ tahun.
3) Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat
menggunaan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2400
kg/ha/tahun.
Penentuan daya dukung lahan berdasarkan Ketersediaan lahan dan
kebutuhan lahan yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan kebutuhan lahan
(DL) dan ketersediaan lahan (SL). Daya dukung lahan dapat diketahui apabila SL
lebih besar daripada DL maka daya dukung lahan dinyatakan surplus, sedangkan
SL lebih kecil daripada DL maka daya dukung lahan dinyatakan defisit atau
terlampaui.

3. Produktivitas Padi
a. Produksi Pertanian

Usaha pertanian adalah kegiatan yang menghasilkan produk pertanian


dengan tujuan sebagian atau seluruh hasil produksi dijual/ditukar atas risiko usaha
(bukan buruh tani atau pekerja keluarga). Usaha tanaman pangan adalah kegiatan
pertanian yang menghasilkan produk tanaman pangan (padi dan palawija) dan
bukan sebagaiburuh tani atau pekerja keluarga selama setahun yang lalu (Sensus
Pertanian).
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai
guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia
untuk mencapai kemakmuran (https://id.wikipedia.org). Produksi adalah
banyaknya produk usaha tani yang diperoleh dalam waktu tertentu
(www.wikipedia.com).
Dalam bidang pertanian produksi adalah jumlah berat hasil panen yang
dikumpulkan dari tempat pemeliharaan yang diusahakan dengan skala kecil
18

maupun skala besar, biasanya dalam satuan kilogram atau ton (Tim penyusun
kamus, 2003: 402).
Menurut Mubyarto (1991) dalam Khoirunisa (2013: 29), “pertanian
mempunyai arti luas dan sempit.” menurut arti luas, pertanian mencakup pertanian
rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit, perkebunan (perkebunan rakyat
dan perkebunan besar) kehutanan, peternakan dan perikanan (darat dan laut).
Sedangkan menurut arti sempit pertanian mencakup pertanian rakyat, yaitu usaha
pertanian keluarga dimana diproduksi bahan makanan utama seperti beras,
palawija (jagung, kacang-kacangan, ubi-ubian dan tanaman hortikultura (sayur-
sayuran dan buah-buahan). Pertanian rakyat diusahakan di tanah-tanah sawah,
ladang dan pekarangan.
Menurut Tati Nur Mala dalam Fuad,dkk (2016: 256) Produksi atau hasil
pertanian dalam arti luas tergantung dari faktor genetik dan varietas yang di
tanam, lingkungan termasuk anatara lain tanah, iklim dan teknologi yang dipakai.
Sedangkan dalam arti sempit terdiri dari varietas tanaman, tanah, iklim dan faktor-
faktor non-teknis seperti ketrampilan petani, biaya atau sarana produksi dan alat-
alat yang digunakan.
Darwanto (2010: 49) menuliskan faktor produksi yang digunakan untuk
usaha tani meliputi: tanah (land), modal (capital), tenaga kerja (labour), dan
managemen (management) yang berfungsi mengkoordinir ketiga faktor produksi
untuk memperoleh hasil produksi optimal.
a. Tanah sebagai faktor produksi.
Salah satu faktor yang memiliki tingkat produktifitas adalah lahan
garapan. Hal ini menyebabkan usaha pertanian yang mempunyai tanah
sedikit di daerah tertentu produksinya atau pendapatan yang diperoleh juga
sedikit (Mubyarto, 1985).
b. Modal sebagai faktor produksi.
Dalam konteks usaha tani, modal dimaksudkan sebagai barang
ekonomi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dan
mempertahankan pendapatan yang telah diperolehnya. Mubyarto (1985)
menyatakan bahwa modal adalah barang atau uang yang bersama-sama
19

faktor lain (tanah + tenaga kerja) menghasilkan barang-barang yaitu


berupa hasil pertanian. Soekartawi mengelompokan modal menjadi dua
golongan, yang terdiri dari: (1) Barang yang tidak habis dalam sekali
produksi. Misalnya, peralatan pertanian, bangunan, yang dihitung biaya
perawatan dan penyusutan selama 1 tahun dan (2) Barang yang langsung
habis dalam proses produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan
sebagainya. (Soekartawi, 1984)
c. Tenaga kerja sebagai faktor produksi.
Dalam usaha tani tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang
utama, dimaksudkan adalah mengenai kedudukan si petani dalam usaha
tani. Petani dalam usaha tani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,
tapi lebih dari pada itu. Petani adalah pemimpin (manager) usaha tani,
mengatur organisasi produksi secara keseluruhan. Jadi disini kedudukan
petani sangat menentukan dalam usahatani (Mubyarto, 1985).

b. Produktivitas Padi

Produktivitas merupakan kemampuan tanah untuk menghasilkan produksi


tanaman tertentu dalam keadaan pengolahan tanah tertentu, tanah yang produktif
ialah tanah yang dapat menghasilkan tanaman dengan baik dan menguntungkan.
Produktivitas lahan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat menurunkan
hasil produksi pertanian antara lain luas lahan, kondisi irigasi, iklim, jenis tanah
dan unsur hara yang ada didalam tanah (Fuad,dkk, 2016: 264). Menurut Pusat
pengembangan Pendidikan Pertanian (2006: 3) produktivitas lahan adalah
kemampuan atau daya dukung lahan untuk didapatkan nilai bobot hasil tertinggi
per satuan luas dalam satuan waktu tertentu.
Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai
perbandingan antara luaran (output) dengan masukan (input). Menurut Herjanto,
produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya
sumberdaya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal
(https://id.wikipedia.org).
20

Mubyarto (1994) dalam Cahyono (2013: 20) menjelaskan produktivitas


adalah perbandingan hasil produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input
dengan kemampuan lahan. Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan
produktif untuk menghasilkan produk-produk hayati diantaranya :
a. Lahan pertanian
b. Lahan persawahan
c. Lahan perikanan
d. Hutan
e. Lahan terbangun (Built up area)
f. Lahan penyerapan karbon atau biomasa

Banyak permasalahan terkait peningkatan produksi tanaman pangan


dihampir semua daerah. Soekartawi (2003) dalam Cahyono (2013: 21-22)
mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pertanian yang
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :
1) Faktor Bilogi
Faktor biologi yang dimaksud seperti lahan pertanian dengan
macam dan tingkat kesuburanya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan,
gulma dan lain sebagainya.
2) Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi yang dimaksud adalah biaya produksi, harga
tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan
ketidakpastian kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya.

Beberapa pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa produktivitas dapat


dihitung dengan membandingkan jumlah produksi dan luas lahan yang ditanami.
Menghitung produktivitas dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (𝑇𝑜𝑛)
Produktivitas = ℎ𝑎
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛 ( )
𝑡ℎ

Sumber : Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian


21

Rumus produktivitas diatas digunakan untuk menghitung produktivitas


padi bruto atau belum dikurangi dengan biaya pemeiharaan selama penamanan
sampai pemanenan. Dalam penelitian ini produktivivitas padi yang dihitung
adalah produktivitas padi netto atau sudah bersih dengan mengurangi hasil panen
dengan biaya pemeliharaan satu kali panen dikalikan frekuensi panen dalam 1
tahun dengan memodifikasi rumus diatas dan memperoleh rumus menghitung
produktivitas padi seperti berikut ini :
Hp − Bp
𝑃=( )
𝐿ℎ
Keterangan :
P = Produktivitas padi (Ton/Ha)
Hp = Hasil Produksi padi (Ton)
Bp = Biaya Produksi (Rupiah)
Lh = Luas Lahan ( Ha)

Kegiatan usaha pertanian padi dilakukan untuk memperoleh hasil produksi


padi yaitu dengan yang biasanya dilakukan oleh para petani adalah penyemaian
benih, penanaman bibit, pemeliharaan tanaman (Penyulaman dan penyiangan,
Pengairan, Pemupukan) dan pemanenan. Untuk mempermudah perhitugan
produktivitas padi tiap kecamatan, hasil produksi padi tiap kali panen dikurangi
dengan biaya pemeliharaan dari mulai penyemaian hingga memanen dan menjadi
gabah kering, dimana biaya produksi dikonversikan kedalam satuan yang setara
dengan hasil produksi padi yaitu Ton. Perhitungan produktivitas padi dinyatakan
dalam satuan Ton/Ha/Tahun.
22

B. Kerangka Berpikir

Lahan merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai


peranan sangat penting bagi manusia. Lahan dimanfaatkan untuk memenhui
kebutuhan hidup manusia, terutama pada negara agraris yang sebagian besar
penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Masalah lahan
pertanian yaitu mengalami penurunan secara kualitas maupun kuantitas yang
disebabkan oleh faktor alam maupun campur tangan manusia. Permasalahan lahan
yang dihadapi selama ini adalah ketersediaan lahan pertanian yang tidak
mencukupi, penyusutan lahan pertanian yang tersedia, dan kesulitan
pengembangan lahan pertanian baru karena berbagai kendala.
Penduduk dengan segala aktivitasnya sangat bergantung kepada
lingkungan dan sumberdaya alam terutama lahan. Lahan dimanfaatkan penduduk
untuk pertanian, permukiman maupun tempat bangunan fasilitas sosial dan
ekonomi. Jumlah penduduk pada suatu daerah akan menentukan aktivitas
pembangunan fisik daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.
Kebutuhan akan lahan meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Disisi lain, luas lahan sifatnya tetap bahkan terbatas mendorong manusia untuk
melakukan perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi non pertanian
yang dilakukan secara terus menerus sehingga luas lahan pertanian semakin
berkurang demi memenuhi kebutuhan penduduk. Hal tersebut menandakan
adanya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian, sehingga dapat mengganggu
fungsi lahan.
Kecenderungan perubahan penggunaan lahan merupakan sebagai imbas
dari pembangunan fisik suatu daerah yang diakibatkan adanya tekanan penduduk
terhadap lahan. Salah satu masalah yang timbul adalah kondisi lahan dari segi
kualitas yang terus menurun bahkan menyebabkan degradasi lahan dimana lahan
menjadi lahan kritis dan tidak produktif sehingga berpengaruh terhadap
produktivitas lahan. Permasalahan lahan tersebut menyebabkan semakin
terbatasnya ketersediaan lahan dan mempengaruhi daya dukung lahan suatu
daerah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya.
23

Produktivitas lahan yang terganggu berpengaruh terhadap hasil produksi


pertanian tanaman pangan terutama di daerah agraris dengan pertanian padi
sebagai komoditas unggulan. Daerah agraris penghasil padi harus senantiasa
menjaga kualitas lahan untuk meningkatkan produktivitas padi untuk memenuhi
kebutuhan penduduk dalam maupun luar daerah. Apabila produktivitas lahan
terganggu akibat maka produksi padi pun juga terganggu.
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten penyangga
pangan di Jawa Tengah. Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan Sukoharjo
merupakan 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang turut andil dalam
menghasilkan padi dan memiliki masalah akan ketersediaan lahan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk. Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan
Sukoharjo harus mengelola lahan secara optimal untuk menigkatkan produktivitas
padi setiap tahunnya. Luas wilayah dan luas panen Kecamatan Tawangsari lebih
kecil daripada Kecamatan Sukoharjo, namun produktivitas padinya lebih tinggi,
sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo lebih banyak.
Kecamatan Tawangsari merupakan daerah dengan karakteristik pedesaan
yang masih mencolok, dimana masih mengandalkan sektor pertanian untuk
memenuhi kebutuhan hidup penduduknya. Dengan dominasi jenis tanah gromosol
dan litosol yang diketahui memiliki tingkat kesuburan yang rendah, penduduk
Kecamatan Tawangsari menggunakan lahannya untuk dijadikan lahan pertanian
padi dengan mengandalkan pengairan dari irigasi yang berasal dari Waduk gajah
Mungkur Wonogiri. Sebagai daerah dengan tanah kurang subur dan bukan daerah
pusat kegiatan pemerintahan maupun kegiatan ekonomi yang dinilai tidak bisa
diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga membuat penduduk yang
tidak memiliki sawah garapan merantau keluar kota untuk menambah penghasilan
atau memilih bekerja diluar sektor pertanian. Sedangkan petani pemilik dan
penggarap sawah harus mengolah sawahnya dengan menambahkan pupuk agar
produktivitas padinya maksimal.
Kecamatan Sukoharjo merupakan daerah dengan pusat kegiatan
pemerintahan dan perekonomian Kabupaten Sukoharjo dan dikecamatan ini
terdapat industri tekstil terbesar di Asia Tenggara yang membuat Kecamatan
24

Sukoharjo mengalami urbanisasi. Jenis tanah Aluvial yang subur sebenarnya


mendukung kecamatan ini untuk fokus mengembangkan sektor pertanian terutama
padi, namun dengan adanya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian
menyebabkan Kecamatan Sukoharjo padat penduduk dan terjadi perubahan fungsi
lahan. Disisi lain adanya penduduk pendatang dari luar Kecamatan Sukoharjo,
penduduk asli juga mulai beralih profesi dari tani/buruh tani menjadi karyawan/
buruh pabrik yang mengakibatkan petani pemilik sawah harus mendatangkan
buruh tani dari luar daerah Kecamatan Sukoharjo yang berarti harus menambah
pengeluaran untuk pemeliharaan padi dari tanam hingga panen dalam setahun.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan studi perbandingan
antara Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan Sukoharjo dengan analisis daya
dukung lahan dan produktivitas padi. Besarnya variasi daya dukung lahan dan
faktor yang mempengaruhinya antara wilayah satu dengan yang lain berbeda yang
disebabkan adanya perbedaan dalam aspek penduduk, sumberdaya alam dan
menejemen. Menunjukan bahwa penentuan kebijakan, terutama pemilihan dan
penentuan alokasi sumberdaya serta prioritas program untuk pembangunan harus
dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana dengan selalu meperhatikan situasi,
kondisi dan potensi wilayah.
25

Lahan Penduduk

Keterbatasan Lahan Ketergantungan


Terhadap Lahan

Tekanan Penduduk
Terhadap Lahan

Produktivitas Lahan

Daya Dukung Lahan Produktivitas


Berdasarkan Ketersediaan
Padi
dan Kebutuhan Lahan

Perbandingan Daya Dukung Perbandingan Produktivitas


Lahan Kecamatan Tawangsari Padi Kecamatan Tawangsari
dan Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Sukoharjo

Gambar 2.2 Digram Alir Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai