Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hidup ini manusia perlu mempertahankan keseimbangan tubuh. Akan
tetapi, terkadang manusia juga mengalami penurunan dalam mempertahankan
keseimbangan tubuh. Maka dari itu, kita perlu mempelajari konsep pemenuhan
kebutuhan ambulasi dan mobilisasi (aktivitas dan latihan). Dalam konsep
pemenuhan kebutuhan ambulasi dan mobilisasi (aktivitas dan latihan) membahas
bagaimana cara memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan
keseimbangan tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Mobilitas adalah kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah,
berirama, dan terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam
kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk
memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian
individu yang tidak mampu bergerak secara total.Kemampuan untuk bergerak
juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Orang yang mengalami gangguan
mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh
dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan motorik lain.
Dalam memberikan pelayanan terhadap klien, perawat diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan dasar klien yaitu pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi. Sebelum melaksanakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam
hal ini pasien, perawat terlebih dahulu harus memahami konsep pemenuhan
kebutuhan ambulasi dan mobilisasi (aktivitas dan latihan).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme pergerakan normal?
2. Bagaimana mekanisme aktivitas dan latihan?
3. Bagaimana konsep dasar mobilisasi?
4. Bagaimana konsep dasar imobilisasi?
5. Bagaimana asuhan keperawatan mengenai mobilisasi?
2

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mekanisme pergerakan normal.
2. Untuk mengetahui mekanisme aktivitas dan latihan.
3. Untuk mengetahui konsep dasar mobilisasi.
4. Untuk mengetahui konsep dasar imobilisasi.
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan mengenai mobilisasi.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pergerakan Normal
Pergerakan normal dan stabilitas adalah hasil kerja dari sistem
musculoskeletal yang utuh, sistem saraf yang utuh, dan struktur telinga bagian
dalam yang utuh yang bertanggung jawab untuk keseimbangan (Kozier, 2010).
1. Kesejajaran Tubuh (Postur)
Seseorang mempertahankan keseimbangan selama
garis gravitasi (sebuah garis vertical bayangan yang ditarik
dari pusat gravitasi tubuh) melewati pusat gravitasi (titik
yang menjadi semua pusat massa tubuh) dan dasar
penyangga (landasan sandaran tubuh.
Gambar 2.1 pusat gravitasi tubuh
Sumber: buku ilmu dasar
keperawatan

2. Mobilitas Sendi
Otot dikategorikan sesuai tipe pergerakan sendi saat kontraksi yang
dihasilkan yaitu otot fleksor, ekstensor dan sebagainya. Jika seseorang tidak aktif
maka sendi akan tertarik ke posisi fleksi (menekuk). Apabila tidak dibarengi
latihan dan perubahan posis, otot memendek secara permanen dan sendi terfiksasi
dalam posisi fleksi.
3. Keseimbangan
Mekanisme yang terlibat dalam mempertahankan keseimbangan dan postur
tubuh adalah mekanisme ekuilibrium yang bergantung pada informasi dari labirin,
penglihatan dan reseptor peregang otot dan tendon. Dalam kondisi normal,
reseptor ekuilibrium dalam kanalis semilikularis dan vestibula mengirim sinyal ke
otak dan memulai refleks yang dibutuhkan untuk membuat perubahan posisi.
4. Pergerakan Terkoordinasi
Pergerakan yang seimbang, halus, dan terarah adalah hasil kerja dari fungsi
korteks serebral, serebelum, dang ganglia basilaris yang tepat. Korteks serebral
memulai aktivitas motorik volunter, serebelum mengkoordinasi aktivitas
pergerakan motorik dan ganglia basilaris mempertahankan postur tubuh.
4

B. Aktivitas dan Latihan


Nasinals Institute of Healt (NIH) mendefinisikan aktivitas dan latihan sebagai
berikut (1995 dalam Kozier2010).
a. Aktivitas fisik adalah "pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi dan menghasilkan
manfaat kesehatan yang progresif.
b. Latihan adalah sebuah tipe aktivitas fisik yang didefinisikan sebagai
pergerakan tubuh secara terencana, terstruktur, dan berulang yang
dilakukan untuk memperbaiki atau mempertahankan satu atau lebih
komponen kebugarakan fisik."
Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kemampuan Beraktivitas
1. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot dan sendi yang bekerjasama
sehingga tubuh dapat bergerak dan beraktivitas
a. Tulang
Beberapa tulang akan terangkai dengan tulan lainnya sehingga membentuk rangka
yang memiliki banyak fungsi menyokong atau mendukung jaringan tubuh,
memberi bentuk tubuh, melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak, tempat
melekatnya musculoskeletal dan tendon, tempat penyimpanan mineral khusunya
Ca dan P dan berperan dalam proses produksi darah.
b. Otot
Bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif adalah otot. Otot dapat
berkontraksi dan relaksasi sehingga memungkinkan tubuh bergerak sesuai
keinginan. Otot dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang tersusun oleh
jaringan ikan. Tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi disebut origo dan tendon yang melekat
pada tulang yang bergerak ketika otot berkontraksi disebut insersi. Selain berperan
dalam proses pergerakan, otot juga berperan membentuk postur tubuh dan
menghasilkan panas melalui kontraksi otot.
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Contoh
ligamen adalah ligamen yang terdapat pada lutut. Ligamen berfungsi sebagai
struktur yang menjaga kestabilan.
5

d. Sendi
Sendi atau artikulasi merupakan merupakan tempat pertemuan antara dua atau
lebih ujung tulang dalam kerangka. Struktur ini memungkinkan gerakan antar
segmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang.
2. Sistem saraf
Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat tubuh, salah
satunya adalah alat-alat tubuh yang terdapat pada sistem muskuloskeletal yang
berperan dalam kebutuhan aktivitas. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf yang
peka terhadap rangsang dan mampu menghantarkan rangsang dari bagian tubuh
yang satu ke bagian tubuh yang lain. Secara umum, impuls yang diterima oleh sel
saraf akan diproses oleh sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis).
Tipe-Tipe Latihan
a. Latihan isotonic (dinamik) adalah latihan yang memendekkan otot untuk
menghasilkan kontraksi otot dan pergerakan aktif. Berguna untuk
meningkatkan tonus otot, massa otot dan mempertahankan fleksibilitas sendi
dan sirkulasi. Misalnya, mendorong dan menarik benda diam, mendudukan
bokong, dan sebagainya.
b. Latihan isometric (statis atau di tempat) adalah latihan memerlukan perubahan
tegangan otot terapi tidak ada perubahan dalam panjang otot dan tidak ada
pergerakan otot sendi. Berguna menguatkan otot abdomen, gluteus dan
quadriseps yang digunakan untuk ambulasi, untuk mempertahankan kekuatan
otot yang tidak bergerak dalam gips atau traksi, dan untuk latihan daya tahan.
Misalnya, meluruskan tungkai pada posisi telentang, menegangkan otot paha
dan sebagainya.
c. Latihan isokinetik (resistif) adalah melibatkan kontraksi otot atau tegangan
otot dalam melawan tahanan sehingga bersifat isotonik atau isometrik.
Misalnya pembentukan ukurabotot dan kekuatan.
d. Latihan aerobic adalah aktivitas yang memerlukan jumlah oksigen lebih besar
di dalam tubuh dibandingkan yang biasa digunakan untuk melakukan
aktivitas. Misalnyaberjalan, bersepeda, lompat tali, berdayung dan sebagainya.
6

Manfaat Latihan
a. Sistem musculoskeletal
Latihan meningkatkan fleksibilitas sendi dan rentang pergerakan. Dengan
latihan berat, pembesaran (hipertrofi) otot dan efisiensi kontraksi otot mengalami
peningkatan. Densitas tulang dipertahankan melalui latihan menahan beban.
Tekanan saat menahan beban mempertahankan keseimbangan antara osteoblas
dan osteoklas.
b. Sistem kardiovaskular
Latihan yang memadai meningkatkan frekuensi denyut jantung, kekuatan
kontraksi otot jantung dan suplai darah ke jantung dan otot.
c. Sistem Pernapasan
Ventilasi meningkat pada latihan berat, asupan oksigen meningkat sebnyak
20 kali lebih besar dibandingkan asupan normal, mencegah pengumpulan sekret di
dalam bronkus dan bronkiolus, menurunkan upaya pernapasan dan meningkatkan
ekskursi diagfragma.
d. Sistem pencernaan
Latihan meningkatkan selera makan dan meningkatkan tonus otot saluran
pencernaan, yang memfasilitasi peristaltik.
e. Sistem metabolik
Latihan meningkatkan laju metabolik, hingga produksi panas tubuh dan
produksi sisa serta penggunaan kalori, penggunaan trigeliserida dan asam lemak
sehingga penurunan kadar serum trigliserida dan kolestrol, meningkatkan
efektivitas insulin.
f. Sistem perkemihan
Latihan adekuat meningkatkan efisiensi aliran darah, sehingga tubuh
mengeksresikan sisa motabolisme secara efektif.
g. Sistem psikoneurologis
Latihan menghasilkan rasa sejahtera dan meningkatkan toleransi terhadap
stress, meningkatkan konsep diri dengan mengurangi depresi dan meningkatkan
citra tubuh.
7

C. Konsep Dasar Mobilisasi


Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur sehingga dapat beraktivitas yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian
diri dan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi.
Jenis Mobilitas
a. Mobilitas penuh
Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseiorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas. Mobilitas penuh dipengaruhi oleh, saraf motoric volunteer,
dan sensorik untuk mengendalikan seluruh area tubuh.
b. Mobilitas sebagian
Mobilitas sebagian keadaan seseorang memiliki batasan karena gangguan
pada saraf motoric dan sensorik pada area tubuh. Dibagi menjadi dua jenis:
 mobilitas sebagian temporer, sifatnya sementara disebabkan oleh trauma
reversible pada sistem musculoskeletal. Misalnya dislokasi sendi dan
tulang.
 mobilitas sebagian permanen, mobilitas sebagian yang menetap.
Disebabkan oleh kerusakan sistem saraf ireversibel. Misalnya, hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, dan poliomyelitis
karena gangguan sistem saraf motoric dan sensorik.
Factor yang Mempengaruhi Mobilisasi
a. Gaya Hidup dan Kebiasaan
orang yang terbiasa berolahraga akan memiliki mobilitas yang lebih lentur dan
lebih kuat.
b. Keadaan Sakit atau Cidera
Misalnya, orang yang keseleo lebih berjalan dibandingkan orang sehat
c. Tingkat Energi
Untuk melakukan mobilisasi, dibutuhkan energy dalam jumlah yang adekuat.
8

d. Usia dan Status Perkembangan


Mobilitas pada setiap tingkatan usia dan perkembangan berbeda-beda
dipengaruhi oleh kematangan dan penurunan fungsi alat gerak yang sejalan
dengan perkembangan usia.
e. Faktor Eksternal
Suhu yang sangat tinggi dan kelembapan yang tinggi menghambat aktivitas,
sementara suhu dan kelembapan yang nyaman mendukung aktivitas. Kesediaan
fasilitas rekreasional juga memengaruhi aktivitas; misalnya tidak memiliki uang
dapaf menghambat seseorang bergabung di klub latihan atau gimnasium.
Keamanan lingkungan disekitar rumah meningkatkan aktivitas di luar rumah,
sementara lingkungan yang tidak aman menghambat seseorang untuk keluar
rumah. Remaja, terutama, dapat meluangkan waktu berjam-jam duduk di depan
komputer, menonton televisi atau bermain video games dibandingkan keluar
rumah mengunjungi teman atau melakukan latihan.
Ambulasi
Definisi Ambulasi
Ambulasi (aktivitas berjalan) adalah sebuah fungsi yang kurang dihargai
oleh sebagian besar orang (Kozier, 2010). Ambulasi adalah sebuah teknik
perawatan post operative dimana seorang pasien akan keluar dari tempat tidur dan
berada dalam kegiatan ringan (seperti duduk, berdiri, atau berjalan). Ambulasi
mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat ditingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien
menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas.
Manfaat Ambulasi
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah
flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus,
mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika
pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan
ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
9

Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi yaitu:

 Kruk adalah alat yang tetbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen
meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh untuk keseimbangan
pasien

Gambar: 2.2 kruk


Sumber: www.google.co.id

Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang
yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi
tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi
empat (quad cane)

Gambar: 2.3 canes


Sumber: www.google.co.id

 Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam yang mempunyai empat
penyangga yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan
umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh.

Gambar: 2.4 walkers


Sumber: www.google.co.id
10

D. Konsep Dasar Imobilisasi


Definisi Imobilisasi
Imobilisasi merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat bergerak dengan
bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan seperti, trauma tulang
belakang, cidera otot berat, fraktur pada ekremitas dan kelainan saraf.
Jenis Imobilitas
Imobilisasi fisik
a. Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
b. Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir
c. Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri
d. Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010).
Dampak Imobilitas

a. Dampak terhadap perilaku


Penderita dapat mengalami penurunan motivasi, penurunan kemampuan dalam
memecahkan masalah, perubahan peran, dan perubahan konsep diri yang dapat
menyebabkan penderita merasa bingung, cemas, depresi, kesepian, merasa
tidak berharga, menarik diri, menunjukkan sikap bermusuhan, perubahan siklus
tidur, dan penurunan mekanisme koping.
b. Dampak terhadap sistem musculoskeletal
 Atrofi otot, penurunan kekuatan dan massa otot karena tidak dipergunakan
dalam waktu lama. Misalnya, betis pasien yang lama dirawat akan
mengecil dan menunjukkan kelemahan.
 Kontraktur, tidak berfungsinya sendi akibat fleksi dan fiksasi akibat atrifi
dan pemendekan otot.
11

 Osteoporosis, pengeroposan tulang karena kehilangan mineral akibat tidak


member beban pada tulang.
 Kekakuan dan nyeri sendi, jaringan kolangen sendi mengalami angkilosa
sehingga sendi menjadi kaku atau demineralisasi tulang hingga Ca
terakumulasi pada sendi menyebabkan kekakuan dan nyeri sendi.
c. Dampak terhadap sistem perkemihan
 Statis urine, orang yang berbaring dalam waktu lama menghambat atau
terhentinya aliran urine karena gravitasi.
 Retensi urine, penurunan tonus otot vesica urinaria menghambat
kemampuan pengosongan vesica urinaria secara tuntas
 Batu ginjal, imobilitas menyebabkan tubuh kelebihan Ca sehingga sehingga
urine lebih basa dan garam Ca mengendap menyebabkan batu ginjal.
d. Dampak terhadap sistem respirasi
 Penurunan gerak pernapasan, karena pembatasan gerak otot-otot
pernapasan jarang di gunakan.
 Penumpukan secret, secret terkumpul di saluran pernapasan mengganggu
proses difusi karena perubahan posisi tubuh terganggu. Imobilitas juga
menyebabkan kemampuan otot-otot bantu pernapasan melemah sehingga
menurunkan kemampuan batuk.
 Atelektasis (pengempisan paru-paru), berbaring jangka lama menyebabkan
perubahan aliran darah regional sehingga produksi surfaktan menurun dan
penumpukan secret di saluran napas menyebabkan atelektasis.
e. Dampak terhadap sistem kardiovaskular
 Hipotensi ortostatik, terjadi karena sistem saraf otonom berkurang
kemampuannya dalam menjaga keseimbangan suplay darah ke tubuh saat
bangun dari posisi berbaring, reflex neuron vascular menurun
menyebabkan vasokonstriksi sehingga darah terkumpul di vena bawah,
aliran darah terhambat, tekanan darah menurun drastic sehingga perfusi di
otak terganggu yang menyebabkan pusing, berkunang-kunang, dan pinsan.
12

 Pembentukan thrombus, gangguan aliran balik vena menuju jantung


menyebabkan penurunan kontraksi muscular meningkatkan aliran balik
vena dan terbentuk thrombus.
 Edema dependen, duduk dengan kaki terjuntai dan menggantung
menyebabkan edema yang menghambat aliran balik vena menuju jantung
sehingga edema lebih banyak terbentuk.
f. Dampak terhadap sistem gastrointestinal
Imobilitas menyebabkan tubuh tidak mendapatkan gizi yang adekuat sehingga
menyebabkan mual, perut kembung dan nyeri lambung serta konstipasi.
g. Dampak terhadap sistem intergumen
 Penurunan elastisitas kulit, kulit mengalami atrofi dan penurunan sirkulasi
darah dan perpindahan cairan antarakompartemen area tubuh menggantung
menyebabkan dermis dan daerah subkutan terganggu.
 Ulkus dekubitus, penekanan daerah yang menonjol menyebabkan sirkulasi
darah ke jaringan terhambat timbullah iskemia local, akibatnya jaringan
mengalami anoksia dan mati, sehingga menimbulkan luka.
h. Dampak terhadap sistem metabolism
 Penurunan laju metabolism, imobilitas menyebabkan laju metabolism
basal atau energy minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan proses
metabolism menurun, selain itu terjadi penurunan motilitas usus dan
kelenjar digestif seiring dengan penurunan kebutuhan energy tubuh.
 Ketidakseimbangan nitrogen, katabolisme protein melebihi anabolisme
protein mengakibatkan jumlah nitrogen dieksresikan meningkat.
E. Asuhan Keperawatan Imobilisasi
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi penyebab gangguan mobilitas
(misalnya, nyeri, kelemahan otot, dan kelelahan), tingkat mobilitas, daerah
yang mengalami gangguan mobilisasi, lama terjadinya gangguan mobilisasi.
Selain itu, hal yang perlu dikaji adalah riwayat penyakit masa lalu pasien.
13

b. Kemampuan fungsi motorik


Pengkajian fungsi motorik mengkaji dan menilai ada tidaknya kelemahan,
kekuatan, atau spatis pada eksremitas.
c. Kemampuan mobilisasi
Kemampuan mobilisasi dilakukan untuk menilai kemampuan individu untuk
bergerak dan beraktivitas
d. Kemampuan rentang gerak (range of motion/ROM)
 Leher: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, lateral fleksi, dan lateral rotasi.
 Bahu: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi interna, dan rotasi eksterna.
 Siku: fleksi dan ekstensi.
 Lengan bawah: pronasi dan supinasi.
 Pergelangan tangan: fleksi, ekstensi, deviasi radial, deviasi urinal, dan
sirkumduksi.
 Jari tangan: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, sirkumduksi dan oposisi
 Lutut: fleksi dan ekstensi.
 Tumit (pergelangan kaki): infers dan efersi.
 Jari kaki: fleksi dan ekstensi.
 Pangkal paha: rotasi, abduksi dan adduksi.
e. Perubahan intoleransi aktivitas
Pengkajian yang berhubungan dengan sistem respirasi dan sistem
kardiovaskular. Pengkajian sistem respirasi meliputi suara napas, AGD,
gerakan dinding toraks, ada tidaknya mucus, batuk produktif yang disertai
panas, dan nyeri saat bernapas. Pengkajian pada sistem kardiovaskular
meliputi nadi dan tekanan darah, ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer,
thrombus, dan perubahan tanda vital setelah beraktivitas.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan:
 Penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh
 Edema
 Peralatan eksternal, misalnya gips, bidai dan slang infuse
 Insufiensi kekuatan dan daya tahan tubuh untuk bergerak dengan alat
bantu
 Kelelahan
 Kelemahan otot
14

 Nyeri
 Gaya berjalan abnormal
b. Label diagnosis dengan imobilitas sebagai etiologi untuk setiap sistem
tubuh
 Gangguan penurunan curah jantung
 Resiko cidera akibat orhostatik pneumonia
 Intoleransi aktivitas akibat penurunan tonus dan kekuatan otot
 Sindrom perawatan diri akibat penururnan fleksibilitas otot
 Ketidakefektivitan pola napas akibat penurunan ekspansi paru
 Gangguan pertukaran gas di alveoli akibat penurunan ekspansi paru
 Gangguan eliminasi fekal
 Retensi urine
 Inkontinesia urine
 Asupan nutrisi yang tidak adekuat karena menurunnya napsu makan
akibat sekresi lambung dan peristaltic usus menurun
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat asupan yang tidak
adekuat
 Gangguan interaksi social dan konsep diri.
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
a. Meningkatkan toleransi pasien untuk melakukan aktivitas fisik
b. Memulihkan kemampuan pasien untuk bergerak atau berpartisipasi dalam
kegiatan sehari-hari
c. Memulihkan fungsi kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal dan sistem
perkemihan
d. Memperbaiki gangguan psikologis
Rencana keperawatan:
a. Menikatkan kekuatan dan ketahanan otot serta fleksibilitas sendi dengan:
 Melatih postur tubuh yang benar dengan cara mempertahankan posisi
tubuh dalam postur yang benar selama beberapa saat secara berkala
 Menganjurkan latihan ambulasi, misalnya dengan melatih posisi duduk di
tempat tidur, turun dari tempat tidur, serta bergerak ke kursi roda.
 Menganjurkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
 Melakukan latihan isotonic (dynamic exercise), misalnya melakukan ROM
aktif dan pahsif.
15

 Melakukan latihan isometric (static exercise) dengan meningkatkan curah


jantung ringan dan nadi.
b. Memulihkan fungsi kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, dan proses
eliminasi urine.
4. Tindakan Keperawatan
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
 Memiringkan pasien, posisi miring dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan pasien dan memfasilitasi saat penggantian alat tenun.
 Posisi fowler, yaitu posisi setengah duduk atau
duduk dengan bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi, berfungsi untuk memberikan kenyamanan
dan memudahkan fungsi pernapasan. Posisi semi
fowler kemiringan sandaran 30o-45o, sedangkan Gambar 2.5 posisi fowler
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
posisi fowler 60o-90o. dasar manusia

 Posisi sims, posisi miring yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan


dan memfasilitasi pemberian obat supositorial.
Gambar 2.6 posisi sims
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

 Posisi trendelenburg, posisi


berbaring di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah
disbanding kaki, berfungsi untuk
melancarkan aliran darah ke otak.
Letakkan bantal di antara kepala dan Gambar 2.7. posisi trendelenburg
sandaran tempat tidur serta bawah Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia
lipatan lutut.
 Posisi genupectoral (menungging),
kedua kaki ditekuk dan lengan bawah
menempel di alas tempat tidur,
berfungsi untuk memfasilitasi
pemeriksaan daerah rectum dan
sigmoid. Gambar 2.8. posisi genupectoral
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

 Posisi dorsal recumber, berabring


telentang di atas tempat tidur dengan
kedua lutut ditekuku dan

Gambar 2.9 posisi dorsal recumber


Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia
16

direnggangkan. Dilakukan saat pemeriksaan genitalia, proses persalinan,


pemeriksaan tubuh bagian atas, dan pemasangan kateter internal.

 Posisi litotomi, berbaring telentang mengangkat kedua kaki dan


menariknya sejajar atau lebih tinggi dari panggul. Dilakukan saat
pemeriksaan genitalia dan pinggul, proses persalinan, dan pemasangan alat
kontrasepsi.

Gambar 2.10 posisi litotomi A. tanpa


alat bantu B. dengan alat bantu
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

b. Latihan ROM (range of motion) pahsif


 Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
1) Atur lengan pasien menjauhi sisi tubuh
dengan siku menekuk
2) Pegang tangan pasien dengan satu tangan
dan pegang pergelangan tangan pasien
dengan tangan yang lain
3) Tekuk pergelangan tangan pasien ke
depan sejauh mungkin. Lalu kembalikan
ke posisi semula
4) Tekuk pergelangan tangan pasien ke
belakang sejauh mungkin. Lalu Gambar 2.11. fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan
kembalikan ke posisi semula Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

 Fleksi dan ekstensi siku


Atur lengan pasien menjauhi sisi tubuh dengan
telapak tangan mengarah ke tubuh
1) Tahan bagian lengan atas di atas siku
pasien dengan satu tangan dan pegang
telapak tangan pasien dengan tangan yang
lain

Gambar 2.12 fleksi dan ekstensi siku


Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia
17

5) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekati bahu. Lalu


kembalikan ke posisi semula
 Pronasi dan supinasi lengan bawah
1. Atur lengan pasien menjauhi sisi tubuh dengan siku menekuk

Gambar 2.13. fleksi dan supinasi


lengan bawah
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

2. Pegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan dan pegang


telapak tangan pasien dengan tangan yang lain
3. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arah pasien. Kembalikan ke posisi semula
4. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya membelakangi
pasien. Kembalikan ke posisi semula
 Pronasi dan fleksi bahu

Gambar 2.14. pronasi dan fleksi bahu


Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

1) Letakkan lengan pasien di sisi tubuhnya


2) Letakkan satu tangan perawat di atas siku
pasien dan pegang telapak tangan pasien
dengan tangan yang lain.
3) Angkat lengan pasien. Lalu kembalikan ke
posisi semula
 Abduksi dan adduksi bahu
1) Letakkan lengan pasien di sisi tubuhnya
2) Letakkan satu tangan perawat di atas siku

Gambar 2.15. abduksi dan adduksi


bahu
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia
18

pasien dan pegang telapak tangan pasien dengan tangan yang lain.
3) Gerakkan tangan pasien kea rah perawat, menjauhi tubuh pasien.
Kembalikan ke posisi semula
 Rotasi bahu
Atur lengan pasien menjauhi sisi tubuh dengan
siku menekuk
1) Pegang lengan atas pasien dekat siku dengan
satu tangan dan pegang telapak tangan pasien
dengan tangan yang lain
2) Gerakkan lengan bawah ke bawah dengan
telapak tangan menghadap ke bawah hingga
menyentuh tempat tidur. Kembalikan ke
posisi semula

3) Gerakkan lengan bawah ke belakang dengan Gambar 2.16 rotasi bahu


Sumber: catatan ringkas kebutuhan
telapak tangan menghadap ke atas hingga dasar manusia
menyentuh tempat tidur. Kembalikan ke
posisi semula
 Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki

Gambar 2.17. fleksi dan ekstensi jari-


jari kaki
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

1) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan dan pegang bagian
pergelangan kaki dengan tangan lainnya.
2) Bengkokkan atau tekuk jari-jari kaki ke bawah. Kembalikan ke posisi
semula
3) Dorong jari-jari kaki ke belakang. Lalu, kembalikan ke posisi semula
19

 Infers dan efersi kaki


1) Pegang telapak kaki pasien dengan satu
tangan dan pegang pergelangan kaki
dengan tangan lainnya.
2) Putar kaki ke arah dalam sehingga telapak
kaki menghadap ke kaki yang lain.
Kembalikan ke posisi semula
3) Putar kaki ke arah luar sehingga telapak
kaki membelakangi kaki yang lain.
Gambar 2.18. infers dan efersi kaki
Kembalikan ke posisi semula Sumber: catatan ringkas kebutuhan
 Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki dasar manusia

1) Pegang pergelangan kaki pasien dengan satu


tangan dan pegang pergelangan kaki dengan
tangan lainnya. Jaga kaki pasien agar tetap
lurus dan rileks.
2) Tekuk pergelangan kaki pasien ke arah dada
paisen. Lalu kembalikan ke posisi semula
3) Tekuk pergelangan kaki pasien menjauhi
dada pasien. Lalu kembalikan ke posisi
semula
Gambar 2.19 fleksi dan ekstensi
 Fleksi dan ekstensi lutut pergelangan kaki
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

Gambar 2.20. fleksi dan ekstensi


lutut
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

1) Pegang bagian bawah lutut pasien dengan satu tangan dan bagian tumit
pasien dengan tangan lainnya.
2) Angkat kaki, tekuk pada lutut serta pangkal paha.
3) Dorong terus lutut yang ditekuk ke arah dada sejauh mungkin
4) Luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas. Kembalikan ke posisi
semula
20

 Rotasi pangkal paha

Gambar 2.21 rotasi pangkal paha


Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

1) Pegang pergelangan kaki pasien


dengan satu tangan dan bagian atas lutut pasien dengan tangan
lainnya.
2) Putar kaki menjauhi perawat. Lalu, putar kaki mendekati perawat.
Kembalikan ke posisi semula.
 Abduksi dan adduksi pangkal paha

Gambar 2.22 adduksi dan abduksi


pangkal paha
Sumber: catatan ringkas kebutuhan
dasar manusia

1) Pegang bagian bawah lutut pasien dengan satu tangan dan bagian
bawah tumit pasien dengan tangan lainnya.
2) Angkat kaki sekitar 8 cm dari tempat tidur
3) Gerakkan kaki menjauhi badan pasien, kemudian Gerakkan kaki
mendekati badan pasien. Jaga posisi kaki pasien tetap lurus.
Kembalikan ke posisi semula
c. Latihan ambulasi
 Memindahkan Pasien oleh Dua atau Tiga Perawat
Pemindahan ini dapat dari te mpat tidur ke brankar atau dari satu tempat tidur
ke tempat tidur yang lain. Pemindahan ini biasanya dilakukan pada pasien
yang tidak dapat melakukan pemindahan sendiri. Hal yang perlu disiapkan
sama dengan pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi roda.
Tujuan: memindahkan pasien dari ruangan ke ruangan lain untuk tujuan
tertentu (pemeriksaan diagnostik, pindah ruangan, dll.).
21

Alat dan bahan


1. Brankar atau tempat tidur
2. Bantal (perlu)
Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Lakukan persiapan seperti yang disebut di atas.
3. Dua atau tiga perawat dengan tinggi badan kurang lebih sama yang berdiri
berdampingan menghadap tempat tidur pasien.
4. Setiap orang bertanggung jawab untuk satu-satunya area tubuh pasien
(kepala dan bahu, panggul, paha, dan pergelangan kaki).
5. Masing-masing pasien membentuk dasar pijakan yang luas yang mendekat
ke tempat tidur di depan, lutut agak fleksi.
6. Lengan pengangkat di bawah kepala dan bahu, panggul, paha, dan
pergelangan kaki pasien, dengan jari jemari mereka menggenggam sisi
tubuh pasien.
7. Pengangkat menggulingkan pasien ke arah dada mereka.
8. Pada hitungan ke-3, pasien diangkat dan digendong ke dada perawat.
9. Pada hitungan ke-3 yang kedua, perawat melangkah ke belakang dan
menumpu salah satu kaki untuk menuju ke brankar / tempat tidur lain,
dengan bergerak ke depan bila perlu.
10. Perawat dengan perlahan menurunkan pasien ke bagian tengah brankar /
tempat tidur dengan memfleksikan lutut dan panggul mereka sampai siku
mereka pada setinggi di tepi brankar / tempat tidur.
11. Perawat mengkaji kesejajaran tubuh pasien, tempatkan pagar tempat tidur
pada posisi terpasang.
12. Posisikan pasien pada posisi yang dipilih.
13. Observasi pasien untuk menentukan tanggapan terhadap pemindahan.
Observasi terhadap kesejajaran tubuh yang tepat dan adanya titik tekan.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
15. Catat prosedur dalam catatan keperawatan.
22

 Membantu Pasien Berjalan


Seperti halnya tindakan lain, membantu pasien berjalan memerlukan
persiapan. Perawat mengkaji toleransi pasien terhadap aktivitas, kekuatan,
adanya nyeri, koordinasi, dan keseimbangan pasien untuk menentukan jumlah
bantuan yang diperlukan pasien. Aktivitas ini mungkin memerlukan alat,
seperti kruk, tongkat, dan walker. Namun, pada prinsipnya perawat dapat
melakukan aktivitas ini meskipun tanpa menggunakan alat.
Tujuan:
1. Memulihkan kembali aktivitas.
2. Mencegah terjadinya kontraktur sendi dan flaksid otot.
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Uraian berikut membantu pasien berjalan tanpa menggunakan alat.
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Minta pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang
telapak tangan perawat.
4. Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan tangan pada bahu
pasien.
5. Bantu pasien untuk jalan.
6. Observasi respons pasien saat berdiri dari tempat tidur (frekuensi nadi dan
tanda hipotensi ortostatik).
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
8. Catat tindakan dan respons pasien.

 Membuat pasien duduk di tempat tidur


Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien. Perhatikan tindakan persiapan yang harus dilakukan sebelum
membantu pasien mengambil posisi duduk
Tujuan
 Memenuhi kebutuhan mobilitas
 Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas
23

 Mempertahankan kenyamanan
Prosedur kerja
1. Lakukan persiapan
2. Cuci tangan sebelum tindakan dilakukan
3. Tempatkan pasien pada posisi telentang
4. Singkirkan bantal dari tempat tidur
5. Perawat menghadap ke tempat tidur
6. Tempatkan kaki merengang dengan satu kaki lebih mendekat ke tempat
tidur dibandingkan kaki yang lain
7. Tempatkan tangan yang lebih dekat ke pasien di bawah bahu, yang
menyokong kepala dan tulang belakang
8. Tempatkan tangan yang lain dipermukaan tempat tidur.
9. Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan anda dari
kaki depan ke kaki belakang
10. Dorong dengan arah berlawanan tempat tidur dengan menggunakan lengan
yang ditempatkan di permukaan tempat tidur
11. Turunkan tempat tidur
12. Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, dan titik potensi
tekanan
13. Catat prosedur termasuk : posisi yang ditetapkan, kondisi kulit, gerakan
sendi, kemampuan pasien membantu bergerak dan kenyamanan pasien.
14. Cuci tangan

 Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi Roda

Aktivitas ini dilakukan pada pasien yang menubuhkan bantuan untuk


berpindah dari tempat tidur ke kursi roda. Beberapa persiapan untuk
memindahkan pasien adalah kaji kekuatan otot pasien, mobilitas sendi,
toleransi aktivitas, tingkat kesadaran, tingkat kenyamanan.dan kemampuan
untuk mengikuti instruksi siapkan alat yang diperlukan (misal: sabuk
pemindah, kursi roda [posisi kursi pada sudut 45 ° terhadap tempat tidur
dikunci, angkat penyokong kaki, dan kunci kaki tempat tidur) jelaskan
prosedur pada pasien tutup pintu atau pasang tirai dan cuci tangan.
Tujuan:
1. Melatih otot skelet untuk mencegah kontraktur atau sindrom disuse.
2. Mempertahankan kenyamanan pasien
3. Mempertahankan kontrol diri pasien.
4. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan (diagnostik, fisik, dll.)
Alat dan bahan: Kursi roda
Prosedur kerja
24

1. Cuci tangan.
2. Lakukan persiapan yang telah disebutkan di atas.
3. Bantu pasien unruk posisi duduk di tepi tempat tidur. Siapkan kursi roda
dalam posisi 45 ° terhadap rempat tidur.
4. Pasang sabuk pemindah bila perlu.
5. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu / sandal yang stabil dan
tidak licin.
6. Renggangkan kedua kaki Anda.
7. Fleksikan panggul dan lutut Anda, sejajarkan lutut Anda dengan lutut
klien.
8. Genggam sabuk pemindah dari bawah atau rangkul aksila pasien dan
tempatkan tangan Anda di skapula pasien. Angkat pasien sampai berdiri
pada hitungan ke-3 sambil meluruskan panggul dan tungkai Anda,
dengan tetap mempertahankan lutut agak fleksi.
9. pertahankan stabilitas tungkai yang lemah atau paralisis dengan lutut.
10. Tumpukan pada kaki yang jauh dari kursi.
11. Instrusikan pasien unmk menggunakan lengan yang memegang kursi
untuk menyokong.
12. Fleksikan panggul dan lutut Anda sambil menurunkan pasien ke kursi.
13. Kaji pasien untuk kesejajaran yang cepat untuk posisi duduk.
14. Posisikan pasien pada posisi yang dipilih,
15. 0bservasi pasien untuk menentukan respons terhadap pemindahan.
Observasi terhadap kesejajaran tubuh yang tepat dan adanya titik rekan.
16. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
17. Catar prosedur dalam catatan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi masalah keperawatan dilihat dari peningkatan atau pemulihan fungsi
sistem tubuh, kekuatan dan ketahanan otot, fleksibilitas sendi, serta fungsi
motorik, timbulnya rasa nyaman pada pasien dan terdapat keceriaan pada
wajah pasien.
25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pergerakan normal dan stabilitas adalah hasil kerja dari sistem
musculoskeletal, sistem saraf, dan struktur telinga bagian dalam yang utuh
yang bertanggung jawab untuk keseimbangan.
2. Tipe-tipe latihan yaitu Latihan isotonic, Latihan isometric (statis atau di
tempat), Latihan isokinetik (resistif), dan Latihan aerobic. Ambulasi adalah
sebuah teknik perawatan post operative dimana seorang pasien akan keluar
dari tempat tidur dan berada dalam kegiatan ringan (seperti duduk, berdiri,
atau berjalan).
3. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur sehingga dapat beraktivitas yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Jenis-jenis mobilitas yaitu mobilitas penuh dan
mobilitas sebagian. Sedangkan Ambulasi (aktivitas berjalan) adalah sebuah
fungsi yang kurang dihargai oleh sebagian besar orang. Manfaat ambulasi
untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis dan mengurangi
komplikasi immobilisasi.
4. Imobilisasi merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat bergerak dengan
bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan. Jenis-jenis imobilisasi
yaitu imobilitas fisik, emosional, intelektual dan social.
5. Asuhan keperawatan mengenai imobilisasi yaitu pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi.
B. Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini
terdapat kekurangan . Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran
saudara(i) demi kesempurnaan kedepannya.
26

DAFTAR PUSTAKA

Barbara kozier [et.al]. 2010. Fundamental Of Nursing: consepts, process,

and practice. Jakarta:2011.

Caroline Bunker Rosdahi dan Mary T.Kowalsky. 2014. Buku Ajar

Keperawatan Dasar (terjemahan Wuri Praptiani). Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Hidayat, aziz alimul dan hamid, achir yani. 2004. Buku Saku Praktikum

Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.

Mubarak, Wahid Iqbal [et.al]. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.

Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Patricia A.Potter dan Anne G.Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi

7 buku 3. Singapore:2010.

Saputra, Lyndon. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia.

Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai