ILMU pengetahuan dan teknologi harus berdasarkan kebutuhan dunia industri, bukan lagi hanya
penelitian yang berakhir di atas kertas. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Ener-gi dan Sumber
Daya Mineral Arcandra Tahar ketika memberikan pencerahan kepada sivitas akademika dan
ratusan mahasiswa baru Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Nusa Tenggara Barat, seperti
diwartakan Antara, Senin (25/9).
Penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan Indonesia saat ini, kata dia, ialah
yang bisa digunakan untuk pemanfaatan sumber daya alam (SDA). "Saya berpesan kepada para
dosen, jangan lagi kita melakukan sesuatu kegiatan penelitian berdasarkan rasa ingin tahu.
Bagaimana rasanya hidup di Planet Mars, misalnya. Mungkin belum sampai di situ kebutuhan
kita. Kebutuhan kita yang dasar-dasar saja," ujarnya.
Hal yang paling memungkinkan, kata dia, ialah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
dimiliki Indonesia saat ini. Namun, menurut Arcandra, ada ke-senjangan kualitas sumber daya
manusia (SDM), teknologi, dan pendanaan untuk pemanfaatan SDA tersebut sehingga harus
memanfatkan sumber dari luar negeri. "Pendanaan pengelolaan SDA, kalau bisa, berasal dari
negeri sendiri, tapi kenyataannya kita masih membutuhkan dari asing karena besarnya risiko
untuk penelitian pemanfaatan SDA," ujarnya.
Untuk itu, Arcandra mengajak semua pihak untuk tidak lagi berpikir secara emosional bahwa
bangsa Indonesia bisa melakukan pemanfaatan SDA sendiri, tanpa melihat fakta kesenjangan
yang terjadi saat ini. "Harapan saya, semoga kita semua bisa benar-benar paham bahwa
pengelolaan SDA membutuhkan SDM dari bangsa lain. Nantinya cita-cita bangsa kita sendiri
mampu mengelola, tapi untuk gap yang ada, mari sama-sama membuka diri bahwa kita
membutuhkan teknologi, pendanaan, human resources dari bangsa lain," ujarnya.
Ia juga mengajak semua komponen bangsa bekerja sama dan jangan mengembangkan rasa
nasionalisme yang sempit. Sudah selayaknya sekarang ini berpikir bagaimana berbuat untuk
mengembangkan sumber daya alam untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat.
DATA:
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan, meski
dirinya kerap menyuarakan narasi antiasing, bukan berarti dirinya menolak asing. Bahkan, dia
menyebut Indonesia membutuhkan asing.
"Jadi bukan kita antiasing, kita mau bersahabat sama asing, kita butuh asing. Tapi kita jangan
terlalu lugu, jangan kita biarkan kekayaan kita diambil dan elite kita diem, santai aja gitu loh,"
ujar Prabowo di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).
DATA: CONTRA
0 Komentar
BANDUNG - Indonesia belum mandiri dan menentukan nasibnya sendiri. Hal ini bisa
dilihat dari berbagai indikator.
Menurut CEO MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, salah satu indikatornya adalah
Indonesia masih bergrantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pokok. "Bukan
hanya barang mewah yang masuk, tetapi sekarang termasuk kebutuhan pokok. Itu
menunjukkan kita belum merdeka," kata Hary dalam seminar nasional "Pemuda
Kreatif, Pahlawan Era Globalisasi" di Telkom University Bandung, Kamis
(11/12/2014).
BERITA TERKAIT+
Tingkatkan Penelitian, Telkom University Gelontorkan Anggaran Rp6,8 Miliar
Senyum Amir Usai Terima Beasiswa dari Telkom University
Mahasiswa Indonesia Juarai Kontes Robot Internasional di Singapura
Seperti diketahui, saat ini Indonesia mengimpor berbagai kebutuhan pokok di
antaranya beras, jagung, kedelai, daging sapi, sapi hingga garam. Nilai impor produk
pertanian Indonesia pun tak sedikit sepanjang 2013 sebesar USD14,90 miliar.
Selain itu, menurut Hary, ekonomi Indonesia masih bergantung pada investasi asing.
Padahal, potensi investor domestik sangat besar. Hary menilai, yang perlu dilakukan
adalah mengedukasi investor-investor potensial tersebut.
Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM realisasi investasi periode
Januari-September 2014 mencapai Rp342,7 triliun. Investasi tersebut terdiri dari
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp114,4 triliun. Sementara,
Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp228,3 triliun. Artinya investasi asing
mencapai 66,6 persen dari total nilai investasi.
Hary melihat Indonesia memiliki modal yang kuat untuk menjadi negara maju, bila
negara dikelola dengan benar. Selain memiliki beragam kekayaan seperti tanah subur,
kekayaan perut bumi, dan berbagai kekayaan lain, Indonesia juga memiliki populasi
yang besar.
"Populasi kita 250 juta penduduk dengan pertumbuhan penduduk 1,2 persen.
Diprediksi, 20 tahun mendatang melebihi Amerika Serikat. Artinya kita akan menjadi
kekuatan luar biasa," kata HT.
Populasi yang luar biasa tersebut membawa konsekuensi pada jaminan keadilan.
Keadilan yang dimaksud adalah keadilan di mata hukum dan keadilan sosial.
"Soal keadilan sosial, termasuk juga adil dalam akses pendidikan. Akses pendidikan
yang baik diperlukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia," imbuhnya.