Anda di halaman 1dari 3

F.

Tantangan Tim

Pekerjaan tim tidak berhasil, bisa saja mengalami kegagalan. Kegagalan dapat disebabkan karena
kesalahan dalam menejemen maupun karena harapan yang tidak realistis (Kreitner dan Kinicki, 2010:
313)

1. Kesalahan dilakukan manajemen. Kesalahan terjadi karena manajemen melakukan pekerjaan buruk
dalam menciptakan lingkungan yang mendukung tim dan kerja sama. Hal tersebut terjadi karena : (a) tim
tidak dapat mengatasi kelemahan strategi dan praktik bisnis buruk (b) lingkungan bermusuhan terhadap
tim (common and control culture, competitive/individual reward plans, management resistance), (c) tim
dipakai sebagai mode, ditetapkan dengan cepat, tidak ada komitmen jangka panjang, (d) pelajaran dari
satu tim tidak ditransfer ke lainnya (eksperimentasi terbatas dengan tim) (e) samar samara tau konflik
penugasan tim, (f) staffing tim buruk dan (g) kurangnya kepercayaan.

2. Masalah dialami anggota tim. Harapan yang tifak realistis menyebabkan frustasi. Frustasi pada
gilirannya mendorong orang meninggalkan tim. Baik manajer dan anggota tim menjadi korban oleh
harapan yang tidak realistis. Hal tersebut terjadi karena: (a) tim berusaha melakukan terlalu banyak dan
terlalu cepat, (b) konflik atas perbedaan dalam gaya pekerjaan personal (dan/atau konflik kepribadian) (c)
terlalu menekankan pada hasil, tidak cukup pada proses tim dan dinamika kelompok,(d) hambatan yang
diantisipasi menyebabkan tim berhenti, € resistensi untuk melakukan sesuatu secara berbeda, (f)
keterampilan interpersonal buruk (agresif daripada komunikasi asertif, konflik distruktif negosiasi win-
lose, (g) interpersonal chemistry buruk dan (h) kurangnya kepercayaan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, efektivitas tim kerja dapat ditingkatkan melalui
Coorperation, Trust dan Cohesiveness (Kreitner dan Kinicki, 2010: 314)

1. Cooperation, kerja sama Individu dikatakan bekerja sama apabila usaha mereka secara
sistematis diintegrasikan untuk mencapai tujuan kolektif semakin besar integrasi, semakin besar
tingkat kerja sama. Penelitian yang pernah dilakukan kerja sama menyimpulkan bahwa: (a) kerja
sama superior terhadap kompetisi dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas, (b) kerja
sama superior terhadap usaha individualistic dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas, (c)
kerja sama tanpa kompetisi antara kelompok meningkatkan prestasi dan produktivitas lebih
tinggi daripada kerja sama dengan kompetisi antar kelompok.

2. Trust, kepercayaan. Kepercayaan adalah merupakan keyakinan yang bersifat memberi dan
menerima pada maksud dan perilaku orang lain. Ketika kita melihat orang lain bertindak dengan
cara yang menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka mempercayai kita, kita menjadi
lebih mempercayai mereka. Sebaliknya kita menjadi tidak percaya kepada mereka yang
tindakkannya tampak melanggar kepercayaan kita atau tidak mempercayai kita. Suatu sifat
kepribadian yang menyangkut keinginan umum seseorang untuk mempercayai orang
dinamakan propensity to trust , kecendrungan untuk mempercayai. Kepercayaan perlu
dihasilkan, tidak dapat di minta. Kepercayaan berakhir pada kredbilitas, menjadi dapat
dipercaya melalui integritas, keinginan, kapabilitas dan hasil. Kepercayaan dapat dibangun
melalui: (a) communication (komunikasi) (b) support (dukungan) (c) respect (hormat) (d)
fairness (kejujuran) (e) predictability (dapat diramalkan) dan (f) competence (kompetensi)
3. Cohesiveness, kohesivitas, kepaduan. Kohesivitas adalah suatu proses di mana :Rasa Ke-Kita-
an” muncul melebihi perbedaan dan motif individual. Alasan terjadinya kohesivitas adalah:
karena mereka saling menyenangi organisasi, atau karena mereka saling memerlukan untuk
menyelesaikan tujuan bersama. Karena itu, kohesivitas dapat dibedakan menjadi Socio-
Emotional dan Instrumental Cohesiveness.

a. Socio-emotional cohesiveness adalah perasaan kebersamaan didasarkan dengan cara sebagai


berikut: (i) menjaga agar kelompok relative kecil, (ii) berusaha keras untuk memperoleh citra
publik untuk meningkatkan status dan prestise menjadi bagian, (iii) mendorong interaksi dan
kerja sama, (iv) menekankan karakteristik dan minat bersama anggota, dan (v) menunjukkan
tantangan lingkungan (mis prestasi pesaing) mengumpulkan kelompok.

b. Instrumental Cohesiveness adalah perasaan kebersamaan bedasar pada saling ketergantungan


yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan. Kohesivitas ini dapat ditingkatkan dengan cara
sebagai berikut: (i) secara regular meng-update dan mengklarifikasi tujuan kelompok (ii)
memberi setiap anggota kelompok suatu tindakan penting (iii) saluran masing-masing anggota
kelompok talenta khusus terhadap tujuan bersama, (iv) mengenal dan menyamankan
penguatan kotribusi setiap anggota, dan (v) sering mengingatkan anggota kelompok bahwa
mereka saling memerlukan untuk menjalankan pekerjaan.

Robbins dan Judge, (2011:364) mengingatkan bahwa tim tidak selalu menjadi jawaban atas
semua masalah. Adakalanya kita harus memutuskan untuk menggunakan individual daripada tim. Kerja
sama tim memerlukan lebih banyak waktu dan sering lebih banyak sumber daya daripada pekerjaan
individual. Tim dapat meningkatkan tuntunan komunikas, konflik dalam mengelola dan menjalankan
rapat. Karenanya, manfaat menggunakan tim harus melebihi korbanan. Sebelum secara terburu-buru
mengimplementasikan tim secara berhati- hati menilai apakah pekerjaan memerlukan atau akan mendapat
manfaat dari usaha kolektif.

G. Mengubah Individu Menjadi Pemain Tim


Tim dapat dibangun dalam suatu organisasi yang hidup dalam masyarakat yang cenderung
bersifat individualistic maupun kolektvistik. Budaya masyarakat akan mempunyai pengaruh pada
karakteristik individu yang pada gilirannya memengaruhi cara mengubah individu menjadi pemain tim.

Robbins dan Judge, (2011:363) merekomendasi langkah sebagai berikut:

1. Selecting: Hiring Team Players. Beberapa orang telah memiliki keterampilan interpersonal menjadi
pemain tim yang efektif. Ketika menerima anggota tim, pastikan calon dapat memenuhi peran tim mereka
sebagai persyaratan teknis. Apabila menghadapi calon yang kekurangan keterampilan tim, manajer
mempunyai tiga pilihan. Calon dapat mengikuti pelatihan untuk membuat mereka menjadi pemain tim.
Pilihan kedua adalah memindahkan mereka keunit kerja lain yang tidak memiliki tim atau ketiga tidak
menerima mereka.

2. Training: Creating Team Players. Spesialis pelatihan dapat melakukan latihan yang memungkinkan
pekerja mencari pengalaman kerja sama yang memuaskan. Lokakarya dapat membantu pekerja
memperbaiki pemecahan masalah, komunikasi, negosiasi, manajemen konflik,dan keterampilan coaching.
3. Rewarding: Providing Incentives to be a Good Team Players. Sistem reward organisasi harus ditinjau
kembali untuk mendorong usaha kooperatif daripada kompetitif. Hallmark Cards, Inc. menambahkan
pada system insentif individualnya bonus tahunan bedasar pada prestasi tujuan organisasi. Whole Foods
mengarahkan kebanyakan reward berbasis kinerja terhadap tujuan tim. Sebagai akibatnya tim memilih
anggota baru secara berhati-hati sehingga mereka akan memberikan kontribusi pada efekivitas tim.

Anda mungkin juga menyukai