Anda di halaman 1dari 15

BENTUK GLOBALISASI: EKONOMI, POLITIK DAN BUDAYA

Ahmad Junaedi
(Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
Email : junaedi8812@gmail.com
A. Pendahuluan
Kemajuan globalisasi mengancam dalam memutarbalikkan semua asumsi
konvensional tentang hubungan antara politik dan ekonomi yang dimana nantinya
ekonomi akan berkuasa atas politik. Ketika pemerintahan – pemerintahan
dimanapun tidak berdaya menghadapi tekanan – tekanan yang dimunculkan oleh
pasar – pasar global dan persaingan internasional yang semakin ketat. Maka
terdapat tiga bentuk globalisasi yang diantaranya, globalisasi ekonomi, globalisasi
kebudayaan, dan globalisasi politik sebagai bentuk dalam mempengaruhi ekonomi
politik yang terjadi di setiap pemerintahan.

Sebagai bentuk munculnya globalisasi di pasar dunia, tidak lepas dari


dampak yang lebih luas terhadap pertukaran budaya yang mempengaruhi ekonomi
dan poltik seperti perdagangan pasar McDonaldisasi proses di mana komoditas –
komoditas global dan praktek – praktek perdagangan dan pemasaran yang terkait
dengan industri makanan cepat saji menjadi mendominasi sektor – sektor
ekonomi.

Ketika kita memahami globalisasi sebagai sebuah konsep yang licin dan
tidak mudah dipahami. Maka fonemana globalisasi lebih banyak ketertarikan
sejak tahun 1980-an, dikarenakan istilah tersebut dijadikan sebagai dasar dari
sebuah proses untuk menunjuk apapun tentang kebijkan, strategi pemasaran,
sebuah permasalahan bahkan sampai ke sebuah ideologi. Globalisasi bahwasanya
bukanlah sebuah proses tunggal, melainkan sebuah proses – proses terikatan yang
rumit yang terkadang terjadi saling tumpang tindih dan memiliki keterkaitan. Hal
itu juga terkadang membuat globalisasi saling kontradiktif dan berlawanan. Oleh
karenanya sulit untuk mengartikan bahwa globalisasi sebagai tema tunggal.

1
Maka dalam periode ini, dengan munculnya globalisasi neoliberal sebagai
hal baru di era modern dengan pokok bahwasanya ekonomi berjalan paling baik
ketika lepas campur tangan dari pemerintah, dengan merefleksikan sebuah
keyakinan pada ekonomi pasar bebas dan individualisme atomistik. Sementara
dengan kapitalisme pasar yang tidak diatur dapat menghasilkan efisiensi,
pertumbuhan dan kemakmuran yang meluas, keterlambatan dari negara nantinya
dapat mengahalangi inisiatif dan menghambat usaha. Kebijakan-kebijakan
globalisasi neoliberal nantinya menghasilkan privatisasi, belanja publik rendah,
dan deregulasi, pemotongan pajak dan pengurangan dana kesejahteraan.

Ketidaksetaraan yang berkembang terhadap ekonomi dunia akan


menimbulkan resiko terbesar untuk masa depan. Kondisi yang tidak adil tersebut
menimbulkan Negara-negara maju dengan negara sedang berkembang akan terus
berlanjut, maka tujuan globalisasi akan semakin jauh dari kata sukses. Saat ini,
negara maju yang turut andil pula dalam perekonomian liberal dunia menjadi
sorotan bagi globalisasi dikarenakan kekuatan ekonomi negara maju yang tentu
lebih kuat. Sistem yang adil dalam mengakses pasar oleh negara lain yang sedang
berkembang merupakan hal yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang mendasar.

Hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap seluruh bidang


kehidupan sosial dan ekonomi dalam perkembangannya akan mengancam
persatuan dan keksatuan suatu bangsa dikarenakan konflik yang ditimbulkannya.
Kompetisi atau persaingan ekonomi, dan ancaman persatuan bangsa merupakan
masalah mendasar dalam globalisasi. Pada dasarnya pengaruh arus globalisasi
tersebut sulit untuk dapat dicegah dan memerlukan adanya perhatian dalam
bergbagai kemungkinan tantangan yang akan dihadapi oleh setiap negara,
ancaman, hambatan serta gangguan yang ada agar dapat menciptakan kebijakan
dan strategi untuk mengatasinya. Tentu saja diharapkan bagi setiap negara untuk
sadar akan pentingnya mewaspadai terhadap kemungkinan tantangan globalisasi
yang akan dihadapi. Sehingga, setiap negara mau tidak mau, ataupun suka atau

2
tidak suka, serta siap atau tidak siap setiap negara nantinya akan memasuki arus
globalisasi dunia, yang dapat menimbulkan tantangan serta peluangnya.

B. Pembahasan

Kenichi Ohmae (1989) mendefinisikan globalisasi sebagai ‘dunia tanpa


batas’ yang artinya globalisasi tidak hanya berjalan pada batas - batas suatu
wilayah nasional dan negara terhadap batas – batas politik tradisional. Tetapi,
globalisasi juga menjadi pembagian – pembagian masyarakat yang sebelumnya
terpisahkan oleh waktu dan yang semakin kurang signifikan dan relevan. m
Sedangkan Scholte (2005) mengartikan keterkaitan globalisasi dengan
pertumbuhan hubungan – hubungan ‘suprateritorial’ antara masyarakat di
seluruh dunia dimana dalam kehidupan sosial telah melampaui batas teritorial
dngan meningkatnya hubungan komunikasi dan interaksi lintas batas dan lintas
global. Makanya, bisa dikatakan konsep dasar dalam globalisasi ialah kompresi
ruang dan waktu yang dimana menjadi sebuah keharusan dalam perkembangan
zaman sehingga terdapat intensifikasi proses dari masyarakat regional menjadi
masyarakat internasional.(Jati, 2013)

Globalisasi merupakan sebuah proses yang bersifat top down, yakni


pembentukan sebuah sistem global tunggal yang bergerak keseluruh belahan
dunia. Artinya globalisasi terkait pula dengan homogenisasi terkait kecendrungan
yang terdiri dari seluruh bagian atau unsur untuk menjadi bagian yang sama dan
identik. Akan tetapi, globalisasi seringkali beriringan dengan lokalisasi,
regionalisme dan multikulturalisme. Hal tersebut terjadi dikarenakan
keberagaman alasan yang muncul, diantaranya :

1. Kemampuan negara – nasional yang menurun untuk pengorgannisasian


kehidupan ekonomi dan politik dalam cara yang bermakna sehingga
menyebabkan kekuasaan menjadi tersedot ke bawah ataupun sebaliknya
tergencet keatas.
2. Ketakutan akan ancaman homogenisasi

3
3. Pembentukan pola-pola keragaman sosial dan kebudayaan bagi negara
berkembang dan negara maju.

Maka saling berketerkaitan yang dimunculkan oleh globalisasi harus


berdasarakan sifat multidimensional yang artinya globalisasi berjalan secara
sistematik dan saling berketergantungan memberikan makna bagi kehidupan kita
yang semakin ditentukan dan dipengaruhi oleh keputusan – keputusan serta
tindakan – tindakan yang berlangsung disebuah tempat. Munculnya anggapan
tentang globalisasi yang telah melemahkan negara dan telah mereduksi dengan
segala atribut baik itu teritori maupun kedaulatan, yaitu kemampuan sebuah
negara dalam merespon kondisi eksternal negara, kapasitas dari negara tersebut
dalam menghadapi globalisasi, dan pentingnya power dari negara itu sendiri
dalam menghadapi dinamika dunia internasional (Weiss 2000 dalam
Kusumawardhana & Zulkarnain, 2016)

Gambar 1. Saling ketergantungan sistematik


Global

Nasional Nasional

Lokal Lokal

Sumber : (Heywood, 2014)

Bentuk globalisasi dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. Globalisasi Ekonomi
Hal ini menjadikan berkurangnya kapasitas pemerintahan nasional
dalam mengatur dan mengelola ekonomi – ekonomi pemerintahan tersebut
dan penolakan terhadap rekstruksi pemerintahan selaras dengan garis –
garis besar pasar bebas dalam perkembangan globalisasi ekonomi.

4
Sehingga tidak adanya ekonomi nasional yang terpisah maupun
menyendiri dikarenakan saling terkaitnya dalam ekonomi global.
Globalisasi ekonomi mencerminkan aliran – aliran modal dan barang
lintas negara, menghancurkan ide tentang kedaulatan ekonomi. Proses dari
globalisasi ekonomi sendiri ialah terjadinya suatu perubahahan
perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau secara terstruktur dan
berkembang dengan pesat yang mengikuti kemajuan teknologi dengan
proses yang semakin cepat. Perkembangan globalisasi ekonomi terlihat
dengan meningkatnya hubungan saling ketergantungan dan juga
memperkuat persaingan antar negara yang tidak hanya bergerak di
perdagangan internasional melainkan juga dalam investasi, finansial dan
produksi. Globalisasi ekonomi sendiri ditandai dengan semakin tipisnya
batas kegiatan ekonomi atau pasar baik dalam skala nasional maupun
regional, tetapi harus bergerak dalam skala internasional yang melibatkan
banyak negara. Globalisasi ekonomi pun dapat diartikan sebagai
pengaturan sosial untuk produksi, pertukaran, distribusi dan konsumsi lahan,
modal, barang dan layanan tenaga kerja.(Waters, 2011)
Berbagai alasan penyebab semakin menipisnya batas – batas kegiatan
ekonomi secara nasional maupun regional, seperti yang dikatakan oleh
(Halwani,2002) ialah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih
dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang
semakin terbuka, keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang
digunakan oleh berbagai negara, metode produksi dan perakitan dengan
organisasi manajemen yang semakin efisien, dan pesatnya perkembangan
perusahaan multinasional di sebagian negara. (Zaroni, 2015)

b. Globalisasi Kebudayaan

Pertumbuhan globalisasi kebudayaan didasari karena informasi dan


gambaran dari suatu wilayah dalam pemasaran yang dilakukan telah
masuk sebagai sebuah aliran global yang cenderung menipisikan
perbedaan budaya antara suatu bangsa, wilayah, dan individu. Hal tersebut

5
biasanya digambarkan dengan suatu proses komoditas – komoditas global
dan praktek perdagangan terkait pemasaran. Munculnya istilah revolusi
informasi didasari dengan dorongan globalisasi kebudayaan. Akan tetapi,
kekuatan globalisasi kebudayaan dapat dibatasi dan diloloskan karena
penyebaran sebuah perdagangan memerlukan kepekaan terhadap
kebudayaan dan praktek sosial pribumi suatu bangsa. Maka globalisasi
kebudayaan merupakan sebuah kekuatan yang mampu meloloskan dan
membatasi kekuatan – kekuatan globalisasi. Lain halnya ketika globalisasi
budaya diartikan dalam pengaturan sosial untuk produksi, pertukaran dan
ekspresi simbol (tanda-tanda) yang mewakili fakta, mempengaruhi,
makna, keyakinan, komitmen, preferensi, selera dan nilai-nilai. (Waters,
2011)
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa globalisasi kebudayaan dapat
dikaitkan dengan gaya hidup yang ada disuatu wilayah berkembang
sehingga diikuti oleh masyarakat diwilayah yang berbeda. Seperti
masyarakat yang menikmati McDonald, Coca Cola, Kintucky Fried
Chicken, serta mode pakaian dan bergaya yang beredar disuatu wilayah
dan diikuti masyarakat luar sesuai trendnya (Siswanto,2010
dalam(Yuniarto, 2014)
Untuk membendung globalisasi kebudayaan yang semakin marak
masuk ke kebudayaan lokal, maka perlunya mempertahankan nilai – nilai
kebudayaan lokal, dengan cara (Annafie & Nurmandi, 2016):
1. Pilar Regulatif, yakni dengan adanya Peraturan pemerintah
setempat yang berkaitan dengan nilai kebudayaan, sanksi, dan
monitoring. Sehingga menjadi pendukung pelaksanaan nilai – nilai
budaya yang mampu mendorong dan mengaplikasikannya kepada
masyrakat tentang nilai – nilai kebudayaan yang dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Pilar Normatif, yakni setelah dikeluarkannya peraturan pemerintah
setempat perlu dilakukannya evaluasi dan kewajiban serta
tanggung jawab.

6
3. Pilar cultural, yakni melihat dari sisi budaya lokal, kategori,
tipikasi dan skema lembaga dengan mempertahankan kebudayaan
yang ada di wilayah tersebut agar tetap dilestarikan dan dijalankan
agar tidak hilang seiring jalannya arus globalisasi.

c. Globalisasi Politik

Globalisasi politik masih jauh tertinggal dengan globalisasi ekonomi


dan globalisasi kebudayaan ketika diartikan dari sebuah komitmen idealis
pada skala internasionalisme dan sebagian bentuk pemerintahan dunia,
dikarenakan penekanan – penekanan antar negara dari globalisasi poltik
terpisah dari konsep globalisasi ekonomi dan kebudayaan yang terlihat
dari peran pelaku non-negara dan berbasis pasar. Globalisasi politik pun
sebagai pengaturan sosial untuk konsentrasi dan penerapan kekuasaan
yang dapat menetapkan kendali atas populasi, wilayah dan aset lainnya,
terutama sejauh dimanifestasikan sebagai pertukaran yang dipaksakan dan
pengawasan terorganisir (militer, polisi, birokrasi, dll.); praktek-praktek
transformasi institusionalisasi ini sebagai otoritas, regulasi, administrasi
dan diplomasi; dan sumber daya seperti dukungan elektoral, sumbangan
politik, kapasitas untuk redistribusi, hak kewarganegaraan, dukungan
perpajakan, lobi, dan kepatuhan. (Waters, 2011)
Maka globalisasi politik sangat berharap dengan peran dari organisasi
– organisasi yang bersifat transansional yang mencakup wilayah kerja
beberapa negara. Seperti Perserikatan Bangsa – Bangsa, NATO,
Komunitas Ekonomi Eropa dan berbagai penerusnya, Dewan Ekonomi
dan Uni Eropa, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF),
Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) dan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pengaruh organisasi – organisasi
internasional sangat penting dalam perkembangan globalisasi politik.
(Heywood, 2014)

7
Bangkitnya Globalisasi Neoliberal

Globalisasi sangat erat kaitannya dengan sejarah yang dimana pesatnya


perdagangan lintas benua maupun ekonomi industri di eropa menciptakan
kapialisme sebagai idelogi perkembangan ekonomi. Kapitalisme mendorong
globalisasi sebagai arena aneksasi wilayah diberbagai dunia dalam memperoleh
sumber ekonomi. Hal ini menjadikan sebuah proses evolusi kapitalisme yang
mampu bertahan dengan bentuk saling berhubungan dalam berbagai lintasan
zaman. Sehingga menimbulkan globalisasi dibedakan dalam berbagai fase
diantaranya : Pertama, globalisasi berkembang di era imperialisme dan
kolonialisme. Kedua, Globalisasi berkembang dengan adanya era
developmentalisme dan terbentuknya kulutur yang saling berkegantungan satu
sama lainnya. Ketiga, globalisasi ditandai dengan neoliberalisme dan
neokonservatif sebagai wacana dominan dalam pembangunan ekonomi di negara
negara dunia (Shiva, 2000 dalam (Jati, 2013)

Terjadinya perbedaan antara bentuk – bentuk globalisasi lama dengan


bentuk globalisasi modern, dimana globalisasi lama dipandang hanya untuk
membangun organisasi – organisasi transnasional tanpa melihat dari segi
keberhasilan dan penyebarnnya. Dalam hal ini globalisasi lama tak mengatur
dalam batasan – batsasan wilayah melainkan hanya mengatur wilayah tersebut
dari segi kekuasaan – kekuasaan politik yang menjalankan secara dominan.
Berbeda halnya dengan globalisasi modern yang dimana saling keterkaitannya
dan saling berkegantungan ekonomi yang begitu luas secara tak terbatas
menjadikan globalisasi modern begitu kontras dengan globalisasi lama. Selain itu,
globalisasi modern berkaitan dengan berjalannya kemajuan neoliberal secara
beriringan sehingga menjadikan keduanya menjadi lebih kuat. Dikarenakan
persaingan yang begitu erat dalam dunia internasional menjadikan pemerintah –
pemerintah bergerak dengan menjalankan secara deregulasi ekonomi dan
pencegahan terhadap keluarnya perusahaan-perusahaan transansional.
Pengendalian inflasi yang telah menggantikan pemeliharaan pekerjaan secara
penuh yang menjadi tujuan utama sebuah kebijakan ekonomi dimana dengan

8
tekanan yang begitu kuat terhadap penurunan belanja publik dan meningktakan
anggaran – anggaran kesejahteraan.

Inti dari neo-liberal dapat diartikan dengan diantaranya (Martinez,1998


dalam Zaroni, 2015):

1. Aturan Pasar, yang dimana memberikan kebebasan kepada perusahaan


swasta dari setiap keterkaitannya untuk perdagangan internasional dan
investasi yang arus jalannya telah dibukakan oleh pemerintah. Tidak
adanya pula kontrol harga, mengurangi upah buruh dan penghapusan
hak-hak buruh. Sehingga memberikan kebebasan total mulai dari
pergerakan modal, barang, dan jasa.
2. Memotong Pengeluaran Publik dalam Hal Pelayanan Sosial, hal ini
dihadapkan terhadap sektor pendidikan dan kesehatan, pengurangan
anggaran untuk “menjaring pengaman‟ kepada orang miskin, dan sering
juga mengurangi anggaran untuk infrastruktur publik.
3. Deregulasi, dalam hal ini untuk mengurangi paraturan - peraturan dari
pemerintah yang bisa mengurangi keuntungan pengusaha.
4. Privatisasi, yakni dengan menjual bidang barang dan jasa kepada investor
swasta. Termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol,
listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan juga air minum. Alasan yang
dimunculkan demi efisiensi yang lebih besar, yang nyatanya berakibat
pada pemusatan kekayaan ke dalam sedikit orang dan membuat publik
membayar lebih banyak.
5. Menghapus Konsep Barang-Barang Publik atau Komunitas, untuk
Menggantinya dengan “tanggungjawab individual”. (Zaroni, 2015)

Konsep globalisasi neoliberal sendiri ialah bahwa tidak ikut campurnya


pemerintah membuat ekonomi berjalan secara efektif, yang memiliki keyakinan
terhadap kebebasan pasar ekonomi dan bergerak secara sendirinya tanpa terikat.
Pasar-pasar finansial dan proses rekontruksi keungan merupakan inti dari model
global neoliberal. Kemajuan globalisasi neoliberal telah jelas terlihat dari

9
keunggulannya ekspansi besar – besaran pada sektor finansial dari sisi ekonomi.
Dalam prosesnya menjadikan kapitalisme berubah menjadi kapitalisme turbo,
yang manfaatnya diambil dari aliran uang yang sangat luas dengan penanaman
investasi semakin meningkat serta konsumsi ekonomi yang jauh lebh tinggi. Hal
lain, yakni keyakinan yang kuat terhadap pasar-pasar terbuka dan perdagangan
yang bebas menjadi pendorong dalam ciri-ciri lain kemajuan globalisasi
neoliberal. Sehingga dalam organisasi internasional khususnya World Trade
Organization (WTO) telah didominasi dengan azas neoliberalisme dimana praktek
dari WTO sendiri telah menjadi wasit dalam proses globalisasi. Hal tersebut
ditunjukkan dengan pengimplementasian aturan WTO yang disebut dari jargon
WTO ialah “the borderless world” yakni dalam pengartiannya disebut dunia tanpa
batas. Berbagai negara yang telah mengadopsi perjanjian internasional yang
tercantum dalam WTO, diantaranya bahwa semua negara harus menghilangkan
semua hambatan perdaganang baik dengan tarif maupun non-tarif beserta
pelaksaannya yang begitu ketat disertai dengan sanksi yang keras bagi negara
yang tidak mentaati aturan tersebut.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program di Bank Dunia dan IMF ini,
maka program neo-liberal, mengambil bentuk sebagai berikut (Arif, 1998 : 360) :
Paket kebijakan Structural Adjustment (Penyesuaian Struktural), terdiri dari
komponen-komponen: (a) Liberalisasi impor dan pelaksanaan aliran uang yang
bebas; (b) Devaluasi; (c) Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan
kredit, peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak,
kenaikan harga public utilities, dan penekanan untuk tidak menaikkan upah dan
gaji.

Dengan paket kebijakan deregulasi, diantarnya: (a) intervensi pemerintah


harus dihilangkan atau diminimumkan karena dianggap telah mendistorsi pasar;
(b) privatisasi yang seluas-luasnya dalam ekonomi sehingga mencakup
bidangbidang yang selama ini dikuasai negara; (c) liberalisasi seluruh kegiatan
ekonomi termasuk penghapusan segala jenis proteksi; (d) memperbesar dan

10
memperlancar arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang lebih luas
dan longgar. (Zaroni, 2015)

Globalisasi neoliberal sendiri tetap harus bersusuah payah dalam


mempertahankan legitimasinya dikarenakan meluasnya ekonomi ketidaksetaraan
dan perpecahan sosial. Sehingga menimbulkan revolusi neoliberal sebagai dasar
bagi pemerintahan-pemerintahan negara lain dengan timbulnya penolakan.
Kelemahan dari global neoliberal sendiri tergambar jelas dalam krisis finansial
global antara tahun 2007 – 2009. Dalam kasus tersebut merupakan sebuah gejala
dari kecacatan dan kebebasan konsep kapitalisme neoliberal yang dalam
bentuknya baik secara global maupun nasional jelas dapat dilihat berjalan secara
tidak stabil dan rentan terhadap krisis, yang berdasarkan kepada pasar-pasar bebas
dan sistem finansial yang berinflasi serta kurangnya regulasi ekonomi itu sendiri.
Krisis global yang terjadi di tahun 2007 – 2009 tersebut merupakan sebuah
konsekuensi dari utang yang sangat besar dibanyak negara dan sebuah pergeseran
besar dalam peta kekuasaan ekonomi global. Dikarenakan utang negara maju dan
swasta yang banyak tersebar di berbagai negara menjadi berbagai alasan
tersendiri, diantaranya :

a. Gagalnya pertumbuhan produktivitas untuk meningkatkan penghasilan


dalam bentuk upah riil dan ketidasetaraan yang semakin meningkat.
b. Semakin bebasnya negara dalam berutang dikarenakan asumsi
pertumbuhan yang bakal berlanjut. Akan tetapi tidak memikirkan
dampak negatif dari hal itu.

Pergeseran peta kekuasaan ekonomi global yang terjadi dari barat ke timur
secara umum, yang secara khusunya pergesaran peta kekuasaan ekonomi global
dari Amerika Serikat ke China. Karenanya china yang mampu memproduksi
barang yang berfaktur lebih murah mampu menutupi kecacatan – kecacatan
ekonomi yang ada dimasyarakat menimbulkan masuknya barang produksi negara
china ke negara-negara lain. Kebangkitan globalisasi China didasari dengan peran
negara dalam mengontrol privat sector sebagai faktor produksi yang dianggap

11
strategis bagi negara, dan sector yang menjadi dominan bagi keduanya. Bahkan
disaat China menjadi anggota WTO, negara tidak melepaskan perannya sebagai
bentuk utama kompetisi produk China diluar negeri yang disebut sistem kurs
fixed exchange. Berkat kebangkitan China tersebut membantu perkembangan
krisis ekonomi Asia ditahun 1998. (Kusumawardhana & Zulkarnain, 2016)

Tabel 1
Krisis Globalisasi Neoliberal : dari pinggiran ke pusat

Krisis Globalisasi Neoliberal Krisis Globalisasi Neoliberal


di Semi-pinggiran (1994 – 2001) di Pusat (2008-?)
1. Krisis Terutama nasional dengan 1. Krisis Terutama global dengan
dampak sistemik sekunder dimensi nasional yang kuat
2. Respon kebijakan jangka pendek 2. Respon kebijakan jangka
terutama stabilitasi orientasi pendek belanja didominasi
3. Menengah dan jangka panjang Keynesian(sekarang dihentikan)
respon berdasarkan promosi 3. Menengah dan respon jangka
neoliberalisme sosial dan peraturan panjang berdasarkan koordinasi
di negara emerging market melalui kebijakan global dan
reformasi kelembagaan dalam restrukturisasi kelembagaan
(pasca-Konsensus Washington) internasional, bersama dengan
4. Diikuti oleh periode pertumbuhan pergeseran kebijakan yang
yang kuat dalam ekonomi global ditargetkan di negara maju
4. Kemungkinan akan diikuti oleh
periode pertumbuhan lemah
dalam ekonomi global
Sumber :(Οηιs & Burák, 2018)

Akan tetapi sebelum memasuki krisis global ditahun 2007 – 2009 tersebut,
sebelumnya telah mengalami krisis globalisasi neoliberal yang disebut krisis di
daerah semi pinggiran yang dimulai dengan guncangan keuangan Turki dan
Meksiko pada tahun 1994, dilanjutkan dengan krisis keuangan Asia tahun 1997,
dan kebocoran yang terjadi di Rusia dan Brasil pada tahun 1998 – 1999, serta
runtuhnya ekonomi Turki dan Argentina pada tahun 2001. Krisis yang terjadi
hampir sama dengan yang dialami dimasa krisis neoliberal yang terjadi
dikarenakan integrasi akibat perdagangan bebas sehingga terjadinya
ketidakseimbangan dalam pengelolaan ekonomi di negara tersebut. Bencana yang
terjadi saaat ini dengan krisis globalisasi neoliberal pada intinya terjadi akibat

12
ketidakseimbangan global antara ekonomi surplus seperti Jerman dan China dan
negara-negara defisit seperti Amerika Serikat dan Inggris. (Οηιs & Burák, 2018)

Akan tetapi, pergeseran ekonomi yang terjadi hanya berada pada negara
yang telah saling berketerkaitan dan saling bergantung satu sama lainnya.
Sehingga dapat kita petik bahwasanya ekonomi negara yang telah mengglobal tak
mampu berkembang dan berjuang secara sendirinya. Sehingga pada era sekarang
globalisasi lebih konstentrasi kepada modal dan investasi bagi negara maju.
Menyebabkan negara memiliki peranan yang signifikan dalam mengatur batas-
batas teritorialnya baik dalam bagian politik maupun ekonomi melalui power
negara, membuat negara masih memliki legitimate power dalam memegang alur
kendali globalisasi sebagai sumber pendanaan. (Kusumawardhana & Zulkarnain,
2016).

C. Kesimpulan
Globalisasi sangat erat kaitannya dengan sejarah yang dimana pesatnya
perdagangan lintas benua maupun ekonomi industri sebagai idelogi
perkembangan ekonomi. Masalah mendasar yang dihadapi globalisasi sendiri
seperti, kompetisi (persaingan ekonomi) dan ancaman persatuan bangsa.
Pengaruh arus globalisasi pada dasarnya sulit untuk dapat dicegah dan
memerlukan adanya perhatian dalam berbagai kemungkinan - kemungkinan
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang ada serta kebijakan dan
strategi untuk menanggulanginya. Tentu saja di harapkan bagi setiap negara
untuk menjadi lebih sadar akan pentingnya mewaspadai berbagai
kemungkinan tantangan globalisasi. Sehingga dengan bentuk globalisasi yang
telah dijelaskan yakni globalisasi ekonomi, globalisasi kebudayaan dan
globalisasi politik mampu memberi dampak terhadap perkembangan arus
globalisasi yang terjadi.
Globalisasi ekonomi sendiri terjadi dikarenakan perubahahan
perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau secara terstruktur dan
berkembang dengan pesat yang mengikuti kemajuan teknologi dengan proses
yang semakin cepat. Kemudian globalisasi kebudayaan dengan mengikuti

13
gaya hidup yang ada disuatu wilayah berkembang sehingga diikuti oleh
masyarakat diwilayah yang berbeda sesuai trendnya, tapi perlu untuk tetap
mempertahankan kebudayaan tradisional di wilayah tersebut. Serta
globalisasi politik sangat memerlukan peran organisasi internasional dalam
mengembangkan perekonomian di suatu wilayah yang ada.

14
Daftar Pustaka

Annafie, K., & Nurmandi, A. (2016). Kelembagaan Otonomi Khusus (Otsus)


Dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Kebudayaan Di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pemerintahan & Kebijakan Publik, 3 No.
2.

Heywood, A. (2014). Politik (Edisi Ke 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jati, W. R. (2013). Memahami Globalisasi sebagai Evolusi Kapitalisme. Global &


Strategis, 7, No. 2, 241–258.

Kusumawardhana, I., & Zulkarnain. (2016). GLOBALISATION AND


STRATEGY: “NEGARA, TERITORI DAN KEDAULATAN DI ERA
GLOBALISASI,” (54).

Waters, M. (2011). Globalization (2nd ed.). Routledge.

Yuniarto, P. R. (2014). Masalah Globalisasi di Indonesia : Antara Kepentingan,


Kebijakan, dan Tantangan. Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 5, No(1), 29.

Zaroni, A. N. (2015). Globalisasi Ekonomi Dan Implikasinya Bagi Negara-


Negara Berkembang : Telaah Pendekatan Ekonomi Islam. Al-Tijary, 1(1), 1–
22. https://doi.org/10.21093/at.v1i1.418

Οηιs, Z., & Burák, G. A. (2018). The Global Economic Crisis and the Future of
Neoliberal Globalization : Rupture Versus Continuity Author ( s ): Ziya Öniş
and Ali Burak Güven Published by : Lynne Rienner Publishers Stable URL :
http://www.jstor.org/stable/23104287 REFERENCES Linked refer, 17(4),
469–488.

15

Anda mungkin juga menyukai