Anda di halaman 1dari 15

KAITAN ANTARA KELAS SOSIAL

DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam

Disusun Oleh :

Novia Elga Rizqiya D91216119

Muhammad Ashrol Jabbar D91216111

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan pemilik alam semesta yang telah
memberikan saya kesempatan dan kemudahan dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Shalawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang memberikan pencerahan dalam kegelapan, yang memberikan
petunjuk dan mengenalkan ilmu pengetahuan. Semoga kelak kita semua mendapatkan
syafaatnya.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan pertolongan dan
nikmat sehat jasmani rohani yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik sebagai salah satu syarat dalam mata kuliah Sosiologi
Pendidikan Islam.
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca
untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan ini, agar
nanti dapat menjadi acuan dalam pembuatan makalah di waktu berikutnya.

Surabaya, 21 April 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
SAMPUL HALAMAN

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kelas Sosial dan Pendidikan ........................................................ 3
B. Hubungan Antara Kelas Sosial dan Pendidikan............................................. 4
C. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam dan Latar Belakang Kelas Sosialnya ........... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah salah satu ciptaan Allah yang diberikan kelebihan
berupa akal untuk digunakan berfikir dalam segala hal. Sehingga dalam
keberlanjutannya terbentuklah sebuah pendidikan yang akan memberikan
manusia bekal untuk terus belajar dan mengerti akan kehidupan.
Pendidikan merupakan tombak dalam keberlangsungan kehidupan dari
segi manapun melalui pembentukan karakter, pembentukan intelektual dan
cara berpikir hingga dalam melaksanakan proses bermasyarakat. Pendidikan
tetap memiliki eksistensi yang lebih dalam sosialnya serta mampu berperan
penuh untuk kemudian mengeluarkan output sumber daya manusia yang
kaffah.
Antara akal dengan pendidikan terdapat sebuah pelaksanaan yang
membutuhkan cara dalam menyampaikan pembelajaran di dalamnya.
Sehingga dalam proses transfer ilmu terdapat interaksi dari berbagai pihak
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Asumsinya, pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan.
Sehingga pentingnya pendidikan memang harus disertai dan dilandasi dengan
visi yang tepat dalam perkembangan zaman. Awal mula pendidikan di
Indonesia dipelopori para tokoh pendidikan yang berperan penting di
kemajuan dan perkembangan pendidikan di Indonesia.
Beberapa tokoh tersebut diantaranya Ki Hajar Dewantara, KH. Hasyim
Asyari, Ahmad Dahlan dan tokoh lainnya. Pendidikan adalah memelihara
hidup untuk menjadi lebih baik. Memberikan kebudayaan yang luhur, dan
memberikan manusia derajat yang lebih tinggi dari makhluk lainnya. Disinilah
perbedaan yang seharusnya disyukuri oleh manusia.
Internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam dapat dilakukan oleh
beberapa pihak misalnya pendidik dan harus dipahami makna serta prinsip di
dalamnya agar kualitas pendidikan yang dihasilkan pun sesuai dengan
perkembangan zaman. Sedangkan esensi dari prinsip metodologis pendidikan
agama Islam ini sangatlah penting sebagai langkah keberlanjutan dalam
mengembangkan keilmuan dan pengetahuan.
1
Dengan adanya hal di atas maka kami menyusun sebuah karya
penulisan yang membahas kaitan antara kelas sosial dan perkembangan
pendidikan Islam. Tulisan ini akan mendalami bagaimana makna dari adanya
kelas sosial serta pendidikan Islam dan mendalami tokoh-tokoh pendidikan
Islam yang berpengaruh di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna dari kelas soial dan pendidikan ?
2. Bagaimana hubungan antara kelas sosial dan pendidikan ?
3. Siapa tokoh-tokoh pendidikan Islam dan latar belakang kelas sosialnya ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami makna dari kelas sosial dan pendidikan.
2. Untuk memahami hubungan antara kelas sosial dan pendidikan.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam pendidikan Islam dan latar belakang
di dalamnya.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan dari permasalahan ini diharapkan mempunyai nilai tambah
baik bagi penulis terlebih lagi bagi pembaca, baik secara teoritis maupun
praktis. Secara umum, manfaat penulisan yang dilakukan ini dapat ditinjau
dari dua aspek, yaitu:
1. Secara teoritis, hasil penulisan ini diharap bisa menambah pengetahuan dan
informasi dalam hal ilmu pengetahuan terutama dalam sosiologi pendidikan
Islam.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharap bisa memperluas khazanah
keilmuan bagi pembaca terutama pada mahasiswa serta perguruan tinggi
terkait dalam bidang kependidikan dan keilmuan yang relevan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kelas Sosial dan Pendidikan
Karl Marx mengungkapkan bahwa kelas sosial adalah suatu lapisan
masyarakat, dimana mempunyai kedudukan dan peranan yang sama. Kelas sosial
juga dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang di dalamnya terdapat
perbedaan atas sub kelompok yang didasarkan pada kesamaan derajat. Faktor yang
utama dalam penentuan kelas sosial antara lain aktivitas ekonomi, pendapatan,
tingkat pendidikan dan tipe rumah tinggal. Masing-masing kelas tersebut
mempunyai nilai dan pengakuan yang berbeda menurut pandangan masyarakat.
Hassan Shadily memiliki pandangan lain mengenai kelas sosial, menurutnya
dalam kelas sosial akan membentuk golongan karena adanya perbedaan kedudukan
yang tinggi dan rendah. Dalam masyarakat terdapat kelas terbuka dan kelas
tertutup. Kelas terbuka berarti seseorang dapat saja kedudukannya naik dan dapat
turun statusnya sesuai kemampuan dan minatnya.1
Implementasi dari pendapat ini misalnya seorang golongan pekerja kasar
yang oleh kesabarannya mampu mengumpulkan uang dari penghasilannya
sehingga dapat mengubah kebiasaan hidupnya serta gaya hidup menjadi lebih baik
atau bahkan mewah. Kelas tertutup berarti seseorang tidak mungkin untuk
berpindah-pindah atau naik turun sebagaimana kelas terbuka. Biasanya kelas
tertutup didasarkan atas kelahiran, adat istiadat dan kasta.2
Dari kedua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelas sosial
merupakan sebuah sekat atau perbedaan kalangan yang dibentuk dari pemikiran
masyarakat sendiri serta didukung oleh adanya adat istiadat dan kebiasaan dalam
lingkungan tersebut. Hasil dari adanya kelas sosial ini membawa mereka pada
perbedaan yang ditentukan oleh berbagai macam penentu misalnya kedudukan,
kekayaan, pendidikan, jabatan dan lain sebagainya.
Sedangkan pengertian dari pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah proses pengubahan sikap dari tata laku seseorang atau kelompok
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dalam hal ini dapat diambil garis besarnya bahwa pendidikan akan menjadikan

1
Adam Malik, Holistika Pemikiran Pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal 32.
2
Solso Robert, Sosiologi Kognitif (Jakarta : Erlangga, 2013), hal 45.

3
manusia memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat diterima di masyarakat
dan mampu memiliki kualitas diri dalam daya saing di perkembangan zaman.
Dalam arti sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan. Dalam Dictionary of Psychology menyebutkan bahwa
pendidikan berarti tahap kegiatan yang bersifat kelembagaan seperti sekolah dan
madrasah yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam
menguasai pengetahuan.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan merupakan suatu
bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
peserta didik menuju kepribadian yang utama. Landasan nilai-nilai dasar yang
ideal dalam pendidikan Islam merupakan sumber kebenaran dan kekuatan yang
dapat mengantar pada aktivitas yang dicita-citakan. Pendidikan Islam adalah
pendidikan yang dinamis dan sistematis. Tujuan dari adanya pendidikan Islam
adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencari ilmu dan membentuk akhlak
karimah.
2. Hubungan Antara Kelas Sosial dan Pendidikan
Sekilas tentang ilmu sosial di Indonesia, Keadaan ilmu sosial di Indonesia
tidak cukup menggembirakan. Boleh jadi ini disebabkan karena usianya relatif
muda. Clifford Geerzt menyebut bahwa ilmu sosial di Indonesia baru muncul di
era 1970-an, dan itu pun masih bersifat buku teks terutama yang diambil dari
Barat.
Mereka lebih banyak bergulat dengan teori-teori besar (grand theory) dari
Barat. Mereka sibuk mempersoalkan bagaimana teori-teori besar itu, yang adalah
jargon jargon Barat bisa diterapkan dalam kenyataan sosial di Indonesia. Mereka
masih sibuk dengan bagaimana pisau Barat untuk menganalisis kenyataan sosial di
Indonesia.3 Akibatnya, ilmu sosial dipakai untuk keperluan praktis dan lebih
banyak tampil sebagai scientific description, belum sebagai explanation yang
sebenarnya merupakan tugas fundamental ilmu sosial. Itulah sebabnya, Arief
Budiman menyebutnya ilmu sosial di Indonesia, a-historis.4
Karena sibuk dengan teori dari Barat, ilmuwan sosial di Indonesia mengidap
sindrom rendah diri dan terkagum-kagum sekaligus bangga akan kekalahannya.
Karena tidak ada ilmuwan sosial yang tekun menggeluti penelitian secara militan

3
Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), hal 23.
4
Ibid, hal 24.

4
dan melakukan refleksi kritis terhadap lingkungan sosial yang berkembang.
Akibatnya, tidak ada referensi dari ilmuwan sosial yang dapat dipakai rujukan
(mungkin hanya Ignas Kleden yang produktif mengembangkan ilmu sosial di
Indonesia).
Gagasan merumuskan teori sosial yang membumi tidak pernah tercapai.
Selanjutnya yang terjadi, jika mau mengkritik perspektif lain, terpaksa harus
mencari rujukan dari Barat juga. Dengan demikian yang lazim terjadi,
menggunakan pemikiran Dahrendorf untuk mengkritik Parsons, perlu mendengar
Poper untuk mengatakan sesuatu yang berbeda dengan Marx atau mencoba
menolak Max Weber tetapi atas nama Hubermas berusaha menonjok Comte
dengan meminjam tinju pemikiran posmodernism dan begitu seterusnya.5
Dalam melihat, menjelaskan, dan menganalisis masyarakat Jawa misalnya,
kita tidak bisa lepas dari ketergantungan pada The Religion of Java-nya Clifford
Geerzt, karena sebegitu jauh memang belum ada karya ilmuwan sosial Indonesia
yang sekomprehensif karya Geertz tersebut. Bahkan banyak akademisi Indonesia
dengan mengkritik Geertz tetapi tanpa landasan penelitian, hanya dengan komentar
yang adakalanya emosional.
Ilmu pendidikan mengalami stagnasi, karena kurang tertarik pada perspektif
kritis. Sebagai ilustrasi misalnya, ketika Orde Baru marak dengan
developmentalisme teknokratik menjadi landasan ideologis bagi segala aspek
kehidupan, tidak terkecuali dunia pendidikan. Terdapat arus besar yang terasakan
dalam atmosfir pendidikan dewasa ini, yaitu penekanan pada teknologi yang
diasumsikan sebagai pilar utama yang akan mampu membawa bangsa Indonesia
menjadi maju.6
Prinsip match (kesesuaian dan kesepadanan) misalnya, meskipun diyakini
sebagai terapi yang pas untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan, tetapi
muatan sangat tinggi. Intinya adalah bahwa ilmu pendidikan hanya mengikuti arus
utama yang dihembuskan pemerintah, tidak ada perspektif kritis yang
berkembanga terhadap kemapanan. Memang ada pemikiran yang dikembangkan
Mangunwijaya dengan pendidikan alternatif, tetapi praktis tirgilas dengan arus
utama yang lebih menghamba pada kekuatan pasar yang kapitalistik.

5
Triyo Suprianto, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan (Malang : UIN Malang Press, 2009), hal 30.
6
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995), hal 50.

5
Lantas bagaimana dengan ilmu pendidikan di Indonesia? Situasinya sepertinya
tidak jauh berbeda. Menurut Mochtar Buchori, segenap kegiatan belajar yang
dilakukan di sekolah-sekolah selama ini merupakan penerapan konsep apa yang
disebut maintenance learning yaitu kegiatan belajar yang dilakukan terutama untuk
mempertahankan apa yang sudah ada dalam masyarakat dan kebudayaan kita, yang
kita miliki sebagai suatu warisan kultural.
Mengenai hubungan antara status sosial dengan pendidikan ini telah banyak
dibahas pda penelitian. Salah satunya pada penelitian yang dilakukan di Amerika
Serikat. Pertama-tama ditemukan bahwa perbedaan kedudukan dalam pelapisan
sosial berkaitan dengan perbedaan persepsi dan sikap-sikap serta cita-cita dan
rencana pendidikan. Perbedaan tersebut dikalangan orang tua maupun kalangan
remaja. 7
Citra diri juga berbeda-beda sesuai status dalam stratifikasi sosial. Hal-hal
tersebut besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar di sekolah. Tentu
keberhasilan ini akan didukung oleh kemampuan dan didorong oleh orang tua yang
menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang diperlukan. Mengenai yang
terakhir ini kurang terdapat pada keluarga lapisan rendah.
Perbedaan kualitas fasilitas pendidikan juga tampak jelas antara yang
terdapat di lingkungan perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan kenyataan ini, dapat
dipastikan bahwa kualitas persekolahan formal membantu menguatkan arus
urbanisasi, karena orang tua yang mampu akan berusaha memperoleh fasilitas
pendidikan yang baik di kota untuk anaknya, meskipun harus dibayar mahal dari
segi ekonominya.8
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa adanya kelas sosial akan
memberikan ruang untuk memperjelas eksistensinya dalam mendapatkan
pendidikan. Semakin tinggi kelas sosialnya, umumnya mereka akan mencari
pendidikan yang berkualitas dan bertaraf tinggi pula. Sedangkan pada Islam
memang tidak menganjurkan berbuat yang demikian. Pendidikan yang
mengandung sebuah pengajaran dan keilmuan untuk membentuk kepribadian
manusia menjadi lebih baik adalah sesuatu yang luhur dan patut dihormati. Kelas
rendah atau kelas tinggi dalam segi ekonomi, Islam sangat memuliakan kaum
pendidik dan sesuatu yang ada di dalam pendidikan itu sendiri.

7
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal 54.
8
Ibid, hal 55.

6
3. Tokoh Pendidikan Islam
Kemajuan pendidikan serta perkembangannya yang dapat kita rasakan
hingga saat ini tak lepas dari adanya peran dari tokoh pendidikan Islam. Manusia
terpilih yang diberikan amanat untuk membawa pendidikan di Indonesia dan
memberikan sumbangsih pemikiran serta tenaganya untuk terjun langsung dalam
paradigmanya. Beberapa tokoh tersebut diantaranya :9
1. Ki Hajar Dewantara
Tokoh ini sangat identic dengan pendidikan di Indonesia. Beliau
dikenal sebagai bapak pendidikan nasional. Lahir di Yogyakarta pada
tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Putera dari KPH. Suryaningrat dan cucu dari Pakualam III yang
meninggalkan kebangsawanannya untuk terjun dalam pergerakan
kemerdekaan Indonesia dari berjuang memperbaiki nasib rakyat.
Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD
Belanda) dan melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumi Putra)
namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di
sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda,
Tjahaja Timoer dan Poesara. Tulisan-tulisan yang sangat tajam dan
patriotik sehingga membangkitkat semangat anti penjajahan.10
Selain menjadi wartawan, RM Soewardi Soeryaningrat juga akif di
organisasi sosial dan politik. Tahun 1998 ia aktif di seksi propaganda
Boedi Oetomo. Kemudian bersama Douwes Dekker dan Dr. Cipto
Mangoenkoesoemo, beliau mendirikan Indische Partij pada tanggal 25
Desember 1912 yang betujuan agar Indonesia mampu mencapai
kemerdekaan. Namun partai ini ditolak oleh pemerintahan Belanda,
kiranya pemerintahan saat itu tahu bahwa beliau memiliki pemikiran yang
hebat dan mampu membawa Indonesia pada gerbang kemerdekaan.11
Setelah itu RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan Perguruan Tinggi
Nasional Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922. Perguruan ini mendidik
para siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan. Demi memuluskan langkah-langkahnya, RM

9
Abudin Nata, Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 196.
10
Stephen K. Anderson, Makro Sosiologi : Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2000), hal 146.
11
Ibid, hal 198.

7
Soewardi Soeryaningrat pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara.
Sebagai bangsawan yang berasal dari lingkungan keraton Yogyakarta
dengan gelar RM di depan membuatnya susah bergerak. Sehingga beliau
memiliki inisiatif untuk mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.
Tahun 1943 ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara
bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Di organisasi tersebut,
beliau menjadi salah satu pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta
dan KH. Mas Mansyur. Setelah Indonesia merdeka, beliau diamanahi
untuk menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan pendidikan
di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya
dianugerahi gelar doctor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada pada
tahun 1957.
Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 pada
mulanya bernama National Onderwijs Institut Taman Siswa di Yogyakarta
dengan tujuan pendidikan yang menurut beliau adalah sebagai proses
pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuannya dapat
diasah dan dibekali dari sejak lahir untuk dapat mempertahankan hidup.
Tujuannya pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin sehingga
memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.12
2. KH. Ahmad Dahlan
Beliau lahir di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad
Darwis. Putra dari KH. Abubakar bin Kiai Sulaiman, khatib di masjid
besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang
penghulu. Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu
madrasah dalam bidang nahwu, fiqih dan tafsir di Yogyakarta, beliau pergi
ke Mekkah pada tahun 1890 dan menuntut ilmu disana selama satu tahun
kepada salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib. Pada tahun
1903 beliau mengunjungi kembali ke Mekkah dan kemudian menetap
disana selama dua tahun.
Semenjak ayah beliau wafat. Beliau diangkat oleh Sri Sultan menjadi
khatib masjid besar Kauman Yogyakarta dan dianugerahi gelar Khatib

12
Ibid, hal 200.

8
Amin. Disamping jabatan resminya itu, beliau menyebarkan agama
dimana-mana. Beberapa tahun kemudian beliau naik haji yang kedua dan
mendapat sebutan Kiai Haji Ahmad Dahlan.
Beliau adalah seorang alim yang luas ilmunya dan tak jemu-jemu
menambah ilmu dan pengalamannya. Pondok pesantren yang besar-besar
di Jawa pada waktu itu banyak dikunjunginya. Kiai Haji Ahmad Dahlan
mempunyai teman-teman yang banyak, mulai dari orang biasa, kiai-kiai,
priyayi, para bangsawan keraton sampai para pendeta Kristen.
Kiai Haji Ahmad Dahlan juga ikut dalam organisasi Budi Utomo dan
menjabat sebagai penasehat. Pada saat mendirikan sekolah rakyat
Muhammadiyah di Suronantan Yogyakarta yang kemudian terkenal
dengan nama Standart School. Beliau mengikhlaskan barang-barang
rumah tangganya dilelang untuk meneruskan pendirian sekolah yang saat
itu kekurangan biaya.
Cita-cita KH. Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah
memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan agama Islam. Usaha-
usahanya ditujukan untuk hidup beragama. Keyakinan beliau adalah
bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu
dibangun semangat bangsa. kalau syarikat Islam usaha-usahanya
ditekankan pada bidang politik berlandaskan cita-cita agama,
Muhammadiyah menekankan usahanya kepada perbaikan hidup beragama
dengan amal-amal pendidikan dan sosial.13
3. KH. Hasyim Asy’ari
Kiai Haji Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 14 Februari 1871 di
Jombang Jawa Timur.14 Awalnya beliau belajar agama Islam pada ayahnya
sendiri Kiai Asy’ari. Kemudian beliau belajar ke pondok pesantren di
Purbolinggo, Langitan, Semarang dan Madura.
Sewaktu beliau belajar di Siwalan Panji pada tahun 1891, Kyai Ya’kub
yang mengajar beliau tertarik kepada tingkah lakunya yang baik dan
sopan. Tutur kata yang santun dan halus membuat Kyai Ya’kub ingin
menjadikan beliau menantu. Akhirnya beliau dinikahkan dengan putri
Kyainya yang bernama Khadijah. Tidak lama kemudian beliau pergi ke

13
Nata,…Pemikiran, hal 197.
14
Ibid, hal 198.

9
Mekkah bersama isterinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim
disana selama satu tahun namun isteri beliau meninggal dunia di sana.
Sepulang dari Mekkah, beliau membuka pesantren untuk
mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuannya yaitu Pesantren
Tebuireng di Jombang. Pembaharuan Tebuireng yang pertama adalah
dengan mendirikan Madrasah Salafiah sebagai tangga untuk memasuki
tingkat menengah Pesantren Tebuireng.
Pada tahun 1929, Kiai Haji Hasyim Asy’ari menunjuk KH. Ilyas
menjadi kepada Madrasah Salafiyah. Dengan demikian KH. Ilyas dapat
melaksanakan hasratnya untuk memperbaharui keadaan dalam pesantren
menurut cita-cita pendirinya Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Maka di bawah
pimpinan KH. Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah
Salafiyah yaitu :15
a. Membaca dan menulis huruf latin
b. Mempelajari bahasa Indonesia
Semuanya itu diajarkan dengan memakai buku-buku yang
menggunakan huruf latin. Hasil usaha perbaikan ini dapat diketahui dan
dirasakan sesudah sepuluh tahun kemudian yaitu dalam masa pendudukan
Jepang yang melarang surat menyurat selain dalam huruf latin.
Pada masa itu banyak Kiai keluaran Tebuireng yang tertolong karena
mengetahui menulis dan membaca huruf latin. Sehingga pada saat itu
mereka memiliki pengetahuan umum dan pandai dalam bahasa Indonesia
disamping kemampuannya dalam pengetahuan agama.16
Jasa KH. Hasyim Asy’ari selain mengembangkan ilmu pimpinan di
pesantren tebuireng adalah keikutsertaannya dalam mendirikan Nahdlatul
Ulama bahkan merupakan Syaikhul Akbar dalam perkumpulan ulama
terbesar di Indonesia. Selain itu, KH. Hasyim Asy’ari duduk dalam MIAI
yang kemudian menjadi Masyumi. Begitupula dalam pergerakan pemuda
dan kelaskaran sepeti GPII, Muslimat, Hisbullah, Sabilillah, Barisan
Mujahidin beliau menjadi penasihatnya.

15
Nata,…Pemikiran, hal 199.
16
Ibid, hal 200.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep dari kelas sosial dan pendidikan memiliki beberapa pandangan
masing-masing dari para ilmuwan. Namun pada intinya kelas sosial yang
kini ada lahir karena pemikiran masyarakat yang mengutamakan pada
beberapa aspek tertentu untuk dijadikan sebuah identitas atau kedudukan
sosial. Pendidikan selaras dengan adanya kelas sosial dan berbanding lurus
dalam paradigmanya.
2. Kelas sosial dan pendidikan memiliki keterkaitan dimana kelas sosial
menengah keatas akan berupaya untuk mendapatkan kualitas pendidikan
yang baik. Begitupun sebaliknya, padahal dalam Islam tidak mengenal hal
demikian. Kelas sosial dan pendidikan adalah saling memberikan manfaat
dan bukan untuk dibedakan antara satu dengan lainnya.
3. Ada tiga tokoh yang dibahas dalam karya tulis ini yaitu Ki Hajar
Dewantara, KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Beliau semua
adalah tokoh yang turut berkontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan pendidikan Islam di Indonesia. Sumbangsihnya yang
amat besar mengantarkan kemerdekaan pada Indonesia dan memberikan
kesempatan kepada kita untuk merasakan nikmatnya belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
B. Saran
Pentingnya mempelajari pendidikan dan kelas sosial akan mengubah
sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
pengajaran dan pelatihan. Adanya karya tulis ini diharapkan mampu membuka
pemikiran masyarakat dan pihak terkait untuk dapat terus mengembangkan
pendidikan bukan hanya menerima ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya
ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang statis bukan stagnis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara, 2012.
Arifin, Muhammad. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009.
Gunawan, Ary H. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.
Jalaluddin. Teologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.
K. Anderson, Stephen. Makro Sosiologi : Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas
Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000.
Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta : Al-Husna Zikra, 2000.
Malik, Adam. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2005.
Nata, Abudin. Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1998.
Robert, Solso. Sosiologi Kognitif. Jakarta : Erlangga, 2013.
Suhartono, Suparlan. Filsafat Pendidikan. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2008.
Suprianto, Triyo. Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan. Malang : UIN Malang
Press, 2009.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995.
Yasin, A Fattah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang : UIN Malang Press,
2008.

12

Anda mungkin juga menyukai