Anda di halaman 1dari 2

DINDA MARYNA NAJAMUDDIN

1604104010037
METODOLOGI PENELITIAN – LITERATURE REVIEW

PENERAPAN GREEN ARCHITECTURE PADA BANGUNAN TINGGI


DI BANDA ACEH

Permasalahan lingkungan, sampai sekarang ini, masih menjadi topik pembicaraan yang tidak
ada habisnya. Berbagai macam dampak negatif yang ditimbulkan membuat seluruh disiplin keilmuan
dari seluruh dunia berlomba-lomba untuk mencari solusi atau setidaknya mengurangi dampak negatif
dari permasalahan lingkungan yang kita hadapi sekarang ini, termasuk di Banda Aceh.

Salah satu dari permasalahan lingkungan yang kita hadapi sekarang adalah pemanasan global.
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh M. Maria Sudarwani (2012), seorang Dosen Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Pandanaran yang berjudul ‘Penerapan Green Architecture dan Green
Building sebagai Upaya Pencapaian Sustainable Architecture’ mengatakan ada sebuah fenomena
baru yang muncul dalam dunia arsitektur. Fenomena ini diberi nama sick building syndrome yaitu
permasalahan kesehatan karena kualitas udara dalam bangunan yang ditempati yang juga
mempengaruhi produktivitas penghuni, seperti adanya ventilasi udara yang buruk, serta pencahayaan
alami yang tidak memenuhi standar.

Fenomena ini tentunya sudah tidak asing lagi, buktinya saja sekarang sudah banyak
bangunan-bangunan tinggi di Banda Aceh dengan ventilasi yang kurang baik, dan pencahayaan alami
yang juga minim sehingga harus menggunakan pencahayaan buatan secara maksimal, termasuk pada
siang hari. Tidak usah jauh-jauh, lihat saja bangunan kampus Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
yang hampir setiap hari kita kunjungi ini.

Di beberapa kelas, bahkan pada siang hari ketika matahari sedang ada di titik tertinggi,
pencahayaan yang masuk ke dalam ruang kelas masih sangat minim, sehingga harus menggunakan
lampu. Hitung saja ada berapa lampu dalam satu kelas yang digunakan seharian penuh, dan kalikan
dengan total kelas yang ada di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Energi sebanyak itu
dihabiskan dalam satu hari, sayang sekali bukan? Padahal hal-hal seperti ini masih bisa dihindari dari
awal.
Ditambahkan lagi berdasarkan data-data yang saya baca pada sebuah artikel studi awal yang
dilakukan oleh Eddy Prianto (2013), seorang Staf pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro
Semarang sekaligus juga Ketua labo/cluster Eco-Tropical Home FT. Undip, yang berjudul ‘Aplikasi
Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang’
tertuliskan bahwa pada skala nasional, konsumsi terbesar dari energi listrik ada pada sektor rumah
tangga (40%), disusul dengan sektor industri (37%), sektor komersial (17%) dan sektor publik (6%).
Hal ini membuktikan bahwa kejadian setiap hari di ruang kelas yang saya bahas tadi itu tidak ada apa-
apanya jika dibandingkan dengan pemborosan energi yang terjadi di sektor rumah tangga.
Keempat sektor tersebut juga sangat dekat hubungannya dengan dunia perencanaan dan
perancangan arsitektur. Bahkan, saya juga pernah mendengar kata-kata dari salah seorang dosen di
Mata Kuliah Arsitektur Lanskap beberapa waktu yang lalu, Bapak Teuku M. Hasriza (Pak Ponja) yang
mengatakan kalau kita, sebagai seorang calon arsitek, atau bahkan anda yang sudah mengemban titel
arsitek, adalah orang-orang yang akan berada di barisan terdepan saat menjaga kelestarian lingkungan
kita. Artinya, kita masing-masing punya peran yang sangat penting dalam menjaga bumi ini. Sangat
disayangkan jika kita menyia-nyiakan peran tersebut.
Mengaitkan dengan permasalahan lingkungan yang semakin hari juga semakin terasa di
Banda Aceh, dan bangunan-bangunan yang seakan berlomba-lomba untuk menjadi yang paling tinggi
sekarang ini, alangkah lebih baik jika diimbangi dengan konsep-konsep yang juga baik untuk
lingkungan. Salah satu konsep sustainablity yang dapat diterapkan adalah Green Architecture.
Selain baik untuk lingkungan, konsep ini juga menjunjung tinggi potensi site dan menghemat
sumber daya alam. Pada artikelnya, M. Maria Suwardani juga menjelaskan bahwa Green Architecture
adalah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan
alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang
dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan
optimal.

Jika dikaitkan dengan potensi alam yang dimiliki oleh Banda Aceh, saya sangat yakin kalau
kita punya potensi yang bisa disejajarkan dengan potensi alam dari negara-negara luar yang lebih
maju. Tapi sayangnya, pada bangunan-bangunan tinggi di Banda Aceh, sangat minim kita temui
adanya ruang hijau yang dapat menyegarkan mata. Padahal, Deddy Erdiono (2009) juga menekankan
kembali dalam jurnalnya, bahwa konsep kedekatan dengan alam membuat bangunan menjadi tidak
sempurna tanpa kehadiran taman yang mampu menambah nilai lebih bangunan dan lingkungan.
Walaupun taman dibuat sederhana, praktis dan mudah pemeliharaannya, tetapi tetap memiliki fungsi
ekologis yang besar.

Seperti yang sama-sama telah kita ketahui juga, rasio pemanfaatan ruang untuk bangunan dan
lingkungannya (skala bangunan dan proporsi ruang terbuka) harus memerhatikan Koefisien Dasar
Bangunan/Building Coverage Ratio (KDB/BCR) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang berkisar 40-
70% ruang terbangun berbanding 30-60% untuk ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan ruang hijau
untuk bernapas dan menyerap air, parkir area, area olahraga terbuka dan lain-lain.

Singkatnya, Banda Aceh memiliki potensi alam yang sangat luar biasa. Jika diimbangkan
dengan ilmu mendesain bangunan yang baik, bijaksana, dan bertanggung jawab, saya yakin akan
dapat menghasilkan kota yang sangat luar biasa pula. Salah satu konsep sustainablity yang dapat
berperan penting dalam perancangan bangunan yang mempunyain respons yang baik terhadap alam
adalah Green Architecture.

DAFTAR PUSTAKA

Suwardani, M. Maria. ‘Penerapan Green Architecture dan Green Building sebagai Upaya
Pencapaian Sustainable Architecture’, Majalah Ilmiah Universitas Pandanaran (2012), Vol. 10, No.
24.

Prianto, Eddy. ‘Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di
Kota Semarang: Sebuah Studi Awal’. Semarang, BAPPEDA. (2013).

M. Hasriza, Teuku. Weekly Class of Landscape Architecture. Fakulty of Engineering, Syiah Kuala
University. Banda Aceh, 2019. Lecture.

Erdiono, Deddy. ‘ARSITEKTUR HIJAU: Arsitektur Ramah Lingkungan’. ejournal.unsrat.ac.id.


EKOTON. Vol. 9, No.1:75-77 April 2009.

Anda mungkin juga menyukai