Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERBANKKAN DAN PEMBIAYAAN

“PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH

DALAM LIKUIDASI BANK”

NAMA : VARIZA PRAHA TANJUNG

NPM : B1A017152

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS HUKUM

2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya. Tanpa pertolongan-Nya tentu penulis tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari jalan gelap menuju cahaya.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Perbankan
dan Pembiayaan dengan judul “Perlindungan Hukum Nasabah Dalam Likuidasi
Bank”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada Bapak Edi Hermansyah, S.H., M.H. selaku dosen mata kuliah perbankan dan
pembiayaan penulis yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bengkulu, 25 April 2019

2
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................. iii

BAB I . PENDAHULUAN .................................................................. 4

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 4


B. Rumusan Masalah ............................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN .................................................................... 6

A. Likuidasi Bank .................................................................... 6


a) Pengertian Likuidasi Bank ..................................... 6
b) Dasar Hukum tentang Likuidasi Bank Dalam Sistem Perbankan di
Indonesia............................................................. 8
B. Perlindungan Hukum Nasabah dalam Likuidasi Bank ............ 11
a) Menurut Ketentuan Hukum Perbankan ………………11
b) Menurut KUHPer ................................................ 14
c) Asuransi Deposito............................................... 15

BAB III. PENUTUP ..................................................................... 17

A. Kesimpulan ..................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna


mencapai sasaran-sasarannya: pertumbuhan ekonomi, pendapatan per-kapita,
kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan lain-lain. Sektor perbankkan memiliki
peran yang sangat penting, antara lain sebagai pengatur urat nadi perekonomian
nasional. Peran sektor perbankan dalam pembangunan juga dapat dilihat pada
fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Disamping itu perbankan
merupakan alat yang sangat penting dalam menyelenggarakan transaksi
pembayaran, baik nasional maupun internasional. Kebijakan di bidang perbankan
memegang peranan penting dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui
keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter.

Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh resiko, di samping menjanjikan


keuntungan yang besar jika dikelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai
bisnis penuh resiko karena sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat,
baik dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito.

Salah satu faktor yang membuat system perbankan nasional keropos adalah
akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi
dan/atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha, disamping faktor
penunjang lain, yakni lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia (BI).

Dampak dari krisis pebankan dimulai tahun 1997 yang menyebabkan 16 bank
dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya,
sehingga dicabut eksistensinya, sehingga dicabut izin usahanya. Berdasarkan

4
Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebelum direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998), yang memiliki kewenangan untuk
menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan berdasarkan
rekomendasi dari Bank Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari pencabutan izin usaha,
dilakukan pembubaran badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank.
Likuidasi terhadap 16 bank tersebut pada saat itu ternyata menimbulkan domino
effect antara lain didahului dengan adanya rush di sektro perbankkan sehingga
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk.1

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan Likuidasi Bank menurut Undang-Undang?


2. Bagaimana Perlindungan Hukum Nasabah dalam Likuidasi Bank?

1
Sutedi Andrian, “Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan
Kepailitan”, (Jakarta: Sinar Grafika ,2007), hlm. 131.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. LIKUIDASI BANK
a. Pengertian Likuidasi Bank
Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan
kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan
pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian
segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah
suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran
badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses
pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang)
bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum
bank.2
Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada
kaitannya dengan likuidasi, yaitu:3
1. Dissolution, yaitu rangkaian proses yang terdiri dari proses pemberhentian
badan hukum dan bisnis perusahaan, penjualan aset, pembagian hasil
penjualan aset kepada para pihak yang berhak dan dalam proses ini dilakukan
juga proses pembubaran. Terdapat 3 (tiga) macam dissolusi, yaitu :

2
Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.
532.
3
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, cet. I., (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2003), hlm. 180.

6
a. Dissolusi Sukarela (voluntary dissolution), yaitu disolusi yang dilakukan atas
rekomendasi dari salah satu atau lebih organ perseroan dan diputus oleh
RUPS.
b. Dissolusi Administrasi (administrative dissolution), yaitu dissolusi yang
dilakukan atas perintah pemerintah karena perusahaan tidak memenuhi
prosedur hukum tertentu atau karena alasan demi kepentingan umum.
Dissolusi ini dilakukan tidak secara sukarela sehingga disebut juga involuntary
dissolution.
c. Dissolusi judisial (judicial dissolution), merupakan salah satu involuntary
dissolution yang diperintahkan oleh Pengadilan karena permohonan dari
pemegang saham, kreditor atau negara karena alasan-alasan khusus.
2. Winding up, yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan
untuk dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan dibagikan
kepada para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak lainnya yang
berhak. Istilah ini di beberapa negara disamakan dengan likuidasi, seperti
halnya likuidasi disamakan dengan dissolusi.
3. Termination, merupakan pengakhiran suatu perusahaan setelah proses
likuidasi selesai. Pengertian ini dapat disamakan dengan pembubaran menurut
hukum Indonesia.
Likuidasi adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-
hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat
memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi
penangguhan.” Menurut pengertian ini bank dikatakan likuid apabila:4

1. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan

4
Hotma Sautma Ronny, 2005, Hubungan Bank Dengan Nasabah Produk Tabungan dan
Deposito: Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan di Indonesia, Citra Aditya Bandung,
Hlm. 7

7
digunakan untuk memenuhi likuiditasnya;
2. Bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari yang tersebut
diatas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki asset lainnya (khususnya
surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa
mengalami penurunan nilai pasarnya;
3. Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets
baru melalui berbagai bentuk hutang.

b. Peraturan Perundang-Undangan dan Dasar Hukum tentang


Likuidasi Bank Dalam Sistem Perbankan di Indonesia
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan dasar
hukum yang dipakai sebagai landasan bagi likuidasi suatu bank yang
bermasalah dalam sistem perekonomian nasional pada saat terjadinya krisis
tahun 1997 adalah sebagai berikut :
1. Ketentuan likuidasi menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan, yaitu terdapat dalam :
a. Pasal 37 ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam hal suatu bank mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, apabila :
a) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan/atau,
b) Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat
membahayakan sistem perbankan, pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut
izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan
hukum bank dan membentuk tim likuidasi.
b. Pasal 37 ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal direksi bank tidak
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud

8
dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk
mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank,
penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Ketentuan likuidasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999,
tanggal 3 Mei 1999 tentang Pencabutan izin usaha, Pembubaran dan Likuidasi
Bank
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, pencabutan izin usaha bank
dilakukan oleh Pimpinan Bank Indonesia apabila:
a. Pasal 3 ayat (2) huruf b dan pasal 4 ayat (1) Pasal 3 ayat (2) huruf b
menyatakan bahwa apabila :
a) tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1) belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi bank, dan/atau,
b) menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat
membahayakan sistem perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut
izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 4 ayat (1)
menyatakan bahwa pencabutan izin usaha bank dilakukan oleh Pimpinan Bank
Indonesia.
b. Pasal 25 ayat (1) menyatakan bahwa pelaksanaan likuidasi bank oleh Bank
Indonesia ditetapkan dan diserahkan kepada Badan Khusus yang bersifat
sementara dalam rangka penyehatan perbankan berdasarkan ketentuan Pasal
37 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tetap mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
c. Pasal 26 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal para pemegang saham akan
membubarkan badan hukum bank atas keinginan sendiri, pembubaran

9
tersebut hanya dapat dilakukan setelah pencabutan izin usaha oleh Bank
Indonesia.
3. Ketentuan likuidasi menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/53/KEP/DIR taggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran dan Likuidasi Bank umum dan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 32/54/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat :
a. Pasal 2 dari kedua Surat Keputusan tersebut menyatakan bahwa
pencabutan izin usaha Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dilakukan
oleh Direksi Bank Indonesia apabila :
1) Tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat; dan/atau
2) Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dapat membahayakan sistem perbankan; atau 3) Terdapat
permintaan dari pemilik atau pemegang saham Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat.
b. Pasal 3 dari surat keputusan tersebut di atas menyebutkan bahwa
pencabutan izin usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri dilakukan oleh direksi Bank Indonesia berdasarkan alasan tindakan
penyelamatan belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh Bank atau
membahayakan sistem perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf
a atau huruf b atau :
1) Terdapat permintaan kantor pusat bank yang berkedudukan di luar negeri;
atau

10
2) Izin usaha kantor pusat bank yang berkedudukan di luar negeri dicabut
dan/atau kantor pusat dimaksud dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang di
negara setempat.

B. PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM LIKUIDASI BANK


a. Menurut Ketentuan Hukum Perbankan
Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk
mengintegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa
bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, Hukum harus mampu
mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat
ditekan sekecil kecilnya.5 Apabila dikaitkan dengan hukum mengenai peran
perbankan dalam melindungi nasabah ketika terjadi likuidasi bank maka
mengacu pada Peraturan Perbankan Indonesia, yaitu bahwa hukum
memberikan perlindungan terhadap nasabah dengan cara:
1. Perlindungan secara implicit (Implisit deposit protection), yaitu: perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,
(2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan
uasaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan
terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memihara tingkat kesehatan
bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara
pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan
(7) menyediakan informasi resiko pada nasabah.

5
Hermansyah,“Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta: Kencana,2005), hlm. 121

11
2. Perlindungan eksplisit (Eksplicit deposit orotection), yaitu : perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.
26 Tahun 1998 tentang jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

Bahwa hakikat dari perlindungan Hukum tersebut adalah melindungi


kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu
bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. Perlindungan ini juga
merupakan upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat khususnya nasabah, maka sudah seharusnya/sepatutnya dunia
perbankan perlu memberikan perlindungan Hukum itu.

Bank Indonesia mempunyai wewenang pembinaan dan pengawasan


dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank, demikian juga Bank
Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan
memperhatikan aspek pemodal (capital), kualitas asset, manejemen, likuiditas,
dan lain-lain misalnya dalam perlindungan nasabah mengenai perlindungan
pemberian kredit pada nasabah.6 Dalam hubungannya perlindungan dengan
perlindungan kepentingan-kepentingan nasabah dalam kegiatan bank di
bidang rehabilitas ini, diperlukan pembentukan suatu lembaga yang dapat
menjamin bahwa dana nasabah yang disimpan pada bank terjamin
pengambilanya. Misalnya, apabila suatu bank dilikuidasi, nasabah dari bank

Asikin Zainal,“Pengantar Hukum Perbankan Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Hlm.
6

40

12
yang bersangkutan akan memperoleh penggantian dananya dari lembaga
penjamin.

Berbicara tentang perlindungan Hukum menurut KUHPerdata, bagi


nasabah, pada dasarnya perlindungan Hukum diperlakukan oleh nasabah, baik
nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditor, juga nasabah penerima
kredit atau disebut nasabah debitur serta pengguna jasa perbankan. Apabila
dikaitkan dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang
memasukan nasabah bank sebagai konsumen, maka dasar hubungan Hukum
kedua belah pihak adalah berakar dari suatu perjanjian. Hal ini tampak dari
Pasal 2 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7
Tahun 1992 tentang Perbankan. Disebutkan bahwa simpanan adalah dana
yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan uang dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Dalam rangka memperoleh kembali dana yang disimpananya juga


dengan bunganya apabila dimungkinkan, maka pada dasarnya nasabah
merupakan pihak konkuren yang mendapat perhatian pertama untuk dibayar
dari hasil penjualan harta kekayaan bank yang bersangkutan sebagaimana
dicantumkan dalam PP No. 25 Tahun 1999 ayat (2) huruf a, sehingga nasabah
yang dirugikan oleh nasabah bank yang bermasalah dan dilikuidasi dapat
meminta hak atas dasarnya dengan menggugat ke pengadilan, baik
secara class action maupun perorangan.

13
b. Menurut KUH Perdata

Bagi nasabah, pada dasarnya perlindungan hukum diperlukan oleh


nasabah, baik bagi nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditor, juga
nasabah penerima kredit atau disebut nasabah debitur serta pengguna jasa
perbankan. Apabila dikaitkan dengan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang memasukkan nasabah bank sebagai
konsumen, maka dasar hubungan hukum kedua belah pihak adalah berakar
dari suatu perjanjian. Hal ini tampak dari Pasal 2 angka 5 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan. Disebutkan bahwa simpanan adalah dana
yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan uang dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.7

Sistem perbankan Indonesia sebenarnya telah memberikan


perlindungan hukum melalui 2 cara, baik secara implisit maupun eksplisit.
Pada perlindungan hukum yang bersifat implisit, nasabah mendapat
perlindungan dari terjadinya kesalahan atau kelalaian yang terdapat pada bank
yang berakibat timbulnya tanggung jawab perdata yang berhubungan dengan
kepengurusan bank tersebut. Bentuk tanggung jawab pribadi pengurus muncul
apabila pengurus bank melakukan kegiatan di luar wewenang yang telah
diatur dalam anggaran dasar perusahaan, sedangan bila tindakan pengurus
teah sesuai dengan kewenangannya maka merupakan tanggung jawab
perusahaan, dan bank bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan
oleh pengurusnya berdasarkan ketentuan 1365 KUH Perdata.

7
Sutedi Andrian, “Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan
Kepailitan”, (Jakarta: Sinar Grafika ,2007), hlm. 170.

14
Alternatif yang ditawarkan dalam mengatasi masalah karena adanya
penolakan pihak pengelola sementara pada bank bermasalah untuk menerima
pembayaran utang debitur yang kooperatif sehingga berakibat pada krugian
debitur, adalah dengan menggunakan ketentuan penawaran pembayaran tunai
diikuti konsinyasi sesuai dengan Pasal 1404 s.d Pasal 1412 KUH Perdata.
Penawaran pembayaran tunai yang diikuti oleh penyimpanan (konsinyasi)
terjadi apabila dalam suatu perjanjian, kreditor tidak bersedia menerima
prestasi yang dilakukan oleh debitur. Wanprestasi pihak kreditor ini disebut
“more creditoris”.

c. Asuransi Deposito (Deposito Insurance Scheme)

Industri perbankan yang mengalami fragmentasi biasanya mudah


mengalami keguncangan, lalu mengalami rekstrukturisasi melalui merger atau
akuisisi. Timbul pertanyaan, bagaimanakah pertanggungjawaban bank
terhadap uang nasabah jika terjadi suatu hal yang berakibat kegagalan bank
(bank failure) yang mengejutkan, misalnya, tiba-tiba suatu bank tidak bisa lagi
melaksanakan kewajibannya membayar pada nasabah? Berkaitan dengan hal
ini, masalah asuransi deposito yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 1973 jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Asuransi, kembali diperbincangkan.8

Terhadap permasalahan perwujudan lembaga asuransi deposito ini,


pada umumnya kalanga perbankan dan nasabah sangat memerlukannya. Hal
ini dipandang perlu untuk mengantisipasi keadaaan yang tidak diinginkan dan
kasus-kasus perbankan lainnya yang pada umumnya menghadapkan nasabah
kepada posisi yang sulit. Apabila hal tersebut ditunda, dapat mengakibatkan

8
ibid, hlm. 173

15
turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan maupun
pemerintah yang selanjutnya mengakibatkan berkurangnya sumber
pembiayaan pembangunan. Hal ini dapat juga mengakibatkan lesunya
perkembangan ekonomi dalam negeri dan terjadinya Capital Flight. Tujuan
pendirian lembaga tersebut adalah untuk mengganti dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang mengganti dana masyarakat yang disimpan pada
bank yang mengalami kolaps.

16
BAB III

PENUTUP

1. Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan


kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan
pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian
segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya.
Likuidasi bank diatur dalam:
 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, tanggal 3 Mei 1999
tentang Pencabutan izin usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank
 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR taggal
14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran
dan Likuidasi Bank umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 32/54/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999
2. Perlindungan Hukum Nasabah dalam Likuidasi Bank
 Menurut Ketentuan Hukum Perbankan:
- Perlindungan secara implicit (Implisit deposit protection)
- Perlindungan eksplisit (Eksplicit deposit orotection)
 Menurut KUH Perdata
Diatur dalam pasal 1404 KUHPer-1412 KUHPer
 Asuransi Deposito (Deposito Insurance Scheme)
Masalah asuransi deposito yang telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 tentang Asuransi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sutedi Andrian, “Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,

Likuidasi, dan Kepailitan”, (Jakarta: Sinar Grafika ,2007), hlm. 131

Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, 2010, “Hukum Perbankan”, Jakarta,


Sinar Grafika, hlm. 532
Munir Fuady, “Perseroan Terbatas Paradigma Baru”, cet. I., (Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 180

Hotma Sautma Ronny, 2005, “Hubungan Bank Dengan Nasabah Produk


Tabungan dan Deposito: Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan
Deposan di Indonesia”, Citra Aditya Bandung, Hlm. 7
Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta:

Kencana,2005), hlm. 121

18

Anda mungkin juga menyukai