Makalah Kinetika Reaksi Kimia
Makalah Kinetika Reaksi Kimia
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
2018/2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan segala pengertian sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul “Kinetika Reaksi Kimia”.
Dalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
kerja sama dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan sumbangsinya
dalam hal ini berupa bantuan yang sangat berarti dalam penyusunan makalah ini.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar . .................................................................................................. i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang. .......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Kecepatan dan orde reaksi.......................................................... 3
2.2 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ................ 5
2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi ............................................ 6
2.4 Teori keadaan teransisi ............................................................... 8
2.5 Prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ....................................... 10
2.6 Aplikasi Kinetika Reaksi di bidang teknik sipil…… ................. 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan................................................................................. 14
3.2 Saran ........................................................................................... 14
DaftarPustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
senyawa kimia, sehingga hasil sintesanya memuaskan. Selain itu, terdapat
contoh lain dalam kehidupan sehari-hari tentang kinetika reaksi yaitu
pembuatan sayur, terkadang dengan rasa yang pas, dan tak jarang pula dengan
rasa yang asin atau bahkan tak berasa.
Tidak jauh berbeda dengan pembuatan teh, dalam proses pembuatan sayur
juga harus memiliki teknik khusus agar terasa pas di lidah. Tak jarang proses
tersebut dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu untuk
membuktikannya kami melakukan percobaan yan berkaitan dengan kinetika
reaksi dengan maksud agar kita dapat, mengetahui pengaruh suhu dan
konsentrasi pada suatu reaksi
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kecepatan dan orde reaksi
2. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
4. Mengetahui teori keadaan transisi
5. Mengetahui prasyarat berlangsungnya suatu reaksi
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia
dengan koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan
koefisien reaksi masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2𝐴 → 𝐵,
terlihat bahwa dua mol A dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini
menandakan bahwa laju konsumsi spesi A adalah dua kali laju pembentukan
spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :
laju reaksi = – 1 ∆ [A] / 2.∆ t atau
laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Persamaa diferensial untuk laju reaksi umum sebagai berikut :
𝒅𝑪
− = 𝒌 𝑪𝒏
𝒅𝒕
Dimana : -dC/dt = laju reaksi (r)
k = konstanta kecepatan laju reaksi
n = orde/tingkat reaksi
penyelesaian umum untuk reaksi orde nol, satu, dan dua yang banyak
dijumpai adalah
1. Orde satu : 𝐶 = 𝐶0 𝑒 −𝑘 1 𝑡
1 1
2. Orde dua : 𝐶 = 𝑘2 𝑡 + 𝐶0
3. Orde nol : 𝐶 = 𝑘0 + 𝐶0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring
peningkatan waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membedakan reaksi orde nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu
paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi
reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Persamaan waktu paruh
untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut :
7
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada
konsentrasi awal reaktan)
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan
konsentarsi awal reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan
konsentrasi awal reaktan)
Reaksi orde nol umum terjadi secara enzimatis dalam biosintesis
dimana kecepatan reaksi tidak dipengaruhi konsentrasi substrat [S].
Reaksi orde satu adalah peluruhan radioaktif, sedangkan reaksinorde dua
sangat umum dijumpai dilaboratorium.
Zat-antara adalah spesi yang muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak
ada dalam persamaan setimbang.
Zat-antara selalu terbentuk dalam tahap elementer awal dan hilang dalam
tahap elementer berikutnya.
8
Molekularitas suatu reaksi banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap
elementer.
• Reaksi unimolekular – tahap elementer dengan I molekul
• Reaksi bimolekular – tahap elementer dengan 2 molekul
• Reaksi termolekular – tahap elementer dengan 3 molekul
Reaksi unimolekular A produk laju = k [A]
Reaksi bimolekular A + B produk laju = k [A][B]
Reaksi bimolekular A + A produk laju = k [A]2
Untuk proses elementer maka laju reaksi sebanding dengan konsentrasi
reaktan dipangkatkan dengan koefisien yang secara umum ditulis.
9
Apakah zat-antaranya?
NO3
Apa yang pendapat anda tentang laju relatif pada tahap 1 and 2 ?
r = k[NO2]2 adalah hukum laju untuk tahap 1 maka tahap1 pasti lebih
lambat daripada tahap 2.
2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur. Ketergantungan laju
reaksi terhadap temperatur secara implisit tergambar melalui ketergantungan
tetapan laju (k) terhadap temperatur (T). Hubungan antara k dan T dinyatakan
melalui persamaan Arhenius. Pengamatan empiris menemukan banyak reaksi
mempunyai tetapan laju yang mentaati persamaan Arhenius.
k = A.e-Ea/RT
k adalah tetapan laju, A adalah faktor praeksponensial atau faktor
frekuensi yang berdimensi sama dengan k, R tetapan gas ideal dan T adalah
temperatur dalam kelvin. Harga e-Ea/RT dikenal sebagai ungkapan
Boltzmann yang mengekspresikan fraksi partikel yang memiliki energi cukup
(Ea) untuk melangsungkan reaksi. Besarnya energi minimal yang dibutuhkan
sistem untuk bereaksi disebut dengan Energi Pengaktifan (Ea). A dan Ea
disebut juga sebagai parameter Arhenius.
10
ekponensial, namun dengan mengkonversikannya dengan logaritma alam,
sehingga persamaan menjadi ln k = ln A – Ea/ RT, dengan mengalurkan
hubungan antara ln k dengan 1/T maka didapat grafik berupa garis lurus.
Harga Ea ditentukan dari slope (tg) = -Ea/2,303 R atau kemiringan garis
dan harga A merupakan intersep grafik yaitu perpotongan antara sumbu y
(ordinat) dengan grafik.
Jika ditentukan hanya membandingkan dua data percobaan menggunakan
persamaan berikut :
Log (k1/k2) = (Ea/2,303 RT). (T2-T1/T2.T1).
11
Nx adalah konsentrasi kompleks teraktivasi, NA dan NB adalah
konsentrasi pereaksi Secara skematis perubahan energi potensial suatu
peraksi hingga menjadi produk dapat digambarkan seperti gambar 3. Sumbu
horisontal mempresentasikan jalannya peristiwa tumbukan bimolekul dalam
reaksi fase gas, yang disebut sebagai koordinat reaksi.
Pada awalnya hanya terdapat pereaksi A dan B, saat dimulai A dan B
saling mendekat dan akhirnya bersentuhan, maka energi potensial naik
sampai maksimum, kumpulan atom yang berada pada daerah maksimum (X)
disebut sebagai kompleks teraktifkan. Kemudian energi potensial akan
menurun pada saat atom tersusun ulang, yaitu membentuk produk. Pada saat
pereaksi A dan B dalam keadaan yang sangat dekat disebut sebagai keadaan
transisi.
Energi pengaktifan E1 merupakan energi perubahan 𝐴 + 𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
produk, sedangkan E-1 merupakan energi pengaktifan untuk reaksi
sebaliknya. Selisih energi antara E1 dan E-1 merupakan entalpi reaksi antara
A dan B menjadi produk.
KP/TS
Ea
R
12
Anggapan dasar lain yang diambil yaitu laju pembentukan sebanding dengan
pengurangan kompleks teraktifkan X, yang dituliskan seperti persamaan
berikut :
𝑋 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
13
dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan
dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi.
Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem.
Semakin tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya.
Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi
tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun sedangkan
entropi spontan meningkat. Bagi kebanyakn reaksi, pengaruh entropi
adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan apakah reaksi
dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu,
entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan
dibicarakan contoh tentang hal tersebut.
Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding
dengan molekul reaktannya (contoh, A + B → C + D), pengaruh entropi
biasanya kecil; tapi jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A → B +
C), ada tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul
maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi
dalam mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian
maka secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi.
Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit
daripada molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi,
dan dalam hal seperti itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar
juga untuk mengatasi perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.
2. Persyaratan Kinetik Reaksi
Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang
mempelajari laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
penjelasan hubungannya terhadap mekanisme reaksi.
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai ΔG
negatif. ΔG yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu
persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara
spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan
14
H2O mempunyai ΔG negatif, tapi campuran H2 dan O2 dapat disimpan
pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi ΔG‡
harus ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 1. yang
merupakan profil energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara.
Dalam gambar seperti ini, absis menandai kemajuan reaksi. ΔGf‡ adalah
energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang
berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi
untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan
transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak
memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks
teraktivasi.
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks
teraktivasi dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan
kesetimbangan K‡. Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus
berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama sehingga tetapan
kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan antara
starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K ΔG
dihubungkan ke K dengan persamaan.
ΔG = -2,303 RT log K
Sehingga suatu nilai ΔG yang lebih tinggi adalah disertai dengan
suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi
meningkat dengan meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat
membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi
tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K‡ tidak
terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses
seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya ΔG, ΔG terbentuk dari komponen entalpi dan
entropi. ΔG = ΔH - TΔS Entalpi aktivasi (ΔH) adalah perbedaan energi
ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa
15
starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi,
ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan
transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ΔH. Adalah
benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan
baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya
dapat berpengaruhi pada ΔH dan bukan ΔH.
Entropi aktivasi (ΔS) yang merupakan perbedaan entropi antara
senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika
dua molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu
orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara
alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion hidroksida menghasilkan
alkena terjadi hanya jika dalam keadaan transisi, reaktan berorientasi
seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati hidrogen
tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.
Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati
atom klor atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi.
Untuk terjadinya reaksi, molekul-molekul harus melepaskan kebebasan
yang dimiliki secara normal untuk menerima banyak susunan yang
mungkin dalam ruang dan mengadopsi hanya satu yang mengarah kepada
terjadinya reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi, yakni S adalah
negatif. Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya
penutupan cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam.
Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung
rantai harus bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka
semakin banyak pula konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari
konformasi tersebut yang ujung-ujungnya saling berdekatan. Jadi
pembentukan keadaan transisi mengharuskan penghilangan entropi yang
lebih besar.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
𝑟 = 𝑘𝐴𝑎 + 𝐵 𝑏
Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau
kontrol yaitu Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi dan prasyarat kinetika
reaksi.
3.2 Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan bantuan
dari dosen pembimbing agar kiranya memberikan kritikan maupun saran
yang sifatnya membangun demi kelengkapan materi tugas kali ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin.
Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi
Ke Sebelas. Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
18