Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KINETIKA REAKSI KIMIA

Disusun Oleh :

Patricia R. Christie R. Linggi ( D011181002 )

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan segala pengertian sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul “Kinetika Reaksi Kimia”.

Dalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
kerja sama dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan sumbangsinya
dalam hal ini berupa bantuan yang sangat berarti dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan


Makalah ini. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif
sebagai pedoman di masa mendatang. Maka penulis dengan penuh rasa syukur
mempersembahkan Makalah ini semoga bermanfaat untuk kita semua.

Rabu, 25 Oktober 2018

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar . .................................................................................................. i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang. .......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Kecepatan dan orde reaksi.......................................................... 3
2.2 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ................ 5
2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi ............................................ 6
2.4 Teori keadaan teransisi ............................................................... 8
2.5 Prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ....................................... 10
2.6 Aplikasi Kinetika Reaksi di bidang teknik sipil…… ................. 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan................................................................................. 14
3.2 Saran ........................................................................................... 14
DaftarPustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kinetika kimia berkaitan dengan penentuan percobaan laju reaksi dari


yang tingkat hukum dan konstanta laju berasal. Relatif sederhana hukum
menilai ada untuk orde reaksi nol (yang laju reaksi adalah independen
konsentrasi), orde pertama reaksi, dan orde reaksi kedua, dan dapat diturunkan
bagi orang lain. Dalam reaksi berturut-turut itu langkah menentukan
tingkat sering menentukan kinetika. Pada reaksi orde pertama berturut-turut,
sebuah steady state pendekatan dapat menyederhanakan hukum laju.
Para Energi aktivasi untuk reaksi adalah eksperimen ditentukan
melalui persamaan Arrhenius dan persamaan Eyring. Faktor utama yang
mempengaruhi laju reaksi meliputi: kondisi fisik dari reaktan,
maka konsentrasi reaktan, dengan temperatur reaksi awal yang terjadi, dan
apakah tidak ada katalis yang hadir dalam reaksi.

Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tentang


perubahan – perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan
reaksi di tentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan
pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan (K) adalah faktor pembanding yang
menunjukkan hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan.
Keberadaan reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan
kinetika.
Termodinamika memberikan informasi kearah mana reaksi/ perubahan
kimia itu secara spontan dapat berlangsung, atau dengan kata lain kearah
manakah sistem kimia itu mempunyai kestabilan yang lebih besar. Sedangkan
kinetika mempermasalahkan laju reaksi dan mekanisme reaksinya. Informasi
kinetika di gunakan untuk meramalkan secara rinci mekanisme suatu reaksi
yaitu langkah-langkah yanhg di tempuh pereaksi untuk menetukan hasil reaksi
tertentu sesuai yang diinginkan.
Disamping itu kinetika juga memberikan informasi untuk mengendalikan
laju reaksi. Informasi semacam itu sangat berguna bagi para ahli sintesis

4
senyawa kimia, sehingga hasil sintesanya memuaskan. Selain itu, terdapat
contoh lain dalam kehidupan sehari-hari tentang kinetika reaksi yaitu
pembuatan sayur, terkadang dengan rasa yang pas, dan tak jarang pula dengan
rasa yang asin atau bahkan tak berasa.
Tidak jauh berbeda dengan pembuatan teh, dalam proses pembuatan sayur
juga harus memiliki teknik khusus agar terasa pas di lidah. Tak jarang proses
tersebut dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu untuk
membuktikannya kami melakukan percobaan yan berkaitan dengan kinetika
reaksi dengan maksud agar kita dapat, mengetahui pengaruh suhu dan
konsentrasi pada suatu reaksi

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kecepatan dan orde reaksi ?
2. Bagaimana mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ?
3. Bagaiman pengaruh suhu terhadap laju reaksi ?
4. Bagaiman teori keadaan transisi ?
5. Bagaiman prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kecepatan dan orde reaksi
2. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
4. Mengetahui teori keadaan transisi
5. Mengetahui prasyarat berlangsungnya suatu reaksi

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kecepatan dan orde reaksi


Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang
ilmu kimia yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia
berlangsung. Dari berbagai jenis reaksi kimia yang telah dipelajari para
ilmuwan, ada yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (reaksi
berlangsung cepat), seperti reaksi pembakaran gas metana. Di sisi lain, ada
pula reaksi yang berlangsung dalam waktu yang lama (reaksi berlangsung
lambat), seperti reaksi perkaratan (korosi) besi. Cepat lambatnya suatu reaksi
kimia dapat dinyatakan dalam besaran laju reaksi.
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau
produk per satuan waktu. Satuan laju reaksi adalah M/s (Molar per detik).
Sebagaimana yang kita ketahui, reaksi kimia berlangsung dari arah reaktan
menuju produk. Ini berarti, selama reaksi kimia berlangsung, reaktan
digunakan (dikonsumsi) bersamaan dengan pembentukan sejumlah produk.
Dengan demikian, laju reaksi dapat dikaji dari sisi pengurangan konsentrasi
reaktan maupun peningkatan konsentrasi produk.
Kecepatan reaksi dinotasikan sebagai v (velocity) atau r (rate) yang
didefinisikan sebagai turunan pertama dari konsentrasi terhadap waktu
(dC/dt). Karena pada reaksi tidak ada jarak yang ditempuh maka kecepatan
reaksi umum dinotasika sebagai “r” dan untuk secara umum, laju reaksi
dapat dinyatakan dalam persamaan sederhana berikut :
𝐴 →𝐵
laju reaksi = – ∆ [A] / ∆ t atau
laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t
Tanda – (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan
Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk

6
Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia
dengan koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan
koefisien reaksi masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2𝐴 → 𝐵,
terlihat bahwa dua mol A dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini
menandakan bahwa laju konsumsi spesi A adalah dua kali laju pembentukan
spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :
laju reaksi = – 1 ∆ [A] / 2.∆ t atau
laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Persamaa diferensial untuk laju reaksi umum sebagai berikut :
𝒅𝑪
− = 𝒌 𝑪𝒏
𝒅𝒕
Dimana : -dC/dt = laju reaksi (r)
k = konstanta kecepatan laju reaksi
n = orde/tingkat reaksi
penyelesaian umum untuk reaksi orde nol, satu, dan dua yang banyak
dijumpai adalah
1. Orde satu : 𝐶 = 𝐶0 𝑒 −𝑘 1 𝑡
1 1
2. Orde dua : 𝐶 = 𝑘2 𝑡 + 𝐶0

3. Orde nol : 𝐶 = 𝑘0 + 𝐶0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring
peningkatan waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membedakan reaksi orde nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu
paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi
reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Persamaan waktu paruh
untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut :

7
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada
konsentrasi awal reaktan)
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan
konsentarsi awal reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan
konsentrasi awal reaktan)
Reaksi orde nol umum terjadi secara enzimatis dalam biosintesis
dimana kecepatan reaksi tidak dipengaruhi konsentrasi substrat [S].
Reaksi orde satu adalah peluruhan radioaktif, sedangkan reaksinorde dua
sangat umum dijumpai dilaboratorium.

2.2 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi


Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah
pada pembentukan produk. Reaksi elementer adalah reaksi sederhana yang
hanya berlangsung dalam satu tahap. Sebagan besar reaksi adalah reaksi
kompleks dan membutuhkan lebih dari satu tahap. Urutan tahap-tahap
elementer yang mengarah pada pembentukan produk disebut mekanisme
reaksi.

Zat-antara adalah spesi yang muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak
ada dalam persamaan setimbang.
Zat-antara selalu terbentuk dalam tahap elementer awal dan hilang dalam
tahap elementer berikutnya.

8
Molekularitas suatu reaksi banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap
elementer.
• Reaksi unimolekular – tahap elementer dengan I molekul
• Reaksi bimolekular – tahap elementer dengan 2 molekul
• Reaksi termolekular – tahap elementer dengan 3 molekul
Reaksi unimolekular A produk laju = k [A]
Reaksi bimolekular A + B produk laju = k [A][B]
Reaksi bimolekular A + A produk laju = k [A]2
Untuk proses elementer maka laju reaksi sebanding dengan konsentrasi
reaktan dipangkatkan dengan koefisien yang secara umum ditulis.

𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖


𝑟 = 𝑘𝐴𝑎 + 𝐵 𝑏
Laju reaksi kompleks ditentukan berdasarkan eksperimen dengan 3
pedoman sebagai berikut :
1. proses elementer dengan peruraian molekul tunggal (unimolekuler) atau
tumbukkan dua molekul (bimolekuler) lebih mungkin dibandingkan
dengan tiga molekul bertumbukkan secara serentak (termolekuler)
2. semua proses elementer dipandang sebagai proses dapat balik (reversibel)
dan akan mencapai kondisi keadaan tetap (steady state) yaitu laju kekiri
sama sehingga konstan
3. proses elementer yang berlangsung paling lambat adalah merupakan laju
penentu kecepatan reaksi (RDS)
contoh : Hukum laju untuk reaksi antara NO2 and CO untuk menghasilkan
NO and CO2 adalah laju = k[NO2]2. Reaksi tersebut diketahui melalui dua
tahap :

Tulislah persamaan reaksi keseuruhan ?


 𝑁𝑂2 + 𝐶𝑂 → 𝑁𝑂 + 𝐶𝑂2

9
Apakah zat-antaranya?
 NO3
Apa yang pendapat anda tentang laju relatif pada tahap 1 and 2 ?
 r = k[NO2]2 adalah hukum laju untuk tahap 1 maka tahap1 pasti lebih
lambat daripada tahap 2.
2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur. Ketergantungan laju
reaksi terhadap temperatur secara implisit tergambar melalui ketergantungan
tetapan laju (k) terhadap temperatur (T). Hubungan antara k dan T dinyatakan
melalui persamaan Arhenius. Pengamatan empiris menemukan banyak reaksi
mempunyai tetapan laju yang mentaati persamaan Arhenius.
k = A.e-Ea/RT
k adalah tetapan laju, A adalah faktor praeksponensial atau faktor
frekuensi yang berdimensi sama dengan k, R tetapan gas ideal dan T adalah
temperatur dalam kelvin. Harga e-Ea/RT dikenal sebagai ungkapan
Boltzmann yang mengekspresikan fraksi partikel yang memiliki energi cukup
(Ea) untuk melangsungkan reaksi. Besarnya energi minimal yang dibutuhkan
sistem untuk bereaksi disebut dengan Energi Pengaktifan (Ea). A dan Ea
disebut juga sebagai parameter Arhenius.

Dengan pengaturan kembali persamaan Arhenius menjadi logaritma


bilangan pokok 10 maka menjadi persamaan :
Log k = {(-Ea/2,303 RT)} 1/T + A
Secara empirik harga A dan Ea suatu reaksi dapat ditentukan dari data k
pada berbagai temperatur. Kurva persamaan (1) merupakan grafik

10
ekponensial, namun dengan mengkonversikannya dengan logaritma alam,
sehingga persamaan menjadi ln k = ln A – Ea/ RT, dengan mengalurkan
hubungan antara ln k dengan 1/T maka didapat grafik berupa garis lurus.
Harga Ea ditentukan dari slope (tg) = -Ea/2,303 R atau kemiringan garis
dan harga A merupakan intersep grafik yaitu perpotongan antara sumbu y
(ordinat) dengan grafik.
Jika ditentukan hanya membandingkan dua data percobaan menggunakan
persamaan berikut :
Log (k1/k2) = (Ea/2,303 RT). (T2-T1/T2.T1).

2.4 Teori keadaan transisi


Suatu teori dapat digunakan pada suatu sistem, bila sistem tersebut
memenuhi anggapan dasar yang diambil pada waktu teori tersebut
dirumuskan. Anggapan yang paling mendasar dari teori ini adalah bahwa
dalam suatu reaksi sebelum pereaksi berubah menjadi produk pereaksi akan
melalui tahap suatu keadaan transisi dimana keadaan transisi ini bukan
merupkan hasil antara. Keadaan transisi ini dicapai setelah pereaksi memiliki
sejumlah energi tertentu yang disebut sebagai energi aktivasi.
Pada keadaan transisi, pereaksi akan berada sebagai kompleks teraktivasi,
yang kemudian akan berubah menjadi produk. Perubahan pereaksi menjadi
produk hanya tergantung pada dapat tidaknya pereaksi mencapai keadaan
transisi. Jadi dapat dikatakan bahwa keadaan transisi tergantung pada
keberhasilan pereaksi melampaui energi penghalang reaksi yang besarnya
sama dengan besar energi aktivasi. Asumsi berikutnya yang berlaku dalam
Teori Kompleks Teraktivasi adalah terjadinya kesetimbangan antara pereaksi
dengan kompleks teraktivasi. Secara skematis kedua asumsi ini dapat
dituliskan seperti reaksi
𝐴 + 𝐵 ↔ 𝑋 𝑘2 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
X adalah kompleks teraktivasi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
[𝑋]
K = [𝐴][𝐵] atau K = Nx/ NA. NB

11
Nx adalah konsentrasi kompleks teraktivasi, NA dan NB adalah
konsentrasi pereaksi Secara skematis perubahan energi potensial suatu
peraksi hingga menjadi produk dapat digambarkan seperti gambar 3. Sumbu
horisontal mempresentasikan jalannya peristiwa tumbukan bimolekul dalam
reaksi fase gas, yang disebut sebagai koordinat reaksi.
Pada awalnya hanya terdapat pereaksi A dan B, saat dimulai A dan B
saling mendekat dan akhirnya bersentuhan, maka energi potensial naik
sampai maksimum, kumpulan atom yang berada pada daerah maksimum (X)
disebut sebagai kompleks teraktifkan. Kemudian energi potensial akan
menurun pada saat atom tersusun ulang, yaitu membentuk produk. Pada saat
pereaksi A dan B dalam keadaan yang sangat dekat disebut sebagai keadaan
transisi.
Energi pengaktifan E1 merupakan energi perubahan 𝐴 + 𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
produk, sedangkan E-1 merupakan energi pengaktifan untuk reaksi
sebaliknya. Selisih energi antara E1 dan E-1 merupakan entalpi reaksi antara
A dan B menjadi produk.
KP/TS

Ea
R

Dimana : R dan P : reaktan dan produk


Ea : Energi aktivasi
KP/TS : keadaan peralihan (transitin state)

12
Anggapan dasar lain yang diambil yaitu laju pembentukan sebanding dengan
pengurangan kompleks teraktifkan X, yang dituliskan seperti persamaan
berikut :
𝑋 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘

KP/TS yaitu reaksi adalah pemutusan ikatan pada R dan pembentukkan


ikatan pada P. Pada KP/TS maka didefinisikan ikatan R hampir terbentuk
dengan notasi (.......) yang diilustrasikan sebagai berikut :
𝐴2 + 𝐵2 → 2𝐴𝐵
Pada reaksi diatas maka terjadi pemutusan A-A dan B-B dan pembentukkan
ikatan pada A-B dengan penggambaran reaksi dan KP/TS sebagai berikut .
𝐴 − 𝐴 + 𝐵 − 𝐵 → 𝐴 … … . . 𝐵 − 𝐵 … … . . 𝐴 → 2𝐴𝐵

Keadaan teraktivasi (KP/TS)

2.5 Prasyarat berlangsungnya suatu reaksi

Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau


kontrol sebagai berikut :

1. Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi


Subyek yang sangat penting dalam termodinamika adalah keadaan
kesetimbangan, maka termodinamika adalah metoda yang sangat penting
untuk mejajaki keadaan kesetimbangan suatu reaksi kimia.
Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih
rendah daripada energi bebas reaktan, yakni ΔG harus negatif. Reaksi
dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi
bebas ditambahkan. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi
H dan entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
ΔG = ΔH – TΔS
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan
energi ikat (meliputi energi resonansi, tegangan, dan solvasi) antara
reaktan dengan produk. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan
menjumlahkan semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi

13
dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan
dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi.
Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem.
Semakin tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya.
Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi
tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun sedangkan
entropi spontan meningkat. Bagi kebanyakn reaksi, pengaruh entropi
adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan apakah reaksi
dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu,
entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan
dibicarakan contoh tentang hal tersebut.
Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding
dengan molekul reaktannya (contoh, A + B → C + D), pengaruh entropi
biasanya kecil; tapi jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A → B +
C), ada tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul
maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi
dalam mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian
maka secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi.
Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit
daripada molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi,
dan dalam hal seperti itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar
juga untuk mengatasi perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.
2. Persyaratan Kinetik Reaksi
Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang
mempelajari laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
penjelasan hubungannya terhadap mekanisme reaksi.
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai ΔG
negatif. ΔG yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu
persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara
spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan

14
H2O mempunyai ΔG negatif, tapi campuran H2 dan O2 dapat disimpan
pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi ΔG‡
harus ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 1. yang
merupakan profil energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara.
Dalam gambar seperti ini, absis menandai kemajuan reaksi. ΔGf‡ adalah
energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang
berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi
untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan
transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak
memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks
teraktivasi.
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks
teraktivasi dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan
kesetimbangan K‡. Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus
berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama sehingga tetapan
kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan antara
starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K ΔG
dihubungkan ke K dengan persamaan.
ΔG = -2,303 RT log K
Sehingga suatu nilai ΔG yang lebih tinggi adalah disertai dengan
suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi
meningkat dengan meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat
membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi
tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K‡ tidak
terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses
seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya ΔG, ΔG terbentuk dari komponen entalpi dan
entropi. ΔG = ΔH - TΔS Entalpi aktivasi (ΔH) adalah perbedaan energi
ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa

15
starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi,
ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan
transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ΔH. Adalah
benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan
baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya
dapat berpengaruhi pada ΔH dan bukan ΔH.
Entropi aktivasi (ΔS) yang merupakan perbedaan entropi antara
senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika
dua molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu
orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara
alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion hidroksida menghasilkan
alkena terjadi hanya jika dalam keadaan transisi, reaktan berorientasi
seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati hidrogen
tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.
Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati
atom klor atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi.
Untuk terjadinya reaksi, molekul-molekul harus melepaskan kebebasan
yang dimiliki secara normal untuk menerima banyak susunan yang
mungkin dalam ruang dan mengadopsi hanya satu yang mengarah kepada
terjadinya reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi, yakni S adalah
negatif. Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya
penutupan cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam.
Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung
rantai harus bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka
semakin banyak pula konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari
konformasi tersebut yang ujung-ujungnya saling berdekatan. Jadi
pembentukan keadaan transisi mengharuskan penghilangan entropi yang
lebih besar.

2.6 Aplikasi Kinetika Reaksi di Bidang Teknik Sipil

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu


kimia yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia
berlangsung. Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di
bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah
pada pembentukan produk

𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖

𝑟 = 𝑘𝐴𝑎 + 𝐵 𝑏
Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau
kontrol yaitu Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi dan prasyarat kinetika
reaksi.
3.2 Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan bantuan
dari dosen pembimbing agar kiranya memberikan kritikan maupun saran
yang sifatnya membangun demi kelengkapan materi tugas kali ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition (terjemahan). New York: Mc


Graw Hill.

Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin.
Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi
Ke Sebelas. Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga:
Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai