Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)


DI RUANG IGD RSUD Dr. MOEWARDI

DISUSUN OLEH :

PIPIN DWI IRIANTI

(16046)

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN

2019
A. Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan dimana jantung


sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
tubuh, gagalnya aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan tubuh,
fungsi pompa jantung secara keseluruhan tidak berjalan normal. CHF
merupakan kondisi yang sangat berbahaya, meski demikian bukan berarti
jantung tidak bisa bekerja sama sekali, hanya saja jantung tidak berdetak
sebagaimana mestinya (Susanto, 2010).

Menurut Smeltzert & Bare (2013) CHF adalah ketidakmampuan


jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan.

CHF merupakan suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi


jantung menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan
jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin,2012).

B. Etiologi

Penyebab Pada CHF, jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah
cukup untuk menjaga lancarnya sirkulasi. Akibatnya terjadi penumpukan
darah dan tekanan ekstra dapat menyebabkan akumulasi cairan ke dalam
paruparu. Gagal jantung terutama berkaitan dengan masalah-masalah
pemompaan otot jantung di bilik jantung, yang mungkin disebabkan oleh
penyakit-penyakit seperti infraktus otot jantung (serangan jantung),
endocarditis (infeksi pada jantung), hipertensi (tekanan darah tinggi), atau
valvular insufficiency.Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah kiri, darah
akan kembali ke paru-paru. Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah
kanan, sirkulasi sistemik dapat kelebihan beban. Ketika gagal jantung menjadi
signifikan, sistem sirkulasi keseluruhan dapat terpengaruh (Wulandari, 2017).
Menurut Kasron (2012), ada beberapa penyebab dari gagal jantung
diantaranya :

1. Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,


disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau infalamasi.

2. Aterosklerosis Koroner

Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena


terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit otot jantung degenerative, berhubungan dengan gagal jantug
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.

3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal

Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya mengakibatkan


hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot
jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
CHF.

4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung


merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit Jantung Lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis katup AV), peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya
tekanan darah sistemik (hipertensi‖malignan‖) dapat menyebabkan CHF
meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.

6. Faktor Sistemik

Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan


beratnya CHF meningkatnya laju metabolisme, (demam, tirotoksikosis),
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau
metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung. Disritmia jantung juga dapat terjadi dengan sendirinya atau secara
sekunder akibat CHF menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung

C. Patofisiologi

Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena faktor-faktor volume


sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload
adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas
mengacu pada perubahan kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole (Brunner and Suddarth, 2013).

Menurut Wijaya & Yessi (2013), patofisiologi CHF yaitu: Kelainan


kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiak
output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolic ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir
diastolik kiri (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV , maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung kedalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler
dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru
melebihi tekanan osmotik kapiler, makan akan terjadi edema interstitial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat
akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis
meningkatkan tekanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian
seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan
yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.

Respon kompensatorik 1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis


Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik simpatik
yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan sarafsaraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktilitas akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi
volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ–organ yang
metabolismenya rendah (kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke
jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi
kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontriksi. 2)
Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-angiotensin aldosteron
(RAA) Aktivitas sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium. Poltekkes
Kemenkes Padang 3) Atropi ventrikel Respon kompensatorik terakhir pada
heart failure adalah hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding .
4) Efek negatif dari respon kompensatorik Pada awalnya respon
kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun pada
akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Resistensi jantung
yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini menyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi
arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman
vaskuler yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (kekurangan
jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh). Vasokonstriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi
ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen (MVO2) juga
meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan ini tidak
dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium maka akan
terjadi iskemia miokard. Akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi
dan serangan gagal jantung yang berulang.

D. Manifistasi Klinis

Menurut Kasron (2012), respon tubuh terhadap perubahan yang di alami


saat terjadinya gagal jantung atau tanda dan gejala terbagi atas dua kategori
diantaranya :

1. Gagal jantung kiri Kongesti jantung menonjol pada ggal jantung ventrikel
kiri karean ventrikel kiri tidak mampu memompa drah yang datang dari
patu. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:

a. Dispeu

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu


pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu yang mana beberapa pasien
dapat mengalaminya pada malam hari dinamakan Paroksimal Noktural
Dispnea (PND).

b. Batuk

Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan
tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk
yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang
kadang disertai bercak darah.

c. Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang sehingga menghambat


jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan serta batuk.

d. Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stess akibat kesakitan


bernafas dan pengetahhuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan
baik.

e. Sianosis

2. Gagal jantung kanan

a. Kongestif jaringan perifer dan viseral

b. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,


penambahan berat badan.

c. Hepatomegali

Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat


pembesaran vena di hepar.

d. Anorexia dan mual

Terjadi akibat pembesaran vena dan statis dalam rongga abdomen.

e. Nokturia

Nokturia atau rasa ingin BAK pada malam hari, terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis
terjadi paling sering pada malam hari karen acurah jantung akan
membaik dengan istirahat.
f. Kelemahan

Lemah yang menyertai HF sisi kanan disebabkan kerena menurunnya


curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah
katabolisme yang tidak adekuat dari jantung.

E. Patwhay

Terlampir

F. Klasifikasi CHF

Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) (Wulandari, 2017)


membuat klasifikasi fungsional CHF dalam 4 kelas yaitu :

1. Kelas I

Akitivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dyspea, palpitasi, tidak ada


kongesti pulmonal atau hipotensi perifer serta bersifat asimtomatik.

Kegiatan sehari –hari tidak terbatas.

2. Kelas II

Kegiatan sehari-hari sedikit terbatas, gejala tidak ada saat istirahat, adanya
bailar (krekels dan S3 murmur).

3. Kelas III

Kegiatan sehari- hari terbatas dan pasien merasa nyaman saat beristirahat.

4. Kelas IV

Gejala insufisiensi jantung ada saat insirahat.

G. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Kumalasari (2013), sebagai


berikut :

1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena


dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).

3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik


dengan dosis ditinggikan.

4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden


cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien CHF menurut Kasron


(2012) diantaranya :

1. Elektrokardiografi (EKG)

Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien CHF adalah:

a. Sinus takikardi dan bradikardi

b. Atrial takikardia / futer / fibrilasi

c. Aritmia ventrikel

d. Iskemia / infark

e. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen

f. ST menunjukkan penyakit jantung iskemik

g. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan


stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi

h. Blok atrioventikular

i. Mikrovoltase

j. Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T


menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis

k. Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi kanan
menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
2. Ekokardiografi

Gambaran yang paling sering ditemukan pada CHF akibat penyakit


jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup
jantung adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh
dinding ventrikel.

3. Rontgen Toraks

Abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien CHF:

a. Kardiomegali

b. Efusi pleura

c. Hipertrofi ventrikel

d. Edema intertisial

e. Infiltrat paru

f. Kongesti vena paru

Pemeriksaan Laboratrium menurut (Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskuler Indonesia, 2015), antara lain :

1. Tes Laboratorium Darah

a. Enzym hepar : meningkat dalam gagal jantung/ kongesti.

b. Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,


penurunan fungsi ginjal.

c. Oksimetri nadi : kemungkinan saturasi oksigen rendah.

d. AGD : Gagal jantung ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis


respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan COP2.

e. Albumin : kemungkinan besar dapat menurun sebagai akibat


penurunan protein.

Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada pasien CHF


diantaranya :

1. Anemia ( Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada perempuan)


2. Peningkatan kreatinin serum ( > 150 μ mol/L)

3. Hiponatremia ( < 135 mmol/L)

4. Hipernatremia ( > 150 mmol/L)

5. Hipokalemia ( < 3,5 mmol/L)

6. hiperkalemia ( > 5,5 mmol/L)

7. hiperglikemia( >200 mg/dl)

8. Hiperurisemia ( > 500 μ mmol/L)

9. BNP ( < 100 pg/ml, NT proBNP < 400 pg/ml)

10. BNP ( > 400 pg/ml, NT proBNP > 2000 pg/ml)

11. Kadar albumin tinggi ( > 45 g/L)

12. Kadar albumin rendah ( <30 g/L)

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2012), meliputi :

1. Non Farmakologis

a. CHF Kronik

1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan

2) menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan

3) aktivitas.

4) Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema.

5) Menghentikan obat-obatan yang dapat memperparah kondisi


seperti, NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal
menyebabkan retensi air dan natrium.

6) Pembatasan cairan ( kurang lebih 1200 – 1500 cc/hari )

7) Olahraga ringan secara teratur.

b. CHF Akut

1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)


2) Pembatasan cairan (< 1500 cc/hari)

2. Farmakologis

a. First line drugs (diuretik)

Tujuan pemberian diuretik ini yaitu untuk mengurangi afterload


pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada
disfungsi diastolik.

Obatnya adalah : thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop


diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk neningkatkan
pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic.

b. Second Line drugs (ACE inhibitor)

Tujuan pemberian obat ini yaitu meningkatkan COP dan


menurunkan kerja jantung. Obatnya adalah :

1) Digoxin

Untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk


kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan
ventrikel untuk relaksasi.

2) Hidralazin

Untuk menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

3) Isobarbide dinitrat

Untuk mengurangi preload dan afterload, disfungsi sistolik, hindari


vasodilator pada disfungsi sistolik.

4) Calsium channel bloker

Untuk kegagalan diastolik, meningkatkan relaksasi dan pengisian


ventrikel tetapi tidak dianjurkan untuk CHF kronik.

5) Beta blocker

Sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.


Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,
mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel
kiri.

J. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada CHF menurut Smeltzer & Bare (2013) :

a. Identitas Klien

Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status


kawin, agama pendidikan, pekerjaan, alamat, No MR, dan diagnosa
medis.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Keluhan utama

Biasanya pasien CHF mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat


beraktifitas, kelelahan, nyeri pada dada, dispnea pada saat
beraktivitas (Wijaya & Yessi, 2013).

c. Keluhan saat dikaji

Pengkajian dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan


mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST. Biasanya pasien akan
mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat beraktifitas, kelelahan, dada
terasa berat, dan berdebar – debar.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama


penyakit yang mendukung munculnya penyakit saat ini. Pada pasien
CHF biasanya sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan
hiperlipidemia. Dan juga memiliki riwayat penggunaan obat-obatan
pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-
obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta
antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,
alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali pasien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh


keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada
keturunannya (Muttaqin, 2012).

f. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran pasien dengan CHF biasanya baik atau compos mentis


(GCS 14-15) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
system saraf pusat.

2) Mata

a) Konjungtiva biasanya anemis, sklera biasanya tidak ikterik

b) Palpebra biasanya bengkak

3) Hidung

Biasanya bernafas dengan cuping hidung serta hidung sianosis

4) Mulut

Bibir biasanya terlihat pucat.

5) Wajah

Biasanya wajah terlihat lelah dan pucat.

6) Leher

Biasanya terjadi pembengkakan pada vena jugularis (JVP)

7) Sistem Pernafasan

a) Dispnea saat beraktivitas atau tidur sambil duduk atau dengan


beberapa bantal.

b) Batuk dengan atau tanpa sputum


c) Penggunaan bantuan pernafasan, misal oksigen atau medikasi

d) Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboral,


penggunaan otot aksesori

e) Sputum mungkin bercampur darah, merah muda / berbuih

f) Edema pulmonal

g) Bunyi nafas : Adanya krakels banner dan mengi.

8) Jantung

a) Adanya jaringan parut pada dada

b) Bunyi jantung tambahan (ditemukan jika penyebab CHF


kelainan katup)

c) Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan


adanya hipertrofi jantung (Kardiomegali)

d) Adanya bunyi jantung S3 atau S4

e) Takikardia

9) Abdomen

a) Adanya hepatomegali

b) Adanya splenomegali

c) Adanya asites

10) Eliminasi

a) Penurunan frekuensi kemih

b) Urin berwarna gelap

c) Nokturia (berkemih pada malam hari)

d) Diare/ konstipasi.

11) Ekstremitas

a) Terdapat edema dan CRT kembali > 2 detik


b) Adanya edema, sianosis perifer.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraksi


ventrikel kiri.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru


tidak optimal.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dengan kebutuhan oksigen, kelelahan.

( NANDA Internasional, 2015)

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 1.1 Diagnosa Keperawatan NANDA 2015, NIC-NOC 2016

NO Diagnosa NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention


Keperawatan Clasification) Clasification)
1. Penurunan curah a. Cardiac Pump a. Cardiac Care Aktivitas
jantung Effectiveness
berhubungan Indikator : 1) Evaluasi adanya
dengan penurunan 1) Systolic blood nyeri dada
kontraksi ventrikel pressure dalam (intensitas, lokasi,
rentang normal durasi, frekuensi)
kiri.
2) Diastolic blood 2) Catat adnya
pressure dalam disritmia jantung
rentang normal 3) Catat adanya tanda
3) Tidak ada disritmia dan gejala
4) Tidak ada bunyi penurunan cardiac
jantung abnormal output.
5) Tidak terjadi angina
4) Monitor status
6) Tidak ada edema
kardiovaskuler
perifer
7) Tidak ada edema 5) Monitor status
paru pernafasan yang
8) Tidak dispnea saat menandakan Heart
istirahat Failure
9) Tidak dispnea ketika 6) Monitor abdomen
latihan sebagai indicator
10) Tidak terjadi adanya adanya
11) hepatomegali penurunan fungsi
12) Aktivitas toleran 7) Monitor balance
13) Tidak sianosis cairan
8) Monitor adanya
b. Circulation Status
Indikator : perubahan
1) Systolic blood perubahan tekanan
pressure dalam darah
rentang normal 9) Monitor respon
2) Diastolic blood pasien terhadap efek
pressure dalam pengobatan
rentang normal antiaritmia
3) Pulse pressure dalam 10) Atur periode latihan
rentang normal dan istirahat untuk
4) MAP dalam rentang menghindari
normal kelelahan
5) AGD (PaO2 dan
11) Monitor adanya
PaCO2) dalam
dispnea, ortopnea,
rentang normal
dan takipnea
6) Saturasi O2 dalam
rentang normal 12) Anjurkan untuk
7) Tidak asites menurunkan stres
c. Vital signs b. Vital Sign Monitoring
Indikator : Aktivitas :
1) Denyut jantung 1) Monitor TD, nadi,
apikal dalam rentang suhu dan RR
normal 2) Catat adanya
2) Irama denyut fluktuasi tekanan
jantung dalam darah
rentang normal 3) Monitor vital sign
3) Denyut nadi radial pasien saat
dalam rentang berbaring, duduk,
normal berdiri
4) Tekanan Systole dan 4) Auskultasi tekanan
Diastole dalam darah pada kedua
rentang normal lengan dan
bandingkan
5) Monitor TD, Nadi,
RR sebelum, selama
dan setelah aktivitas
6) Monitor kualitas
nadi.
7) Monitor adanya
pulsus paradoksus
8) Monitor jumlah dan
irama jantung
9) Monitor bunyi
jantung
10) Monitor suara paru
11) Monitor pola
pernafasan abnormal
12) Monitor adanya
sianosis perifer
13) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
2 Ketidakefektifan a. Respiratory Status : a. Airway Manajemen
pola nafas Ventilation Aktivitas :
berhubungan Indikator : 1) Posisikan pasien
dengan 1) Respiratory dalam untuk
pengembangan rentang normal memaksimalkan
paru tidak optimal. 2) Tidak ada retraksi ventilasi
dinding dada 2) Lakukan fisioterapi
3) Tidak mengalami dada jika perlu
dispnea saat istirahat 3) Auskultasi suara
4) Tidak ditemukan nafas, catat adanya
otrhopnea suara nafas
5) Tidak ditemukan tambahan
atelektasis 4) Monitor resirasi dan
b. Respiratory : Airway status O2
Patencyn b. Oxygen Therapy
Indikator : Aktivitas :
1) Respiratory rate 1) Pertahankan
dalam rentang kepatenan jalan
normal nafas
2) Pasien tidak cemas 2) Atur peralatan
3) Menunjukkan jalan oksigen
nafas yang paten. 3) Monitor aliran
oksigen
4) Pertahankan posisi
pasien
5) Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi.
6) Monitor adanya
kecemasan
c. Vital Sign Monitoring
Aktivitas :
1) Monitor TD,
Nadi,Suhu, dan RR
2) Catat adanya adanya
flutuasi tekanan
darah
3) Monitor kualitas
nadi
4) Monitor suara paru
5) Monitor suara
pernafasan
6) Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan kulit
3 Kelebihan volume a. Electrolit And a. Fluid Management
cairan berhubungan Acid/Base Balance Aktivitas :
dengan retensi Indikator : 1) Pertahankan catatan
natrium dan air. 1) Serum albumin, intake output yang
kreatinin, akurat
hematokrit, Blood 2) Monitor hasil Hb
2) Urea Nitrogen yang sesuai dengan
(BUN), dalam retensi cairan (BUN,
rentang normal Hematokrit,
3) pH urine, urine Osmolaritas urine)
sodium, urine 3) Monitor vital sign
kreatinin,urine 4) Monitor indikasi
osmolaritas, dalam retensi
rentang normal 5) Kaji luas dan lokasi
4) Tidak terjadi edema
kelemahan otot 6) Monitor status
5) Tidak terjadi nutrisi
disritmia 7) Kolaborasi dengan
b. Fluid Balance dokter jika tanda
Indikator : cairan berlebihan
1) Tidak terjadi asites muncul memburuk
2) Ekstremitas tidak b. Fluid Monitoring
edema Aktivitas :
3) Tidak terjadi distensi 1) Tentukan riwayat
vena jugularis jumlah dan tipe
c. Fluid Overload intake cairan dan
Severity eliminasi
Indikator : 2) Tentukan
1) Edema tungkai tidak kemungkinan faktor
terjadi risiko dari
2) Tidak asites ketidakseimbangan
3) Kongesti vena tidak cairan
terjadi 3) Monitor berat badan
4) Tidak terjadi 4) Monitor TD, Nadi,
peningkatan blood RR
pressure 5) Monitor tekanan
5) Penurunan darah orthostatik dan
pengeluaran urine perubahan irama
tidak terjadi jantung
6) Tidak terjadi 6) Monitor parameter
perubahan warna hemodinamik infasif
urine 7) Monitor tanda dan
7) Penurunan serum gejala edema
sodium tidak terjadi
8) Peningkatan serum
sodium tidak terjadi
4 Intoleransi aktivitas a. Energi Conservation a. Energy Managemen
berhubungan Indikator : Aktivitas :
dengan 1) Menunjukkan 1) Tentukan
ketidakseimbangan keseimbangan antara keterbatasan pasien
antara suplai aktivitas dengan terhadap aktivitas
dengan kebutuhan istirahat 2) Tentukan penyebab
oksigen, kelelahan. 2) Menggunakan teknik lain dari kelelahan
3) Mengenali 3) Dorong pasien untuk
keterbatasan energi mengungkapkan
4) Menyesuaikan gaya perasaan tentang
hidup sesuai tingkat keterbatasannya
energi 4) Observasi nutrisi
5) Mempertahankan sebagai sumber
gizi yang cukup energi yang adekuat
6) Melaporkan aktivitas 5) Observasi respon
yang sesuai dengan jantung-paru
energi. terhadap aktivitas
b. Activity Tolerance (misalnya takikardia,
Indikator : disritmia, dispnea,
1) Saturasi oksigen saat pucat, dan frekuensi
melakukan aktivitas pernafasan)
membaik/dalam 6) Batasi stimulus
rentang normal lingkungan
2) Nadi saat melakukan (misalnya
aktivitas dalam pencahayaan, dan
rentang normal kegaduhan)
3) Tidak sesak napas 7) Dorong untuk
saat melakukan lakukan periode
aktivitas aktivitas saat pasien
4) Tekanan darah saat memiliki banyak
melakukan aktivitas tenaga
dalam rentang 8) Rencanakan periode
normal aktivitas saat pasien
5) Mudah melakukan memiliki banyak
ADL (seperti makan, tenaga
memakai 9) Hindari aktivitas
baju,toileting, selama periode
mandi, berdandan, istirahat
menjaga kebersihan, 10) Dorong pasien untuk
oral hygiene, melakukan aktivitas
berjalan, berpindah sesuai sumebr energi
tempat) 11) Instruksikan pasien
atau keluarga untuk
mengenal tanda dan
gejala kelelahan
yang memerlukan
pengurangan
aktivitas.
12) Bantu pasien atau
keluargauntuk
menentukan tujuan
akhir yang realistis
13) Evaluasi program
peningkatan tingkat
aktivitas
b. Actifity Therapy
Aktivitas :
1) Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
2) Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
3) Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktiivtas yang
diinginkan
4) Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
5) Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
6) Monitor respon fisik,
emosi, soial, dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
volume 2. Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria dkk. (2016). Nursing Interventions Clasifications (NIC).
Indonesia: Mocommedia.
Kumalasari, E.Y. (2013). Angka Kematian Pasien Gagal Jantung Kongestif Di
Hcu Dan Icu Rsup Dr. Kariadi Semarang. Skripsi. (UNIV Diponegoro:
Fakultas Kedokteran.) Diakses pada 05 Maret 2019 dari
http://eprints.undip.ac.id/43854/1/EthaYosyKLap. KTI.pdf.
Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan serta
Pengobatannya. Yogyakarta : Nuha Medika.
Muttaqin, arif. (2012). Buku ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Moorhead, Sue dkk. (2016). Nursing Outcomes Clasification (NOC). Indonesia:
Mocomedia.
NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan (Defenisi dan Klasifikasi
2015-2017). Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2015).
Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung (edisi pertama). Jakarta: PERKI.
Smelzer, Suzanne dan Bare Brenda. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC.

Susanto. (2010). Hindari Hipertensi, Konsumsi Garam 1 Sendok per Hari.


Jakarta: Gramedia.
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Marita. (2013). Keperawatan Medikal
Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wulandari, Y. (2017). Asuhan Keperawatanpada Pasien Dengan Congestive Heart
Failure (Chf) Di Ruang Penyakit Dalam Pria Irna Non–Bedah Rsup
Dr.M.Djamil Padang. TA D3. (Poltekes Kemenkes Padang: Jurusan
Keperawatan).Diakses pada tanggal 05 Maret 2019 dari
https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/YANI_WULANDARI_K
TI_D_III_KEPERAWATAN_PADANG_2017.pdf.

Anda mungkin juga menyukai