Anda di halaman 1dari 32

PERKEMBANGAN ISLAM DAN BENTUK-BENTUK

PERADABAN ISLAM DI KALIMANTAN TAHUN 1945-2000


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah: SPI

Dosen Pengampu: SOLIHAH TITIN SUMANTI, M.A

Disusun oleh:
Sem. IV/SPI A

Dika Rahmayanti Utami (0602172025)


Faisal Nugraha Sitorus (0602172028)
Rivayatul Akhyariyah (0602172032)
Sadikin Manik (00602173042)
PROGRAM SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UIN SUMATERA UTARA MEDAN
2019
PERKEMBANGAN ISLAM DAN BENTUK-BENTUK PERADABAN
ISLAM DI KALIMANTAN TAHUN 1945-2000

Disusun oleh: Dika Rahmayanti Utami, Faisal Nugraha Sitorus, Rivayatul


Akhyariyah, Sadikin Manik

Abstrak : “Indonesia adalah negara religius, sikap religius tersebut telah dimiliki
oleh bangsa ini sejak dahulu. Sebagaimana adanya kepercayaan
animisme, kemudian masuknya ajaran Hindu dan Budha yang disusul
dengan datangnya ajaran Islam. Proses datangnya Islam di Indonesia
menjadi bagian dalam babak sejarah dunia Islam. Islamisasi tersebut
menyebar hingga seluruh nusantara. Salah satu daerah yang terjadi
proses islamisasi adalah Pulau Sulawesi. Begitu panjang perjalanan
agama ini masuk dan menjadi Mayoritas di Pulau ini. Dan agama ini
juga masuk di perairan Nusantara secara damai tanpa paksaan dan
tidak melalui peperangan. Islamisasi di Sulawesi yang berlangsung
sekitar abad ke 16M, telah membawa perubahan sosial terhadap
masayarakat setempat. Setidaknya perubahan itu berlangsung melalui
beralihnya agama masyarakat, dari agama yang sebelumnya bersifat
Hindu-Budha ke agama baru, yaitu Islam. Pada tahap awal Islam
diterima oleh Raja, lalu setelah itu rakyat secara resmi memeluk agama
Islam. Dalam konteks Islamisasi di Sulawesi Selatan, kawasan ini agak
terlambat menerima agama Islam dibandingkan dengan kawasan lain di
Timur Nusantara, seperti Maluku, dan Kalimantan. Namun hubungan
perdagangan dengan kerajaan lainnya sudah berlangsung sejak
lama.Adapun daerah Kerajaan yang lebih awal memeluk agama Islam di
Sulawesi Selatan ialah Kerajaan Gowa-Tallo.Kerajaan ini juga yang
pertama menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Demikian
juga peran Ulama dan Raja sangat besar peranannya dalam Islamisasi
di Sulawesi Selatan”.

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedatangan agama Islam pada abad ke-7 M ke dunia dianggap oleh sejarawan
sebagai pembangun Dunia Baru dengan pemikiran baru, cita-cita baru, kebudayaan serta
peradaban baru. Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah
mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban
Hindu-Budha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata. Pulau Sulawesi
mendapat pengaruh Islam yang lambat dari Pulau Jawa dan Sumatera.

Dengan kedatangan Islam, masyarakat Indonesia mengalami transformasi dari


masyarakat agraris ke arah masyarakat kota pengaruh Islam. Dengan pengaruh Islam,
Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan.

Walaupun Islam belum selesai dan belum sempurna waktu itu, tetapi Islam sudah
berfungsi sebagai kekuatan pendorong perlawanan terhadap penjajah sekaligus lambang
pemersatu. Ajaran Islam dapat menumbuhkan jiwa patriotisme sebagai bagian dari iman
yang berorientasi ke arah persatuan seluruh kepulauan Nusantara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal masuknya agama Islam di Pulau Sulawesi?
2. Bagaimana perkembangan agama Islam di Pulau Sulawesi pada tahun 1945-
2000?
3. Apa saja bentuk-bentuk peradaban Islam di Pulau Sulawesi?

3
PEMBAHASAN

4
Islam di Pulau Sulawesi

A. Sejarah Masuknya Islam di Pulau Sulawesi

Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat
datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa
daerah.Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga
menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar. Raja Goa pertama
yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir
besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603.1
Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin
yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternateyang lebih dulu memeluk Islam. Namun
Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah
pengaruh kerajaan Ternate. Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin
begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib
Tunggal, Datuk ri Bandang,datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan
dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan
mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat dakwah
yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang
melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidere
ng, Tanette,Luwu dan Paloppo.

a. Provinsi Sulawesi Selatan


1. Sejarah

Sekitar 30.000 tahun silam Pulau ini telah dihuni oleh manusia penemuan
tertua ditemukan di gua-gua dekat Bukit Kapur dekat Maros, sekitar 30 km sebelah
timur laut dan Makassar sebagai ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kemungkinan

1
Sunanto,Musyrifah.Sejarah Peradaban Islam Indonesia.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2012, hal 4

5
lapisan budaya yang tua berupa alat batu dan lempeng telah dikumpulkan dari teras
sungai di lembah Walanae, di antara Soppeng dan Sengkang, termasuk tulang-tulang
babi raksasa dan gajah-gajah yang telah punah. Selama masa keemasan perdagangan
rempah-rempah, di abad ke-15 sampai ke-19, Sulawesi Selatan berperan sebagai pintu
Gerbang kepulauan Maluku, tanah penghasil rempah. Kerajaan Gowa dan Bone yang
perkasa memainkan peranan penting dalam sejarah Kawasan Timur Indonesia di masa
lalu.

Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk pada tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi


Selatan bergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi Selatan-
Tenggara pembentukan Provinsi ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1964. Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke-14. Pada
saat itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti kerajaan Luwu di bawah
pemerintahan Dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone di
bawah dinasti ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah pemerintahan Raja To
Manurung Eri Dekkannyili, dan kerajaan Tallo dengan raja pertamanya KaraEng Loe ri
Sero.2

Menurut catatan budaya Sulsel, ada tiga kerajaan besar yang pernah
berpengaruh luas yakni Kerajaan Luwu, Gowa, dan Bone. Di samping sejumlah
kerajaan kecil yang beraliansi dengan kerajaan besar, namun tetap bertahan secara
otonom. Berbeda dengan pembentukan Provinsi lain di Indonesia, Sulsel terbentuk
menjadi satu kesatuan wilayah administratif tingkat provinsi, atas kemauan dan ikrar
raja-raja serta masyarakat setempat sekaligus bergabung dalam negara kesatuan
Republik Indonesia, sehingga Sulsel menjadi salah satu Provinsi di Indonesia yang
diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 1950 dan Makassar sebagai pusat pemerintahan.
Sedangkan yang sangat berarti adalah perubahan nama ibukota Provinsi Sulawesi
Selatan dari Makassar ke Ujung Pandang yang ditetapkan dalam PP nomor 51 Tahun
1971 Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 65 tahun 1971.

2
Azmi Al Bahij, Sejarah 34 Provinsi Indonesia, Penerbit Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hal 345
6
2. Geografi

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0˚ 12’- 8 ˚ Lintang Selatan dan 116 ˚


48˚-122˚ 36’ Bujur Timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km². Provinsi ini berbatasan
dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi
Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di Selatan. Sulawesi Selatan
memiliki 4 Danau yakni Danau Tempe di Kabupaten Wajo, Danau Sidenreng di
Kabupaten Sidrap, Danau Matana dan Towoti di Kabupaten Luwu. Adapun jumlah
gunung tercatat 7 gunung yang mana gunung tertinggi adalah Gunung Rantemario
dengan ketinggian 3.470 m di atas permukaan laut. Gunung ini terletak di daerah
perbatasan antara Kabupaten Luwu dan Enrekang.

Dari segi dimensi sumber daya alam, Provinsi Sulsel terdapat empat
kategori, yakni, Dataran rendah yang meliputi hampir semua kabupaten kota, Dataran
tinggi yang meliputi Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Enrekang, Sinjai,
Gowa, Bone dan sebagian di wilayah Sidrap, Wajo, Pinrang, Maros, Pangkep dan
Parepare, Perairan pantai yang meliputi kabupaten/kota yang terbentang di pesisir pantai
timur dan pantai barat, dan laut dalam yang meliputi Selat Makassar, Teluk Bone, dan
Laut Selayar.

Dari luas wilayah, pemanfaatan lahan di provinsi Sulawesi Selatan


mencakup kawasan hutan (57,59%), Sawah (9,01%), Rawa (01,65%), Danau, Tambak
(2,84%), Perikanan (1,07%), Perkebunan (9,85%), dan lain-lain (8,74%).

3. Kependudukan

Jumlah Penduduk

Sampai dengan Mei 2010, jumlah penduduk di Sulawesi Selatan terdaftar


sebanyak 8.032.551 dengan jiwa dengan pembagian 3.921.543 orang laki-laki dan
4.111.008 orang perempuan.

Suku bangsa

7
- Suku Bugis

Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan.


Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke
Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari dataran Asia tepatnya Yunan. Kata
“Bugis” berasal dari kata To Ugi yang berarti orang Bugis.

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk


beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa,
aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain
Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar
dan membentuk Suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian
darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa
Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan
antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene
kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan
Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina
(yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang
(daerah di Pangkajene Kepulauan).

- Suku Makassar

Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami
pesisir selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkasara’ berarti
“Mereka yang Bersifat Terbuka”.

Etnis Makassar ini adalah etnis yang berjiwa penakluk namun demokratis
dalam memerintah, gemar berperang dan jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14-17
dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang
luas dengan kekuatan armada laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium
bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian timur,
NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara. Mereka menjalin

8
Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan seluruh kerajaan lainnya
dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis). Kerajaan ini juga
menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adu
domba Belanda terhadap kerajaan taklukannya.

Berbicara tentang Makassar maka adalah identik pula dengan Suku Bugis
yang Serumpun. Istilah Bugis dan Makassar adalah istilah yang diciptakan oleh Belanda
untuk memecah belah. Hingga pada akhirnya kejatuhan Kerajaan Makassar pada
Belanda Segala potensi dimatikan, mengingat suku ini terkenal sangat keras menentang
Belanda.

- Suku Mandar

Sebagian besar suku Mandar bermukim di Pulau Laut, Kabupaten Kota


Baru. Rumah adat suku Mandar disebut boyang. Upacara adat suku Mandar di
Kecamatan Pulau Laut Selatan yaitu “mappando esai” (bermandikan air laut).

- Suku Toraja

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara


Sulawesi Selatan Indonesia populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa dengan 500.000
diantaranya yang masih tinggal di kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan
Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara
sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To
Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari agama
Hindu Dharma.

Tana Toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja yang berarti “orang yang
berdiam di negeri atas”. Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai
diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum penjajahan
Belanda dan masa pengkristenan suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi,
dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama.
Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak
9
keragaman dalam dialek, hirarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran
tinggi Sulawesi.

- Suku Bentong

Suku Bentong adalah sebuah suku yang berdiam di wilayah Desa Bulo-
Bulo, Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Nama suku Bentong
diperoleh karena suku ini menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang
dipergunakan oleh masyarakat Barru sebagai komunitas Bugis, yaitu menggunakan
perpaduan dari beberapa bahasa daerah yang ada di Sulawesi Selatan yaitu Makassar,
Konjo, Bugis dan Mandar. Bentong sendiri dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
“cadel”.

- Suku Duri

Terletak di bagian Utara Kabupaten Enrekang berbatasan dengan Kabupaten


Tana Toraja, meliputi tiga Kecamatan Induk Anggeraja, Baraka dan Alla di Sulawesi
Selatan.

- Suku Konjo

Suku Konjo sebagian besar tinggal di Kabupaten Bulukumba, kurang lebih


209 km dari kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Suku Konjo mendiami 4
Kecamatan (Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan bontobahari dan
Kecamatan Herlang), yang kesemuanya berada di wilayah bagian Timur Kabupaten
Bulukumba. Orang Konjo membangun kapal layar pinisi yang biasanya dikira dibuat
oleh suku Bugis dan suku Makassar.

Bahasa

Bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Makassar, Bugis, Luwu,


Toraja, Mandar, Duri, Konjo dan Pattae.

10
Agama

Mayoritas beragama Islam, kecuali di kabupaten Tana Toraja dan


sebagian wilayah lainnya beragama Kristen. Dapat dipastikan bahwa pada tahun 1600
M, suku Makasar dan suku Bugis telah memeluk agama Islam, Suku Bugis dan suku
Makasar ialah yang bertempat tinggal di bagian Selatan Barat Pulau Sulawesi. Orang-
orang Bugis dan Makasar merupakan yang lebih maju dan terdiri dari pedagang yang
kaya.
Di samping itu, mereka terkenal sebagai pelaut yang ulung. Bersamaan dengan
masuknya Islam ke Sulawesi Selatan ini, orang Portugis datang pula kesana sambil
menyiarkan agama Kristen. Saling berebut pengaruh antara Islam dan Kristen, namun
penduduk asli Bugis dan Makasar masuk ke dalam Islam.

b. Provinsi Sulawesi Tengah


1. Sejarah

Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan
berbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di
laut. Kota ini terkenal dengan jembatannya yang disebut Jembatan Palu.

Wilayah provinsi Sulawesi Tengah sebelum jatuh ketangan Pemerintahan


Hindia Belanda merupakan sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15
kerajaan di bawah kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi
Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di
Barat. Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan
Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan
di Barat.

Dalam perkembangannya, ketika Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan


sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah
Pusat kemudian membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi tiga bagian, yakni :

11
1. Sulawesi tengah bagian Barat meliputi wilayah kabupaten Poso, Kabupaten
Banggai, dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan
pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-
daerah Tingkat II di Sulawesi.
2. Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah
Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah
Sulawesi Tengah masuk wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado.
Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi dua Afdeeling yaitu
Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan 15 Swapraja.
3. Sulawesi Tengah bagian timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesidenan
Sulawesi Timur Bau-Bau.

Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang


Nomor 2 tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang
meliputi 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten
Banggai, dan Kabupaten Buol Tolitoli. Selanjutnya Pemerintah Pusat
menetapkan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang otonom berdiri
sendiri yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang
Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan selanjutnya
tanggal pembentukan tersebut diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi
Sulawesi Tengah.

Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tutunan Masyarakat


dalam era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi
kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui Undang-
undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 51
tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Boul, Morowali, Banggai
Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 tahun 2002 oleh
Pemerintah Pusat terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah
Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Kini berdasarkan

12
pemekaran wilayah kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 10 daerah, yaitu 9
Kabupaten dan 1 kota.

2. Geografi

Luas Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah adalah 63.033.71 km2. Secara


administratif Sulawesi Tengah tahun 2005 dibagi dalam 9 Kabupaten,
Kotamadya dengan 109 Kecamatan serta 1.531 desa/kelurahan definitif dan 46
Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Sulawesi Tengah terletak di antara 222
Lintang Utara dan 348 Lintang Selatan, serta 1122 dan 124 22 Bujur Timur.

Sebelah Utara : Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo,


Sebelah Timur : Provinsi Maluku,
Sebelah Selatan: Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah,
Sebelah Barat : Selat Makassar.
Garis khatulistiwa yang melintas semenanjung bagian utara di Sulawesi
membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali
serta sebagian pulau Sumatera, musim hujan di Sulawesi Tengah antara bulan
April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret.
Rata-rata curah hujan berkisar antara 800-3.000 milimeter per tahun yang
termasuk curah hujan terendah di Indonesia.

3. Kependudukan

Bahasa

Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang


saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat
dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.\

13
Agama

Jumlah penduduk di daerah ini sekitar 2.128.000 jiwa yang mayoritas


beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Buddha. Tingkat toleransi
beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat.

Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam.


Tercatat 72.36% penduduknya memeluk agama Islam, 24,51% memeluk agama
Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu serta Buddha. Isla disebarkan di
Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan
diteruskan oleh Al Alimul’ Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim Al
Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai
Pahlawan nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim Assegaf Al Jufri
menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini.

4. Seni dan Budaya

Budaya

Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-


temurun, Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap
terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh
modern serta pengaruh agama. Karena banyak kelompok etnis mendiami
Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut
Sulawesi yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka
yang tinggal di pantai bagian Barat Kabupaten Donggala telah bercampur
dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di
bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan
Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di
kecamatan Bualemo yang cukup dominan.

14
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi
upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain
warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi,
Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang
merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India, dan Jepang masih dapat
ditemukan.

Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang


banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian tradisi, adat,
model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya
ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan.
Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang
beratap ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga
merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara,
sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula
lumbung padi yang disebut Gampiri.

c. Provinsi Sulawesi Tengara


1. Sejarah

Sulawesi Tenggara adalah sebuah provinsi di indonesia yang beribukotakan


kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara dibentuk tanggal 22 September 1964.
Sebelumnya, provinsi yang beribukota kendari ini merupakan bagian dari provinsi
Sulawesi Selatan- Tenggara yang dibentuk pada tahun 1960. Sulawesi Tenggara
memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Sejak zaman pra sejarah, wilayah sulawesi
Tenggara telah memiliki penghuni. Penduduk asli provinsi ini merupakan campuran
antara bangsa Wedoid dan Negroid. Sekitar tahun 3000 SM datang dan bermukim
kelompok baru dari bangsa Pruto-Melayu yang kemudian disusul oleh kedatangan
bangsa melayu yang lebih muda, yaitu Deudtro- Melayu tahun 300 SM.

Sejarah Sulawesi Selatan yang telah terbentuk kesatuan politik dimulai pada
abad ke 10. Ketika itu berdiri kerajaan Konawe, kini sebagian besar wilayahnya
15
masuk dalam Kabupaten Kendari. Nama kerajaan ini di ambil dari nama suku yang
mendiami hampir seluruh daratan Sulawesi Tenggara, yaitu suku Konawe. Pendiri
kerajaan Konawe ini adalah Totogano Wonua, seorang keturunan Mokole panguni, di
Unaaha, setelah itu, sejumlah kerajaan bermunculan antara lain Kerajaan Button,
Kerajaan Muna, Kerajaan Kemongga, Kerajaan Tiworo, Kerajaan Kalisusu, dan
Kerajaan Moronene. Banyak di antara kerajaan-kerajaan tersebut memiliki ikatan
kekeluargaan karena terjadi perkwinan diantara keluarga pemimpin kerajaan tersebut.

Pada abad ke 16, Kerajaan Buton berperan sebagai pintu gerbang penyebaran
agama islam dari Ternate di wilayah Sulawesi Tenggara. Selain itu, Buton juga
mencontoh Ternate dalam hal bertanam rempah-remph. Akhirnya Buton pun menjadi
penghasil rempah-rempah terbesar kedua Nusantara setelah Ternate. Pada tahun
1858, seorang penerus Kerajaan Konawe, La Mangu, mengadakan perjanjian dengan
Belanda membentuk kerajaan baru, bernama, Kerajaan Laiwoi. Namun kerajaan
tersebut hanyalah di atas kertas. Pihak Belanda yakin bahwa Kerajaan Laiwoi tidak
mungkin diwujudkan sebelum kerajaan-kerajaan Gowa, Bone, Luwu, dan Buton
ditaklukkan. Penaklukan itu merupakan hal yang mustahil karena kuatnya angkatan
perang kerajaan-kerajaan tersebut. Akhirnya Belanda menempuh jalan diplomasi.
Maka di gelarlah perundingan Malowe tahun 11909.

Di awal abad ke-20, perjuangan melawan penjajah mulai dilakukan secara


nasional. Banyaknya organisasi-organisasi politik di jawa membuka cabang di
Sulawesi Tenggara, seperti syarikat islam dan Muhammadiyah. Perjuangan lewat
jalur politik dan sejata tetap dilakukan di era jepang. Bahkan setelah jepang menyerah
kepada sekutu pun rakyat masih melakukan perlawanan. Insiden ini di kombobaru
tanggal 19 November 1945, misalnya, rakyat menyerang dan menawan satu peleton
tentara Jepang.

Setelah Jepang angkat kaki dari bumi Sulawesi Tenggara , rakyat mulai
melakukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Mereka melakukan
perlawanan terhadap tentara Belanda, NICA, yang mendarat di daerah ini dengan

16
membonceng sekutu. Perlawanan terhadap NICA baru berhenti setelah pengakuan
kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949. Belanda mengakui kedaulatan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Bentuk negar serikat ternyata tidak sesuai dengan kehendak
raakyat. Hal ini menyebabkan RIS tidak berumur lama. Tanggal 17 Agustus 1950,
RIS resmi bubar dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Sejak saat itu,
wilayah Sulawesi Tengara menjadi salah satu bagian dari provinsi Sulawesi.

Pada tahun 1960, provinsi Sulawesi dipecah menjadi dua, yaitu, provinsi
Sulawesi Utara-Tengah dan provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara. Kondisi Sulawesi
Selatan-Tenggara pada awal pembentukannya belum stabil sebagai akibat dari adanya
pemberontakan Kahar Muzakkar dan peristiwa destruktif lainnya. Namun kondisi ini
berlangsung membalik seiring berbagai penataan yang dilakukan pemerintah ketika
itu sampai akhirnya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, Sulawesi
Tenggara berstatus sebagai provinsi.

2. Geografi

Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Tenggara pulau Sulawesi, secara


geografis terletak di bagian selatan garis Khatulistiwa di antara 02045’-06015’
Lintang Selatan dan 120030’ Bujur Timur serta mempunyai wilayah daratan seluas
38.140 km2 (3.814.000 ha) dan perairan (laut) seluas 110.km2 (11.000.000 ha).

3. Kependudukan

Pada tahun 1990 jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sekitar 1.349.619 jiwa.
Kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 1.776.292 jiwa dan berdasarkan hasil
survei Sosial Ekonomi Nasional badan pusat Statistik tahun 2005 adalah sejumlah
1.959.414 jiwa. Lalu pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara selama taahun 1990-
2000 adalah 2,79% per tahun dan tahun 2004-2005 menjadi 0,02%. Laju
pertumbuhan penduduk menurut Kabupaten selama kurun waktu 2004-2005 hanya
kota kendari dan Kabupaten Muna yang menunjukan pertumbuhan yang positif, yaitu
0,03%dan 0.02% per tahun, sedangkan Kabupaten yang lain menunjukan
pertumbuhan negatif.
17
Struktur umur penduduk Sulawesi Tenggara pada tahun 2005, penduduk usia
dibawah 15 tahun 700.433 jiwa (35,75% ) dari total penduduk, sedangkan penduduk
perempuan mencapai 984,987jiwa (20.27%) dan penduduk laki-laki mencapai
974.427 jiwa (49,73%).

Suku Bangsa

 Suku Buton

Seperti suku-suku di Sulawesi kebanyakan, suku buton juga merupakan suku


pelaut. Orang-orang Buton sejak lama merantau keseluruh pelosok dunia Melayu
dengan mengunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima
orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Secara
umum, orang Buton adalah masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan
kesultanan Buton. Daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di
Sulawesi Tenggara di antaranya kota Baubau, selain itu kota ini juga merupakan
kota pelaut, masyarakat Buton juga sejak zaman dulu sedang mengalami
pertanian.

 Suku Muna

Suku Muna atau wuna suku yang mendiami pulau muna, Sulawesi Tenggara.
Dari bentuk tubuh ,tengkorak, warna kulit ( cokelat tua/hitam), dan rambut (
keriting /ikal terlihat bahwa orang muna asli lebih dekat ke suku-suku polynesia
dan melanesia di Pasifik dan Australia ketimbang ke Melayu. Hal ini diperkuat
dengan kedekatanya dengan tipikal manusianya dan kebudayaan suku-suku di
Nusa Tenggara Timur dan pulau Timor dan Flores umumnya.

 Suku Tolaki

Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara mendiami
daerah yang berada di sekitar Kabupaten Kendari dan Konawe. Suku Tolaki
berasal dari Kerajaan Konawe dan Kerajaan Mekongga. Masyarakat tolaki

18
umumnya merupakan peladang dan petani yang handal. Hidup dari hasil ladang
dan persawahan yang dibuat secara gotong-royong keluarga, Raja konawe yang
terkenal adalah haluoleo (delapan hari). Masyarakat kendari percaya bahwa garis
keturunan mereka berasal dari daerah yunan selatan yang sudah berasilimasi
dengan penduduk setempat.

 Suku Moronete

Suku moronete merupakan salah satu dari sekian banyak kelompok


masyarakat adat- dulu sering salah diartikan sebagai suku terasing di Sulawesi
Tenggara. Dikaki pulau yang mirif huruf K itu aja suku Tolaki, Muna dan Wolio
(tiga yang berbesar), lalu ada wawomi, maronene, Kalisusu,Ciacia, serta
wakatobi. Tidak diketahui kapan tepatnya suku Maronene mulai menghuni
kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Tetapi sebuah peta yang
dibuat pemerintah Belanda pada tahun 1820 sudah mencantumkan nama
kampung Hukaea , yakni merupakan kampung terbesar orang Maronene, yang
sekarang masuk dalam areal taman nasional itu. Pemukiman mereka tersebar
ditujuh kecamatan, enam diKabupaten Buton dan satu di Kabupaten kolaka.
Diluar Komunitas itu, orang Moronene menyebar pula dibeberapa tempat seperti
Kabupaten Kendari karena terjadinya migrasi akibat ganguan keamanan dari
darul islam sekitar tahun 1952-1953.

Kampung Hukakea, Laea, dan Lampopala biasa disebut orang maronene sebagai
tobu waworaha atau perkampungan tua bekas tempat tinggal para leluhur. Orang
maronene masih sering mengunjungi tobu untuk membersihkan kuburan leluhur
mereka ketika hari raya idul adha tiba sebagian warga maronene beragama Islam.

 Suku Mekongga

Suku mekongga dan suku tolaki berbeda sebab suku mekongga merupakan
orang asli kolaka dan suku tolaki merupakan orang asli kendari dan perbedaan
kedua suku itu dari bahasa dan maknanya. Dari segi makna yaitu kata to

19
Mekongga berarti orng yang membunuh burung elang raksasa yang di sebut
burung konggaha’a.

Agama

Hampir semua orang wolio beragama Islam, namun, terdapat kepercayaan


terdapat roh-roh, selain itu, ditingkat pusat juga dikenal suatu aliran yang disebut
sufi. Melalui ajaran sufi ini, mereka melakukan meditasi untuk mencari visi dari
Allah atau mencari hal-hal yang tersembunyi di luar akal mereka. Reinkarnasi
juga dipercaya oleh banyak dari mereka sebagai akibat dari ajaran Hindu yang
masih melekat. Roh-roh jahat yang dapat menimbulkan penyakit, roh-roh
penolong yang dapat memberikan petunjuk petunjuk adalah roh-roh ysng mereka
percaya. Selain itu mereka juga percaya adanya roh para leluhur yang dapat
menolong atau dapat menimbulkan penykit tergantung dari tingkah
laku/kebiasaan mereka.

Pendidikan

Daftar Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Sulawesi Tenggara ,di bawah


Departemen Pendidkan Nasional:

 Universitas 19 November Kolaka , Kolaka


 Universitas Dayanu Ikhsanuddin , Bau-Bau
 Universitas Lakidende Unahaa, Unahaa, Konawe
 Universitas Muhamaddiyah Buton Bau-Bau
 Universitas Muhammadiyah Kendari
 Universitas Haluoleo Kendari
 STIKA Kendari

20
d. Provinsi Sulawesi Barat
1. Sejarah

Pada masa penjajahan, wilayah provinsi Sulawesi Barat adalah bagian


dari 7 wilayah pemerintahan yang dikenal dengan nama Afdeling Mandar yang
meliputi empat order afdeling, yaitu: Onder Afdeling polaweli beribukota
polewali; Onder Afdeling mamasa beribukota mamasa.3

Onder afdeling Majene, Mamuju dan polewall yang terletak di sepanjang


garis pantai barat pulau Sulawesi mencakup 7 wilayah kerajaan (kesatuan
hukum adat) yang dikenal dengan nama pitu Bagnana binanga (tujuh kerajaan
di muara sungai) yang meliputi: Balanipa di Onder Afdeling polewali (dipimpin
oleh ambo caca daeng magasing; Binuang di Onder Afdeling polewali; Sendana
di Onder Afdeling Majene; Banggae/Majene di Onder Afdeling Majene;
pamboang di Onder Afdeling Majene; Mamuju di Onder Afdeling Mamuju;
Tappalang di Onder Afdeling Mamuju.

Provinsi Sulawesi Barat dahulu merupakan bagian dari wilayah provinsi


Sulawesi Selatan yang kemudian berdiri menjadi provinsi tersendiri sejak tahun
2004 berdasarkan UUD No. 26 tahun 2004. Hari jadi provinsi Sulawesi Barat
jatuh pada tanggal 05 Oktober 2004. Terletak di pulau Sulawesi dengan batas
wilayah utara berbatasan dengan provinsi Sulawesi Tengah , sebelah barat
berbatatasan dengan selat Makassar , sebelah selatan berbatasan dengan provinsi
Sulawesi Selatan dan laut flores , dan sebelah timur berbatasan dengan provinsi
Sulawesi Selatan.

2. Geografi

Sulawesi Barat berada pada posisi ‘’ segi tiga emas ‘’ antara provinsi
Sulawesi Selatan , Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah. Posisi ini di anggap

3
Azmi Al Bahij, Sejarah 34 Provinsi Indonesia, Penerbit Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hal 381

21
sangat menguntungkan, karena memberi nilai tambah untuk pengembangan
sosial ekonomi kedepan. Secara Astronomi, wilayah Sulawesi Barat berada pada
koordinat antara 11808’59’’ -59’’ -119055’06 bujur timur serta 0045;59’’ Lintang
Selatan hingga 03034’01’’ Lintang selatan. Letaknya provinsi Sulawesi Barat
sangat strategis karena berada antar 0012’-3038’ lintang selatan dan 1180.

Luas wilayah provinsi Sulawesi Barat tercatat 16.937,16 kilometer


persegi yang meliputi 5 kabupaten. Kabupaten Mamuju merupakan kabupaten
terluas dengan luas 8.014,06 kilometer persegi atau luas kabupaten tersebut
merupakan 47,32 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Barat.

3. Kependudukan

Jumlah penduduk provinsi Sulawesi Barat berjumlah: 1.050.928 jiwa


terdiri dari pendududk asli dan pendatang. Suku-suku yang ada di provinsi ini
terdiri dari Suku Mandar ( 49,15% ), Toraja ( 13,95% ), Bugis ( 10,79% ), Jawa
(5,38% ), Makassr ( 1,59% ) dan suku lainya (19,15%). Sedangkan bahasa yang
dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Mandar, Bugis, Toraja, Makassar, dan
lain-lain. Pemeluk agama di provinsi ini mayoritas adalah pemeluk agama islam
dengan persentase: Islam 83,1%; Kristen, baik Protestan maupun Katolik
14,36%, Hindu 1,88%; Budha 0,04%; lain-lain 0,62%.

4. Pendidikan

Berdasarkan hasil Susunas 2006: Angka partisipasi kasar (APK)


penduduk untuk usia sekolah dasar (7-12 tahun) di Sulawesi Barat adalah
94.02. APK Sekolah lanjutan pertama (13-15 tahun) sekitar 74,13 APK
Sekolah lanjutan atas sekitar 42,80, dan APK untuk usia perguruan tinggi (19-
24 tahun) sekitar 7,44. Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 10 tahun
keatas di provinsi Sulawesi Barat sekitar 87,49. Sisanya sebesar 12,51 persen
yang buta huruf diperkirakan adalah mereka yang berada di daerah yang sulit
dijangkau pelayanan pendidikan dan penyandang cacat. Perbaikan tingkat

22
melek huruf diseabkan oleh meningkatnya partisipasi pendidikan dasar serta
meningkatkan proporsi siswa SD/MI yang dapat menyelesaikan sekolahnya.

e. Provinsi Sulawesi Utara


1. Sejarah

Provinsi Sulawesi Utara terletak di ujung Pulau Sulawesi, dan berbatasan


dengan Negara Filipina di sebelah utara. Ibu kota Sulawesi Utara adalah
Manado. Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang
sebelum daerah yang berada di paling ujung utara Nusantara ini menjadi Daerah
Provinsi. Dalam sejarah pemerintahan daerah Sulawesi Utara, seperti halnya
daerah lainnya di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan administrasi
pemerintahan, seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.
Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus
keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Provinsi Sulawesi
ketika itu beribukota di Makassar dengan Gubernur yaitu DR. G.S.S.J.
Ratulangi.

Kemudian sejalan dengan pemekaran administrasi pemerintahan daerah-


daerah di Indonesia, maka pada tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi
dua Provinsi adminitrasi yaitu Provinsi Sulawesi-Tenggara dan provinsi
Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1960. Untuk
mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di Provinsi Sulawesi
Utara-Tengah, maka berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor. 122/M Tahun
1960 tanggal 31 Maret 1960 ditunjuklah A. Baramuli, Sh sebagai Gubernur
Sulutteng.

Sembilan bulan kemudian Provinsi Administrasi Sulawesi Utara-Tengah


ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
melalui Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor 47 Tahun
1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi; Kotapradja
Manado, Kotapradja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing;
23
Sangihe Talaud, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Minahasa, Buol Toli-Toli,
Donggala, Daerah tingkat II Poso, Luwuk/Banggai. Sementara itu, DPRD
Provinsi Sulutteng baru terbentuk pada tanggal 26 Desember 1961.

Dalam perkembangan selanjutnya, tercatat suatu momentum penting


yang menjadi sejarah daerah ini, yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 yang menetapkan Sulawesi Utara
sebagai daerah Otonom dengan Ibukotanya Manado.

2. Geografis

Provinsi Sulawesi Utara terletak di utara Pulau Sulawesi dan merupakan


salah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara garis
khatulistiwa. Dua provinsi lainnya adalah Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada
0.300-4.300 Lintang utara (LU) dan 1210-1270 bujur timur (BT). Letaknya
membujur dari timur ke barat dengan daerah paling utara adalah kepulauan
Sangihe dan Talaud, di mana wilayah kepulauan ini berbatasan langsung dengan
negara tetangga Filipina. Wilayah Provinsi sulawesi utara mempunyai batas-
batas:

Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina


Timur :Laut Maluku
Selatan:Teluk Tomini
Barat :Provinsi Gorontalo
3. Kependudukan

Suku bangsa

Penduduk Sulawesi Utara terdiri dari 3(tiga) kelompok etnis utama, yaitu:

1) Suku Minahasa;
2) Suku Sangihe dan Talaud;
24
3) Suku Bolaang Mongodow.

Masing-masing kelompok etnis tersebut terbagi pula dalam sub etnis


yang memiliki bahasa, tradisi dan norma-norma kemasyarakatan yang khas.

Bahasa

Bahasa yang ada di Sulawesi Utara dibagi ke dalam :

1) Bahasa Minahasa (Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang,


Ponosakan dan Bantik)
2) Bahasa Sangihe Talaud (Sangie Besar, Siau, Talaud)
3) Bahasa Bolaang Mongondow (Mongondow, Bolaang, Bintauna,Kaidipang)

Agama

Agama yang dianut oleh penduduk di Provinsi Sulawesi Utara adalah Protestan,
Katolik, Islam, Hindu dan Budha. Pada jaman penjajahan Belanda, penganut Katolik
banyak yang pindah kepada Protestan.Karena mendapat hambatan dan dipersulit oleh
penjajah maka perkembagan penyebaranIslam di kalangan penduduk di Sulawesi bagian
Utara itu tidaklah sesubur seperti di Sulawesi bagian Selatan.

Bentuk-bentuk Peradaban Islam di Pulau Sulawesi

B. Peninggalan di Sulawesi Utara

1) Makam Kyai Mojo

Makam Kyai Mojo dan K.H. Ahmad Rifai, seorang pahlawan nasional terletak
di perbukitan Desa Wulauan, Kecamatan Tolimambot, Kabupaten Minahasa, Provinsi
Sulawesi Utara, hanya beberapa menit setelah melewati Kampung Jawa Tondano.

25
Sejarah mencatat, bahwa Kyai Modjo adalah panglima perang Pangeran
Diponegoro. Kyai Modjo ditangkap oleh Belanda pada tahun 1828 dan diasingkan ke
Minahasa, Sulawesi Utara pada tahun 1829. Semua pengikut laki-lakinya, kecuali Kyai
Mojo yang berjumlah sekitar 63 orang menikah dengan perempuan Tondano yang
membangun perkambungan muslim pertama di Minahasa yang dikenal sebagai
Kampung Jawa Tondano.

Para perempuan Tondano yang menikah dengan para pengikut Kyai Mojo
berasal dari marga Supit, Sahelangi, Tombokan, Rondanuwu, Karinda, Ratulangi,
Rumbayan, Malonda, Tombuku, Kotabunan, dan Tumbelaka. Pada papan nama itu juga
dijelaskan bahwa Kyai Mojo memiliki nama asli Muslim Muhammad Halifah. Kyai
Mojo lahir pada tahun 1761 dan meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1849 saat
berusia 84 tahun.

Ada beberapa undakan yang harus dilalui untuk sampai kemakam Kyai Mojo.
Anak tangga ini terlihat rapi dan bersih diapit dengan rimbunnya pepohonan dan dihiasi
dengan rerumputan hijau. Makam Kyai Mojo merupakan satu-satunya makam di dalam
kompleks pemakaman yang memiliki undakan berjumlah sembilan. Di dalam kompleks
makam Kyai Mojo terdapat beberapa makam pengikutnya.

26
2) Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo

Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo dibangun sekitar tahun 1854 oleh Kyai Mojo
bersama para pengikutnya. K.H. Muhammad Khalifah Mojo atau lebih dikenal dengan
nama Kyai Mojo merupakan salah satu ulama yang melawan Belanda selama tahun
1825-1830. Bersama pangeran diponegoro, kyai mojo harus menjalani hukuman
pembuangan. Jika pangeran diponegoro di buang ke makasar, Kyai mojo di buang ke
manado hingga meninggal dunia.

Selama menjalani hukuman tersebut, kyai mojo sebagai seorang ulama tidak
putus asa. Beliau tetap menyebarkan dan mengajarkan agama Islam. Salah satu tindakan
beliau dalam menyebarkan dan mengajarkan agama islam adalah membangun sebuah
masjid. Masjid tersebut dibangun sekitar tahun 1854. Masjid tersebut dinamakan masjid
Al-Falah.4

Masjid yang ada di kelurahan kampung Jawa-Tondano, kecamatan Tondano


Utara, Kabupaten Minahasa Utara. Sulawesi Utara ini dikenal pula dengan sebutan
masjid agung Al-Falah kyai mojo. Nama masjid agung mengacu pada sisi sejarah dan

4
Poerwaningsih,Andriyatie.Sulawesi Utara.Bekasi: PT Mentari Utama Unggul.2015, hal 51

27
fungsi masjid sebagai tempat syiar agama islam sekaligus didirikan oleh ulama besar
semasa perjuangan pergerakan melawan belanda. Nama kyai mojo mengacu kepada
orang yang pertama kali ingin mendirikan masjid tersebut.

Saat pertama kali di bangun, masjid agung Al-Falah Kyai mojo masih
sederhana. Masjid tersebut hanya berdinding bambu dan beratapkan rumbia. Pada tahun
1864, masjid agung Al-Falah kyai mojo direnovasi oleh raden syarif abdullah bin umar
assegaf. Adalah seorang ulama yang juga di hukum oleh belanda dengan cara dibuang
ke minahasa pada tahun 1860. Pada masa kemerdekaan, masjid agung Al-Falah kyai
mojo telah mengalami tiga kali renovasi, yaitu pada tahun 1974, 1981, dan 1994.
Selama direnovasi, masjid agung Al-Falah kyai mojo tetap mempertahankan arsitektur
aslinya yang berbentuk rumah joglo.

Masjid Al-Falah kyai mojo terletak di kelurahan kampung jawa-Tondano,


kecamatan Tondano Utara, kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Sekitar 1 km
dari makam kyai mojo. Lokasi masjid Al-Falah kyai mojo juga berada di dekat danau
Tondano. Danau Tondano merupakan danau terluas di provinsi sulawesi utara dengan
keindahan seperti lukisan.

Sejarah, religiusitas, dan arsitektur masjid merupakan hal istimewa bagi masjid
agung Al-Falah kyai mojo ini. Keistimewaan sejarahnya terdapat pada seseorang yg
berniat untuk membangun masjid tersebut. Sosok itu adalah kyai mojo. Seorang ulama
besar dari pulau jawa. Keistimewaan religiusnya terdapat pada kesakralan masjid
sebagai tempat ibadah yang telah berusia lebih dari 150 tahun. Keistimewaan arsitektur
masjid agung Al-Falah kyai mojo terdapat pada bentuknya yang seperti rumah joglo
bentuk tersebut mirip dengan masjid agung demak di jawa tengah.5

Ciri khas budaya Jawa yang terdapat pada Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo
adalahukiran bermotif Hindu-Islam. Ukiran-ukiran tersebut terdapat di beberapa bagian,
seperti kerangka atap, tiang masjid, dan batu penyangga tiang (umpak). Arsitektur

5
Poerwaningsih,Andriyatie.Sulawesi Utara.Bekasi: PT Mentari Utama Unggul.2015, hal 50

28
Timur Tengah Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo dapat dilihat pada mimbar kayu yang
berhiaskan ayat Alqur’an. Konon, ukiran ayat Alqur’an tersebut diukir oleh para kyai
yang ada di daerah setempat.

3) Makam Dato Karama

Datuk Karama atau Syekh Abdullah Raqie adalah seorang ulama Minangkabau yang
pertama kali menyebarkan agama Islam ke Tanah Kaili atau Bumi Tadulako, Sulawesi
Tengah pada abad ke-17. Awal kedatangan Syekh Abdullah Raqie atau Datuk Karama
di Tanah Kaili bermula di Kampung Lere, Lembah Palu (Sulawesi Tengah) pada masa
Raja Kabonena, Ipue Nyidi memerintah di wilayah Palu. Selanjutnya Datuk Karama
melakukan syiar Islam-nya ke wilayah-wilayah lainnya di lembah Palu yang dihuni oleh
masyarakat Suku Kaili. Wilayah-wilayah tersebut meliputi Palu, Donggala,
Kulawi, Parigi dan daerah Ampana.

Datuk Karama atau Syekh Abdullah Raqie tak kembali lagi ke Minangkabau.
Sampai akhir hayatnya, dia dan keluarganya beserta pengikutnya terus menyampaikan
syiar Islam di Lembah Palu, Tanah Kaili, Sulawesi Tengah.6

Setelah wafat, jasad Datuk Karama dimakamkan di Kampung Lere, Palu (Kota
Palu sekarang). Makam Syekh Abdullah Raqie atau Datuk Karama kemudian hari
menjadi Kompleks Makam Dato Karama dan berisi makam istrinya yang bernama Intje
Dille dan dua orang anaknya yang bernama Intje Dongko dan Intje Saribanu serta
makam para pengikut setianya yang terdiri dari 9 makam laki-laki, 11 makam wanita,
serta 2 makam yang tidak ada keterangan di batu nisannya.

4) Makam Wali Gorontalo

Bila di Jawa ada Wali Songo, para penyebar Islam di Gorontalo dikenal dengan
sebutan Aulia atau juga bisa disebut Raja Besar Gorontalo. Salah satu yang ternama

6
Febrina,Laila dkk.Sulawesi Tengah.Bekasi: PT Mentari Utama Unggul.2015, hal 31

29
adalah Raja Bulango atau yang lebih dikenal dengan Raja Hubulo Gobel, seorang raja
sekaligus seorang tokoh penyebar agama Islam pada abad 17 silam.

Makam raja sekaligus tokoh penyebar Islam itu menjadi tempat ziarah favorit
sekaligus menikmati wisata sejarah di Provinsi Gorontalo. Makam Raja Hubulo itu
berada di Desa Keramat, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango, yang berjarak
kurang lebih 20 kilometer dari Ibu Kota Gorontalo.

Setiap Jumat, Desa Keramat banyak dikunjungi orang yang hendak berziarah
atau hanya sekadar berwisata di kawasan masjid dan makam kuno tersebut. Ada
kebiasaan unik dari warga yang berziarah ke makam itu, yakni selalu membawa pulang
tanah yang berada di atas pusara Raja Hubulo.

Makam Hubulo saat ini juga menjadi makam keluarga besar Gobel. Di tempat
itu pula terdapat makam Tyaeb Mohammad Gobel, pendiri perusahaan elektronik
Indonesia PT National Panasonic Gobel, yang kini dilanjutkan oleh putranya Rahmat
Gobel.

30
KESIMPULAN

Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat
datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa
daerah.Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga
menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar. Raja Goa pertama
yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir
besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal
karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal,
Datuk ri Bandang,datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari
nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh
asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.
Dapat dipastikan bahwa pada tahun 1600 M, suku Makasar dan suku Bugis telah
memeluk agama Islam, Suku Bugis dan suku Makasar ialah yang bertempat tinggal di
bagian Selatan Barat Pulau Sulawesi. Orang-orang Bugis dan Makasar merupakan yang
lebih maju dan terdiri dari pedagang yang kaya.
Pada jaman penjajahan Belanda, penganut Katolik banyak yang pindah kepada
Protestan.Karena mendapat hambatan dan dipersulit oleh penjajah maka perkembagan
penyebaranIslam di kalangan penduduk di Sulawesi bagian Utara itu tidaklah sesubur
seperti di Sulawesi bagian Selatan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bahij Azmi, Sejarah 34 Provinsi Indonesia, Penerbit Dunia Cerdas, Jakarta Timur.2013

Febrina,Laila dkk.Sulawesi Tengah.Bekasi: PT Mentari Utama Unggul.2015

Poerwaningsih,Andriyatie.Sulawesi Utara.Bekasi: PT Mentari Utama Unggul.2015

Sunanto,Musyrifah.Sejarah Peradaban Islam Indonesia.Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.2012

32

Anda mungkin juga menyukai