Anda di halaman 1dari 52

RESEP 1

KOMPOSISI:
SOHOBION
Tiap tablet salut selaput mengandung :
Vit B1 100 mg
Vit B6 200 mg
Vit B12 200 mcg

INDIKASI:
Untuk pencegahan dan pengobatan penyakit karena kekurangan vitamin B1, B6 dan B12
seperti beri-beri, neuritis perifer dan neuralgia.

1. VITAMIN B1 ( TIAMIN)
Tiamin (vitamin b1) merupakan kompleks molekul organik yang megandung satu inti tiazol
dan pirimidin. Dalam badan zat ini akan di ubah menjadi timin pirofosfat (tiamin-pp), denga
reaksi sebagai berikut.

Tiamin + ATP Tiamin-pp + AMP

Rumus bangun tiamin dapat di lihat pada gambar di bawah ini.

a. indikasi
Untuk pencegahan dan pengobatan penyakit karena kekurangan vitamin B1, B6 dan
B12 seperti beri-beri, neuritis perifer dan neuralgia.

1
b. Farmakologi dan fisiologi

Pada dosis kecl atau dosis etrapi tiamin tidak memperlihatkan afek farmakodinamik yang
nyata. Pada pemberian IV secara cepat dapat terjadi efek langsung pada pembuluh darah
perifer berupa vasodilatasi ringan, disertai penurunan tekanan darah yang bersifat sementara.
Meskipun tiamin berperan dalam metabolisme karbohidrat ,pemberian dosis besar tidak
mempengaruhi kadar gula darah. Tiamin pirofosfat adalah bentuk aktif tiamin yang berfungsi
sebagai koenzim dalam karboksilasi asam piruvat dan asam kletoglutarat. Peningkatan kadar
asam piruvat dalam darah merupakan salah satu tanda defisiensi tiamin.

c. defisiensi timain

Defisiensi berat menimbulkan penyakit beri beri yang gejalanya terutama tampak pada sistem
saraf da kardiovaskular.gangguna sraaf dapat berupa neuritis perifer dengan gejala rasa berat
dan lemah pada tungkai ,gangguan sensorik seperti hiperestesia,anastesia,rasa nyeri dan
terbakar. Kekuatan otot semakin berkurang dan pada keadaan berat dapat terjadi kelumpuhan
tungkai. Kelainan pada SSP dapat berupa depresi,kelelahan ,lekas tersinggung,serta
menurunnya kemampuan konsentrasi dan daya inagt.gejala yang timbul pada kardiovaskular
dapat berupa gejala insufisiensi jantung antara lain sesak napas setelah kerja
jasmani,palpitasi,takikardi,gangguan ritme serta pembesaran jantung dan perubahan
elektrokardigram.pada saluran cerna gangguan dapar berupa konstipasi,nafsu makan
berkurang,perasaan tertekan dan nyeri pada daerah epigastrium. Beri-beri basah adalah
bentuk defisiensi tiamin yang disertai edema. Bengkak ini terjadi karena hipoprotrombinemia
dan gangguan fungsi jantung.

d. Kebutuhan sehari-hari

Karena tiamin penting untuk metabolisme energi,terutama karbohidrat, maka kebutuhan akan
tiamin umumnya sebanding dengan asupan kalori. Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000
kcal,sedangkan AKG diindonesia ialah 0,3 -0,4 mg/hari untuk bayi,1,0 mg/hari untuk orang
dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil.

e. Farmakokinetik

Setelah pemberian parenteral absorbsi berlangsung cepat dan sempurna. Absorbsi per oral
berlangsung dalam usus halus dan duodenum ,maksimal 8 – 15 mg/hari yang di capai denga
pemberian oral sebanyak 40 mg.

2
dalam satu hari 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh.jika supan jauh melebihi
jumlah tersebut ,maka zat ini akan di keluarkan melalui urin sebagai tiamin atau pirimidin.

f. Efeksamping

Tiamin tidak menimbulkan efek toksik bila di berikan peroral dan bila kelebihan tiamin cepat
diekskresi melalui urin. Meskipun jarang, reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian
iv dosis besar pada pasien yang sensitif , dan beberapa di antaranya bersifat fatal.

g. Indikasi

Tiamin erguna untuk pengobatan berbagai nefritis yang di sebabkan oleh defisiensi
tiamin,misalnya pada neuritis alkoholik yang terjadi karena sumber kalori hanya alkohol saja,
wanita hamil yang kurang gizi, atau pasien emesis gravidarum. Tiamin juga dapat di gunakan
untuk pengobatan penyakit jantung dan gangguan saluran cerna yang dasarnya defisiensi
tiamin.

1. PIRIDOKSIN (VITAMIN B 6)
Dalam alam vitamin ini terdapatdalam tiga bentuk yaitu piridoksin yang berasal dari tumbh
tumbuhan ,serta piridoksal dan piridoksamin yang terutama berasal dari hewan,ketiga bentuk
piridoksin tersebut dalam tubuh di ubah menjadi piridoksal fosfat.
Rumus bangun piridoksin dapat di lihat dibawah ini.

3
a. Farmakodinamik dan fisiologi
Pemeberian piridoksin secar aoral dan parenteral tidak menunjukkan efek famakodinamik
yang nyata. Dosis sangat besar yaitu 3-4 g/kgBB menyebabkan kejang dan kematian pada
hewan coba,tetapi dosis kurang dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas.
Piridoksal fosfat dalam tubuh merupakan koenzim yang berperan penting dalam metabolisme
berbagai asam amino,di antaranya dekarboksilasi ,transminasi,dan rasemisasi triptofan, asam
asam amino yang bersulfur dan asam amino hidroksida.
b. Defisiensi piridoksin
Pada manusia dapat timbul kelainan kulit berupa dermatitis seboroik dan peradangan pada
selaput lendir mulut dan lidah, kelainan SSP berupa rangsangan sampai timbulnya kejang,dan
gangguan sistem eritropoetik berupa anemia hipokrom mikrositer.
c. kebutuhan sehari-hari
Kebutuhan manusia akan piridoksin berhubungan dengan konsumsi protei yaitu kira kira 2
mg/ 100 mg protein.
d. farmakokinetik
Piridoksin,piridoksal,dan piridoksamin mudah di absorbsi melalui saluran cerna ,metabolit
terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam piridoksat. Ekskresi melalui urin
terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal.
e. Efek samping
Piridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neuropati dalam dosis antara
50 mg- 2 g per hati untuk jangka panjang,gejala awal dapat beupa sikap yang tidak stabil dan
rasa kebas di kaki, di ikuti pada tangan dan sekitar mulut.gejala berangsur-angsur hilang
setelah beberapa bulan bila asupan piridoksin di hentikan.
f. Indikasi
Piridoksin juga di laporkan dapat memperbaiki gejala keilosis,dermatitis serboroiik,glositis
dan stomatitis yang tidak memberikan respon terhadap tiamin,riboflavin,dan niasin serta
dapat mengurangi gejala gejala yang menyetai tegangan pra haid.

VITAMIN B12 (SIANOKOBALAMIN)

a. Indikasi
anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan pemotongan usus, defisiensi
vitamin B12.

4
b. Farmakokinetik
Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK . Kadar dalam
plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM. Hidroksokobalamin dan
koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi, agaknya karena ikatanya yang lebih kuat dengan
protein . absorpsi per oral berlangsung lambat di ileum; kadar puncak di capai 8-12 jam
setelah pemnerian 3 mg. Absorpsi ini berlangsung dengan 2 mekanisme yaitu dengan
perantaraan faktor instrinsik castle (fic) dan absorpsi secara langsung
Distribusi
Setelah di absorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan protein plasma
sebagian besar terikat pada beta-globulin ( transkobalamin II),Sisanya terikat pada alfa-
glikoprotein (transkobalamin I) dan inter-alfa-glikoprotein ( transkobalamin III) vitamin B12
Yyang terikat pada transkobalamin II akan di angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar normal vitamin B12
dalam plasma adalah 200-900 pg ml dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
Metabolisme & Ekskresi baik sianokobalamin maupun hidrosokobalamin dalam jaringan dan
darah terikat oleh protein . seperti halnya koenzim B12, ikatan dengan hidroksokobalamin
lebih kuat sehingga sukar diekskresi melalui urin. Di dalam hati ke dua kobalamin tersebut
akan di ubah menjadi koenzim B12. Pengurangan jumlah kobalamin dalam tubuh di
sebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu; sebanyak 3-7mg sehari harus di reabsorbsi
dengan perantaraan FIC. Ekskresi bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat
pritein.80-90% vitamin B12 akan diretensi dalam tubuh bila di berikan dalam dosis sampai
50mg; dengan dosis yang lebih bersar, jumlah yang diekskresi akan lebih banyak . jadi bila
kapasitas ikatan protein dari hati, jaringan dan darah lebih jenuh,vitamin B12 bebas akan di
keluarkan bersama urin sehingga tidak ada gunanya memberikan vitamin B12 dalam jumlah
yang terlalu besar.
Vitamin B12 dapat menembus sawar uri dan masuk kedalam sirkulasi bayi.Dosis
sianokobalamin untuk pasien anemia permisiosa tergantung dari berat anemianya, ada
tidaknya komplikasi dan respons terhadap pengobatan. Secara garis besar cara
penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif dan terapi penunjang.

5
c. Dosis
• Per oral: untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa 50-150 mikrogram
atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari
• Injeksi intramuskular: dosis awal 1mg, diulang 10x dengan interval 2-3 hari. Dosis rumatan
1 mg per bulan.
Sediaan: tablet 50 mikrogram, liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.

LOPARAMIDE HIDROCHLORIDE
Struktur kimia C29H33ClN2O2.HCl

a. Fisiologi loperamide
Loperamide merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu anti psikotikum)
dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa efek terhadap sistem saraf pusat
(SSP) karena tidak bisa menyeberangi sawar-darah otak oleh karena itu kurang menyebabkan
efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding golongan opiat lainnya
seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamide mampu menormalkan keseimbangan
resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan
hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja loperamide lebih cepat dan
bertahan lebih lama.
b. farmakodinamik
Loperamide merupakan anti spasmodik, dimana mekanisme kerjanya yang pasti belum
dapat dijelaskan. Pada percobaan binatang, Loperamide menghambat motilitas/peristaltik
usus dengan mempengaruhi secara langsung pada otot sirkular dan longitudinal dinding usus.
Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamide
menurunkan volume feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan fesesdan menghentikan
kehilangan cairan dan elektrolit.
c. farmakokinetik
Penyerapan Oral Loperamide (HCl) ditemukan 70% ± 5. Pengikatan dengan plasma
protein adalah 97%. Metabolisme presystemic dicatat 45,5% ± 4,5 dan metabolisme hepatik
(luas). Ekskresi melalui ginjal 2% dan waktu paruh plasma 10-12 jam.
d. Penggunaan klinis
obat antimotilitas untuk pengobatan diare akut dan diare kronik

6
e. Efek samping
Flatulen (sering kentut), konstipasi, mual, muntah, nyeri perut,Reaksi hipersensitif atau alergi
termasuk kemerahan pada kulit,Letih, mengantuk, pusing,Megakolon toksik.

f. Interaksi obat

Pemberian bersamaan dengan digoksin akan menurunkan kadar digoksin dalam darah.

Pemberian bersama transquilizer atau alcohol, monoamine oxidase inhibitor harus hati-hati.

7
RESEP 2

ASAM FOLAT

a. Struktur kimia
Asam folat (dikenal juga sebagai Vitamin B9, Folic Acid atau Folacin) dan Folat (dalam
bentuk alamiahnya) adalah vitamin B9 yang dapat larut di air. Karena larut di dalam air jadi
kelebihannya akan dibuang melalui urin. Vitamin B9 sangat penting untuk berbagai fungsi
tubuh mulai dari sintesis nukleotid ke remetilisasi homocysteine. Vitamin ini terutama
penting pada period pembelahan dan pertumbuhan sel. Anak-anak dan orang dewasa
memerlukan Asam Folat untuk memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Folat
dan asam folat mendapatkan namanya dari kata latin folium (daun).
Folasin dan folat adalah nama generik sekelompok ikatan yang secara kimiawi dan gizi sama
dengan asam folat. Ikatan-ikatan ini berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan-
pecahan karbon-tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. Bentuk
koenzim ini adalah tetra hidrofolat.
Berikut ini adalah struktur kimia dari Asam Folat :
Nama Sistematis :(2S)-2-[(4-{[(2-amino-4-hydroxypteridin-6-
yl)methyl]amino}phenyl)formamido]pentanedioic acid
Nama Lain : N-(4-{[(2-amino-4-oxo-1,4-dihydropteridin-6-yl)methyl] amino}benzoyl)-L-
glutamic acid; pteroyl-L-glutamic acid; Vitamin B9; Vitamin M; Folacin
Identifikasi :
• - Nomor CAS : [59-30-3]
• - PubChem : 6037
• - Nomor RTECS : LP5425000
• - SMILES :
C1=CC(=CC=C1C(=O)NC(CCC(=O)O)C(=O)O)NCC2=CN=C3C(=N2)C(=O)N=C(N3)N
Sifat :
• Rumus kimia : C19H19N7O6
• Massa molar : 441.4 g mol−1
• ¬ Penampilan : bubuk krital berwarna oranye-kekuning-kuningan
• Titik leleh : 250 °C (523 K), decomp.
• Kelarutan dalam air : 0.0016 mg/ml (25 °C)
• Keasaman (pKa) : 1st: 2.3, 2nd: 8.3
Bahan :

8
• Bahaya Utama : non-toxic, non-flammable
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar
(25°C, 100 kPa)b.
b. Farmakokinetik
1. Absorbsi
Absorbsi : Pada pemberian oral, absorbsi folic acid baik sekali, terutama di bagian 1/3
proksimal usus halus (jejunum proksimal). Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi
memerlukan energi (transpor aktif), sedangkan pada kadar tinggi absorbsi dapat
berlangsung secara difusi (transpor pasif). Folic acid muncul di plasma darah 15-30
menit setelah pemberian per oral dan T max tercapai setelah 1 jam.
Ikatan Protein : 2/3 dari folic acid yang terdapat dalam plasma darah terikat pada
protein yang tidak difiltrasi ginjal.
2. Distribusi
Distribusi : Distribusinya merata ke semua sel dan terjadi penumpukan dalam cairan
serebrospinal. Folic acid disimpan oleh tubuh terutama di hepar. Normal total folic
acid di serum adalah 5-15 ng/mL, di cairan serebrospinal adalah 16- 21 ng/mL, dan di
eritrosit adalah 175 to 316 ng/mL.
3. Metabolisme
Metabolisme : Folic acid dimetabolisme di hepar oleh enzim Catechol O-
methyltransferase (COMT) dan Methylenetetrahydrofolate reductase menjadi 7,8-
dihydrofolic acid dan 5,6,7,8-tetrahydrofolic acid.
4. Ekskresi
Ekskresi : Lebih dari 90% folic acid diekskresikan di urine dalam bentuk metabolit
dan sejumlah kecil diekskresikan di feces. Sebagian besar metabolit muncul di urine
setelah 6 jam dan ekskresi lengkap dalam 24 jam. Folic Acid juga dieksresikan
melalui air susu ibu.
Interaksi asam folat dengan obta lain
Absorbsi asam folat akan menurun dengan penggunaan kontrrasepsi oral, isoniasid,
sikloserin, glutetimid, sulfasazaline dan diperkuat oleh pemberian vitamin C. verja
asam folat akan dilatan oleh beberapa preparat antiepilepsi (karbamapezin, fenitoin,
barbiturat, primodon). Obat-oba antiepilepsi ini akan menimbulkan deeplesi folat
dalam tubuh yang akan mengurangi eliminasi preparat antiepilepsi tersebut, jika
simpanan asamm folat dalam tubuh diperbaharui, eliminasi preparat antiepilepsi akan
meningkat dan peningkatan ini akan beresiko untuk trjadinya serangan epilepsi.

9
Wanita yang menjalani terapi tersebut harus berkonsulatasi dengan dokter yan
gmerawatnya sebelum memulai terapi asam folat, karena pada beberapa kasus,
suplemen tersebut dapat menurunkan kadar obat antikonvulsan sehingga pengendalian
atas serangan kejang mungkin menjadi menghilang (Stockley, 1999).
Selain asam folat dapat diturunkan absorbsinya, asam folat juga dapat menurunkan
absorbsi obat lain. Folic Acid dapat menurunkan efektifitas hydnatoin (ethotoin,
fosphenytoin, mephenytoin, pkenytoin) dengan menurunkan konsentrasi serumnya
c. Farmakodinamik
1. Folic acid menurunkan efek dari anticonvulsant golongan barbiturat
(phenorbarbital, amobarbital, aprobarbital, butabarbital, butalbital dan sebagainya).
2. Folic acid menurunkan efek obat anti kanker methotrexate yang bekerja
menghambat dihydrofolat reductase.
3. Folic acid menurunkan efek obat anti kanker 5-fluorouracil yang bekerja
menghambat thymidylate sintase.
4. Folic acid menurunkan efek dari nitrofurantoin, primidone dan pyrimethamine.
d. Indikasi
Keadaan dengan defisiensi asam folat
e. Kontraindikasi
Kontraindikasi Utama : Pengobatan Anemia Pernisiosa dan Anemia megaloblastik
lainnya yang diakibatkan defisiensi vitamin B 12.
Penderita dengan anemia pernisiosa tidak boleh diobati dengan asam folat sebelum
diberikan vitamin B12 (karena pada keadaan ini asam folat mungkin hanya
menyembuhkan secara hematologik tetapi memperbanyak manifestasi neurologik dan
defisiensi vitamin B12). Masalah yang paling sering ditemukan dalam obstatri adalah
peningkatan resiko konvulsi pada wanita yang menderita epilepsi (MRC, 1991).
Wanita yang beresiko tinggi untuk mengalami anemia pernisiosa harus menjalani
pemeriksaan kadar vitamin B12 dalam serum darahnya sesegera mungkin untuk
menyingkirkan keadaan yang berpotensi sangat mengganggu kesehatan tetapi dapat
diobati. Jika diberikan pada penderita anemia pernisiosa, suplemen asam folat
khususnya dengan dosis tinggi akan menutupi tanda dan gejala kelainan yang
progresif yang masuk (anemia dan glositis) sehingga degenerasi neurologis yang
menyertai kelainan tersebut berlangsung tanpa diketahui (BNF, 2000). Bahaya
menutupi gejala anemia pernisiosa ini merupakan salah satu alasan mengapa otoritas
kesehatan tidak bersedia untuk melakukan fortifikasi roti dan sereal dengan asam

10
folat. Anemia pernisiosa terutama mengenai wanita dengan usia yang lebih lanjut,
tetapi kadang-kadang dapat terjadi pada wanita muda dengan riwayat kelainan ini
yang kuat dalam keluarganya.
Sign/Symptom : Gejala anemi megaloblastik dengan gangguan neurologis akibat
defisiensi vitamin B12. Kontraindikasi lain yaitu Hipersensitifitas terhadap folic acid.
f. Efeksamping
Efek samping atau reaksi merugikan yang menyertai pemberian asam folat sangt
jarang terjadi. Masalah yang paling sering ditemukan dalam obstatri adalah
peningkatan resiko konvulsi pada wanita yang menderita epilepsi (MRC, 1991)..
Asam folat dapat menimbulkan perubahan warna urin yang tidak berbahaya, yaitu
warna urin menjadi kuning.
Efek samping kelebihan asam folat antara lain : nausea, menurunnya nafsu makan,
flatulen/kembung kentut, biter / bad taste, insomnia, kesulitan berkonsentrasi serta
alergi ringan. Reaksi hipersensitifitas (Anaphylaxis, erythema, skin rash, itching,
generalized malaise, rasa berat di dada, swelling pada mulut wajah, bibir dan lidah,
kesulitan bernafas akibat bronchospasm).
Efek toksik asam folat yaitu pada dosis lebih dari 100 kali dosis harian yang
dianjurkan, folic acid dapat meningkatkan frekwensi kejang pada penderita epilepsi
dan memperburuk kerusakan saraf pada orang-orang yang menderita kekurangan
vitamin B12. Dengan dosis per oral 15 mg/hari dapat terjadi tanda-tanda anorexia,
nausea, abdominal distention, flatulence, biter/bad taste, altered sleep patterns,
kesulitan berkonsentrasi, irritability, over activity, excitement, mental depression,
confusion, impaired judgment.
g. Dosis
Bentuk sediaan Folic acid yaitu Tablet dan Injeksi sedangkan posologinya, Tablet 0.4
mg, Tablet 0.8 mg, Tablet 1 mg, Injeksi 5 mg/mL. Folic acid dapat diberikan Per oral,
Intravena, Intra muskular, Sub kutan.
Departemen Kesehatan AS, US Department of Health and Human Services,
merekomendasikan asupan asam folat sebesar 400 mikrogram per hari bagi semua
wanita. Sementara itu, bagi wanita hamil, kebutuhannya semakin tinggi lagi. Ibu yang
pernah melahirkan bayi cacat harus mengonsumsi asam folat minimal 1-4 miligram
per hari atau 10 kali dosis normal.
Berdasarkan standar internasional, ibu hamil membutuhkan sekitar 600 mikrogram
asam Folat per hari atau 50 persen lebih banyak dibandingkan wanita yang tidak

11
hamil. Namun 80 persen asam Folat hilang selama proses pemasakan.
Besarnya kebutuhan asam folat 50-100 µg/hari bagi orang dewasa normal dan untuk
ibu hamil berkisar 400 mcg. Konsumsi asam folat aman hingga 1000 mcg.
Untuk membantu mencegah kejadian pertama defek neural tube, kepada semua
wanita harus dianjurkan untukk minum suplemen 400 mikrogram asam folat per hari
sejak saat mereka berencana untuk hamil (sedikitnya 12 minggu sebelum pembuahan)
hingga akhir trimester pertama. Memulai suplementasi sebelum minggu ke tujuh akan
memberikan keuntungan yang signifikan ( Ulrich et al, 1999). Wanita yang belum
meminum suplemen asam folat ketika menyadari kehamilannya harus segera memulai
menggunakan suplemen dan melanjutkan pemakaiannya paling tidak sampai
kehamilan minggu ke 12 (BNF, 2000).
Kepada wanita yang mungkin menjadi hamil dan sebelumnya pernah melahirkan
seorang anak dengan defek neural tube atau memiliki sanak famili derajat pertama
masalah ini harus disarankan minum asam folat ini dengan dosis 5 mg (yang
dikurangi menjadi 4 mg jika tersedia preparat yang sesuai) selama periode waktu yang
sama (BNF, 2000). Suplementasi asam folat akan disertai dengan kadar feritrin serum
serta hemoglobin yang tinggi dan resiko penurunan anemia.(Hindmarsh et al, 2000)
Bagi wanita yang mempunyai masalah dalam hal kepatuhan minum obat, pemberian 5
mg asam folat seminggu sekali dapat dijadikan pilihan lain. (Mathews et al, 1998).
Untuk mendapatkan 0,4 mg asam folat dari makanan, wanita ttersebut harus
mengkonsumsi delapan gelas jus jeruk atau sepuluh porsi brokoli atau 3 porsi
kecambah dan sayuran ini direbus setengah matang (Wald dan Bower, 1995).
h.Dosis Terapi
Dewasa dan anak-anak: PO/IV/IM/Subcutaneous sebesar 1 mg/hari. Pada kasus
resisten mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar. Kecuali pada ibu hamil dan
menyusui, jangan berikan dosis terapi lebih dari 0,4 mg/hari hingga kemungkinan
anemia pernisiosa telah disingkirkan. Dosis mungkin perlu ditingkatkan pada
alcoholism, hemolytic anemia, anticonvulsant therapy atau chronic infection.
i.Maintenance Dose
1. Dewasa dan anak-anak usia 4 tahun atau lebih : PO/IV/IM/Subcutaneous 0,4
mg/hari.
2. Kehamilan dan menyusui : 0,8 mg/hari
3. Anak-anak dibawah 4 tahun : PO/IV/IM/Subcutaneous 0,3 mg/hari.
4. Bayi : PO/IV/IM/Subcutaneous 0,1 mg/hari.

12
5. Dosis terapi pada penderita anemia megaloblastik adalah 25O-4O00 µg/hari.
Folic Acid dikatakan berhasil bila kadar hemoglobin mulai meningkat pada minggu
pertama, dan anemia secara menyeluruh dapat disembuhkan dalam waktu 1-2 bulan
dan dikatakan gagal, bila kadar hemoglobin tidak meningkat dan anemia tetap
berlanjut.

PARACETAMOL
a. Defisiensi Paracetamol
Sebelum penemuan asetaminofen atau parasetamol, zaman dahulu kulit sinkona
digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria,
kina. Karena pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari.
Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an; asetanilida pada 1886 dan fenasetin
pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui
pengurangan p-nitrofenol bersama timah dalam asam asetat gletser. Walaupun proses ini
telah dijumpai pada tahun 1873, parasetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan
hingga dua dekade setelahnya. Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing
seseorang yang mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih
dan berasa pahit.
Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida. Namun penemuan ini
tidak dipedulikan pada saat itu. Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan
Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji
masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah
ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan adanya
methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di dalam tulisan mereka pada
1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia
dan mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif.
Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak
menghasilkan racun asetanilida.
Obat anti-Inflamasi non steroid (OAINS) adalah sekelompok besrar obat yang
memilki sifat anti-inflamasi, antipiretik, dan analgesik dengan derajat yang bervariasi. Obat
golongan ini menghambat 2 enzim siklo-oksigenase (COX-1dan COX-2) yang di perlukan
untuk sintesis prostaglandin (yang meningkatkan inflamasi dan menyebabkan nyeri). OAINS
dapat di klasifikasikan berdasarkan kekuatannya. Parasetamol termasuk dalam OAINS lemah.
Parasetamol ini analgesik yang lebih lemah dari pada aspirin, dan tidak mempunyai efek anti-

13
inflamasi. Obat ini tidak mengiritasi lambung dan dapat diberikan secara aman pada pasien
dengan riwayat dispepsia atau tukak lambung. Sediaan elixir parasetamol untuk anak-anak
lebih disukai dari pada aspirin.
Parasetamol dikenal juga dengan nama Asetaminofen. Obat ini memiliki khasiat yang
sam seperti aspirin tetapi lebih aman bagi lambung. Analgesik Asetaminofen (derivat-para-
fenol) adalah obat tanpa resep yang populer yang di pakai oleh bayi, anak-anak, dewasa,
orang lanjut usia untuk nyeri, rasa tidak enak dan demam. Hampir semua obat sakit kepala
atau demam yang berada di pasaran menggunakan zat aktif praseamol ini. Penggunaan
parasetamol yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada ginjal dan hati. Kata
asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia bahan tersebut: Versi
Amerika yaitu N-asetil-para-aminofenol Asetominofen dan Versi Inggris yaitu para-asetil-
amino-fenol Parasetamol.
Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas.
Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
menstruasi, dan diindikasikan juga untuk demam. Parasetamol itu aman terhadap lambung
juga merupakan Analgesik pilihan untuk ibu hamil maupun menyusui. Tapi bukan berarti
parasetamol tidak mempunyai efek samping. Efek samping parasetamol berdampak ke liver
atau hati. Parasetamol bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar.
Asetaminofen atau parasetamol memiliki efek antipiretik dan nonnarkotik yang hampir sama
dengan aspirin. Asetaminofen atau parasetamol tidak menghambat agregasi trombosit juga
tidak menyebabkan distres atau pendarahan lambung. Ia hanya mempunyai respons inflamasi
yang lemah. Asetaminofen diabsorpsi oleh saluran gastrointestinal dan dimetabolisme dalam
hati untuk mengaktifkan zat-zat metabolisme dalam hati. Waktu puncak bagi asetaminofen
terjadi dalam 2 jam dan waktu paruhnya 3 jam.
Parasetamol (Panadol, Tylenol) adalah obat antinyeri dan antidemam paling banyak
digunakan karena pada takaran biasa bersifat aman, tanpa memberikan efek samping, juga
aman bagi anak kecil dan wanita hamil apabila dimakan dalam waktu singkat. Daya kerja
parasetamol hampir sama kuatnya dengan asetosal dan lama kerjanya cenderung lebih
singkat.

Parasetamol merupakan senyawa kimia organik yang banyak digunakan dalam obat
sakit kepala karena bersifat analgesik (menghilangkan sakit). Parasetamol atau 4-
hidroksiasetanilida dengan rumus molekul dan bobot molekul

14
Struktur molekul Parasetamol
Nama Kimia : 4- Hidroksiasetanilida
Rumus Molek : 151,16
Pemerian : serbuk, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah
larut dalam etanol
Sifat Fisis dari parasetamol yaitu:
• Densitas:1.263 g/cm³
• Titik Lebur:169 °C (336 °F)
• Massa Molar:151.17 g/mol
• Ksp:1.4 g/100 ml or 14 mg/mL (20 °C)
• Berwujud butiran kristal putih, rasa pahit
• Larut dalam air,alkohol,aseton,gliserol,propylene glycol,gliserol,kloroform,metil
alkohol, dan hidroksida alkali, tak larut dalam benzena dan eter.
• Stabil pada pH > 6, dan tidak stabil pada pH asam atau pada kondisi alkaline
• Ikatan jenuh mudah putus, menjadi asam asetik dan p-aminophenol.
Sifat kimia dari parasetamol yaitu:
• Formula:
• Senyawa turunan benzena tersubstitusi oleh 2 gugus fungsi yaitu hidroksil dan
amida( acetamida/ ethenamida )
• Tersusun dari senyawa N-acetyl-para-aminophenol dan para-acetyl-amino-phenol.
Kaitan Sifat Fisis, kimia & Gugus Fungsi dengan Fungsi Paracetamol
1. Mekanisme reaksi parasetamol
Paracetmol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu
enzim CycloOksigenase ( COX ). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf
pusat yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida
tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang
membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam
tanpa menyebabkan efek samping yang tidak seperti analgesik-analgesik lainnya.
2. Metabolisme
Paracetamol terutama dimetabolismekan melalui konjugasi di hati dengan mengubahnya
menjadi senyawa yang tak aktif melalui konjugasi dengan sulfat dan glucuronide kemudian
diekskresikan melalui ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan
enzim sitokrom P450. Parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau dan memiliki

15
rasa yang sedikit pahit dengan titik lebur 169-170.5 . Parasetamol mudah larut ke dalam air
mendidih, sangat mudah larut dalam chloroform, larut dalam etanol, metanol, dimetil
formamida, aseton dan etil asetat, namun praktis tidak larut dalam benzen.
Parasetamol memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang 245
nm (A11=668a) dan dalam larutan basa pada panjang gelombang 257 nm (A11=715a)
sedangkan pada inframerah memperlihatkan puncak pada 1506, 1657, 1565, 1263, 1227,
1612 cm−1.
Parasetamol merupakan senyawa yang bersifat asam dengan pKa 9.5. Parasetamol dapat
diabsorpsi cepat melalui usus dan konsentrasi tertinggi dalam plasma yang di capai dalam
waktu ½ jam dan masa paruh dalam plasma antara 1-3 jam, di metabolisme oleh enzim
mikrosom dan di eksresi melalui ginjal. Turunan dari para-aminofenol ini bekerja sebagai
analgetik-antipiretik serta memiliki aktivitas antiinflamasi yang rendah dan dapat di berikan
secara oral, intravena serta rektal. Parasetamol merupakan obat pilihan pertama dalam
penanganan nyeri dan demam karena relatif aman, tidak mengiritasi lambung dan dapat
digunakan untuk anak-anak serta pasien asma.
b. Kegunaan paracetamol
Analgesik Asetaminofen (derivat-para-fenol) adalah obat tanpa resep yang populer yang
di pakai oleh bayi, anak-anak, dewasa, orang lanjut usia untuk nyeri, rasa tidak enak dan
demam. Parasetamol sebagai obat penurun panas sekaligus pereda nyeri. Jadi bisa digunakan
untuk demam dan sakit seperti sakit gigi, sakit lambung, dan sebagainya. Berbeda dengan
obat pereda nyeri golongan NSAID seperti ibuprofen, piroksikam, atau asam mefenamat,
parasetamol ini lebih aman buat lambung sehingga cocok bagi penderita maag atau gastritis.
Parasetamol atau acetaminophen adalah obat anti piretik (meredakan demam) dan
analgesik (mengurangi sakit) yang paling umum digunakan. Obat ini sifatnya hanya dapat
meredakan gejala-gejala penyakit, tetapi bukan untuk menyembuhkan penyakit itu sendiri,
seperti demam dan rasa sakit yang biasanya menyertai influenza. Obat ini dapat dibeli bebas
tanpa resep dari dokter. Infant paracetamol, yang biasanya tersedia dalam bentuk drop/tetes,
dikhususkan untuk bayi dan dapat digunakan hingga bayi berusia 2 tahun. Waktu pemberian
4 jam dan dalam 24 jam sebaiknya tidak lebih dari 4 dosis. Parasetamol merupakan obat
yang paling aman untuk meredakan demam dan mengurangi rasa sakit, jika digunakan sesuai
dosis.
Paracetamol telah berkembang pesat dalam berbagai bentuk sediaan, teblet chewable, eliksir,
drops dan suspensi drops yang dikemas khusus untuk bayi dan anak-anak. Umumnya obat ini

16
diberikan untuk meringankan gejala demam, nyeri, dan rasa tak nyaman karena masuk angin,
flu, atau karena imunisasi dan pertumbuhan gigi.
Dalam golongan obat analgetik, parasetamol atau nama lainnya asetaminofen memiliki
khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya.
Parasetamol atau asetaminofen memiliki khasiat yang hampir sama dengan aspirin yaitu
sebagai analgesic dan antipiretik serta lebih aman bagi lambung. Seperti aspirin, parasetamol
berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai
penghambat postaglandin perifer.Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs, obat ini tidak
memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) dan tidak menyebabkan gangguan saluran cerna
maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan
pada semua golongan usia.
c. Efek samping
Parasetamol memang manjur menghilangkan sakit kepala atau pusing, demam. Tetapi
dibalik keampuhannya tersebut, ternyata parasetamol menyimpan bahaya yang cukup besar
yakni dapat menurunkan fungsi paru-paru, merusak ginjal dan dapat mengakibatkan asthma,
bronchitis. Hampir setiap obat sakit kepala dan demam yang dijual secara bebas pasti
mengandung parasetamol, hanya saja kadarnya yang berbeda. Parasetamol boleh dikonsumsi
5 hari untuk anak-anak dan 10 hari untuk dewasa dengan dosis seperti dibawah ini.

Umur Dosis Parasetamol


3 bulan – 1 tahun 60 – 120 mg
1 – 5 tahun 120 – 250 mg
6 – 12 tahun 250 – 500 mg
Dewasa 500 mg – 1 g

Meski demikian, penggunaan obat secara rutin atau berlebihan dapat menganggu kesehatan
apalagi bagi penderita penyakit asma, dan penyakit paru-paru obstruktif menahun atau
chronic obstructive pulmonary disease (COPD) karena apabila obat ini digunakan setiap hari
maka dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Hasil ini berdasarkan data survei yang
dikumpulkan oleh “Third National Health and Nutrition Examination Survey” dari tahun
1988-1994 pada sekitar 13.500 orang dewasa di Amerika Serikat. Mereka semua memberikan
informasi akan obat yang dipakai yaitu Aspirin Parasetamol dan Ibuprofen.

17
Dosis tinggi dari Parasetamol akan menurunkan kadar dari salah satu antioksidan yang
penting, yaitu Glutathion, yang ada pada jaringan paru. Jadi, kemungkinan gangguan paru
yang terjadi akibat pemakaian rutin Parasetamol disebabkan karena terjadi penurunan
Glutathion, yang menyebabkan peningkatan resiko dari kerusakan jaringan paru dan
peningkatan dari penyakit pernafasan. Over dosis dari parasetamol dapat menyebabkan
kerusakan pada hati. Efek samping yang ditimbulkan adalah methemoglobin dan
hepatotoksik.
Takar lajak asetaminofen dapat menjadi sangat toksik dan berbahaya terhadap sel-sel hati
yang menimbulkan hepatotoksisitas. Jika dosis tunggal 10 gram atau 30 tablet masing-masing
(325 mg). Asetaminofen atau parasetamol yang diminum berlebihan memicu timbulnya
kerusakan di hepar.
Overdosis dari asetaminofen atau parasetamol dapat menyebabkan kematian.
Overdosis dari parasetamol misalnya jika terdapat gejala mual, muntah, lemas dan keringat
berlebih. Dan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari setelah mengkonsumsi
asetaminofen atau parasetamol yang berlebih karena timbulnya nekrosis hati. Jika seorang
anak memakan tablet atau sirup asetaminofen dalam jumlah yang berlebihan maka anak
tersebut harus segera dibawa ke ruang gawat darurat sebab hal ini dapat mengakibatkan
gangguan kronis di hepar.
Penggunaan paracetamol terus menerus dapat menyebabkan overdosis dan keracunan.
Keracunan parasetamol disebabkan karena akumulasi dari salah satu metabolitnya yaitu N-
acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI), yang dapat terjadi karena overdosis, pada pasien
malnutrisi, atau pada peminum alkohol kronik. Keracunan parasetamol biasanya terbagi
dalam 4 fase, yaitu:
Fase 1
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh yang tak nyaman
(malaise) dan banyak mengeluarkan keringat.
Fase 2
Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi enzim hepatik, waktu yang
dibutuhkan untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama dan kadang-kadang terjadi
penurunan volume urin.
Fase 3
Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala awal) serta
terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena terjadinya penumpukan
pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan dan sklera (jaundice), hipoglikemia, kelainan

18
pembekuan darah, dan penyakit degeneratif pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga
mungkin terjadi gagal ginjal dan berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung
(cardiomyopathy)
Fase 4
Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang fatal
Overdosis yang tak dapat penanganan cepat dapat menyebabkan kegagalan liver dan
kematian. Parasetamol jika diminum dalam dosis sangat besar, dapat menyebabkan kerusakan
di hati dan ginjal. Oleh karena itu, sebaiknya dijauhkan dari jangkauan anak-anak
Beberapa poin penting yang perlu dicermati dalam penggunaan paracetamol :
- Hentikan penggunaan parasetamol bila demam berlangsung lebih dari 3 hari atau nyeri
semakin memburuk lebih dari 10 hari, kecuali atas saran dokter.
- Bagi ibu hamil dan menyusui, konsultsikan dengan dokter jika hendak menggunakan
obat ini.
- Orang dengan penyakit gangguan liver sebaiknya tidak menggunakan obat ini.
- Konsultasikan dengan dokter sebelum mengkombinasi parasetamol dengan obat-obat
NSAID, antikoagulan (warfarin), ataupun kontrasepsi oral.
- Penggunaan parasetamol bersama alkohol dpat meningkatkan toksisitas hati.
- Konsumsi vitamin C dosis tinggi dapat meningkatkan kadar parasetamol dalam tubuh.

19
RESEP 3
LORATADINE
Nama obat (merek) : Loratadine

Nama generic (isi obat) : Loratadine

Jumlah dosis : Tiap tablet mengandung 10 mg loratadine.

a. Indikasi obat

Loratadine efektif untuk mengobati gejala-gejala yang berhubungan dengan rinitis alergi,
seperti pilek, bersin-bersin, rasa gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar pada mata.
Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik dan gangguan
alergi pada kulit lainnya.

b. Kontraindikasi

Hipersensirif terhadap loratadine.

c. Farmakokinetik

Loratadine merupakan suatu antihistamin trisiklik yang bekerja cukup lang (long acting),
mempunyai selektifitas tinggi pada reseptor histamin -H1 periter dan tidak menimbulkan efek
sedasi atau antikolinergik.

Pemberian loratadine bersama alkohol tidak memberikan efek potensiasi seperti yang terukur
pada penampilan psikomotor.
Pemberian loratadine bersama eritromisin, ketokonazol & simetidine dapat menghambat
metabolisme loratadine.

d. Farmakodinamik

Loratadin (Claritin ) mempunyai farmakokinetik serupa dengan terfenadin, dalam hal mulai
bekerjanya dan lamanya. Seperti halnya terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula
mengalami metabolisme menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin (DCL) dan
selanjutnya mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik, tanpa
efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat dan tidak pernah
dilaporkan terjadinya kematian mendadak sejak obat ini diperbolehkan beredar pada tahun
1993. (7,10)

Cara penggunaan : oral

20
e. Efek samping

Loratadine tidak memperlihatkan efek samping yang secara klinis bermakna, karena rasa
mual, lelah, sakit kepala, mulut kering jarang dilaporkan. Frekuensi efek-efek ini pada
loratadine maupun placebo tidak berbeda secara statistik.

METILPREDNISOLON (NATRIUM)

Klasifikasi obat ; anti biotic

Indikasi :

Asma bronchial2. Ganguan pada kulit3. Ganguan kolagen :lupus eritemateous


sistemik4. Kelainan lainnya yang responsive terhadap kortikosteroid

a. Farmakokinetik

Metilprednisolon di absorsi melalui intra vena ke dalam darah sebagai cairan .

b. farmakodinamik

mula kerjanya hanya beberapa jam .gejala-gejala klien tampak cepat , dan termasuk kategori
adrenokortikoid dan mempunyai efek anti inflamasi dan imunosupresan .

c. Efek samping

Pemberian jangka pendek jarang menimbulkan efek yang serius .

Pemberian jangka lama akan menimbulkan seperti yang di timbulkan kortikosteroid lainnya ,
misalnya : hipertensi , osteoporosis , gangguan toleransi glukosa , gangguan sekresi hormon
seks , striae kulit , edema , hypokalemia ,glaucoma , dan katarak .

Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan hexilon ini hendak nya jangan di vaksinasi
karna dapat menutupi gejala-gejala infeksi.

d. dosis

Dosis yang di anjurkan : 30mg/berat badan , di berikan secara intravena paling tidak lebih
dari 30 menit . dosis ini di kurangi pad anak-anak dan bayi lebih di perhatikan adalah kondisi
penyakit dan respon pasien di banding umur dan berat badan nya . dosi sebaiknya tidak
kurang dari 0,5 g/berat badan setiap 24 jam .

Dos 1vial @125 mg , 1 ampul pelarut @ 2 m.

Dos 1 vial @500 mg , 1 ampul pelarut @8 ml.

21
RESEP 4

PROPANOLOL
a. Penghambat Adrenergik Beta
Penghambat adrenergik-beta, seringkali disebut sebagai penghambat beta,
menurunkan denyut jantung; biasanya akan diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Kebanyakan dari penghambat beta bersifat nonselektif, menghambat baik reseptor beta
maupun beta2. Bukan hanya terjadi penurunan denyut nadi akibat penghambatan betai, tetapi
juga terjadi bronkokonstriksi. Penghambat beta nonselektif (betai dan beta-2) sudah pasti
tidak boleh dipakai oleh klien yang menderita penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)
atau asma yang berat. Jika efek yang diinginkan adalah menurunkan denyut nadi dan tekanan
darah, maka dapat dipakai penghambat betai selektif, seperti metoprolol tartrat (Lopressor).
Propranolol hidroklorida (Inderal) adalah penghambat beta pertama yang
diresepkan untuk mengobati angina, aritmia jantung, dan hipertensi. Meskipun sampai kini
masih dipakai, obat ini mempunyai banyak efek samping, sebagian karena respons
nonselektifnya dalam menghambat baik reseptor betai maupun beta2. Obat ini merupakan
kontraindikasi bagi klien penderita asma, atau blok jantung derajat dua atau tiga. Propranolol
di metabolisme dengan ekstensif oleh hati, first-pass hepatik; sehingga hanya sejumlah kecil
dari obat yang mencapa sirkulasi sistemik.
b. Farmakokinetik
Propranolol diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini
menembus sawar darah-otak dan plasenta, dan ditemukan dalam air susu. Obat ini
dimetabolisme oleh hati dan mempunyai waktu paruh yang singkat, yaitu 3-6 jam.
c. Farrmakodinamik
Dengan menghambat kedua jenis reseptor beta, propranolol menurunkan denyut jan-
tung, dan sekunder, tekanan darah. Obat ini juga menyebabkan saluran bronkial
mengalami konstriksi dan kontraksi uterus. Obat ini tersedia untuk oral dalam bentuk
tablet dan kapsul sustained-release, dan untuk pemakaian intravena. Mula kerja dari
preparat sustained-release lebih lama daripada tablet; waktu mencapai kadar puncak
dan lama kerjanya juga lebih lama pada formula sustained- release. Bentuk ini efektif
untuk dosis pemberian satu kali sehari, khususnya untuk klien yang tidak patuh
dengan dosis obat beberapa kali sehari.

22
d. Interaksi Obat
Banyak obat berinteraksi dengan propranolol. Fenitoin, isoproterenol, NSAID, barbiturate
dan santin (kafein, teofilin) mengurangi efek obat propranolol. Jika propranolol dipakai
bersama digoksin atau penghambat kalsium, maka dapat terjadi blok jantung atrioventrikulär
(AV). Tekanan darah dapat diturunkan jika propranolol diberikan bersama dengan
antihipertensi lain (ini mungkin efek yang diinginkan).
Penghambat beta berguna dalam mengobati aritmia jantung, hipertensi ringan, taki- kardia
ringan, dan angina pektoris.
e. Indikasi
Hipertensi, angina pektoris, pheochromocytoma, essensial tremor, tetrallogy of fallot, aritmia,
cyanotic spell, pencegahan infak myocard, migraine, pengobatan gejala hypertropi C sub
aortic stenosis.
f. Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap propranolol, ß bloker atau beberapa komponen lain dalam sediaan,
tidak boleh digunakan untuk gagal jantung kongestif, syok kardiogenik, bradikardi, udem
pulmoner, penyakit hiperaktif pernafasan (asma atau COPD), raynaud’s disease, kehamilan
(trimester 2 dan 3).
g. Efek Samping
Jantung: bradikradi, gagal jantung kongestif, penurunan sirkulasi perifer, hipotensi, sakit
dada, kontraksi miokardial, raynaud’s syndrom, menseterik trombosis, syncope. SSP: depresi
mental, amnesia, halusinasi, dizziness, insomia, vertigo, psikosis, hypersomnolence dan
fatique. Dermatologi: alopesia, dermatitis, hiperkeratosis, pruritis, urtikaria, sindrom stevens-
johnson , fuxil epiderma necrolysis. Gastrointestinal: diare, muntah, mual, konstipasi dan
anoreksia. Genitourinaria: Impoten, proteinuria, oligouria, interstitial nephritis, peyroie’s
disease. Hematologi: agraniulositosis trombositopenia, trombositopenia purpura.
Neuromuskular: rasa lemah, carpal tunnel syndrome, paresthesis, arthropathy.
Mata: Konjugasi hyperemis, penurunan produki air mata,penurunan penglihatan.
Pernapasan: mengik, faringitis, bronkospamus,udem pulmonary, laryngospasmus.
h. Interaksi dengan Obat Lain :

 Efek sitokrom P450 : CYP1A2 (Mayor), 2C19 (Minor), 2D6 (Mayor),


344(Minor),inhibitor CYP1A2 2D6.

23
 Menaikkan efek/toksik: CYP1A2 inhibitor dapat menaikkan efek dari
propranolol.Contoh inhibitor:amiodaron,ketokenazol, fluroxamine, norfloksasin,
ofloksasin dan rofekoksib. CYP2D6 inhibitor dapat menaikkan efek dari propranolol.
 Contoh inhibitor: klorpromazin, delavirdin, fluoksetin,
mikonazol,kuinidin,kuinin,rifonavir,pergoide.Propranolol menurunkan denyut jantung
dan bersifat adisi dengan obat lain yaitu konduktor AV rendah (digoksin, verapamil,
diltiazem).
 Reserpin menaikkan efek dari propranolol. Penggunaan bersama propranolol dapat
menaikkan efek alfa bloker (prazosin,terazosin),stimulan alfa adrenergik (epinefrin,
penilefrin) dan efek vaksokontriksi dari alkaloid ergot.
 Propranolol dapat menutupi takikardia dan hipoglikemi karena insulin dan oral
hipoglikemi. Pasien yang mendapatkan terapi bersamaan, risiko krisis hipertensi
meningkatkan ketika salah satu dari klonidin atau beta bloker dihentikan.
 Beta bloker dapat menaikkan tingkat aksi etanol,disopiramide,relaksan otot non
depolarisasi dan teofilin walaupun efeknya masih sulit untuk diprediksi.
 Propranolol dapat menaikkan bioavalibilitas dari serotonin agonis reseptor 5-HT1D,
propranolol dapat menurunkan metabolisme dari lidokain.
 Beta bloker dapat menaikkan efek dari kontrasepsi oral, flekainida, haloperidol (efek
hipotensi),simetidin,hidralazin, fenotiazin, hormon tiroid (ketika pasien hipotiroid
masuk dalam keadaan euthyroid).
 Beta bloker dapat menaikkan efek toksik dari flekainid, haloperidol (efek hipotensi)
hidralazin, fenotiazin, asetaminofen, antikoagulan (warfarin) dan benzodiazepin.
 Menurunkan efek: induktor CYP1A2 dapat menurunkan efek dari propranolol.
Contoh induktor : aminoglutethimide, karbamazepin, fenobarbital dan rifampisin.
 Garam Aluminium, kalsium, kolestiramin, kolestipol, anti inflamasi non steroid,
penisilin (ampisilin), salisilat dan sulfinpirazon menurunkan efek dari ß bloker dan
juga menurunkan bioavalibilitas dan level plasma.
 ß bloker dapat menurunkan efek dari sulfonilurea.
 Asam askorbat menurunkan konsentrasi plasma maksimum propranolol dan AUC dan
menaikkan T max, hasil penurunan signifikan terjadi pada kecepatan denyut jantung.
kemungkinan karena ada penurunan absorbsi dan first past metabolisme (n:5).
 Nefazodone menurunkan kadar plasma maksimal dan AUC dari propranolol dan
menaikkan waktu mencapai steady state.
 Monitoring respon klinik sangat dianjurkan ß bloker tidak selektif.

24
AMOLODIPIN

a. Komposisi
Amlodipine Tablet 5mg, tiap tablet mengandung : Amlodipine 5mg (setara dengan
Amlodipine bersifat 7mg).
Amlodipine Tablet 10mg, tiap tablet mengandung : Amlodipine 10mg (setara dengan
Amlodipine bersifat 14mg)
b. Farmokologi :
a. Farmakodinamik
Amlodipine merupakan penghambat aliran ion kalsium (penghambat kanal yang
lambat atau antagonis ion kalsium) dan menghambat aliran transmembran ion kalsium
ke dalam jantung dan otot polos pembuluh darah.
Mekanisme antihipertensi Amlodipine berhubungan dengan efek relaksasi secara
langsung pada otot polos pembuluh darah. Mekanisme dimana Amlodipine
menghilangkan angina belum sepenuhnya diketahui namun Amlodipine mengurangi
beban iskemik total dengan mekanisme berikut :
Amlodipine menyebabkan dilatasi resistensi perifer (afterload) yang mana melawan
kerja jantung. Pada saat frekuensi nadi stabil, dilatasi resistensi perifer ini
menurunkan kerja dan kebutuhan oksigen otot jantung.
Mekanisme aksi Amlodipine juga kemungkinan dapat menyebabkan dilatasi arteri-
arteri dan ateriol-arteriol koronaria, baik pada daerah yang iskemi maupun daerah
yang normal. Dilatasi ini menambah penghantaran oksigen ke otot jantung pada
pasien-pasien dengan spasme arteri koronaria (Prinzmetal's atau angina varian)
Amlodipine tidak berhubungan dengan efek samping metabolik atau perubahan lipid
dalam plasma dan dapat digunakan pada pasien dengan asma, diabetes dan gout.
b. Farmakokinetika
Absorbsi--Amlodipine diserap baik pada pemberian oral dengan konsentrasi tertinggi
dalam darah tercapai setelah 6-12 jam. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh konsumsi
makanan. Bioavailabilitasnya kira-kira 60% sampai 65%. Kadar taraf mantap plasma
dicapai setelah pemberian selama 7-8 hari.
Distribusi--Amlodipine dilaporkan kira-kira 97,5% terikat pada protein plasma.
Volume distribusi kurang lebih 21L/kg.
Metabolisme--Amlodipine sebagian besar dimetabolisme di hati menjadi metabolit

25
tidak aktif.
Eksresi--Amlodipine mempunyai waktu paruh akhir eliminasi plasma yang panjang
sekitar 35-50 jam. Metabolisme sebagian besar diekskresikan lewat urine dimana
kurang dari 10% dari dosis diekskresikan dalam bentuk tidak berubah.
c. Indikasi :
Amlodipine diindikasikan untuk :
Pengobatan hipertensi : dapat digunakan sebagai pengobatan tunggal atau
dikombinasi dengan obat-obat hipertensi lainnya.
Pengobatan angina stabil kronis, dapat digunakan sebagai pengobatan tunggal atau
dikombinasi dengan obat-obat antiangina lainnya.
Angina (kronis stabil atau vasospastik) : 5-10mg, penggunaan dengan dosis rendah
pada usia lanjut dan penderita gangguan fungsi hati. Sebagian besar pasien
memerlukan 10mg.
d. Overdosis :
Pada manusia, percobaan dengan overdosis yang disengaja dibatasi. Bilas lambung
dapat bermanfaat pada beberapa kasus. Berdasarkan data, overdosis dapat
mengakibatkan vasodilatasi perifer yang berlebihan dan kemungkinan terjadinya
hipotensi sistemik yang berkepanjangan. Hipotensi karena overdosis Amlodipine
yang jelas terlihat secara klinik memerlukan resusitasi kardiovaskular aktif terasuk
pengawasan fungsi jantung dan pernafasan yanglebih sering, elevasi tungkai dan
pengawasan terhadap volume cairan yangdapat bersirkulasi juga produksi urin. Zat
vasokontriktor dapat menolong memperbaiki tonus pembuluh darah dan tekanan
darah, dapat digunakan dengan syarat tidak ada kontraindikasi penggunaan untuk itu.
Kalsium Glukonat IV dapat bermanfaat untuk membalikkan efek yang ditimbulkan
oleh penyakat-kanal-kalsium. Karena Amlodipine sebagian besar terikat protein,
dialisis tidak akan menghasilkan berbaikan.
e. Kontraindikasi :
Amlodipine dikontraindikasikan untuk penderita yang diketahui sensitif terhadap
Amlodipine.
f. Peringatan dan Perhatian :
Penggunaan pada penderita dengan gangguan fungsi hati ; sejak Amlodipine secara
luas dimetabolisme olah hati dan waktu paruh eliminasi plasma (t1/2) 56 jam pada
penderita dengan gangguan fungsi hati, perhatian harus diberikan saat pemberian
Amlodipine pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat.

26
Penggunaan pada penderita dengan gangguan ginjal : Amlodipine secara luas
dimetabolisme menjadi metabolit tidak aktif yang 10% dieskresikan dalam bentuk
tidak berubah di urine. Perubahan konsentrasi plasma Amlodipine tidak berhubungan
dengan derajat gangguan ginjal. Amlodipine dapat digunakan pada penderita seperti
ini dengan dosis normal.
Penggunaan pada penderita dengan gangguan gagal jantung kongestif : Amlodipine
harus digunakan dengan hati-hati pada penderita gagal jantung kongestif karena
sedikit resiko efek inotropik negatif.
Amlodipine bukan merupakan suatu beta-bloker, oleh karena itu tidak perlu
memberikan perlindungan melawan bahaya ketergantungan beta-bloker,
ketergantungan dicegah dengan menurunkan dosis beta-bloker secara bertahap.
Penggunaan dalam kehamilan dan menyusui : Keamanan Amlodipine dalam
kehamilan dan menyusui belum ditegakkan.
Pengguanaan pada anak-anak : Tidak ada informasi yang didapatkan berhubungan
dengan efek Amlodipine dengan anak-anak. Keamanan dan efektifitasnya belum
ditegakkan.
Penggunaan pada usia lanjut : Waktu paruh Amlodipine dapat bertambah pada usia
lanjut. Penderita dapat lebih sensitif pada efek hipotensi, sehingga dapat dianjurkan
dosis intial yang lebih rendah.
Fertilitas : Tidak terdapat gangguan fertilitas (kesuburan) yang ditemukan pada tikus
pengerat yang diberikan Amlodipine pada dosis 8 kali dosis maksimum yang
direkomendasikan pada manusia sebelumnya.
g. Interaksi Obat :
a. Anestesi, hidrokarbon inhalasi bila digunakan bersama dengan Amlodipine
menghambat efek hipotensi, meskipun agen penghambat kanal kalsium dapat
digunakan untuk mencegah takikardi supraventrikular, hipertensi atau sapasme
koroner selama operasi, disarnkan untuk berhati-hati selama pengguanaan.
b. Obat-obat antiinflamasi non-steroid (NSAIDs), khususnya indometasin dapat
mengurangi efek antihipertensi Amlodipine dengan cara menghambat pembentukan
prostaglandin di ginjal dan/atau menyebabkan retensi cairan dan natrium.
c. Meskipun laporan efek samping dari penggunaan Amlodipine bersama obat-obat
penghambatnya beta-adrenergik sedikit, disarankan hati-hati pada pemberian
Amlodipine bersama nifendipin; penggunaan nifendipin bersama obat-obat
penghambat beta-adrenergik, meskipun biasanya ditoleransi dengan baik, dapat

27
menyebabkan hipotensi yang berlebihan dan pada kasus jarang, dapat menyebabkan
kemungkinan terjadi gagal jantung kongestif.
d. Retensi cairan akibat perangsangan estrogen dapat cenderung meningkatkan
tekanan darah; penderita harus dimonitor dengan hati-hati untuk memastikan bahwa
efek yang diinginkan tercapai.
e. Hati-hati saat menggunakan obat-obatan yang sangat terikat protein, seperti :
antikonvulsan (hidantoin), antikoagulan (kumarin dan derivat andandion), obat-obat
antiinflamasi (nonsteroid), qunin, salisilat, sulfinpirazon, digunakan bersamaan
dengan Amlodipine dimana Amlodipine juga berikatan dengan protein; perubahan
konsentrasi obat-obat bebas, tidak terikat protein dalam serum terjadi.
f. Efek antihipertensi dapat berpotensi ketika Amlodipine digunakan bersama dengan
obat-obat yang menyebabkan hipertensi; meskipun beberapa antihipertensi dan/atau
kombinasi diuretik sering digunakan untuk keuntungan terapi, saat bersamaan
beberapa obat ini digunakan bersama perlu dilakukan penyesuaian dosis.
g. Litium bila digunakan bersama dengan Amlodipine kemungkinan besar dapat
menyebabkan neurotoksisitas dalam bentuk mual, muntah, diare, ataksia, tremor,
dan/atau tinitus, sehingga disarankan berhati-hati.
h. Simptomatik bila digunakan bersama dapat menurunkan efek antihipertensi
Amlodipine; pasien harus dimonitor dengan hati-hati untuk memastikan efek yang
diinginkan tercapai.
i. Data penilitian in vitro menggunakan plasma manusia menunjukkan bahwa
Amlodipine tidak memiliki efek terhadap ikatan protein obat yang diuji (Digoksin,
Fenitoin, Warfarin, atau Indometasin)
j. Kombinasi Amlodipine dengan digoksin tidak mengubah kadar digoksin serum atau
klirens ginjal
k. Kombinasi Amlodipine dengan simetidin tidak meningkatkan farmakokinetik
Amlodipine
l. Kombinasi Amlodipine dengan warfarin tidak mengubah waktu respon protrombin
warfarin.
h.Efek Samping :
a. Yang paling sering terjadi : edema perifer (bengkak pada pergelangan kaki)
b. Terjadi dosis 1,8-10,8% antara 2,5-10mg per hari; prevalensi pada wanita lebih
tinggi dari pria
c. Yang agak sering terjadi : pusing (terjadi pada dosis 1,1-3,4% antara 2,5-10mg per

28
hari), palpitasi (terjadi pada 0,7-4,5% antara 2,5-10mg per hari), prevalensi pada
wanita yang lebih tinggi.
d. Jarang terjadi : angina, bradikardi, hipotensi, jaundice, hipertensi ortostatik.
e. Efek samping yang terjadi hanya bila penggunaan diteruskan atau pada keadaan
berat : nyeri abdominal, fushing (terjadi pada dosis 0,7-2,6% antara 2,5-10mg per
hari), sakit kepala, somnolen, kelelahan (jarang)

29
RESEP 5

RANITIDIN

Ranitidine 25 mg/mL injeksi (1 box berisi 10 ampul @ 2 mL), No. Reg. :


GKL0608513443A1

Ranitidine 150 mg tablet (1 box berisi 10 strip @ 10 tablet), No. Reg : GKL0308509017A1

a. Farmakologi

Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja


histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50%
perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama
6–8 jam.
Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3
jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan
dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui
urin.

b. Indikasi

 Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak lambung aktif, mengurangi
gejala refluks esofagitis.
 Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak lambung.
 Pengobatan keadaan hipersekresi patologis (misal : sindroma Zollinger Ellison dan
mastositosis sistemik).

Ranitidine injeksi diindikasikan untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaan
hipersekresi patologis atau ulkus 12 jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif
jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi Ranitidine oral.

c. Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap Ranitidine.

30
d. Dosis Ranitidine injeksi

Injeksi i.m. : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 – 8 jam.


Injeksi i.v. : intermittent. Intermittent bolus : 50 mg (2 mL) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi
50 mg dalam larutan NaCl 0,9% atau larutan injeksi i.v. lain yang cocok sampai diperoleh
konsentrasi tidak

 lebih dari 2,5 mg/mL (total volume 20 mL). Kecepatan injeksi tidak lebih dari 4
mL/menit (dengan waktu 5 menit).
 Intermittent infusion : 50 mg (2 mL) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi 50 mg dalam
larutan dekstrosa 5% atau larutan i.v. lain yang cocok sampai didapat konsentrasi
tidak lebih besar dari 0,5 mg/mL (total volume 100 mL).
 Kecepatan infus tidak lebih dari 5 – 7 mL/menit (dengan waktu 15 – 20 menit).
 Infus kontinyu : 150 mg Ranitidine diencerkan dalam 250 mL dekstrosa atau larutan
i.v. lain yang cocok dan diinfuskan dengan kecepatan 6,25 mg/jam selama 24 jam.
Untuk penderita sindrom Zollinger-Ellison atau hipersekretori lain, Ranitidine injeksi
harus diencerkan dengan larutan dekstrosa 5% atau larutan i.v. lain yang cocok
sehingga diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/mL. Kecepatan infus dimulai 1
mg/kg BB/jam dan harus disesuaikan dengan keadaan penderita.

Ranitidine oral

 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sekali sehari sesudah makan
malam atau sebelum tidur, selama 4 – 8 minggu.
 Tukak lambung aktif 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) selama 2 minggu.
 Terapi pemeliharaan pada penyembuhan tukak 12 jari dan tukak lambung Dewasa :
150 mg, malam hari sebelum tidur.
 Keadaan hipersekresi patologis (Zollinger - Ellison, mastositosis sistemik) Dewasa :
150 mg, 2 kali sehari dengan lama pengobatan ditentukan oleh dokter berdasarkan
gejala klinik yang ada. Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing penderita. Dosis hingga 6 g sehari dapat diberikan pada penyakit yang berat.
 Refluks gastroesofagitis Dewasa : 150 mg, 2 kali sehari.
 Esofagitis erosif Dewasa : 150 mg, 4 kali sehari.
 Pemeliharaan dan penyembuhan esofagitis erosif Dewasa : 150 mg, 2 kali sehari.

31
 Dosis pada penderita gangguan fungsi ginjal Bila bersihan kreatinin < 50 mL / menit :
150 mg / 24 jam. Bila perlu dosis dapat ditingkatkan secara hati-hati setiap 12 jam
atau kurang tergantung kondisi penderita.
 Hemodialisis menurunkan kadar Ranitidine yang terdistribusi.

e. Efek Samping

 Sakit kepala
 Susunan saraf pusat, jarang terjadi : malaise, pusing, mengantuk, insomnia, vertigo,
agitasi, depresi, halusinasi.
 Kardiovaskular, jarang dilaporkan : aritmia seperti takikardia, bradikardia,
atrioventricular block, premature ventricular beats.
 Gastrointestinal : konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri perut. Jarang dilaporkan :
pankreatitis.
 Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : artralgia dan mialgia.
 Hematologik : leukopenia, granulositopenia, pansitopenia, trombositopenia (pada
beberapa penderita). Kasus jarang terjadi seperti agranulositopenia, trombositopenia,
anemia aplastik pernah dilaporkan.

f. Peringatan dan Perhatian

 Umum : pada penderita yang memberikan respon simptomatik terhadap Ranitidine,


tidak menghalangi timbulnya keganasan lambung.
 Karena Ranitidine dieksresi terutama melalui ginjal, dosis Ranitidine harus
disesuaikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
 Hati-hati pemberian pada gangguan fungsi hati karena Ranitidine di metabolisme di
hati.
 Hindarkan pemberian pada penderita dengan riwayat porfiria akut.
 Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui.
 Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum terbukti.
 Waktu penyembuhan dan efek samping pada usia lanjut tidak sama dengan penderita
usia dewasa.

Pemberian pada wanita hamil hanya jika benar-benar Gejala-gejala overdosis antara lain,
pernah dilaporkan : hipotensi, cara berjalan yang tidak normal.

32
1. Penanganan overdosis :

 Induksi dengan cara dimuntahkan atau bilas lambung.


 Untuk serangan : dengan cara pemberian diazepam injeksi i.v.
 Untuk bradikardia : dengan cara pemberian atropin.
 Untuk aritmia : dengan cara pemberian lidokain

2. Over Dosis

 Umum : pada penderita yang memberikan respon simptomatik terhadap Ranitidine,


tidak menghalangi timbulnya keganasan lambung.
 Karena Ranitidine dieksresi terutama melalui ginjal, dosis Ranitidine harus
disesuaikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
 Hati-hati pemberian pada gangguan fungsi hati karena Ranitidine di metabolisme di
hati.
 Hindarkan pemberian pada penderita dengan riwayat porfiria akut.
 Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui.
 Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum terbukti.
 Waktu penyembuhan dan efek samping pada usia lanjut tidak sama dengan penderita
usia dewasa.
 Pemberian pada wanita hamil hanya jika sangat di butuhkan

3. Interaksi Obat

 Ranitidine tidak menghambat kerja dari sitokrom P450 dalam hati.

4. Pemberian bersama warfarin dapat meningkatkan atau menurunkan waktu


protrombin

g. Penyimpanan

Ranitidine injeksi disimpan di tempat sejuk dan kering suhu 4–25oC, terlindung dari
cahaya, harus dengan resep dokter. Ranitidine tablet disimpan di tempat kering, suhu
15–30oC, terlindung dari cahaya.

33
KETOROLAC

a. Farmakodinamik
Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini
merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik
yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis
prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak
mempunyai efek terhadap reseptor opiat.
b. Uji klinis
Beberapa penelitian telah meneliti efektivitas analgesik Ketorolac tromethamine
intramuskular pada dua model nyeri pasca bedah akut; bedah umum (ortopedik,
ginekologik dan abdominal) dan bedah mulut (pencabutan M3 yang mengalami
impaksi). Penelitian ini merupakan uji yang dirancang paralel, dosis tunggal primer,
yang membandingkan Ketorolac tromethamine dengan Meperidine (Phetidine) atau
Morfin yang diberikan secara intramuskular. Pada tiap model, pasien mengalami nyeri
sedang hingga berat pada awal penelitian. Jika dibandingkan dengan Meperidine 50
dan 100 mg, atau Morfin 6 dan 12 mg pada pasien yang mengalami nyeri pasca
bedah, Ketorolac tromethamine 10, 30 dan 90 mg menunjukkan pengurangan nyeri
yang sama dengan Meperidine 100 mg dan Morfin 12 mg. Onset aksi analgesiknya
sebanding dengan Morfin. Durasi analgesia Ketorolac tromethamine 30 mg dan 90
mg lebih lama daripada narkotik. Berdasarkan pertimbangan efektivitas dan
keamanan setelah dosis berulang, dosis 30 mg menunjukkan indeks terapetik yang
terbaik. Suatu penelitian multisenter, multi-dosis (20 dosis selama 5 hari), pasca
bedah (bedah umum) membandingkan Ketorolac tromethamine 30 mg dengan Morfin
6 dan 12 mg dimana tiap obat hanya diberikan bila perlu. Efek analgesik keseluruhan
dari Ketorolac tromethamine 30 mg berada di antara Morfin 6 mg dan 12 mg,
walaupun perbedaan antara Ketorolac tromethamine 30 mg dan Morfin 12 mg tidak
bermakna secara statistik. Tidak tampak adanya depresi napas setelah pemberian
Ketorolac tromethamine pada uji klinis kontrol. Ketorolac tromethamine tidak
menyebabkan konstriksi. Pada pasien pasca bedah, dibandingkan dengan plasebo :
Ketorolac tromethamine tidak menyebabkan kantuk dan dibandingkan dengan
Morfin, Ketorolac lebih sedikit menyebabkan kantuk.
c. Farmakokinetik
Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah pemberian

34
intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml
setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg. Waktu paruh terminal plasma 5,3
jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun).
Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang beragam. Farmakokinetik
Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau
multipel adalah linear. Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap
6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan.
Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg.
Ketorolac dan metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam
urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian
Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.
d. Indikas

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang
sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari.
Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke
analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari.
Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk
analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan
karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi
rahim dan sirkulasi fetus

e. Kontra Indikasi

 Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada
kemungkinan sensitivitas silang.
 Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau
obat anti-inflamasi nonsteroid lain.
 Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.
 Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
 Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.
 Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.
 Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.
 Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.
 Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).

35
 Riwayat asma.
 Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis
inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000
unit setiap 12 jam).
 Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.
 Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.
 Anak < 16 tahun.
 Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.
 Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).

Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar
dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.

f. Dosis

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena.
Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak
boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah
pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai
dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya
disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis
harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari
2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.

g. Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30
mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis
harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang
lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg.
Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis
efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul,
dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut
usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg).
h. Instruksi dosis khusus
Pasien lanjut usia

36
Ampul : Untuk pasien yang usianya lebih dari 65 tahun, dianjurkan memakai kisaran
dosis terendah: total dosis harian 60 mg tidak boleh dilampaui (lihat Perhatian).

Anak-anak : Keamanan dan efektivitasnya pada anak-anak belum ditetapkan. Oleh karena
itu, Ketorolac tidak boleh diberikan pada anak di bawah 16 tahun. Gangguan ginjal : Karena
Ketorolac tromethamine dan metabolitnya terutama diekskresi di ginjal, Ketorolac
dikontraindikasikan pada gangguan ginjal sedang sampai berat (kreatinin serum > 160
mmol/l); pasien dengan gangguan ginjal ringan dapat menerima dosis yang lebih rendah
(tidak lebih dari 60 mg/hari IV atau IM), dan harus dipantau ketat. Analgesik opioid (mis.
Morfin, Phetidine) dapat digunakan bersamaan, dan mungkin diperlukan untuk mendapatkan
efek analgesik optimal pada periode pasca bedah awal bilamana nyeri bertambah berat.
Ketorolac tromethamine tidak mengganggu ikatan opioid dan tidak mencetuskan depresi
napas atau sedasi yang berkaitan dengan opioid. Jika digunakan bersama dengan Ketorolac
ampul, dosis harian opioid biasanya

kurang dari yang dibutuhkan secara normal. Namun efek samping opioid masih harus
dipertimbangkan, terutama pada kasus bedah dalam sehari.

i. Efek Samping

Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5
hari. Insiden antara 1 hingga 9%
Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea.
Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

j. Peringatan dan Perhatian

Seperti obat analgesik anti-inflamasi nonsteroid lainnya, Ketorolac dapat menyebabkan


iritasi, ulkus, perforasi atau perdarahan gastrointestinal dengan atau tanpa gejala sebelumnya
dan harus diberikan dengan pengawasan ketat pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit
saluran gastrointestinal. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan selama kehamilan,
persalinan, kelahiran, dan pada ibu menyusui.

k. Peringatan khusus mengenai inkompatibilitas:

Ketorolac ampul tidak boleh dicampur dalam volume kecil (mis. dalam spuit) dengan
Morfin sulfat, Phetidine hydrochloride, Promethazine hydrochloride atau Hydroxyzine

37
hydrochloride karena akan terjadi pengendapan Ketorolac tromethamine. Ketorolac ampul
kompatibel dengan larutan normal saline, 5% dekstrosa, Ringer, Ringer-laktat, atau larutan
Plasmalyte. Kompatibilitas dengan obat lain tidak diketahui.

l. Perhatian
Efek Renal : Sama seperti obat lainnya yang menghambat biosintesis prostaglandin,
telah dilaporkan adanya peningkatan urea nitrogen serum dan kreatinin serum pada uji
klinis dengan Ketorolac tromethamine.
Efek Hematologis : Ketorolac menghambat agregasi trombosit dan dapat
memperpanjang waktu perdarahan. Ketorolac tidak mempengaruhi hitung trombosit ,
waktu protrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial (PTT). Pasien dengan
gangguan koagulasi atau yang sedang diberi terapi obat yang mengganggu hemostasis
harus diawasi benar-benar saat diberikan Ketorolac.
Efek Hepar : Bisa terjadi peningkatan borderline satu atau lebih tes fungsi hati.
Pasien dengan gangguan fungsi hati akibat sirosis tidak mengalami perubahan
bersihan Ketorolac yang bermakna secara klinis. Ketorolac tromethamine tidak
dianjurkan untuk digunakan sebagai medikasi prabedah, untuk mendukung anestesi
atau analgesia obstetri. Belum ada data klinis mengenai keamanan dan efektivitas
pemberian bersama Ketorolac tromethamine dengan obat anti-inflamasi nonsteroid
lainnya. Ketorolac tidak dianjurkan digunakan secara rutin bersama

dengan obat anti-inflamasi nonsteroid lain, karena adanya kemungkinan efek samping
tambahan.
Untuk pasien gangguan ginjal ringan : Fungsi ginjal harus dipantau pada pasien yang diberi
lebih dari dosis tunggal IM, terutama pada pasien tua.
Retensi cairan dan edema: Pernah dilaporkan terjadinya retensi cairan dan edema pada
penggunaan Ketorolac. Oleh karena itu, Ketorolac harus hati-hati diberikan pada pasien gagal
jantung, hipertensi atau kondisi serupa

m. Interaksi Obat

 Pemberian Ketorolac bersama dengan Methotrexate harus hati-hati karena beberapa


obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan mengurangi bersihan
Methotrexate, sehingga memungkinkan peningkatan toksisitas Methotrexate.

38
 Penggunaan bersama NSAID dengan Warfarin dihubungkan dengan perdarahan berat
yang kadang-kadang fatal. Mekanisme interaksi pastinya belum diketahui, namun
mungkin meliputi peningkatan perdarahan dari ulserasi gastrointestinal yang diinduksi
NSAID, atau efek tambahan antikoagulan oleh Warfarin dan penghambatan fungsi
trombosit oleh NSAID. Ketorolac harus digunakan secara kombinasi hanya jika
benar-benar perlu dan pasien tersebut harus dimonitor secara ketat.
 ACE inhibitor karena Ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal yang
dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama pada pasien yang telah
mengalami deplesi volume.
 Ketorolac mengurangi respon diuretik terhadap Furosemide kira-kira 20% pada orang
sehat normovolemik.
 Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang memakai
Ketorolac misalnya antibiotik aminoglikosida.
 Pernah dilaporkan adanya kasus kejang sporadik selama penggunaan Ketorolac
bersama dengan obat-obat anti-epilepsi.

Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila Ketorolac diberikan pada pasien yang sedang
menggunakan obat psikoaktif

1. Anak-anak
Keamanan dan efektivitas pada anak belum ditetapkan.
2. Lanjut usia
Pasien di atas 65 tahun dapat mengalami efek samping yang lebih besar daripada
pasien muda. Risiko yang berkaitan dengan usia ini umum terdapat pada obat yang
menghambat sintesis prostaglandin. Seperti halnya dengan semua obat, pada pasien
lanjut usia harus dipakai dosis efektif yang terendah.
3. Penyalahgunaan dan ketergantungan fisik
Ketorolac tromethamine bukan merupakan agonis atau antagonis narkotik. Subjek
tidak memperlihatkan adanya gejala subjektif atau tanda objektif putus obat bila dosis
intravena atau intramuskular dihentikan tiba-tiba.

39
MEROPENEM

a. Farmakologi

Meropenem merupakan suatu antibiotika turunan karbapenem yang digunakan secara


parenteral, stabil terhadap human dehydropeptidase-1 (DHP-1), sehingga tidak diperlukan
penambahan inhibitor DHP-1.
Meropenem menunjukan aktivitas bakterisidal dengan cara mengganggu pembentukan
dinding sel bakteri.
Meropenem memiliki efek bakterisidal yang poten dan spektrum luas terhadap bakteri aerob
dan anaerob, karena Meropenem mudah menembus dinding sel bakteri, memiliki stabilitas
yang tinggi terhadap semua jenis beta-laktamase dan juga afinitasnya sangat baik terhadap
Penicilin Binding Proteins (PBPs).
Kadar Bunuh Minimum (KBM) bakteri pada umumnya sama dengan Kadar Hambat
Minimum (KHM). Pada 76% bakteri yang diuji rasio KBM:KHM adalah kurang dari atau
sama dengan 2.
Meropenem terbukti stabil pada uji kepekaan. Uji ini dapat dilakukan menggunakan metode
rutin yang biasa. Pengujian invitro menunjukkan bahwa meropenem memiliki efek sinergis
dengan berbagai antimikroba. Telah ditunjukkan bahwa meropenem memiliki efek post-
antibiotik secara invitro dan invivo terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Spektrum bakteri meropenem menunjukkan aktivitas klinis pada sebagian besar bakteri gram
positif dan gram negatif dan strain bakteri aerob dan anaerob yang bermakna secara klinis.
Meropenem dan imipenem memiliki profil dan pengunaan yang sama terhadap bakteri multi
resisten, akan tetapi Meropenem secara intrinsik lebih poten terhadap Pseudomonas
aeruginosa dan aktif juga secara invitro terhadap strain yang resisten terhadap imipenem.

b. Indikasi

SEFANEM injeksi diindikasikan untuk mengobati beberapa infeksi pada pasien dewasa
dan anak-anak yang disebabkan oleh satu jenis bakteri atau beberapa jenis bakteri yang
sensitif terhadap meropenem seperti:

 Pneumonia dan pneumonia nosokomial


 Infeksi saluran kemih
 Infeksi intraabdominal
 Infeksi ginekologik

40
 Infeksi kulit dan struktur kulit
 Meningitis
 Septikemia
 Pengobatan empiris untuk dugaan infeksi pada pasien dewasa dengan neutropenia
febril

Meropenem dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan antimikroba
lainnya dalam pengobatan infeksi polimikroba.

c. Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap antibiotika golongan Carbapenem, penisilin atau


antibiotika golongan betalaktam lainnya.

d. Efek Samping

Efek samping yang serius jarang ditemukan. Dari berbagai penelitian efek samping yang
pernah dilaporkan adalah sebagai berikut:

 Reaksi lokal pada tempat suntikan: inflamasi, tromboflebitis, nyeri pada tempat
suntikan.
 Jarang terjadi reaksi kulit yang berat seperti: erythema multiforme, sindrom Steven-
Johnson dan nekrolisis epidermal toksis, telah teramati.
 Reaksi alergi sistemik jarang terjadi, reaksi alergi sistemik (hipersensitivitas) dapat
terjadi setelah pemberian meropenem. Reaksi tersebut termasuk angioedema dan
manifestasi anafilaksis seperti syok, hipotensi dan tekanan pernafasan.
 Reaksi pada saluran cerna: pernah dilaporkan terjadi nyeri perut, mual, muntah, diare,
kolitis pseudomembranosa.
 Darah: trombositopenia reversibel, eosinofilia, leukopenia dan neutropenia. Uji
Coombs langsung atau tidak langsung yang positif dapat terjadi pada beberapa subyek;
telah dilaporkan pengurangan waktu tromboplastin parsial
 Fungsi hati: telah dilaporkan peningkatan konsentrasi serum bilirubin, transaminase,
alkali fosfatase, dan laktat dehidrogenase secara tunggal atau kombinasi .
 Sistem saraf pusat: sakit kepala, parestesia. Walaupun jarang konvulsi dilaporkan
terjadi. Namun hubungan kausal kasus ini dengan meropenem belum jelas. Kulit: skin
rash, pruritus, urticaria

41
 Lain-lain: kandidiasis oral dan vaginal.

e. Peringatan Dan Perhatian

 Terdapat bukti-bukti klinis dan laboratorium tentang alergenitas silang parsial


diantara golongan karbapenem dengan antibiotika betalaktam, penisilin, dan
sefalosporin. Seperti pada semua antibiotika beta-laktam jarang dilaporkan terjadinya
reaksi hipersensitivitas.
Sebelum memulai terapi dengan meropenem, pasien perlu ditanyai dengan teliti
mengenai ada atau tidaknya riwayat hipersensentivitas.
Jika terjadi reaksi alergi terhadap meropenem, pemberian harus dihentikan dan pasien
diberikan penanganan yang sesuai.
 Seperti pada penggunaan yang lainnya pertumbuhan yang berlebih dari organisme
lainnya yang tidak sensitif dapat terjadi, karena itu setiap pasien memerlukan
pengamatan secara berkelanjutan.
 Kadar transaminase dan bilirubin harus dimonitor dengan hati-hati bila meropenem
diberikan pada pasien dengan penyakit hati.
 Tidak disarankan untuk digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh methicillin
resistant staphylococci.
 Kolitis pseudomembranosa telah diamati pada penggunaan antibiotika dalam praktek
dengan keparahan bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang mengancam jiwa.
Oleh karena itu antibiotika harus diresepkan dengan hati-hati pada individu dengan
riwayat keluhan gastrointestinal, terutama kolitis. Penting untuk mempertimbangkan
diagnosis kolitis pseudomembranosa pada pasien yang terkena diare yang
berhubungan dengan penggunaan Meropenem. Walaupun penelitian menunjukan
bahwa toksin yang diproduksi oleh Clostridium difficile adalah penyebab utama
colitis yang berhubungan dengan antibiotika, penyebab lain tetap harus
dipertimbangkan.
 Pemberian bersama antara meropenem dan obat yang berpotensi nefrotoksik harus
dipertimbangkan dengan hati-hati.
 Serangan kejang dan efek samping SSP lain pernah dilaporkan pada penggunaan
meropenem, tetapi biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan SSP lain (contoh
lesi otak atau riwayat serangan kejang) atau meningitis bakterialis; dan atau pada
pasien dengan fungsi ginjal terganggu.

42
 Kehamilan kategori B
Keamanan meropenem pada kehamilan belum diketahui, meropenem diberikan pada
ibu hamil hanya jika keuntungan terapetik lebih besar dibandingkan kemungkinan
risiko yang terjadi. Penggunaannya harus di bawah supervisi langsung oleh dokter.
Ibu menyusui
Meropenem terdeteksi dalam konsentrasi yang sangat kecil pada air susu hewan
percobaan. Meropenem diberikan pada ibu menyusui hanya jika keuntungan terapetik
lebih besar dibandingkan kemungkinan risiko yang terjadi pada bayi.
Anak-anak
Keamanan dan efikasi pada bayi di bawah 3 bulan belum bisa dipastikan. Belum
disarankan penggunaan meropenem untuk anak usia ini.
Belum ada penelitian untuk anak-anak dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
Efek pada kemampuan mengendarai dan menjalankan mesin
Belum ada data, tetapi tidak diharapkan meropenem akan mempengaruhi kemampuan
mengendarai dan menjalankan mesin.

f. Interaksi Obat

 Probenesid bersaing dengan meropenem dalam sekresi tubular aktif dan dengan
demikian menghambat ekskresi renal dengan efek meningkatkan waktu paruh
eliminasi dan kosentrasi plasma meropenem. Karena potensi dan lama kerja
meropenem tanpa probenesid sudah memadai, penggunaan meropenem dengan
probenesid tidak dianjurkan.
 Pemberian bersama antara meropenem dan obat yang berpotensi nefrotoksik harus
dipertimbangkan dengan hati-hati.
 Meropenem tidak boleh dicampur dengan larutan yang mengandung obat lain
 Efek potensial meropenem terhadap ikatan protein dari obat lain atau metabolisme
belum diteliti. Ikatan protein meropenem cukup rendah sekitar 2% karena itu
kemungkinan tidak akan terjadi interaksi dengan senyawa lain atas dasar lepasnya
ikatan obat dengan protein plasma.

Meropenem dapat menurunkan kadar serum asam valproat dan dapat menyebabkan kadar
sub-terapetik pada beberapa pasien.

g. Dosis Dan Cara Penggunaan

43
Dewasa:
Dosis dan lama terapi harus ditetapkan berdasarkan jenis dan keparahan infeksi serta kondisi
pasien. Dosis harian yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

 Terapi pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi ginekologik, infeksi pada kulit dan
struktur kulit: 500 mg i.v. setiap 8 jam.
 Terapi pneumonia nosokomial, peritonitis, dugaan infeksi pada pasien netropenia,
septikemia: 1 gram i.v. setiap 8 jam.
 Pada meningitis dosis yang dianjurkan adalah 2 gram i.v. setiap 8 jam.
 Aturan dosis untuk pasien dewasa dengan gangguan fungsi ginjal:
Untuk pasien dengan bersihan kreatinin < 51 ml/ menit, aturan pengurangan dosis
dapat dilihat pada brosur.
Meropenem dieksresikan pada saat hemodialisis. Apabila diperlukan pengobatan
lanjutan dengan meropenem, disarankan agar unit dosis (sesuai dengan jenis dan
beratnya infeksi) diberikan setelah prosedur hemodialisis selesai untukk
mengembalikan kadar terapetik plasma. Belum ada data penggunaan meropenem pada
pasien yang menjalani dialisis peritoneal.
 Dosis untuk pasien dewasa dengan insufisiensi hati:
Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan insufisiensi hati.

Dosis untuk usia lanjut:


Tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk penderita lanjut usia dengan fungsi ginjal normal
atau nilai bersihan kreatinin di atas 50 ml/ menit

 Dosis untuk anak-anak:


Untuk anak 3 bulan sampai dengan 12 tahun dosis intravena yang dianjurkan adalah
10 - 20 mg/kgBB setiap 8 jam, tergantung pada jenis dan keparahan infeksi, kepekaan
patogen dan kondisi pasien.
Untuk anak dengan bobot badan > 50 kg, mengikuti takaran dosis dewasa.
Dosis yang dianjurkan untuk Meningitis adalah 40 mg/KgBB gram setiap 8 jam.
 Belum ada penelitian pada anak dengan gangguan fungsi ginjal.

44
SEFANEM
injeksi dapat diberikan secara injeksi:

 I.V. bolus:
SEFANEM injeksi dilarutkan dengan air steril untuk injeksi sebanyak 5 ml per 250
mg meropenem, untuk menghasilkan konsentrasi 50 mg/ml.
Suntikkan selama lebih kurang 5 menit. S
 I.V. infus:
SEFANEM injeksi dilarutkan dengan cairan infus yang cocok sebanyak 50-200 ml.
Suntikkan selama lebih kurang 15 - 30 menit.
 Setelah pelarutan: jernih tidak berwarna atau berwarna kuning muda.
Dianjurkan untuk menggunakan larutan meropenem yang baru untuk injeksi dan infus
intravena. Larutan hasil rekonstitusi harus digunakan sesegera mungkin dan bila perlu,
harus disimpan tidak lebih dari 3 jam pada suhu di bawah 30oC dan tidak lebih dari 24
jam di dalam lemari pendingin/kulkas.
Obat (vial) sebelum rekonstitusi dan larutan hasil rekonstitusi tidak boleh dibekukan.
Selama proses rekonstitusi, harus diterapkan teknik aseptik standar. Kocok larutan
yang telah direkonstitusi sebelum digunakan.

45
RESEP 6

A .Natrium Klorida (NaCl) 9,0 g

a. Air untuk injeksi ad. 1.000 ml

b. Osmolaritas : 308 mOsm/l

c. Setara dengan ion-ion : Na⁺ : 154 mEq/l

d. Cl⁻ : 154 mEq/l

B. Cara kerja obat

Merupakan garam yang berperan penting dalam memelihara tekanan osmosis darah dan
jaringan

C .Indikasi

Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi

D.Cara pemberian

Pemberian diberikan melalui Intravena (IV)Kecepatan alir yang dianjurkan 2,5 ml/kg BB/jam
atau 60 tetes/70 kg BB/menit atau 180 ml/70 kg BB/jam atau disesuaikan dengan kondisi
penderita.

E.Kontra indikasi

Hipernatremia, Asidosis, Hipokalemia.

F.Efek samping

Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau cara pemberiannya, termasuk
timbulnya panas, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebitis yang meluas
dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.Bila terjadi reaksi efek samping, pemakaian harus
dihentikan dan lakukan evaluasi terhadap penderita.

G.Peringatan

Hati-hati bila diberikan kepada penderita gagal jantung kongestif, gangguan fungsi ginjal,
hipoproteinemia, udem perifer atau pulmonary.Hati-hati bila diberikan kepada anak-anak dan
penderita usia lanjut, pada kasusu hipertensi dan toksemia pada kehamilan.Untuk pemberian
jangka panjang sebaiknya lakukan uji laboratorium secara periodik untuk memonitor serum
ionogram, keseimbangan asam basa dan cairan.Hindari pemberian yang berlebihan untuk
mencegah terjadinya hipokalemia.

46
H. Cara penyimpanan

Sebaiknya disimpan pada suhu kamar/ruangan antara 25ᵒC - 30ᵒC.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Kemasan : Botol Plastik 500 ml

Botol Plastik 1000 ml

No. Registrasi : GKL 9230500149A1

Labels: asidosis, hipernatremia, hipokalemia, Infus, NaCl

Ceftriaxone

FARMAKOKINETIK

diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan kadar plasma maksimum rata-rata antara 2-
3 jam setelah pemberian. Dosis multipel IV atau IM dengan interval waktu 12-24 jam,
dengan dosis 0,5-2g menghasilkan akumulasi sebesar 15-36 % diatas nilai dosis tunggal.

Sebanyak 33-67 % ceftriaxone yang diberikan, akan diekskresikan dalam uring dalam bentuk
yang tidak diubah dan sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil dalam feses
sebagai bentuk inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV, kadar rata-rata ceftriaxone 1-3 jam
setelah pemberian adalah : 501 mg/ml dalam kandung empedu, 100 mg/ml dalam saluran
empedu, 098 mg dalam duktus sistikus, 78,2 mg/mldalam dinding kandung empedu dan 62,1
mg/ml dalam plasma.

Setelah pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu paruh eliminasinya berkisar antara 5-8 jam,
volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L, klirens plasma 0,50-1,45 L/jam dan klirens ginjal
0,32-0,73 L/jam.

Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan besarnya adalah 85-95 %. Ceftriaxone
menembus selaput otak yang mengalami peradangan pada bayi dan anak-anak dan kadarnya
dalam cairan otak setelah pemberian dosis 50mg/kg dan 75 mg/kg IV, berkisar antara 1,3-
18,5 ug/ml dan 1,3-44 ug/ml

Dibanding pada orang dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone hanya sedikit sekali
terganggu pada usia lanjut dan juga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati, karena
itu tidak diperlukan penyesuaian dosis.

47
FARMAKODINAMIK

Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding kuman.


Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap
penisilinase maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif.

Asam mefenamat

- Rumus Molekul : C15H15NO2

- Berat Molekul : 241.29

- Pemerian : serbuk hablur putih atau hampir putih. Melebur pada suhu lebih kurang 2300C
disertai peruraian.
- Kelarutan : larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam klorofom, sukar larut
dalam etanol dan methanol, praktis tidak larut dalam air.

- Persyaratan Kadar : mengandung asam mefenamat tidak kurang dari 90.0% dan tidak lebih
dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan termasuk kedalam golongan obat
Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS). Dalam pengobatan, asam mefenamat digunakan untuk
meredakan nyeri dan rematik. Obat ini cukup toksik terutama untuk anak-anak dan janin,
karena sifat toksiknya, Asam mefenamat tidak boleh dipakai selama lebih dari 1 minggu dan
sebaiknya jangan digunakan untuk anak-anak yang usianya di bawah 14 tahun (Munaf,1994).

Farmakologi Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgetik dan anti inflamasi.
Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan juga
kerja perifer.Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan menghambat kerja enzim
sikloogsigenase (Goodman, 2007).

Farmakokinetik
Tablet asam mefenamat diberikan secara oral. Diberikan melalui mulut dan diabsorbsi
pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui hati diserap darah dan
dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. konsentrasi puncak asam mefenamat dalam

48
plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam. Pada manusia, sekitar 50% dosis asam mefenamat
diekskresikan dalam urin sebagai metabolit 3-hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini
ditemukan dalam feses sebagai metabolit 3-karboksil yang tidak terkonjugasi (Goodman,
2007).

Efek Samping Efek samping dari asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering timbul
adalah diare, diare sampai berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung, selain itu
dapat juga menyebabkan eritema kulit, memperhebat gejala asma dan kemungkinan
gangguan ginjal (Setiabudy, 2009).

RESEP 7

Furosemide

Indikasi
Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti:
- Edema karena gangguan jantung.
- Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati.
- Supportive measures pada edema otak.
- Edema yang disebabkan luka bakar.
- Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang.
- Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.

Komposisi
- Tiap tablet mengandung furosemida 40 mg
- Tiap ml injeksi mengandung furosemida 10 mg

Cara Kerja Obat

Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai diuretik. Mekanisme
kerja furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal.
Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi
tekanan darah yang normal.

49
Dosis

- Tablet

Edema dan hipertensi pada orang dewasa dan anak – anak :

Dewasa : sehari 1 – 2 kali, 1 – 2 tablet. Dosis maksimum adalah 5 tablet sehari. Dosis
pemeliharaan adalah 1 tablet selang 1 hari.

Anak – anak: Sehari 1 – 3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari.

- Injeksi

Dewasa atau > dari 15 tahun : dosis awal : 20 – 40 mg i.v. atau i.m.

Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan 20 mg tiap interval waktu 2 jam
sampai diperoleh hasil yang memuaskan.

Dosis individual : 20 mg, 1 - 2 kali sehari. Edema paru – paru akut

Dosis awal : 40 mg i.v. Bila diperlukan dapat diberikan dosis lanjutan 20 – 40 mg setelah 20
menit.

Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan) 20 – 40 mg furosemida diberikan sebagai


tambahan dalam infus elektrolit. Selanjutnya tergantung pada eliminasi urin, termasuk
penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Pada keracunan karena asam atau basa,
kecepatan eliminasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keasaman atau kebasaan urin.

Bayi dan Anak – anak < 15 tahun Pemakaian parenteral hanya diberikan pada kondisi yang
mengancam jiwa. i.v. atau i.m. : sehari 1 mg/kg bb, maksimum 20 mg sehari. Selanjutnya
terapi parenteral harus secepatnya diganti secara oral.

Peringatan dan Perhatian

Pemberian furosemida pada pasien diabetes melitus, gula darah dan urin harus diperiksa
secara teratur. Pemberian perlu pengawasan ketat dan dosis harus disesuaikan dengan
kebutuhan. Dianjurkan untuk memulai dosis kecil. Perlu dilakukan pemeriksaan berkala
terhadap susunan elektrolit untuk mengetahui kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan.
Pasien diharuskan melapor bila terjadi gejala penurunan level serum kalium (diare, muntah,
anoreksia). Penderita yang diketahui sensitif terhadap sulfonamida dapat menunjukkan reaksi

50
alergi dengan furosemida. Hindari penggunaan pada penderita edema paru – paru dan
tekanan darah menurun sebagai akibat dari infark miokard, diuresis berlebih karena dapat
menimbulkan shock.

Efek Samping

Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti : mual, muntah, diare, ruam kulit,
pruritus dan penglihatan kabr, pemakaian furosemida dengan dosis tinggi atau pemberian
dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit.
Hiperglikemia. Reaksi dermatologik seperti : urtikaria dan eritema multiforma. Gangguan
hematologik seperti : agranulositosis, anemia, trombositopenia.

Kontraindikasi

Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerolunefritis akut, insufisiensi ginjal akut,
wanita hamil dan pasien yang hipersensitif terhadap furosemida , Anuria, Ibu menyusui.

51
DAFTAR PUSTAKA

British National Formulary (52). London: British Medical Association and Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain;
2006.

National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension. Management of


hypertension in adults in primary care.
London:NICE;2006.

Nasution.I.Slide Farmakologi Klinik.2009. Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan


terapi edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2007.

Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi pertama. Salemba Medika.
Jakarta. 2001.

Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi ketiga. Salemba Medika.
Jakarta. 2001.

52

Anda mungkin juga menyukai