Anda di halaman 1dari 3

Cicak merupakan salah satu hewan fawasiq, oleh karena itu kita diperintahkan oleh nabi Muhammad

saw untuk membunuhnya dan haram hukumnya untuk dimakan.

َّ‫ّللا صَلى الن ِبيَّ أَن‬


َّ‫ه ه‬َِّ ‫م َعلَ ْي‬ َ ‫ل أَ َم ََّر و‬
ََّ ‫َسل‬ َّ ‫َسما هَّه ْال َوز‬
َِّ ‫َغِ بِ َق ْت‬ ِ ‫هف َو ْي‬
َ ‫س ًقا و‬

Bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh cecak atau tokek, dan beliau dinamakan
fuwaisiq. (HR. Muslim)

Secara harfiyah makna fuwaisiq adalah binatang jahat yang kecil.

‫ه‬ َ – ‫ل أَنَّ عنها هللا رضى‬


ِ ‫ش ِريكَّ َع ْنأ‬
َّ‫م‬ َِّ – ‫ وسلم عليه هللا صلى‬-َّ‫ل أَ َم َر‬
‫ّللا ر ه‬
ََّ ‫َسو‬ َِّ ‫َغِ بِ َق ْت‬َّ ‫ل ْال َوز‬
ََّ ‫« و ََقا‬
‫ان‬ َّ‫م َعلَى يَ ْن هف ه‬
ََّ ‫خ َك‬ ِ ‫م إِ ْبرَا‬
ََّ ‫هي‬ َّ‫» َعلَ ْي ِهالسال َ ه‬

Dari Ummu Syarik Radhiyallohu ’anha, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan membunuh cicak/tokek dan bersabda: “Dahulu cicak ikut meniup api yang akan
membakar Ibrahim ‘Alaihissalam”(HR.Bukhori).

Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan pahala yang
banyak/keutamaan dalam membunuh cicak.

َّ‫ل‬ َِّ ‫ض ْربَةَّ أَو‬


ً ‫ل فِى َوز‬
َ ‫َغا َم ْن َق َت‬ َّْ ‫ه هكتِب‬
َ ‫َت‬ َّ‫ة لَ ه‬
َّ‫َسنَةَّ ِمائَ ه‬
َ ‫ةح‬ ََّ ‫ك هد‬
َِّ َ‫ون َوفِىالثانَِّي‬ ََّ ِ‫ة َوفِى َذل‬
َِّ ‫ون الثالِ َث‬
ََّ ‫ك هد‬
ََّ ِ‫َذل‬

“Barangsiapayang membunuh cicak dengan sekali pukul maka dia mendapatkan seratus
kebaikan,dan siapa yang membunuhnya dengan dua pukulan maka mendapat pahala yang
kurang dari itu, dan barangsiapa yang membunuhnya dengan tiga pukulan maka dia mendapat
pahala yang lebih sedikit lagi” (HR.Muslim)

Dalam riwayat Muslim; dari Sa’ad, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebut (cicak) sebagai hewan fasiq
(pengganggu).

Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa membunuh cicak hukumnya sunnah, tanpa
pengecualian.

Kedua: Sikap yang tepat dalam memahami perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
sikap “sami’na wa atha’na” (tunduk dan patuh sepenuhnya) dengan berusaha mengamalkan
sebisanya. Demikianlah yang dicontohkan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum, padahal
mereka adalah manusia yang jauh lebih bertakwa dan lebih berkasih sayang terhadap binatang,
daripada kita. Di antara bagian dari sikap tunduk dan patuh sepenuhnya adalah menerima setiap
perintah tanpa menanyakan hikmahnya. Dalam riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai
pertanyaan sahabat tentang hikmah diperintahkannya membunuh cicak. Mereka juga tidak
mempertanyakan status cicak zaman Ibrahim jika dibandingkan dengan cicak sekarang. Jika
dibandingkan antara mereka dengan kita, siapakah yang lebih menyayangi binatang?
Ketiga: Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan bahwa perintah membunuh cicak tersebut tidak
ada hikmahnya. Semua perintah dan larangan Allah ada hikmahnya. Hanya saja, ada hikmah
yang zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang, dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak
orang. Adapun terkait hikmah membunuh cicak, disebutkan oleh beberapa ulama sebagai
berikut:

1. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa cicak termasuk hewan kecil
yang mengganggu.” (Syarh Shahih Muslim, 14:236)
2. Al-Munawi mengatakan, “Allah memerintahkan untuk membunuh cicak karena cicak
memiliki sifat yang jelek, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu)
menjadi besar.” (Faidhul Qadir, 6:193)

Segala sesuatu memiliki manfaat dan madarat. Allah menganggap madarat cicak lebih besar
dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk membunuhnya.

Kotoran cicak

Pertama, ulama menegaskan bahwa binatang yang tidak memiliki darah merah, seperti
serangga, dan sebangsanya, bangkainya tidak najis. Demikian pula kotorannnya.
Ibnu Qudamah –ulama Madzhab Hanbali– mengatakan:

‫ض ََلتِ ِه‬ َ ‫ فَ ُه َو‬، ٌ‫سائِلَة‬


َ َ‫طاه ٌِر بِ َج ِميعِ أَجْ زَ ائِ ِه َوف‬ َ ُ‫س لَه‬
َ ‫َما ََل نَ ْف‬
“Binatang yang tidak memiliki darah merah mengalir, dia suci, sekaligus semua bagian
tubuhnya, dan yang keluar dari tubuhnya.” (al-Mughni, 3:252).
Hal yang sama juga disampaikan ar-Ramli –ulama Madzhab Syafii– dalam an-Nihayah:

‫ أو لها دم َل يجري‬،ً‫ إما بأن َل يكون لها دم أصَل‬،‫ويستثنى من النجس ميته َل دم لها سائل عن موضع جرحها‬
“Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak
memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama
sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir.” (Nihayah al-Muhtaj, 1:237).

Kedua, Ulama juga berbeda pendapat apakah cicak termasuk binatang yang darahnya
mengalir atau tidak.
Mayoritas ulama mengatakan, cicak termasuk binatang yang tidak memiliki darah
mengalir. An-Nawawi mengatakan:

‫وأما الوزغ فقطع الجمهور بأنه َل نفس له سائلة‬


“Untuk cicak, mayoritas ulama menegaskan, dia termasuk binatang yang tidak memiliki
darah merah yang mengalir.” (al-Majmu’, 1:129)
Hal yang sama juga ditegaskan Ar-Ramli:
Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak
memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama
sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir. Seperti cicak, tawon, kumbang, atau
lalat. Semuanya tidak najis bangkainya. (Nihayah al-Muhtaj, 1:237)
Sementara ulama lainnya mengelompokkan cicak sebagai binatang yang memiliki
darah merah mengalir, sebagaimana ular.
An-Nawawi menukil keterangan al-Mawardi:

ً‫سائِلَة‬ ُّ ‫ص ٌر ْال َم ْق ِد ِس‬


ً ‫ي ِبأ َ َّن لَه ُ نَ ْف‬
َ ‫سا‬ َ َ‫ي فِي ِه َوجْ َهي ِْن ك َْال َحيَّ ِة َوق‬
َّ ‫ط َع ال‬
ْ َ‫ش ْي ُخ ن‬ ُّ ‫َونَقَ َل ْال َم َاو ْر ِد‬
Dinukil oleh al-Mawardi, mengenai cicak ada dua pendapat ulama syafiiyah, (ada yang
mengatakan) sebagaimana ular. Sementara Syaikh Nasr al-Maqdisimenegaskan bahwa
cicak termasuk hewan yang memiliki darah merah mengalir. (al-Majmu’, 1:129)
Dari Madzhab Hanbali, al-Mardawi mengatakan:

‫ نص عليه كالحية‬.‫ أن الوزغ لها نفس سائلة‬:‫والصحيح من المذهب‬


“Pendapat yang benar dalam Madzhab Hanbali bahwa cicak memliki darah merah yang
mengalir. Hal ini telah ditegaskan, sebagaimana ular.” (al-Inshaf, 2:28).

sebagian ulama memberikan kaidah, binatang yang memiliki darah merah


mengalir dan dia tidak halal dimakan maka kotorannya najis.
Jika saudara menguatkan pendapat bahwa cicak termasuk binatang yang tidak memiliki
darah merah mengalir, maka bangkai dan kotoran cicak tidak najis. Sebaliknya, jika
Anda berkeyakinan bahwa cicak memiliki darah merah mengalir, maka kotorannyanajis.
Meskipun banyak ulama berpendapat bahwa najis sangat sedikit, yang menempel di
badan, dari binatang yang sulit untuk dihindari, termasuk najis yang ma’fu (boleh tidak
dicuci). Allahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai