Anda di halaman 1dari 44

REFERAT FEBRUARI 2019

“SIROSIS HEPATIS”

Oleh :
INICHE TINTA
N 111 18 002

Pembimbing :
dr. ARFAN S., Sp. PD

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis adalah hasil dari kerusakan hepatoselular yang menyebabkan


fibrosis dan pembentukan nodulus regeneratif yang difus pada hati. Sirosis hepatis
adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada
hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.1
Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang
kemudian menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan distorsi
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis sel-sel
hati.Selanjutnya, distorsi arsitektur hepar dan peningkatan vaskularisasi ke hati
menyebabkan varises atau pelebaran pembuluh darah di daerah gaster maupun
esophagus. 2
World Health Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan 783 000
pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak
disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis. Di Indonesia
sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C karena
penyalahgunaan alkohol lebih jarang terjadi dibandingkan negara-negara barat.
Sekitar 57%, pasien sirosis hati terinfeksi hepatitis B atau C. South East Asia
Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang di Asia
Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000 orang pembawa
hepatitis C. DiIndonesia, prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat yang
mendonorkan darah masing-masing adalah 2,1% dan 8,8% pada tahun 1995.2
Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi hepatitis B,
terbesar kedua dinegara south east Asian region (SEAR) setelah myanmar.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar, studi dan uji saraing darah donor PMI
maka diperkirakan diantara 100 orang Indonesia, 10 diantaranya telah terinfeksi
hepatitis B dan C, 14 juta diantaranya berpotensi untuk menjadi kronis dan dari
yang kronis tersebut 1,4 juta orang berpotensi untuk menderita kanker hati.
Besaran masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat besar terhadap masalah

1
kesehatan masyarakat, produktivitas, umur harapan hidup dan dampak social
ekonomi lainnya.3
Hepatitis virus adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi
hati. Penyakit hepatitis B tersebar luas dengan tingkat endemisitas yang berbeda
menurut geografi dan etnis. Tingkat endemisitas di Indonesia tergolong sedang-
tinggi dengan prevalensi HBsAg bervariasi menurut geografis. Data prevalensi
HBsAg di Indonesia sangat bervariasi ini, dapat dimengerti mengingat Indonesia
memiliki daerah yang sangat luas, dengan perilaku dan budaya yang beraneka
ragam.7

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air, elektrolit, dan


zat makanan, yang terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan (1)
pergerakan makanan melalui saluran pencernaan; (2) sekresi getah pencernaan
dan pencernaan makanan; (3) absorpsi air sebagai elektrolit, dan hasil
pencernaan; (4) sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk
membawa zat-zat yang diabsorbsi; dan (5) pengaturan semua fungsi ini oleh
sistem lokal, saraf dan hormon.8
Sistem pencernaan terdiri dari saluran cerna (atau tractus digestivus) dan
organ pencernaan tambahan termasuk kelenjar liur, pancreas eksokrin, dan
sistem empedu, yang terdiri dari hati dan kandung empedu. Organ-organ
eksokrin ini terletak di luar saluran cerna dan mengalirkan sekresinya melalui
ductus ke dalam lumen saluran cerna.9

3
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh, organ ini
dapat dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem
pencernaan adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan
penyerapan lemak. Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan
dengan sistem pencernaan, termasuk yang berikut: 9
a. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrient (karbohidrat,
protein dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.
b. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat
dan senyawa asing lain.
c. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah dan yang mengangkut hormon steroid dan tiroid serta
kolesterol dalam darah.
d. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
e. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal.
f. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag
(sel Kupffer).
g. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah produk
penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah tua.9
Fungsi penting hati adalah sebagai filter darah yang datang dari saluran
cerna dan darah dari bagian tubuh lainnya. Darah dari usus dan organ visera
lain mencapai hati melalui vena porta. Darah ini merembes di sinusoid antar
lempeng hepatosit dan akhirnya mengalir ke vena hati, yang bermuara ke vena
cava inferior. 10

4
Secara anatomi, hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu: 11
a. Facies diaphragmatika
Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di
permukaan bawah diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies
diaphragmatika dibagi menjadi facies anterior, superior, posterior dan
dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana margo
inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar ke sistem
pulmonum melalui facies diapharagma ini secara perkontinuitatum. Abses
menembus diaphragma dan akan timbul efusi pleura, empiema abses
pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan
biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati. 11
b. Facies visceralis (inferior)
Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke
inferior, berupa struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada
bagian tengahnya terletak porta hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya
terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri porta hepatis
terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan
ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang berbentuk
segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh
ligamen koronarius bagian atas dan bawah. 11
Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis,
omentum minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio
ginjal kanan dan glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura
kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan
impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan organ
intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut
dapat menjalar ke hepar. 11
Adapun berikut ini vaskularisasi dan inervasi dari hepar:11
a. Vaskularisasi
1) Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang
menjadi kiri dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang

5
kanan melintas di posterior duktus hepatis dan di hepar menjadi
segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial dan lateral.
Arteri hepatika merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari
aorta abdminalis) dan memberikan pasokan darah sebanyak 20 %
darah ke hepar.
2) Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke
hepar oleh vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini
mengandung darah yang berisi produk-produk digestif dan
dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus
dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar melalui vena
sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika.
Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan abses
pada hepar dikarenakan aliran vena porta ke hepar. 11
b. Persarafan
1) Nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama
pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
2) Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis
menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum. 11

c. Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta
hepatis (nodus hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga
menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari nodus hepatikus, limpe
dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus retropylorikus dan nodus
seliakus. 11

6
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis,
vena porta dan duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama
untuk keperluan reseksi bagian pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi
menjadi divisi medialis dekstra (segmentum anterior medialis dekstra dan
segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum
anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra). Pars
hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisio
lateralis sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum
anterior lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis
sinistra). 11

Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000


lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati
berbentuk kubus yang tersusun radial mengellilingi vena sentralis. Di antara
lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan

7
cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel
kupffler) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing dalam tubuh, jadi hati merupakan
organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik.
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi lobulus
hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang
dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan antarlembaran sel hati.12

Hati terdiri atas bermacam-


macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya adalah sel-sel epitelial
sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang termasuk di dalamnya
endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.
Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika dan
duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid
yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel
yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan
penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya.
Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).12
Fisiologi Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama
hati adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan
empedu sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin,

8
dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya
(10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu yang
dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir
racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin
merupakan hasil akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak
berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran
empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang
berhubungan dengannya.9,10
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh
asupan asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam
hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme
monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati
(glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara
spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian
glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya
diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang
disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang
oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation
lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme protein
adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen,
dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah
menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat. 9,10
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel Kupffer yang
merupakan 15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh,
merupakan sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang
berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada
limfosit.12

9
2.2 Hepar dan Penyakit Paling Sering Pada Hepar
Penyakit hati memiliki konsekuensi yang luas karena organ lain sangat
bergantung pada fungsi metabolik hati. Cedera hati dan manifestasinya
cenderung mengikuti pola khas, yang akan diuraikan sebagai berikut: 13
a. Cedera Hati
Dari sudut pandang patologik, hati merupakan organ yang secara inheren
sederhana, dengan ragam respons yang terbatas terhadap cedera. Apapun
penyebabnya, ditemukan lima respon umum yakni peradangan,
degenerasi, kematian sel, fibrosis dan sirosis.13
b. Ikterus dan Kolestasis
Ikterus merupakan diskolorisasi kuning kulit dan sklera (jaundice) terjadi
jika retensi sistemik bilirubin menyebabkan peningkatan kadar serum
melebihi 2,0 mg/dl, dengan angka normal untuk orang dewasa adalah
kurang dari 1,2 mg/dl. Kolestasis didefinisikan sebagai retensi sistemik
tidak saja bilirubin, tetapi juga zat terlarut lain yang dieliminasi di empedu
(terutama garam empedu dan kolesterol).13
c. Gagal Hati
Konsekuensi klinis paling parah pada penyakit hati adalah gagal hati
(hepatic failure). Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan hati yang
mendadak dan massif. Gagal hati lebih sering merupakan tahap akhir dari
kerusakan progresif hati, baik karena destruksi hepatosit secara perlahan
maupun gelombang kerusakan parenkim yang berulang-ulang. Gagal hati
baru timbul jika kapasitas fungsional hati telah berkurang sebesar 80%
hingga 90%.13
d. Sirosis
Sirosis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun
terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, contributor utama
lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan
zat besi. Tahap akhir penyakit hati kronis ini didefinisikan berdasarkan
tiga karakteristik: 13

10
a. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut
lebar yang menggantikan lobulus.
b. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah <3 mm, mikronodul)
hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
c. Kerusakan arsitektur hati keseluruhan. 13
e. Hepatitis Virus
Infeksi virus sistemik yang dapat mengenai hati antara lain adalah (1)
mononucleosis infeksiosa (virus Epstein-Barr), yang mungkin
menyebabkan hepatitis ringan saat fase akut; (2) infeksi sitomegalovirus
atau virus Herpes, terutama pada neonatus atau pasien dengan
imunosupresi; dan (3) demam kuning, yang merupakan penyebab hepatitis
utama dan serius di negara tropis. Hepatitis virus dicadangkan untuk
infeksi hati oleh sekelompok kecil virus yang memiliki afinitas khusus
terhadap hati. Karena virus ini memiliki pola morfologik penyakit yang
serupa, kelainan histologic pada hepatitis virus dijelaskan bersama-sama,
tetapi setelah bentuk spesifik hepatitis virus dibagi menjadi virus hepatitis
A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV),
hepatitis E (HEV) dan hepatitis G (HGV).13
Hepatitis virus akut disebabkan oleh semua virus hepatotropik. Apapun
penyebabnya, penyakit lebih kurang sama dan dapat dibagi menjadi empat
fase: (1) masa inkubasi, (2) fase praikterus simtomatik, (3) fase ikterus
simtomatik dan (4) pemulihan. Sedangkan hepatitis virus kronik
didefinisikan sebagai bukti simtomatik, biokimiawi, atau serologis
penyakit hati yang berkelanjutan atau kambuhan selama lebih dari 6 bulan,
disertai bukti histologis peradangan dan nekrosis.13
f. Nekrosis Hati Massif
Pada nekrosis hati massif, distribusi nekrosis sangat sulit di duga, seluruh
hati mungkin terkena atau hanya daerah tertentu yang terkena. Pada
kerusakan massif, hati mungkin menciut sehingga beratnya menjadi hanya

11
500 sampai 700 gram dan berubah menjadi organ merah layu yang
dibungkus oleh kapsul yang keriput karena terlalu besar.13
g. Hepatitis Autoimun
Hepatitis autoimun merupakan suatu sindrom hepatitis kronis pada pasien
dengan beragam kelainan imunologis. Gambaran histologisnya tidak dapat
dibedakan dengan hepatitis virus kronis. Perjalanan penakit mungkin
indolen atau parah dan biasanya cepat berespon terhadap terapi
imunosupresif. Hepatitis autoimun dapat dibagi menjadi tiga subtipe
berdasarkan antibody autoimun, yakni tipe 1 antibody antinukleus dana tau
antiotot polos didalam darah, tipe 2 antibodi mikrosom hati/ginjal dan tipe
3 antigen hati yang larut. 13
h. Abses Hepar
Di negara yang sedang berkembang, abses hati sering ditemukan, sebagian
besar disebabkan oleh infeksi parasit, misalnya amuba, ekinokokus, serta
(yang lebih jarang) protozoa dan cacing lainnya. Di negara maju, abses
hati akibat parasit jarang ditemukan dan umumnya mengenai migran.
Organisme mencapai hati melalui satu dari jalur berikut: (1) infeksi
asendens di saluran empedu (kolangitis asendens); (2) penyebaran melalui
pembuluh darah, baik porta atau arteri; (3) invasi langsung ke hati dari
sumber di sekitar; atau (4) luka tembus. Abses hati biasanya timbul pada
keadaan defisiensi imun misalnya usia lanjut, imunosupresi, atau
kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum tulang. 13,14

2.3 Sirosis Hepar


a. Definisi
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan
fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul
hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.15

12
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata
yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatisis kronik dan pada
tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsy hati.15
b. Klasifikasi dan etiologi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular
(besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3
mm) atau campuran makro dan mikronodular. Selain itu juga diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini kurang memuaskan.15
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis),
biliaris, kardiak, metabolic, keturunan dan terkait obat.15
Etiologi sirosis hepar
Penyakit infeksi
1. Bruselosis
2. Ekinokokus
3. Skistosomiasis
4. Hepatitis virus (hepatitis b, hepatitis c, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan matabolik
1. Defisiensi alfa 1-antitripsin
2. Sindrom fanconi
3. Galaktosemia
4. Penyakit gaucer
5. Penyakit simpanan glikogen
6. Hematokromatosis
7. Intoleransi fluktosa herediter
8. Torisemina herediter
9. Penyakit Wilson

13
Obat dan toksin
1. Alcohol
2. Amiodaron
3. Arsenic
4. Obstruksi bilier
5. Penyakit perlemakan hati non-alkoholic
6. Sirosis bilier primer
7. Kolangitis sclerosis primer
Penyebab lain atau tidak terbukti
1. Penyakit usus inflamasi kronik
2. Fibrosis kistik
3. Pintas jejunoileal
4. Sarkoidosis
Dinegara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan diindonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun hepatitis C. hasil penelitian
diindonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-
50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebab tidak
diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non- B non-C).
alcohol sebagai penyebab sirosis diindonesia mungkin frekuensinya lebih
kecil sekali karena belum ada datanya.15
c. Insiden dan Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini
sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu
autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis diamerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hari
alkoholik amupun infekasi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlmakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non-alkohol (NASH,
prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.
Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3 %
juga. Diindonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-
laporan dari berbagai pusat pendidikan saja. Di RS dr.sardjito Yogyakarta

14
jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat dibagian
penyakit dalam kurun waktu 1 tahun. Di medan dalam kurun waktu 4
tahun dijumpai pasien sirosis hari sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh
pasien dibagian penyakit dalam.15
d. Patologi dan patogenesis
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regenerative, sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronoduler. Sirosis mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh
cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alhkohol adalah:
1. Perlemakan hati alcoholic
2. Hepatitis alcoholic
3. Sirosis alcoholic
Perlemakan hati alcoholic
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit
ke membrane sel
Hepatitis alcoholic
Fibrosis perivenuler berlajut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alcohol dan desktruksi heptosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi
dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembentukan
kolagen. Didaerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat
seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati
yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk
nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi
perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alcoholic.
Mekanisme cedera hati alcoholic masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut :

15
1. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkat kan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipksemia relative dan cedera sel
didaerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (missal daerah
perisentral)
2. Infiltrasi atau aktivasi neutrophil, terjadi pelepasan chemoattractantas
neutrophil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan
dapat terjadi dari neutrophil dan hepatosit yang melepaskan intermediate
oksigen reactive, protease dan sitokin
3. Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebgai neoantigen dan
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang
menyerang hapatosit pembawa antigen ini
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism
etanol, disebut system yang mengoksidasi enzim microsomal
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antar lainfaktor
nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid
kemungkinan mengaktivasi sel stelata tetapi bukan suatu factor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik.15
Sirosis hati pasca nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur dan
terdiri dari nodulus sel hati yang disahkan oleh pita fibrosis yang padat dan
lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik.
Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat
memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannnya tidak teratur
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai
peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses
regenerasi. Pembentukan fibrosis menunjukan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung secara terus
menurus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik) maka sel
stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan
terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam stelata, dan jaringan hati

16
yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan
oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil.15
e. Manifestasi klinis
Gejala-gejala sirosis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah
lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila
sudah lanjut (sirosis dekompensata) gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, icterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, seperti koma.15
Temuan klinis
Temuan klinis meliputi, spider angio maspider angiomata ( atau spider
telangiektasi) suatu lesi vascular yang dikelilingi oleh beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan dibahu, muka dan lengan atas.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan
peningkatan rasio estradiol/testoteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat , bahkan ditemukan pula pada
orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone
estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, artritis rheumatoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi
Perubahan-perubahan kuku muchrche berupa pita putih horizontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum

17
diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik.
Jari ganda lebih sering ditemukan pada sirosis bilier, osteoartropati
hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur puyutren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
pasien diabetes melitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alcohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dadadan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah
feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat terhenti
sehingga dikira fase menopause
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotesi dan infertile. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegaly ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Bila mana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegaly sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam dalam rongga peritoneum akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat
hipertensi porta.
Fektor hepatikum, bau napas yang khaspada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik
yang berat
Icterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat
gelap seperti air teh.

18
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsoflexi tangan.
Varises esofagus pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat
aliran darah dari usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat
meningkatkan tekanan dalam vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil
peningkatan aliran darah dan peningkatan tekanan vena porta ini, vena-
vena di bagian atas lambung dan vena di bagian bawah esofagus akan
melebar sehingga timbul varises esofagus. Makin tinggi tekanannya,
makin besar varisesnya dan makin besar kemungkinan terjadi perdarahan
esofagus.4

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:


- Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
- Batu pada vesika felea akibat hemolysis
- Pembesaran kelnjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pada pasien sirosis, hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta
pancreas.15
Gambaran laboratoris
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seorang memeriksaan kesehatan rutin, atau pada waktu skrining
untuk mengevaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin dan waktu protrombin.
Aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih
meningkat dari pada ALT, namun bila transaminase normal tidak
menyampingkan adanya sirosis.

19
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 ampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerotik
primer dan sirosis bilier primer
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) konsetrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyaakit hati
alkoholik kronik, karena alcohol selain menginduksi GGT microsomal
hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hepar kompensata, tapi
bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsntrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari system porta kejaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin.
Waktu protrombinmencerminkan derajat/tingkatandisfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidak mampuan eksresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom monositer atau hipokrom
makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia dan neutropenia
akibat splenomegaly kongstive berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat dilihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertenssi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin
digunakan karena pemeriksaannya non invasive dan mudah digunakan,
namun sensitifitasnya kurang, pemeriksaan hati biasnya dinilai dengan
USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran homogenitas, dan adanya
massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular
dan adanya peningkatan eksogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga

20
untuk melihat asites, splenomegaly, thrombosis vena porta dan pelebaran
vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relative mahal.
Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya.15
f. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan
klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri
atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopasi hati atau peristoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena
gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.15
g. Tatalaksana
Etiologi sirosis mempengaruhi penangan sirosis. Terapi ditujukan
untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein
1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis hepar yang masih kompensata ditujukan
unutk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, diantaranya alcohol dan bahan-bahan lain yang
toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
acetaminophen, kolkisin dan obat-obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.

21
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudine (analog nukleosida)
merupakan terapi utama sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg
secara oral setiap harinya selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudine
setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi
obat. Interferon alfa berikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3 kali
seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C Kronik, kombinasi interferon dengan
ribavirinmerupakan terapi standar , interferon diberikan secara suntikan
subkutan dengan diagnosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasikan
ribavirin 800-1000mg/hari selama 6 bulan
Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrinolitik pada saat
ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa
datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator
fibrinogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi
aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan utama. Interferon
mempunyai aktivitas fibrinolitik yang dihubungkan dengan pengurangan
aktivasi stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah
pembentukan kolagen, namun belum terbuksi dalam penelitian sebagai
anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai anti fibrosis. Selain itu obat-obat herbal juga sedang dalam
penelitian.
Pengobatan sirosis dekompensata
Asites : tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi
garam sebanyak 5,2 gram atau 90mmol/hari. Diet rendah garam
dikombinasikan dengan obat-obat diuretic. Walanya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretic
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya
edma kaki atau 1kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberikan
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemide
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemerian furosemide bisa ditambah dosisnya
bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg/hari. Parasentesis

22
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Pemberian diuretiik loop seperti furosemid dapat dilakukan pada
pasien dengan sirosis hepatis. Disamping itu furosemid tidak boleh
diberikan pada pasien dengan keadaan pre-koma yang berkaitan dengan
sirosis hati, karena pada gangguan fungsi hati dapat meningkatnya nilai
volume distribusi dari furosemide. Pemberian furosemid yang berlebih
juga menjadi faktor pemicu terjadinya ensefalopati hepatik. Mekanisme
kerjanya melalui induksi hipokalemia dan alkalosis metabolik, dimana
alkalosis memicu difusi amonia nonionik dan amin lainnya ke dalam
sistem saraf pusat, demikian juga asidosis intraseluler yang dapat
menjebak amoniak dengan cara mengkonversinya kembali menjadi ion
ammonium.
Ensefalopati hepatic : laktulosa membantu pasien untuk
mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg
BB/hari, terutama yang diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esophagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah
diberikan obat penyekat beta (propranolol) waktu perdarahan akut, bisa
diberikan preparat somatostatin atau okterois, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligase endoskopi. Peritonitis bacterial spontan, diberikan
antibiotika seperti cefotaksim intravena, amoksilin atau aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi darah dihati
mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati : terapi defenitif pada pasien sirosis hati
dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.15
h. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya.
Kualitas hidup pasien sirosis hepar diperbaiki dengan pencegahan dan
penanganan komplikasinya.

23
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial
spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh salah satu jenis bakteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dengan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan
organic ginjal. Kerusakan hati lanjit meyebabkan penurunan perfusi ginjal
yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu menifestasi hipertensi posrta adalah varises esophagus.
20-40% pasien sirosis hepar dengan varises esophagus pecah yang
menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua
pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan
tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula adanya gangguan tidur selanjutnya dapat timbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hidrotoraks atau hipertensi portapulmonal.15

i. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah factor
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang
menyertai.15

24
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Kasus
1. Identitas pasien
Nama : Tn. U
Umur : 72 tahun
Alamat : Jl. Setia Budi
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 11-02-2019
Ruangan : Griya Gampiri

2. Anamnesis
a. Keluhan utama:
Perut membesar

b. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien masuk dengan keluhan perut membesar sejak ± 10 hari yang
lalu, perut membesar secara tiba tiba dan terus membesar secara
perlahan. Sebelum bengkak terjadi, pasien merasa sakit pada perut
kanan atas. Lama kelamaan sakit dirasakan di seluruh bagian perut.
Pasien juga mengeluhkan mata berwarna kuning sejak ± 10 hari yang
lalu, mual (+) , muntah (-) , Demam kadang – kadang. Pasien merasa
nafsu makan menurun karena perut terasa penuh. Pasien juga
mengeluh BAB tidak lancar, BAK (+) berwarna kuning pekat atau
seperti teh. Tidak ada riwayat alkohol (-), obat-obatan (-).

25
c. Riwayat Penyakit Terdahulu:
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat hepatitis (-),hipertensi (-), diabetes mellitus (-), penyakit
ginjal, riwayat mengkonsumsi alkohol(-).

d. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:


Tidak ada keluarga yang menderita gejala yang sama dengan pasien
menurut keluarga.

e. Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat tertentu.

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Kondisi : sakit sedang / compos mentis / gizi baik
BB : 57 kg
TB : 165 cm
IMT : 20,93 kg/m2
b. Vital Sign:
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit (reguler)
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu axilla : 36,6°C

c. Pemeriksaan Kepala
Kepala : normocephal, deformitas (-), jejas (-), benjolan (-)
Rambut : warna hitam, distribusi normal
Wajah : tampak lemas, warna normal, edema (-), ruam (-),
jejas (-)

Mata
– Palpebra : normal, edema (-), radang (-)

26
– Konjungtiva : anemis (+/+)
– Sklera : ikterik (+/+)
– Pupil : ukuran ± 2 mm, bulat, isokor, refleks pupil +/+
– Lensa : jernih, katarak (-)

Mulut
– Bibir : sianosis (-)
– Gigi : karies (-), oklusi (-)
– Lidah : bentuk normal, warna merah muda, tremor (-)
– Mukosa mulut : kesan normal, lesi (-), stomatitis (-)
– Faring : warna merah muda, kesan normal
– Tonsil : ukuran T1/T1

Hidung
Bentuk simetris, deviasi (-),sekret (-), darah (-), benjolan (-).

Telinga : bentuk normal, warna normal, jejas (-)

d. Pemeriksaan leher
- Otot : eutrofi, tonus normal
- Kelenjar getah bening : pembesaran (-), nyeri tekan (-)
- Kelenjar tiroid : pembesaran (-), nyeri tekan (-)
- JVP : peningkatan (-)
- Arteri karotis : pulsasi teraba, frekuensi 80 x/m, reguler
- Trakea : deviasi (-).

e. Pemeriksaan thorax
- Inspeksi
Ekspansi dada simetris, retraksi otot interkosta (-), jejas (-),
bentuk dada normal, pola pernapasan kesan normal.
- Palpasi

27
Pembesaran getah bening (-), ekspansi dada simetris, taktil
fremitus simetris kanan = kiri, nyeri tekan (-).
- Perkusi
Bunyi sonor di semua lapang paru,
- Auskultasi
Suara napas: Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

f. Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi
Pulsasi di katup trikuspid, aorta, pulmonal dan ictus cordis tidak
terlihat.
- Palpasi
Ictus cordis teraba
- Perkusi
Batas atas jantung : SIC II linea midsternalis
Batas kanan jantung : SIC IV linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi
Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan (-).

g. Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi
Kesan cembung, mengikuti gerak pernapasan, massa (-)
- Auskultasi
Bunyi peristaltik usus terdengar, frekuensi kesan normal.
- Perkusi
tympani dan didapatkan asites (+) ( pada pemeriksaan Shifting
dullness)
- Palpasi
Distensi abdomen (+) splenomegaly (-) dan hepatomegaly (-)
nyeri tekan kuadran kanan atas (+)

28
h. Pemeriksaan anggota gerak
- Atas : akral hangat, edema -/-
- Bawah : akral hangat, edema +/+

i. Pemeriksaan khusus
Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium :
a. Darah Rutin
WBC : 13,8 x 103/uL
RBC : 2,77 x 108/uL
HGB : 9,3 g/dL
HCT : 27,1 %
PLT : 227 x 103/uL
b. Kimia darah
GDS : 135 mg/dL (74-100)
GDP : 120 mg/dL (110-125)
Kolesterol total : 235 mg/dL
HDL : 8,0 mg/dL
LDL : 189,4 mg/dL
Trigliserida : 188 mg/dL
Albumin : 2,51 g/dl (3,8-5,1)
SGPT : 90,4 U/L (<42)
SGOT : 231 U/L (<37)

c. Elektrolit darah
Natrium : 130,35 mEq/L ( 135-145)
Kalium : 2,88 mEq/L (3,5-5,5)

29
Clorida : 94,73 mEq/L (96-106)
d. Serologi
HbSAg : Reaktif

30
Radiologi

Gambar 3.1 Tampak echostruktural meningkat, sudut tumpul dengan acites (+)
kesan sirosis hepatis.

31
4. Resume
Pasien laki-laki umur 74 tahun masuk RS keluhan abdomen membesar
sejak ± 10 hari yang lalu, abdomen membesar secara tiba tiba dan terus
membesar secara perlahan. Sebelumnya pasien merasa nyeri abdomen
pada kuadran hipokondrium dextra. Lama kelamaan nyeri dirasakan di
seluruh kuadran abdomen. Pasien juga mengeluhkan mata ikterus sejak ±
10 hari yang lalu, nausea, febris kadang – kadang. Pasien merasa
anoreksia karena abdomen terasa penuh. Pasien juga mengeluh BAB
tidak lancar, BAK (+) berwarna kuning pekat atau seperti teh. Tidak ada
riwayat alkohol (-), obat-obatan (-), riwayat hipertensi (-), riwayat
diabetes melitus (-), riwayat penyakit jantung (-), pasien belum pernah
mengalami hal ini sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah : 130/90 mmHg, Nadi :
80x/menit, Pernapasan : 20x/menit, Suhu : 36,6°C. Pada mata didapatkan
anemis +/+, sclera ikterik +/+. Pada pemeriksaan abdomen tampak
cembung, nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas, pembesaran organ
sulit teraba, asites (+) (pemeriksaan shifting dullnes (+)).
Pada pemeriksaan labolatorium, di dapatkan hasil darah rutin WBC : 13,8
x 103/uL, RBC : 2,77 x 108/uL, HGB : 9,3 g/dL, HCT : 27,1 %, PLT :
227 x 103/uL. Kimia darah GDS : 135 mg/dL, kolesterol total : 235
mg/dL, HDL : 8,0 mg/dL, LDL : 189,4 mg/dL, Trigliserida : 188 mg/dL,
Albumin : 2,51 g/dl, SGPT : 90,4 U/L, SGOT : 231 U/L. Elektrolit darah
: Natrium : 130,35 mEq/L, Kalium : 2,88 mEq/L, Clorida : 94,73 mEq/L.
HbSAg : Reaktif.

5. Diagnosis kerja
Sirosis Hepatis Dekompensata ec Hepatitis B
6. Diagnosis banding
Sindrom nefrotik
Abses Hepar

32
7. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
- Tirah baring
- Diet tinggi protein
- Diet rendah lemak
b. Medikamentosa
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Farbion 1 amp/ drips/ 24 jam
- Furosemide 40 mg/ IV/ 12 jam
- Vip Albumin 3x1
- Hepagard 3x1
8. Prognosis
Qua ad vitam : Dubia ad malam
Qua ad fungsionam : Dubia ad malam
Qua ad sanationam : Dubia ad malam

33
BAB IV
DISKUSI
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang yang di dapatkan sehingga didiagnosis dengan Sirosis Hepatis
decompensata ec hepatitis B, sirosis decompensata yaitu adanya kerusakan
hati yang di tandai dengan adanya tanda-tanda kegagalan hepatoseluler
dan adanya hipertensi portal. Pasien dalam kasus ini menunjukkan tanda
dan gejala berupa perut terasa penuh, mual (+), demam yang kadang
terjadi, nafsu makan menurun, lemas, BAB tidak lancar, BAK (+)
berwarna kuning pekat atau seperti teh, sklera ikterus +/+, anemis +/+,
asites (shifting dullnes +), dan nyeri tekan abdomen kuadran hipokondrium
dextra. Dari kasus pada anamnesis di dapatkan sesuai dengan teori ilmu
ajar penyakit dalam di mana di dapatkan tanda dan gejala pada sirosis
hepatis dekompensata. Dimana terdapat gejala awal sirosis (kompensata)
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, nafsu makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas,yang disertai gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi,
mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, icterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, seperti koma.15
Pasien mengalami gejala nyeri perut karena adanya penekanan
diafragma oleh adanya hepatomegali dan splenomegali dan dapat
menimbulkan nyeri jika di tekan. Perasaan mudah lelah dan lemas karena
anemia dimana terjadi penurunan hemoglobin sehingga tubuh tidak
mendapatkan oksigen yang memadai. Perut terasa penuh karena
terganggunya aliran darah porta yang dapat menyebabkan hipertensi
porta.5

34
Pemeriksaan fisik didapatkan ikterus yaitu adanya kerusakan hati
sehingga tidak dapat mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct
sehingga bilirubin tinggi di dalam darah dan menyebabkan kulit dan mata
kuning.
Pada kasus didapatkan pasien asites, asites sendiri merupakan
akumulasi cairan dalam rongga peritoneal. Penyebab paling umum dari
asites adalah hipertensi portal yang berhubungan dengan sirosis. Namun,
perlu diingat bahwa ascites juga dapat disebabkan oleh keganasan atau
infeksi.16
Penyebab asites sendiri adalah ada 2 faktor yang mempengaruhi
terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu : Tekanan koloid
plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada
keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu
fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya
menurun, sehingga tekanan koloid osmotik juga berkurang. Albumin yang
seharusnya menjaga tekanan pembuluh darah agar cairan tetap di
pembuluh darah karena berkurang produksinya maka menyababkan cairan
dari dalam pembulh darah keluar ke jariangan interstitial dan
menyebabkan asites bahkan dapat menyebabkan udem.4,5
Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka
kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotik
menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma
protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun
hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan
volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini
meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama
natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi
natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.2,16
Dari hasil pemeriksaan penunjang di dapatkan hipoalbuminemia.
Pada penderita sirosis hepatis terjadi penurunan kadar serum albumin

35
karena penurunan sintesis akibat nekrosis sel parenkim hepar. Dengan
terjadinya jaringan parut maka fungsi hati untuk mensekresi albumin
makin berkurang. Konsentrasi albumin akan mengalami penurunan sesuai
dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin
akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan
antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan
menginduksi produksi imunoglobulin. Konsentrasi albumin dan globuin
juga tergantung pada kadar protein total, sehingga saat terjadi penurunan
albumin maka globulin akan mengalami peningkatan. Normalnya
perbandingan albumin dan globulin adalah 2 : 1. Hepar dapat
memproduksi 10-16 gr albumin, namun pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Pada pasien di dapatkan
penurunan eritrosit dan hemoglobin akibat dari splenomegali kongestif
yang berkaitan dengan hipertensi porta sehingga dapat terjadi
hipersplenisme.4,10 HBsAg positif menunjukkan adanya infeksi virus
hepatitis B yang menjadi penyebab sirosis hepatis pada pasien.
Penatalaksanaan pada kasus ini terbagi 2 yaitu non medikamentosa
dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa berupa tirah
baring, diet rendah garam, diet rendah lemak. Sementara itu
penatalaksanaan medikamentosa berupa IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Farbion
1 amp/ drips/ 24 jam, Furosemide 40 mg/ IV/ssss 12 jam, Vip Albumin
3x1, Hepagard 3x1. Penatalaksanaan dalam kasus ini lebih kepada
penatalaksanaan pada komplikasi dari sirosis hepatis seperti asites,
perdarahan varises osefagus, ensefalopati hepatikum, dan sindrom
hepatorenal.
Pada pasien ini penatalaksanaan asites berupa tirah baring, diet
rendah garam, pemberian obat antidiuretic berupa furosemid. Furosemid
merupakan obat golongan diuretik jerat Henle yang dapat digunakan
dalam pengobatan asites sebagai dampak dari komplikasi penyakit sirosis
hati melalui efek diuresis. Mekanisme kerja furosemid adalah menghambat
reabsorbsi sodium dan klorida di proksimal bagian dari ansa henle.17

36
Spironolakton adalah obat pilihan dalam pengobatan awal asites
karena sirosis. Selain itu spironolakton memiliki efek natriuresis yang
lebih baik daripada obat diuretik golongan loop diuretik seperti
furosemide. Selain itu, penderita sirosis sering resisten terhadap
penggunaan loop diuretic, Spironolakton merupakan antagonis aldosteron
yang bekerja pada tubulus distal untuk meningkatkan pengeluaran natrium
melalui urin dan mencegah sekresi kalium. Pada pasien yang mengalami
sirosis, spironolactone dapat memperburuk ensefalopati hati, resiko akan
menjadi berat apabila digunakan bersamaan dengan diuretik lainnya.
Spironolactone dapat digunakan sebagai tata laksana terapi untuk panyakit
komplikasi sirosis. Salah satu komplikasi yag terlihat yaitu hipertensi
portal sehingga menyebabkan asites. Dosis penggunaan spironolactone
dapat diturunkan apabila tetap menggunakannya sebagai tata laksana
terapi penyakit hati, terus dilakukan pemantauan dan pengawasan kadar
obat.6
Albumin juga seringkali dipakai untuk meningkatkan respons
terhadap diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Latar
belakang teorinya adalah kekurangan albumin untuk mengikat furosemid
sehingga obat hanyaa beredar di plasma dan tidak berhasil mencapai
nefron proksimal. Akibatnya terapi diuretika tidak akan memberikan
respons yang baik. Ketika ditambahkan albumin volume distribusi akan
menurun, obat akan diikat dan dibawa ke ginjal untuk kemudian keluar
bersama urine sehingga diuresispun membaik.16
Dalam pemakaian diuretik pada sirosis berat harus selalu diingat
jangan sampai menimbulkan gangguan elektrolit yang dapat menimbulkan
encepaloepatik. Asites yang resisten umumnya disebabkan karena
hipoalbuminemia, bila diperlukan diberikan infus larutan albumin. Pada
kasus-kasus tertentu walaupun telah diberikan albumin asites tetap ada.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena tekanan portal yang terlalu
tinggi.3

37
Sirosis menyebabkan fungsi hati mulai terganggu, hepagard yang
berperan sebagai hepatoprotektor berfungsi membantu memelihara fungsi
hati. Walaupun kerusakan hati tidak teratasi dengan obat ini, tetapi cukup
membantu dalam menjaga fungsi hati. Dan pemberian vip albumin
berfungsi untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah agar tidak
terjadi akumulasi cairan dalam peritoneum. 4,5,10
Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi
sirosis. Pasien sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama
bila tidak berkembang menjadi sirosis dekompensata. Di perkirakan
harapan hidup sepuluh tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47%.
Sementara ini pasien sirosis dekompensata mempunyai harapan hidup
hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun.4,5
.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Hutahean R., et al, 2015, Hubungan Gambaran USG Pada Penderita Sirosis

Hati dengan Fibrosis Skor di Bagian Radiologi RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado periode Januari 2015 – Desember 2015, Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, PP 1-9

2. Widjaja F., et al, 2018, Pencegahan Perdarahan Berulang pada Pasien Sirosis

Hati, J Indon Med Assoc, Vol 61 No 10 PP 417-424

3. NN, 2014, Situasi dan Analisis Hepatitis, PP 1-8, Pekan Peduli Hepatitis B,

InfoDATIN Pusat` data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

4. Astuti P., et al, 2014, Kajian Efektivitas Pemberian Vaksinasi Hepatitis B

Terhadap Pembentukan Antibodi Anti Hbs, Jurnal KesMaDaSka, PP 29-34

5. Fatmawali., et al, 2014, Analisis Mutasi Gen Protein X Virus Hbv Pada

Penderita Hepatitis B Akut Di Manado, Jurnal LPPM Bidang Sains dan

Teknologi, Vol. 1 No. 1 pp. 47-55

39
6. Hikmah E., et al, 2016, Penggunaan Obat-Obatan Penginduksi Penyakit Hati

Terhadap Pasien Gangguan Fungsi Hati Di Rumah Sakit X Pada Tahun 2016,

PP 3-16

7. Kusumawati L., et al, 2015, Faktor-faktor yang berhubungan dengan

pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari, berita kedokteran masyarakat,

vol.23 no.1 PP 21-27

8. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2014.

9. Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 2014.

10. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2014.

11. Snell. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC. 2009.

12. Junqueira, Carneiro. Histologi Dasar. Jakarta: EGC. 2014.

13. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 2009.

14. Price, Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC. 2010.

15. Sudoyo A.Buku Ajar ilmu penyakit dalam jilid I ed.V, InternaPublishing,

Jakarta. 2009.

16. Hasan I., et al. 2016. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati,

Medicinus Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and Medical

Aplication, Vol. 21 No.2 PP 2-8.

17. Oktaviani I., 2014, Aspek Farmakokinetika Klinik Obat-Obat Yang

Digunakan Pada Pasien Sirosis Hati Di Bangsal Interne RSUP Dr. M. Djamil

Padang Periode Oktober 2013 – Januari 2014, PP 1-13

40
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Iniche Tinta


NIM : N 111 18 002
Judul referat : Sirosis Hepatis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, Februari 2019


Pembimbing,

dr. Arfan., Sp. PD

41
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna ...................................... . 2

2.2 Hepar dan Penyakit Paling Sering pada Hepar ...................... 9

2.3 Abses Hepar ................................................................................ 12

a. Definisi . ................................................................................ 12

b. Klasifikasi ............................................................................. 12

c. Insiden dan Epidemiologi ..................................................... 13

d. Faktor Risiko ......................................................................... 13

e. Etiologi . ................................................................................ 14

f. Patofisiologi .......................................................................... 17

42
g. Manifestasi Klinis ................................................................. 20

h. Diagnosis . ............................................................................. 21

i. Tatalaksana ........................................................................... 25

j. Komplikasi ........................................................................... 29

k. Prognosis .............................................................................. 30

BAB III LAPORAN KASUS . .............................................................. 31

BAB IV DISKUSI.................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 47

iii

43

Anda mungkin juga menyukai