Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perforasi membran timpani adalah suatu keadaan dimana ditemukan
lubang pada membran timpani yang menyebabkan terganggunya fungsi membran
timpani. Membran timpani merupakan pemisah antara telinga luar dan telinga
tengah. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi maupun
trauma. Perforasi dapat bersifat sementara atau persisten. Efek bervariasi
tergantung ukuran, lokasi, dan kondisi patologis yang terkait.5
Sampai saat ini, belum ada survei epidemiologik tentang angka kejadian
penderita perforasi membran timpani. Penelitian terhadap anak suku Aborigin,
didapatkan bahwa sekitar 136 dari 436 telinga (31,2%) mengalami perforasi
membran timpani. Satu survei menemukan bahwa 4% anak Amerika mengalami
perforasi membran timpani.5
Tujuan terapi pada perforasi mengendalikan otore. Antibiotik sistemik
kadang-kadang digunakan ketika mengendalikan otore dari perforasi membran
timpani. Dapat dilakukan metode lain untuk penatalaksanaan perforasi membran
timpani seperti teknik paper patching, miringoplasti dan timpanoplasti.
Paper-patching merupakan metode yang sangat terkenal digunakan untuk
menyembuhkan perforasi membran timpani tanpa intervensi bedah yang pertama
kali diperkenalkan oleh Blake tahun 1887 dan sudah sering digunakan selama
beberapa dekade terakhir. Dalam teknik ini, sebuah patch kertas berperan dalam
membimbing sel epitel untuk bermigrasi ke bagian perforasi.2 Golz et Al
melakukan penelitian untuk mengevaluasi hasil paper patch pada pasien dengan
perforasi kronis dari membran timpani, mereka menemukan tingkat penutupan
sebesar 63,2%, 43,5%, dan 12,5% untuk perforasi kecil, menengah, dan perforasi
besar.3 Tingkat keberhasilan teknik paper patch dilaporkan mencapai 62,7% pada
perforasi dengan ukuran kurang dari 5% luas membran timpani.7

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGA


Auris (telinga) dibedakan atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna), saluran telinga
luar, dan membran timpani. Telinga tengah terdiri dari kavum timpani, tulang –
tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes), dan tuba Eustachius. Telinga dalam
terdiri dari labirin vestibular dan koklea. Telinga luar dan tengah menyalurkan
gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan.1,2,3,4

Gambar 1. Anatomi Telinga


Membrana timpani (eardrum) (2)
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari cavum timpanica. Membrana ini panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm,
ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani berbentuk bundar dan
cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu
liang telinga dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Secara
Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus
fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

2
2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh set kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dan umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah, yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar
yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut initah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara ktinis refleks cahaya
ini dinilai, misatnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat
gangguan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-betakang, bawah-depan serta
bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Pada
pars flaksida terdapat daerah yang di sebut atik. Di tempat ini terdapat aditus
ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. Aurikulo
temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi
oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana timpani
berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal
dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa
telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna
dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

3
Gambar 2. Membrana Timpani

Tuba Auditiva (tuba Eustachius) (1)


Tuba auditiva menghubungkan cavitas tympanica dengan nasopharynx;
muaranya disini terdapat di bagian belakang meatus nasalis inferior pada cavum
nasi. Bagian sepertiga posterior tuba auditiva terdiri dari tulang dan sisanya
berupa tulang rawan. Tuba auditiva dilapisi membran mukosa yang ke posterior
sinambung dengan membran mukosa nasopharynx. Tuba auditiva berfungsi
sebagai pemerata tekanan dalam auris media dan tekanan udara lingkungan, dan
dengan demikian menjamin bahwa membran tympani dapat bergerak secara
bebas. Dengan memungkinkan udara memasuki dan meninggalkan cavum
tympani, tekanan di kedua sisi membran tympani disamakan.

Ossicula Auditoria (tulang-tulang pendengaran) (1)


Ossicula auditoria (malleus, incus, dan stapes) membentuk sebuah
rangkaian tulang yang teratur melintang di dalam cavitas tympanica, dari
membranan tympanica ke fenestra vestibuli. Malleus melekat pada membran

4
tympani, dan stapes menempati fenestra vestibuli. Incus terdapat di antara dua
tulang tersebut dan bersendi dengan keduanya. Ossicula auditoria dilapisi
membran mukosa yang juga melapisi cavum tympani. Bagian superior malleus
yang agak membulat, yakni caput mallei, terletak di dalam recessus
epitympanicus. Collum mallei terdapat pada bagian membran tympani yang
kendur, dan manubrium mallei tertanam di dalam membran tympani dan bergerak
bersamanya. Caput mallei bersendi dengan incus, dan tendo musculus tensor
tympani berinsersi pada manubrium mallei. Chorda tympani menyilang
permukaan medial collum mallei. Corpus incudis yang besar, terletak di dalam
recessus epitympanicus dan disini bersendi dengan caput mallei. Crus longum
incudis bersendi dengan stapes, dan crus breve incudis berhubungan dengan
dinding posterior cavum tympani melalui sebuah ligamentum. Basis stapedis,
tulang pendengar terkecil, menempati fenestra vestibuli pada dinding medial
cavum tympani. Caput stapedis yang mengarah ke lateral, bersendi dengan incus.
Malleus berfungsi sebagai pengungkit yang lengan panjangnya melekat pada
membran tympani. Basis stapedis berukuran jauh lebih kecil daripada membran
tympani. Akibatnya ialah bahwa gaya getar stapes 10 kali gaya getar membran
tympani. Makaossicula auditoris meningkatkan gaya getaran, tetapi menurunkan
amplitudi getaran yang disalurkan dari membran tympani. Terdapat dua otot
menggerakkan ossicula auditoris dan dengan demikian mempengaruhi membran
tympani, yaitu : musculus tensor tympani dan musculus stapedius. Musculus
tensor tympani berinsersi di manubrium mallei dipersarafi oleh nervus
mandibullaris, menarik manubrium mallei ke medial, menegangkan membran
tympani, dan mempersempit amplitudo getarannya. Ini cenderung mencegah
terjadinya kerusakan pada auris interna sewaktu harus menerima bunyi yang
keras. Musculus stapedius berinsersi di collum stapedis dipersarafi oleh nervus
cranialis VII, menarik stapes ke posterior dan menjungkitkan basis stapedis pada
fenestra vestibuli, dan dengan demikian menarik ketat ligamentum annulare
stapediale dan memperkecil amplitudo getaran. Otot ini juga mencegah
terjadinya gerak stapes yang berlebih.

5
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara
adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan
tinggi karena kompresi molekul – molekul udara yang berselang seling dengan
daerah – daerah bertekanan rendah akibat penjarangan molekul tersebut.
Pendengaran seperti halnya indera somatik lain merupakan indera mekanoseptor.
Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang
suara yang terdapat di udara.
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan. Nada suatu suara ditentukan
oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran, semkin tinggi
nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20 sampai 20.000
siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per
detik.
Intensitas atau kepekaan yaitu suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan
daerah berpanjanan yang bertekanan rendah. Semakin besar amplitudo semakin
keras suara. Kepekaan dinyatakn dalam desible (dB). Satu desibel mewakili
peningkatan energi suara yang sebenarnya yakni 1,26 kali. Suara yang lebih kuat
dari 100 dB dapat merusak perangkat sensorik di koklea. Kualitas suara atau
warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan
yang menimpa nada dasar. Nada – nada tambahan juga yang menyebabkan
perbedaan khas suara manusia.
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimf
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang

6
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius ampai ke kortteks
pendengaran (area 39-40) di lobus tempoalis.(2)

Tabel 2.1 FUNGSI KOMPONEN UTAMA TELINGA (1,3)


Struktur Letak Fungsi
Telinga luar Mengumpulkan dan memindahkan
gelombang suara ke telinga tengah.
Pinna Lempeng tulang rawan Mengumpulkan gelombang suara dan
yang terbungkus kulit menyalurkannya ke saluran
dan terletak di kedua telinga;berperan dalam lokalisasi suara.
sisi kepala.
Meatus Saluran dari eksterior Mengarahkan suara ke membran
auditorius melalui tulang timpan; mengandung rambut-rambut
internus temporalis ke penyaring dan mensekresikan kotoran
(saluran membrane timpani. telinga (ear wax) untuk menangkap
telinga) partikel-partikel asing.

Telinga Memindahkan getaran membran


Tengah timpani ke cairan di koklea, dalam
prosesnya memperkuat energi suara
Membran Membrane tipis yang Bergetar secara sinkron dengan
timpani memisahkan telinga gelombang suara yang mengenainya,
(gendang luar dan tengah menyebabkan tulang-tulang
telinga) pendengaran telinga tengah bergetar.
Maleus, inkus, Rangkaian tulang yang Berosilasi secara sinkron dengan
stapes dapat bergerak yang getaran membran timpani serta
berjalan melintasi menimbulkan gerakan seperti
rongga telinga tengah; gelombang di perilimfe koklea dengan
maleus melekat ke frekuensi yang sama.
membran timpani dan

7
stapes melekat ke
jendela oval

Telinga Tempat sistem sensorik untuk


dalam: mendengar
Koklea
Jendela oval Membran tipis dipintu Bergetar bersama gerakan stapes yang
koklea; memisahkan melekat padanya; gerakan jendela oval
telinga tengah dari menyebabkan perilimfe koklea bergerak
skala vestibuli

Skala Kompartemen atas Mengandung perilimfe yang dibuat


vestibule koklea bergerak oleh gerakan jendela oval yang
Skala timpani Kompartemen bawah koklea
di dorong oleh getaran tulang-tulang
telinga tengah

Duktus Kompartemen tengah Mengandung endolimfe; tempat


koklearis koklea membrane basilaris
(skala media)
Membran Membentuk lantai Bergetar bersama dengan gerakan
basilaris duktus koklearis perilimfe; mengandung organ Corti,
organ indera untuk mendengar.
Organ Corti Terletak di bagian atas Mengandung sel rambut, reseptor untuk
dan di sepanjang suara, yang mengeluarkan potensial
membrane basilaris reseptor sewaktu tertekuk akibat
gerakan cairan di koklea
Membran Membrane stasioner Tempat rambut sel-sel reseptor yang
tektorial yang tergantung di atas terbenam di dalamnya menekuk dan
organ Corti dan tempat membentuk potensial reseptor ketika
sel-sel rambut reseptor membran basilaris yang bergetar
permukaan terbenam di terhadap membran tektorial yang
dalamnya. stasioner.

Jendela Membrane tipis yang Bergetar bersama dengan gerakan cairan


bundar memisahkan skala di perilimfe untuk meredam tekanan di
timpani dari telinga dalam koklea; tidak berperan dalam

8
tengah penerimaan suara.

Telinga Tempat sistem sensorik untuk


dalam: keseimbangan, dan memberikan
Aparatus masukan yang penting untuk
vestibularis mempertahankan postur dan
keseimbangan
Kanalis Tiga saluran Mendeteksi akselerasi (percepatan) atau
semisirkularis semisirkuler yang deselerasi (perlambatan) rotasional atau
tersusun tiga dimensi anguler
dalam bidang-bidang
yang tegak lurus satu
sama lain di dekat
koklea jauh di dalam
tulang temporalis
Utrikulus Struktur seperti Mendeteksi 1) perubahan posisi kepala
kantung di rongga meenjauhi sumbu vertical dan 2)
bertulang antara koklea mengarahkan akselerasi dan deseleras
dan kanalis linear secara horizontal
semisirkularis

Sakulus Terletak di samping utrikulus


Mendeteksi 1) perubahan posisi kepala
menjauhi sumbu horizontal dan 2)
mengarahkan akselerasi dan deselerasi linear
secara vertkal

Mekanisme Pendengaran
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang
suara mencapai membran tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan
rendah berselang seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut
menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara. Ketika
membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai
tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan
frekuensi gerakan tersebut dari membran timpani ke jendela oval. Tulang stapes
yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilimfe

9
di scala vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran timpani 22 kali lebih
besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara15-
22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang
jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-tulang pendengaran juga turut
berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.2
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval
menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan
tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes
menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam yaitu, perubahan posisi jendela
bundar dan defleksi membran basilar.2
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di
kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen
bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar
untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan
menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah yang berlawanan
mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.2
Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan
penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen
atas dipindahkan melalui membran vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklear
dan kemudian melalui membran basilar ke kompartemen bawah, tempat
gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk
bergantian.2
Membran basilar yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku,
akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan
dengan senar gitar yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi.
Getaran yang bernada tinggi pada perilimfe scala vestibuli akan melintasi
membran vestibular yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah
akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apeks. Getaran ini
kemudian akan turun ke perilimfe skala timpani, kemudian ke luar melalui
tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam.2
Karena organ Corti menumpang pada membrana basilar, sewaktu
membran basilar bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-
rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membran

10
basilar menggeser posisinya terhadap membran tektorial. Perubahan bentuk
mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang
bergantian. Sel-sel rambut berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-
ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklear).2
Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan
pengeluaran zat perantara mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat
aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-
sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi
(sewaktu membrana basilar bergerak ke bawah). Perubahan potensial berjenjang
di reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang
merambat ke otak. Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoakustikus
(saraf pendengaran) ke korteks auditorik di lobus temporal otak untuk persepsi
suara medulla oblongata kemudian ke kollikulus. Persepsi auditif terjadi setelah
proses sensori atau sensasi auditif.2

11
Gambar 3. Transduksi Suara6

12
Gambar 4. Fisiologi Pendengaran

2.3 Perforasi Membran Timpani


2.3.1 Definisi
Perforasi membran timpani adalah suatu keadaan dimana ditemukan
lubang pada gendang telinga. umumnya timbul sebagai akibat dari trauma, otitis
media atau komplikasi bedah. Membran timpani telah menunjukkan kemampuan
luar biasa untuk regenerasi dan penyembuhan secara spontan. 11
Untuk menstimulasi terjadinya regenerasi jaringan diperlukan manipulasi
sel, jembatan dan faktor regulasi. Pada proses penutupan perforasi membran
timpani pertama kali tertutup oleh epitel skuamus selanjutnya lamina propria dan
lapisan mukosa, tertutup antara hari kelima sampai hari kesepuluh tergantung
ukuran perforasi. Setelah hari keempat belas, ketiga lapisan tersebut terutama
lapisan epitel skuamus kompleks ketebalannya berkurang, kembali ke bentuk
membran timpani normal. Pada perforasi yang besar, proses pertumbuhan akan
tetap berlangsung hanya bila pertumbuhan lamina propria mengikuti proliferasi
epitel skuamus untuk membentuk substratum migrasi epitel.
Namun perforasi kronis masih dapat muncul sehingga membutuhkan
miringoplasti untuk perbaikan. Beberapa teknik miringoplasti yang tidak invasif,
mudah dan efektif seperti kauterisasi, kemoterapi, metode patch dan tandur lemak
telah dilakukan baik secara sendiri atau kombinasi, namun, efektivitas pengobatan
tersebut tetap kontroversial.11

13
2.3.2 Etiologi
Penyebab utama perforasi membran timpani adalah infeksi. Infeksi akut
pada telinga tengah menyebabkan iskemia pada membran timpani serta
penignkatan tekanan dalam ruang telinga tengah sehingga menyebabkan robekan
atau pecahnya gendang telinga yang biasanya didahului oleh nyeri hebat. Apabila
perforasi tidak sembuh – sembuh, terdapat gambaran sisa perforasi membran
timpani ( perforasi persisten). Infeksi telinga juga bisa menyebakan perforasi
mebran telinga karena terjad peningkatan tekanan cairan di dalam telinga tengah
sehingga mendorong gendang telinga dan akhirnya terbentuklah lubang pada
gendang telinga. Infeksi saluran telinga jarang menyebabkan perforasi membran
timpani. Jika terjadi, sering dikaitkan dengan infeksi oleh Aspergillus Niger. Pada
perforasi membran timpani, telinga lebih rentan terhadap infeksi jika air masuk ke
liang telinga ( terutama jika terkontaminasi oleh bakteri) dapat terjadi infeksi. 5
Perforasi juga sering terjadi ketika ahli bedah membuat insisi pada
membran timpani pada saat melakukan miringotomi. Ketika tekanan negatif yang
menyamai tekanan tuba (ventilasi tuba) dilakukan, sehingga dapat terjadi
perforasi. Kegagalan penyembuhan dari tindakan bedah berakibat perforasi
membran timpani kronik. 5
Perforasi membran timpaani juga dapat terjadi akibat trauma. Misalnya
karena benda asing yang masuk ke dalam telinga, trauma benda tumpul, trauma
tajam, barotrauma , paparan tekanan air yang berlebihan ( misalnya penyelam)
dan upaya apa yang tidak tepat untuk membersihkan telinga. Trauma tumpul dapat
disebabkan oleh kecelakaan atau pukulan langsung sedangkan trauma tajam
disebabkan oleh tusukan. Kedua hal ini menyebabkan perubahan tekanan
mendadak di membran timpani sehingga membran timpani pecah. Trauma tumpul
yang dihibungkan dengan kecelakaan, biasanya menyebabkan benturan pada
daerah tulang terutama tulang temporal. Trauma tulang temporal dan fraktur basis
kranium adalah trauma yang dapat menyebabkan cedera membran timpani. Gejala
klinis yang tampak adalah edema, hematoma, dan laserasi. Baratrauma dalah
keadaan dengan terjadinya perubahan tekan yang tiba – tiba di luar telinga tengah

14
sewaktu di pesawat terbang atau menyelam yang menyebabkan tuba gagal untuk
mrmbuka.

2.3.3 Epidemiologi
Sampai saat ini, belum ada survei epidemiologi tentang angka kejadian
penderita perforasi membrana timpani. Dalam lingkup internasionalpun angka
kejadian perforasi membrana timpani juga belum diketahui. Penelitian terhadap
anak-anak suku Aborigin, mendapatkan 136 dari 436 telinga (31,2%) mengalami
perforasi membrana timpani .
Di Medan mendapatkan 36 telinga perforasi total, perforasi sentral
sebanyak 26 telinga, perforasi subtotal dan atik masing-masing 1 telinga. Ologe
dan Nwawolo mendapatkan 6% siswa SD negeri di desa dengan OMSK yang
ditandai dengan perforasi persisten membran timpani lebih dari 3 bulan.5,17

2.3.4 Faktor Resiko Perforasi Membran Timpani


a. Lingkungan
Anak-anak yang tinggal di dalam rumah yang penuh sesak, perawatan
sakit yang minim, terpapar dengan anak lain yang terinfeksi, atau terpapar dengan
asap, dipercaya meningkatkan insidensi OMSK (Kenna dan Latz, 2006).
b. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Penelitian menunjukkan
bahwa kesehatan secara umum termasuk status imunisasi, diet dan tempat tinggal
yang padat juga memengaruhi kejadian OMSK. (Browning, 1997; Akinpelu et al,
2008).
c. Gangguan fungsi tuba
Pada otitis kronis aktif, tuba Eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui
(Browning, 1997). Ahadiah (2008) di Surabaya memperoleh 11 penderita dengan
16 telinga yang mengalami OMSK (11 tipe tubotimpanal dan 5 tipe atikoantral),
sebanyak 16 gambaran endoskopi muara tuba Eustachius faringeal terdapat

15
kelainan. Mukosa udem 9 kasus (56,25%), mukosa hiperemis 4 kasus (25%),
terdapat sekret seromukus 12 kasus (75%).
d. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis (Browning, 1997). Homoe et al (1999) mendapatkan 35% anak-
anak dengan OMSK didahului dengan otitis media akut yang berulang sedangkan
Lasisi et al (2008) mendapatkan 70% OMSK dengan onset otitis media
sebelumnya pada usia yang lebih dini.
e. Infeksi saluran pernafasan atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri
(Browning, 1997). Lasisi et al (2007) di Nigeria pada 189 anak mendapatkan
sebanyak 45% anak dengan OMSK didahului dengan infeksi saluran nafas atas.
f. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik aerob
ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel. Organisme yang
terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type flora dan beberapa organisme
lainnya (Browning, 1997). Nursiah di Medan (2000) mendapatkan jenis kuman
aerob terbanyak adalah S. aureus (36,1%), diikuti E. coli (27,7%), Proteus sp
(19,4%), S. albus (5,6%), S. viridan (5,6%), Klebsiella sp (2,8%) dan P.
aeroginosa (2,8%). Park (2008) memeriksa 1.360 pasien OMSK dan mendapatkan
54% merupakan kuman staphylococcus. Yeo et al melakukan studi retrospektif
pada 1102 pasien dengan OMSK dari 6 RS di Korea sejak Januari 2001 hingga
Desember 2005, hasilnya bakteri pathogen yang paling banyak adalah
pseudomonas (Yeo et al, 2007).

16
g. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder (Browning,
1997).
Penelitian pada pasangan kembar, kembar monozygot memiliki riwayat
otitis media yang lebih besar dibandingkan kembar dizygot, yang kemungkinan
oleh karena komponen genetik yang lebih kuat. Faktor genetik pada otitis media
bersifat komplek dengan kontribusi dari banyak gen (Rovers et al, 2004).
h. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis (Browning, 1997). Akinpelu et al (2008) dari 160
pasien OMSK, 2,5% dengan penyakit imunodefisiensi, sedangkan Weber et al
(2006) meneliti 459 anak dengan HIV terdapat 14,2% yang menderita OMSK.
i. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi (Browning, 1997). Susilo (2010) di Medan
memeriksa 54 objek dan mendapatkan reaksi alergi pada penderita OMSK
tubotimpanal lebih besar dibandingkan dengan reaksi alergi pada penderita non
OMSK yaitu sebesar 741% pada kelompok penderita OMSK tipe tubotimpanal
dan 407% pada kelompok non OMSK. Lasisi et al (2007) mendapatkan dari 189
anak dengan OMSK sebanyak 28% menderita alergi. Lasisi et al (2008)
melakukan tes kulit kepada 20 pasien
dengan OMSK, sebanyak 80% tes kulit positif terhadap satu atau lebih jelas
alergen.1,9

2.3.5 Klasifikasi
Terdapat tiga macam bentuk perforasi, yaitu perforasi sentral, perforasi
marginal dan perforasi atik. Klasifikasi ini ditentukan berdasarkan letak dari
perforasi.

17
1. Perforasi sentral : Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-
inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.1,9

Gambar 5. Perforasi Sentral (Ludman, 2007)

2. Perforasi marginal : Terdapat pada pinggir membran timpani dengan


adanya erosi dari annulus fibrosus yang sering disertai jaringan granulasi.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.
Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan
dengankolesteatom.1,9

Gambar 6. Perforasi Marginal (Ludman, 2007)

3. Perforasi atik : Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary


acquired cholesteatoma.1,9

Gambar 7. Perforasi Atik (Ludman, 2007)


2.3.6 PATOFISIOLOGI

18
Membran timpani memiliki kemampuan untuk sembuh sendiri, walaupun
sudah sering terjadi perforasi, membran timpani dapat tetap intak. Perforasi
sembuh dengan membran tipis yang mengandung hanya mukosa dan lapisan
epitel skuamosa tanpa lapisan tengah fibrosa. Ini seperti membran baru yang
mungkin sangat tipis, yang dapat disalah artikan sebagai perforasi. Terdapatnya
perforasi membuat telinga lebih rentan terhadap infeksi jika air masuk liang
telinga. Jika air terkontaminasi bakteri melewati perforasi, infeksi dapat terjadi.
Terdapatnya perforasi merupakan kontraindikasi mutlak untuk irigasi untuk
menghilangkan serumen. Sebuah studi oleh Park et al menunjukkan bahwa ukuran
perforasi dan pneumatisasi dari telinga tengah dan mastoid mempengaruhi tingkat
kehilangan pendengaran konduktif dalam kasus-kasus perforasi membran timpani.
Penelitian ini melibatkan 42 pasien yang menjalani timpanoplasti tipe I atau
Miringoplasti, dengan hasil pemeriksaan pra operasi dengan air-bone gap yang
lebih besar dikaitkan dengan ukuran perforasi yang lebih besar juga.1,8,13

2.3.7 Tanda Dan Gejala


Tanda dam gejala perforasi membran timpani antara lain :
1. Penurunan pendengaran
2. Pasien mengeluh seperti mendengar siulan selama bersin dan hidung bertiup
3. Perforasi tanpa infeksi atau kolesteatoma tidak menimbulkan rasa sakit atau
nyeri
4. Keluarnya cairan dari telinga (otore)
5. Lebih gampang terkenea infeksi saat flu atau ketika ada air yang masuk ke
telinga.1,5,13

2.3.8 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didaptkan pasien mengeluh ke luar
cairan dari telinga, penunuran pendengaran, dan riwayat pernah ke luar cairan
pada telinga sebelumnya. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan
otoskop untuk melihat membran timpani. Diagnosis dapat ditegakkan ketika
melakukan pemeriksaan dengan otoskop dan terlihat pada membran timpani

19
terdapat lubang (bolong) atau tidak intak. Dapat juga terlihat adanya sekret
mukopurulen pada telinga.
Pemeriksaan radiologik dan MRI jarang dilakukan karena tidak memberi
gambaran yang khas kecuali didapatkan gambaran klinis yang menunjukkan
kerusakan tulang pendengaran dan / atau kolesteatoma. Perforasi tanpa gejala,
terutama jika pendengaran masih normal, tidak memerlukan studi pencitraan.
Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk melihat adakah gangguan pendengaran
(tuli konduktif) akibat perforasi mebran timpani. Audiometri rutin dilakukan pada
setelah diagnosis awal, sebelum dan sesudah upaya perbaikan. Hasil dari
pemeriksaan audiometri sering menunjukkan hasil normal atau tuli konduktif
ringan.1,13

2.3.9 Penatalaksanaan
1. Medis

Mencari vokal infeksi dihidung, dan dinasofaring dan sekaligus
mengobatinya.

Secara sistemik diberikan antibiotik, analgetik dan antiinflamasi. Untuk
stadium tiga sampai stadium lima diberi antibiotik dosis tinggi.

Secara lokal: pada stadium hiperemi diberikan antibiotik tetes, kecuali pada
bayi harus segera dilakukan parasintesis bila terdapat bulging lakukan
parasintesisuntuk melancarkan reinase, yaitu dengan membuat insisi kecil pada
kuadran bawah.6
2. Konsevatif
a. Pembersihan sekret diliang telinga (toilet lokal drainage) merupakan hal yang
penting untuk pengobatan otitis kronik.
Ada beberapa cara membersihkan sekret tersebut :
 Dengan menggunakan kapas lidi. Tindakan ini dianjurkan sesering seringnya
bila ada otore. Dapat dianjurkan pada penderita atau orang tua penderita yang
mempunyai intelegensia yang cukup.
 Displaseme metode dapat dengan menggunakan larutan hidrogen peroksid
(H2O2) 3%, karena adanya gas yang ditimbulkan.
 Bila mungkin sekret dihisap secara hati-hati dengan menggunakan jarum kecil,
plastik, misalnya jarum BWG no 16 dan 18 yang ujungnya diberi karet kateter

20
nelatom yang kecil atau karet pentil. Semua tindakan pembersihan tersebut
sebaiknya diberikan sambil dilihat dan hati-hati untuk menghindarkan trauma
yang tidak diinginkan.
b. Pengobatan lokal diberikan antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotik tetes
telinga hampir tidak gunanya apabila masih ada otore yang produktif. Karena itu
memberikan antibiotik lokal dianjurkan setelah dilakukan tekhnik lokal. Harus
diterangkan dulu cara pemakain H2O2 3 % kedalam telinga yang sakit kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi baru setelah itu masukkan antibiotik tetes telinga
dengan cara kepala dimiringkan dan ragus titekan supaya obat tetes masuk
kedalam.
c. Antibiotik yang adekuat oral atau parenteral. Ini diberikan apabila ada
eksaserbasi akut yang didahului oleh infeksi hidung atau farings.6
Tujuan dari terapi medis pada perforasi ialah untuk mengontrol keluahan
otore. Terapi pada perforasi membran timpani ditujukan untuk mengendalikan
infeksi pada telinga tengah. Terapi medis untuk perforasi membran timpani juga
ditujukan untuk mengendalikan otorrhea. Infeksi saja kadang-kadang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural. Toksisitas klinis dari obat
tetes telinga dengan adanya infeksi telinga belum dibuktikan dengan tegas,
meskipun percobaan pada hewan jelas menunjukkan korelasi. Hindari obat tetes
telinga yang mengandung gentamisin, neomisin sulfat, atau tobramisin jika
terdapat perforasi membran timpani. Menghindari kontaminasi ruang telinga
tengah dari air yang masuk melalui tempat perforasi sangat penting dalam
meminimalkan otorrhea. Antibiotik sistemik kadang-kadang digunakan.
Antibiotik yang digunakan misalnya, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
amoxicillin. Kegagalan drainase setelah terapi beberapa hari menandakan
perlunya perubahan terapi dan dilakukannya tes sensitivitas.6,12

Jenis Pembedahan Pada Perforasi Membran Tympani adalah

1.Mastodiektomi Sederhana
Operasi ini dilakukan pada tipe yang aman dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh.Dengan ini dilakukan pembersihan tulang mastoid dari jaringan

21
patologik. Tujuan supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi
ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2.Matoidektomi radikal
Operasi dilakukan dengan infeksi atau kolestiatoma yang sudah meluas.Pada
Operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik.Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah diruntuhkan ,
sehingga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.Operasi ini untuk
membuang semua jaringan patogik dan mencegah komplikasi ke
intracranial.Fungsi pendengraran tidak diperbaiki.Kerugian operasi ini adalah
pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya, Paien harus datang dengan
teratur untuk kontrol,agar tidak terjadi infeksi kembali.Modifikasi operasi ini
dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplasti
yang lebar,sehingga rongga operasi kering permanen,tetapi terdapat cacat
anatomi,yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi ( operasi bondy)
Operasi tidak dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom didaerah atik,tetapi
belum merusak kavim timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga dari organ mastoid,telinga direndahkan. Tujuan operasi
untuk membuang semua jaringan patologik dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada.
4.Miringoplasty
Operasi ini merupakan jenis timpanopalsty ringan,dikenal juga dengan
tipanoplasty tipe 1. Rekontruksi hanya dilakukan pada membran tympani. Tujuan
untuk pencegahan infeksi berulang infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman
dengan perforasi yang menetap

22
Gambar 8. Teknik Miringoplasti Medial dan Lateral

Gambar 9. Teknik Miringoplasti Mediolateral


(Tmf = timpanomeatal flap)

5.Timpanoplasty
Merupakan pilihan kedua dengan anestesi lokal atau umum. Sayatan dapat dibuat
dibelakang telinga atau disaluran telinga ,tergantung pada lokasi dan perforasi
ukuan memban tympani. Sejauh ini bahkan okulasi paling umum digunakan
adalah fasi postauikular. Allograft membran tympani diperoleh dari mayat dan itu
sudah ditinggalkan karena takut transmisi patogen virus.

Tipe Timpanoplasti

23
Ada lima tipe dasar dari prosedur timpanoplasti menurut Zollner dan Wullstein
(1952):
 Tipe I timpanoplasti disebut Miringoplasti. Hanya merekonstruksi
membran timpani yang berlubang.
 Tipe II timpanoplasti digunakan untuk perforasi membran timpani dengan
erosi maleus. Ini melibatkan pencangkokan pada inkus atau sisa-sisa maleus
tersebut.
 Tipe III timpanoplasti diindikasikan untuk penghancuran dua ossicles,
dengan stapes masih utuh dan mobile. Ini melibatkan penempatan cangkokan ke
stapes, dan menyediakan perlindungan untuk perakitan.
 Tipe IV timpanoplasti digunakan untuk penghancuran tulang pendengaran,
yang mencakup semua atau bagian dari lengkungan stapes. Ini melibatkan
penempatan cangkokan pada atau sekitar kaki stapes mobile.
 Tipe V timpanoplasti digunakan ketika kaki dari stapes menetap.

Gambar 10. Tipe Timpanoplasti

2.3.9.1 PAPER PATCHING FOR TYMPANIC MEMBRANE


PERFORATION
Perforasi membran timpani akibat trauma biasanya dapat sembuh spontan
dalam beberapa kasus.10 Meskipun membran timpani memiliki kemampuan untuk
regenerasi pada perforasi akut, proses penyembuhan alami tidak terjadi dalam
beberapa kasus akibat infeksi berulang, otore berkepanjangan, ukuran perforasi

24
yang besar, membran timpani yang mengalami atrofi, dan beberapa faktor
stimulus lain yang belum diketahui penyebabnya yang mengganggu proses
regenerasi.4 Namun, sejumlah studi telah menyarankan bahwa proses
penyembuhan dapat difasilitasi dengan menambal dengan berbagai bahan
termasuk kertas, silk patch dan micropore strip tape.8,16
Paper-patching merupakan metode yang sangat terkenal digunakan untuk
menyembuhkan perforasi membran timpani tanpa intervensi bedah yang pertama
kali diperkenalkan oleh Blake tahun 1887 dan sudah sering digunakan selama
beberapa dekade terakhir. Dalam teknik ini, sebuah patch kertas berperan dalam
membimbing sel epitel untuk bermigrasi ke bagian perforasi. Teknik ini
didasarkan pada peneilitan bahwa salah satu penyebab kegagalan proses
penyembuhan adalah karena kegagalan proses epitelisasi margin perforasi.2
Teknik ini telah sering digunakan untuk mengobati perforasi akut dan traumatis.
Patch kertas sering dibuat baik dari kertas rokok maupun kertas saring yang
diterilisasi dengan gas ethylene oxide. Namun, sejumlah studi telah melaporkan
bahwa teknik ini memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan untuk
penyembuhan perforasi membran timpani dalam praktek klinis. Pertama-tama,
teknik ini tidak sepenuhnya menjanjikan tingkat kesembuhan 100% untuk
perforasi membran timpani. Selanjutnya, patch kertas yang digunakan untuk
menyembuhkan perforasi membran timpani memiliki beberapa keterbatasan,
seperti tidak transparan, tidak fleksibel, gampang mengalami perlengkatan, dan
non-resistensi terhadap infeksi, sehingga dapat mempersulit penyembuhan.7,17
Menghilangkan tepi epitel yang telah sembuh dan mengubah perforasi
menjadi luka terbuka memungkinkan proses regenerasi untuk memulai kehidupan
baru. Farr et al. merupakan yang pertama kali menggunakan kauterisasi dengan
nitrat perak pada tepi perforasi untuk mengupayakan kesembuhan. Juers dan
Wright melaporkan keberhasilan dalam penutupan perforasi dengan stimulasi
marjinal sekitar 80% sampai 90% dari kasus. Asam trikloroasetat telah menjadi
agen pilihan untuk kauterisasi tepi perforasi. Hal ini diterapkan pada tepi dari
perforasi menggunakan kapas yang sangat kecil.7

25
Sebuah patch kertas dapat diterapkan untuk bertindak sebagai perancah
untuk regenerasi epitel. Ada konsensus umum yang menyatakan bahwa kauterisasi
dan teknik penambalan tidak berguna ketika perforasi melebihi 25% sampai 50%
dari membran timpani, dan kontraindikasi untuk dilakukan jika terdapat atau
dicurigai adanya kolesteatoma, drainase kronis, dan disrupsi tulang pendengaran.
Paper patch myringoplasty dapat dilakukan pada pasien yang memiliki perforasi
kronis kering dengan ukuran <5% dari ukuran membran timpani dan tanpa
penyakit telinga tengah.
Telah dilaporkan bahwa ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan untuk
perbaikan perforasi membran timpani, yaitu : 1. Tepi harus terlipat keluar
(everted) dan mengalami epitelisasi; 2. Respon inflamasi harus dibuat dengan
menggunakan iritasi kimia atau mekanik untuk mempromosikan proliferasi
epitel; 3. Patch diletakkan di atas perforasi untuk menyediakan perancah
mendukung migrasi epitel. Hal lain yang mempengaruhi hasil akhir diantaranya
usia pasien, level pendengaran, durasi / lamanya perforasi, penyebab perforasi ,
lokasi dan ukuran perforasi, hubungan antara perforasi dan maleus, keaadaan
permukaan membran timpani, dan jumlah aplikasi patch.7

Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi dilakukannya paper patch antara lain :
1. Pasien dengan perforasi kronik maupun akut dengan ukuran perforasi <50%
dari membran timpani
2. Tidak ditemukannya kelainan / penyakit pada telinga tengah
3. Pasien dengan tuli konduktif ringan akibat perforasi membran timpani
4. Pasien dengan otitis media kronik atau dengan otitis media kronik rekuren
dengan keadaan telinga sudah kering (tidak terdapat otore)
5. Pasien dengan perforasi yang menetap lebih dari 3 bulan
6. Pasien yang mempunyai kebiasaan untuk berenang.
Sedangkan kontra indikasi untuk dilakukakan paper patch antara lain :
1. Perforasi total / marginal dengan anulus yang tidak intak
2. Telinga dengan otore yang belum berhenti
3. Miringitis lokal sekitar perforasi

26
4. Terdapat jaringan parut setelah perforasi.4

Teknik
Di bawah mikroskop operasi, 1% lidokain ditambahkan dengan epinefrin
1: 100.000 lalu disuntikkan ke dalam saluran telinga posterosuperior untuk
membius membran timpani. Tepi perforasi dibersihkan dan dibuat menjadi luka
dengan melakukan eksisi pada lapisan epitel marjinal dengan menggunakan
forsep. Dapat juga dilakukan kauterisasi pada tepi perforasi dengan menggunakan
asam trikloroasetat atau silver nitrat.
Kertas rokok tipis disterilkan dan dipotong bentuk bulat dengan ukuran
lebih besar daripada daerah perforasi, yang kemudian dilapisi dengan salep
antibiotik yang mengandung oksitetrasiklin dan polimiksin B. Ini ditempatkan
pada membran timpani dengan menggunakan alligator forceps dan dibuat
tumpang tindih dengan lubang perforasi sehingga tidak ada gap antara membran
timpani dan patch tersebut. Setelah prosedur, pasien diberi resep antibiotik oral
selama 1 minggu, dan di follow up setiap minggu. Ketika patch terlepas atau
tergeser dari tempat perforasi, patch yang baru diletakkan kembali diatasnya.
Membran timpani dikatakan sembuh ketika : 1. penutupan lengkap pada perforasi
saat dilihat di bawah mikroskop; 2. Hasil tympanogram normal yang dilakukan
untuk verifikasi lebih lanjut. Perforasi yang tidak menyusut bahkan setelah tiga
kali melakukan tambalan dalam waktu 3 bulan dianggap suatu kegagalan
pengobatan.

Hasil
Paper patch tidak cocok dilakukan jika perforasi lebih besar dari 5mm.
Golz et Al melakukan penelitian untuk mengevaluasi hasil paper patch pada
pasien dengan perforasi kronis dari membran timpani, mereka menemukan tingkat
penutupan sebesar 63,2%, 43,5%, dan 12,5% untuk perforasi kecil, menengah,
dan perforasi besar.3 Hasil dari paper patch membran timpani terlihat lebih tebal,
dengan hiperplasia dari lapisan subepitel dan lapisan jaringan ikat. Terdapat
banyak fibroblas dan banyak pembuluh darah pada lapisan jaringan ikat. Terlihat
juga akumulasi keratin di sekitar tepi lapisan fibrosa.

27
Prognosis
Paper patch menunjukkan tingkat keberhasilan sekitar 62,8% pada pasien
dengan perforasi kurang dari 5% dari membran timpani, tingkat penutupan adalah
78,3%. Prediktor dari hasil pengobatan adalah ukuran perforasi.4,11
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan antara lain :
1. Keadaang telinga (telinga yang kering)
2. Letak perforasi
3. Ukuran perforasi
4. Lama terjadinya perforasi
5. Usia pasien.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :
1. Patch mungkin terlepas kembali saat pasien menelan maupun menguap;
2. Dapat terjadi infeksi
3. Otore
4. Hematoma
5. Laserasi
6. Otitis eksterna.

2.3.10 Prognosis Perforasi Membran Timpani


Perforasi membran timpani tanpa komplikasi tidak memerlukan
pengobatan. Jika perforasi teteap stabil, dan prognosis untuk ketiadaan morbiditas
baik. Baik terjadi perforasi dan kolesteatom di kemudian hari. Setiap pasien harus
melakukan pemeriksaan rutin setelah operasi.

BAB III
KESIMPULAN

28
Perforasi membran timpani adalah suatu keadaan dimana ditemukan
lubang pada membran timpani yang menyebabkan terganggunya fungsi membran
timpani. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi
maupun trauma. Efek dari perforasi membran timpani bervariasi tergantung
ukuran, lokasi, dan kondisi patologis yang terkait. Penyebab utama perforasi
membran timpani adalah infeksi. Infeksi akut pada telinga tengah meyebabkan
iskemia pada membran timpani serrta peningkatan tekanan dalam ruang telinga
tengah sehingga menyebabkan robekan atau pecahnya gendang telinga yang
biasanya didahului oleh nyeri hebat. Perforasi membran timpani juga dapat terjadi
akibat trauma. Misalnya karena benda asing yang masuk ke dalam telinga, trauma
tumpul, trauma tajam, dan barotrauma.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didaptkan pasien mengeluh keluar
cairan dari teling dan penunuran pendengaran. Diagnosis dapat ditegakkan ketika
melakukan pemeriksaan dengan otoskop dan terlihat pada membran timpani
terdapat lubang (bolong) atau tidak intak. Dapat juga terlihat adanya sekret
mukopurulen pada telinga.
Tujuan dari terapi pada perforasi ialah untuk mengontrol keluahan
otorrhea. Terapi pada perforasi membran timpani ditujukan untuk mengendalikan
infeksi pada telinga tengah. Antibiotik sistemik kadang-kadang digunakan.
Antibiotik yang digunakan misalnya, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
amoxicillin. Terdapat juga beberapa metode dalam pentalaksanaan perforasi
membran timpani seperti paper patching, miringotomi, dan timpanoplasti.
Paper-patching merupakan metode yang sangat terkenal digunakan untuk
menyembuhkan perforasi membran timpani tanpa intervensi bedah yang pertama
kali diperkenalkan oleh Blake tahun 1887 dan sudah sering digunakan selamam
beberapa dekade terakhir. Dalam teknik ini, sebuah patch kertas berperan dalam
membimbing sel epitel untuk bermigrasi ke bagian perforasi. Teknik ini
didasarkan pada peneilitan bahwa salah satu penyebab kegagalan proses
penyembuhan adalah karena kegagalan proses epitelisasi dari margin perforasi.

29
Patch kertas sering dibuat baik dari kertas rokok maupun kertas saring yang
diterilisasi dengan gas ethylene oxide. Paper patch tidak cocok dilakukan jika
perforasi lebih besar dari 5mm. Golz et Al melakukan penelitian untuk
mengevaluasi hasil paper patch pada pasien dengan perforasi kronis dari
membran timpani, mereka menemukan tingkat penutupan sebesar 63,2%, 43,5%,
dan 12,5% untuk perforasi kecil, menengah, dan perforasi besar

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In:


Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h 10-16.
H69
2. Fitria H, Edward Y. Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous dengan
Amnion untuk Penutupan Perforasi Membran Timpani. FKUNAND.2012.
3. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi pertama. Jakarta :
Penerbit Hipokrates; 2002.

30
4. Sherwood L, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed 2. Jakarta : Penerbit
hipokrates; 2002.
5. Sadler T.W. langman Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta EGC; 2013:
375-384
6. Howard ML. Middle Ear Tympanic Membran Perferation di dapatkan dari
url:http//emedicine.medscape.com/article/858684-overview#a4 Diakses pada 2
januari 2016.
7. Tympanoplasty.http://www.surgeryencyclopedia.com/St/Wr/Tympanoplasty.h
tml. Diakses pada 13 Maret 2014.
8. Park SN, Kim HM, Jin KS, et al. Predictiors for outcome of paper patch
miringoplasty in patient with cronic tympany membrans perforation Eur Arc
Otorhinolaryngol; 2015; 272-279-301
9. Dursun E, Dogru S, Gunggor A, et al. Comparison of paper patch, fat and
pericondrium. Myringoplaty in Repair of Small Tympanic Membran Perforation.
Otolaryngology-head and Neck sugery; 2008: 353-356.
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta
Media Aesculapius: 2014: 1015-24
11. Helmi.Otitis Media supuratif kronik. Jakarta FKUI; 2005; 43-50.
12. Adam GL, Bois LR,Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6 Jakarta:
EGC;1997;95-106
13. Ahmad S Antibiotic In Chronic Suppurative Otitis Media; A Bacteriologic
Study Egyption Journal Of Ear, Throat and allied Science; 2013:191-194
14. Parry D. Chronic Suppurative Otitis Media. Di unduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/859501
15. leucenta FE, EI GH. Ilmu THT Essensial. Edisi 5. Jakarta : EGC: 2011; 96-
97,136-642.
16. Abeysunda UB, Rajapakhsa RMMA, Wickramangsihe NSA, at al. Outcome
of tympanic Membran Defect Repair with fat Tetraclorodecaoxide. Ceyclon
Journal Of Otolaryngology. Volume 4; 2015: 01-04
17. Debnath M, Khanna S. A Comporative Study Of Closure Of Tympanic
Membran Perforation Between Chemical Cautirization and Fat Plug
Myringoplasty. Internasional Journal Of Otolaryngology and head & Neck
Surgery, 2013248-252.
18. McCormimick MS, Primrose WJ, MacKenzie IJ. A Newe Short Textbook Of
Otolaryngology. Third Edition; 1992: 33-38

31
19. Jacob,ballenger. Penyakit telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher.
Bhinarupa Aksara. Edisi kedua jakarta 1997.
20. Otolaryngol Clin North Am 1994; 27: 689-715. 2. Juers A. Kantor penutupan
perforasi membran timpani. La-ryngoscope 1958; 58: 1207-15.

32

Anda mungkin juga menyukai