Anda di halaman 1dari 65

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang besar dan memiliki jumlah penduduk yang

cukup besar pula. Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah dan

terletak pada kondisi geografis yang cukup strategis dimana daerah Indonesia

menjadi kawasan lalu lintas perdagangan dunia. Keadaan seperti ini sangat menarik

bagi berbagai perusahaan untuk mendirikan usahanya di Indonesia, baik perusahaan

dalam negeri maupun luar negeri. Keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut tentu

menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia karena dapat meningkatkan pendapatan

negara terutama dari sektor pajak (Nugraha & Meiranto, 2015)

Pajak merupakan sumber pendanaan penting bagi perekonomian Indonesia.

Pemerintah menggunakan dana pajak untuk menjalankan program-programnya

dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan

infrastruktur, aset-aset publik, dan fasilitas umum lainnya. Dari perspektif sosial,

pembayaran pajak digunakan untuk membiayai fasilitas atau aset public (Lanis &

Richardson, 2012) Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

Indonesia. Pajak merupakan kewajiban pembayaran oleh rakyat kepada pemerintah.

Membayar pajak merupakan suatu bentuk pengabdian dan dukungan terhadap

pemerintah dalam menjalankan pemerintahan.


2

Salah satu wajib pajak di Indonesia adalah perusahaan. Pajak yang dibayar

oleh perusahaan didasari dari perolehan laba perusahaan itu sendiri. Hal ini menjadi

sebuah dilema bagi manajemen dan pemilik perusahaan, karena pajak secara

langsung mengurangi pendapatan perusahaan (Dharma & Noviari, 2017). (Lanis &

Richardson, 2012) menyatakan bahwa pajak merupakan faktor yang memotivasi

pengambilan keputusan perusahaan. Semakin besar penghasilan yang diperoleh

berarti semakin besar beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan.

Penghindaran pajak merupakan segala jenis aktivitas dan transaksi yang dapat

berdampak terhadap penurunan kewajiban pajak perusahaan. Penghindaran pajak

didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan perusahaan dan berakibat

pengurangan terhadap pajak perusahaan (Wiguna & Jati, 2017).

Pada dasarnya tax avoidance bukan merupakan suatu hal yang melanggar

hukum namun keberadaan tax avoidance tidak diinginkan karena dengan adanya tax

avoidance dapat mempengaruhi penerimaan pajak negara. Pajak bagi perusahaan

merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih dan sudah jadi rahasia umum

perusahaan selalu menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin, Tax

Avoidance adalah cara untuk menghindari pembayaran pajak secara legal yang

dilakukan oleh Wajib Pajak dengan cara mengurangi jumlah pajak terutangnya tanpa

melanggar peraturan perpajakan atau dengan istilah lainnya mencari kelemahan

peraturan (Novitasari, Nurhayati, & Sukarmanto, 2016).


3

Corporate Social Responsibility (CSR) dapat didefinisikan dengan bagaimana

perusahaan memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dalam lingkup operasinya,

memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugiannya (Pemerintah UK, 2004, hal.

3, dalam (Lanis & Richardson, 2012). Perusahaan yang terbukti melakukan

penghindaran pajak mengakibatkan perusahaan tersebut akan kehilangan

legitimasinya di mata stakeholder. Pajak dan CSR memiliki kemiripan dalam hal

keduanya memberikan kontribusi sosial kepada masyarakat. Jika perusahaan semakin

menyadari pentingnya CSR, maka perusahaan akan semakin menyadari betapa

pentingnya kontribusi perusahaan dalam membayar pajak bagi masyarakat umum

(Wiguna & Jati, 2017).

Definisi Pajak dalam Undang-undang RI No. 16 tahun 2009 tentang

perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan

umum dan tata cara perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat (Mardiasmo 2018).

Di Indonesia banyaknya masalah kemiskinan, kesehatan, pendidikan,

lingkungan dan transportasi serta prasarana umum lainnya, membutuhkan

penanganan segera dari Pemerintah. Untuk menganggulangi masalah kemasyarakatan

ini, penerimaan pajak sangat diharapkan sebagai sumber pembiayaan. Dengan

demikian, seluruh warga negara memiliki peran penting dalam tugasnya membayar
4

pajak, dalam menyelesaikan masalah sosial kemasyarakan serta lingkungan. Maka

perilaku penggelapan pajak dan penghindaran pajak mestinya tidak menjadi karakter

dari warga Negara. Perusahaan juga merupakan warga negara yang memiliki

tanggung jawab dalam membayar pajak dengan benar. Salah satu sebab masih

rendahnya angka tax ratio Indonesia mungkin disebabkan salah satunya oleh perilaku

perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak atau perencanaan pajak yang

agresif (Sari & Adiwibowo, 2017).

Karakteristik sebuah perusahaan juga merupakan salah satu faktor yang dapat

memengaruhi perusahaan dalam melakukan praktik penghindaran pajak. Salah satu

karakteristik perusahaan yaitu capital intensity ratio atau rasio intensitas modal.

Rasio intensitas modal adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan asetnya

pada aset tetap. Aset tetap yang dimiliki perusahaan memungkinkan perusahaan

memotong pajak akibat dari penyusutan aset tetap perusahaan setiap tahunnya.

Hampir seluruh aset tetap akan mengalami penyusutan yang akan menjadi biaya

penyusutan dalam laporan keuangan perusahaan. Sementara biaya penyusutan ini

adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak

perusahaan. Artinya semakin besar biaya penyusutan akan semakin kecil tingkat

pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal tersebut berdampak pada perusahaan

dengan tingkat rasio intensitas modal yang besar menunjukan tingkat pajak efektif

yang rendah, dengan tingkat pajak efektif yang rendah mengindikasikan perusahaan

melakukan praktik penghindaran pajak (Wiguna & Jati, 2017).


5

Ada banyak factor-faktor dalam penelitian terdahulu yang dapat

mempengaruhi Tax Avoidance pada suatu perusahaan. Dalam penelitian ini penulis

memakai tiga variabel untuk meneliti factor-faktor yang mempengaruhi Tax

Avoidance yaitu Corporate Sosial Responsibility, Capital Intensity dan Leverage.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Muzakki & Darsono, 2015),

(Sari & Adiwibowo, 2017) dan (Khairunisa, Hapsari, & Aminah, 2017) yang

menyatakan Corporate social responsibility berpengaruh terhadap penghindaran

pajak perusahaan, Corporate social responsibility perusahan dibagi menjadi dua

yaitu, Corporate social responsibility aspek ekonomi dan Corporate social

responsibility aspek social. Hasil ini mejelaskan bahwa semakin tinggi perusahaan

melakukan aktivitas Corporate social responsibility, maka akan semakin tinggi sikap

tanggung jawab yang dimiliki perusahaan dicerminkan dalam sikap patuhnya dalam

membayar jumlah beban pajak yang telah ditetapkan atau dapat disimpulkan

perusahaan semakin tidak melakukan tax avoidance.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Nugraha & Meiranto, 2015) dan

(Muzakki & Darsono, 2015) yang menyatakan capital intensity berpengaruh terhadap

penghindaran pajak perusahaan karna semakin besar asset tetap perusahaan yang

dimiliki, maka semakin besar kapasitas produksinya. Hal ini akan mengakibatkan

meningkatnya penjualan karena produksi yang lebih banyak. Meningkatnya penjualan

berarti meningkatnya penghasilan yang akan berimplikasi pada meningkatnya beban

pajak yang harus dibayar perusahaan. Namun berbeda dengan penelitian yang
6

dilakukan oleh (Wiguna & Jati, 2017) menyatan capital intensity tidak berpengaruh

terhadap penghindaran pajak.

Capital intensity yang diproksikan dengan jumlah aset tetap tidak mempengaruhi

tindakan penghindaran pajak perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset tetap yang

besar bukan digunakan perusahaan sebagai pengurang pajak karena biaya penyusutan

yang melekat pada aset tetap, melainkan untuk menunjang kegiatan operasional

perusahaan.

Selanjutnya yang terakhir yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Nugraha &

Meiranto, 2015) dan (Nursari, Diamonalisa, & Sukarmanto, 2016) yang menyatakan

Leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan. Penggunaan utang

yang berasal dari sumber dana eksternal berakibat pada munculnya beban bunga oleh

perusahaan. Beban bunga yang muncul digunakan perusahaan sebagai insentif pajak

yang akan mengurangi laba kena pajak perusahaan. Semakin tinggi penggunaan utang

dari pihak eksternal perusahaan maka semakin besar beban bunga yang harus

dibayarkan oleh perusahaan sehingga mengindikasikan perusahaan melakukan

tindakan penghindaran pajak (tax avoidance). Namun berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Faizah & Adhivinna, 2017) menyatakan leverage tidak berpengaruh

terhadap penghindaran pajak perusahaan.


7

Peneliti mereplikasi penelitian ini karena adanya inkonsistensi hasil penelitian

terdahulu. Penelitain ini dimaksudkan untuk melanjutkan kembali penelitian yang

dilakukan oleh (Dharma & Noviari, 2017) mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi penghindaran pajak perusahaan. Banyak penelitian memberikan

kesimpulan yang berbeda, (Muzakki & Darsono, 2015) dan (Nugraha & Meiranto,

2015) menjelaskan bahwa capital intensity berpengaruh negative secara signifikan

terhadap penghindaran pajak, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Wiguna & Jati, 2017) yang menjelaskan bahwa capital intensity tidak

berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Inkonsistensi hasil dari penelitian mengenai variable Leverage yang dilakukan

oleh (Nursari et al., 2016) dan (Nugraha & Meiranto, 2015) menunjukan hasil bahwa

leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak, hasil penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Faizah & Adhivinna, 2017) bahwa variabel

leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Selain itu alasan peneliti melakukan replikasi penelitian ini karena terdapat

fenomena terkait variabel Corporate Social Responsibility (CSR) digunakan sebagai

variabel yang mempengaruhi Penghindaran Pajak. Corporate Social Responsibility

(CSR) merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengaku prihatin dengan kelakuan

perusahaan-perusahaan pertambangan di sektor mineral batubara (Minerba) dan

minyak-gas (Migas). Sebab selama ini perusahaan-perusahaan itu tidak patuh

melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak kepada Ditjen Pajak.


8

"Itu tingkat kepatuhannya sangat memprihatinkan," ujar Dirjen Pajak Ken

Dwijugiasteadi di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (27/10/2016). Ia

menuturkan, berdasarkan data 2011 lalu, dari 3.037 wajib pajak sektor pertambangan

mineral batubara dan migas, ada 2.900 wajib pajak yang tidak lapor SPT. Sementara

pada 2015, wajib pajak sektor pertambangan mineral batubara dan migas yang

melapor SPT hanya 2.500. Sedangkan 3.600 wajib pajak lainnya tidak lapor SPT.

"Anda bayangkan saja perusahaan skala minerba dan migas masih banyak yang

tingkat kepatuhanya belum memuaskan," kata Ken. Pemerintah ucap ia, telah

mengumpulkan perusahaan-perusahaan minerba dan migas itu. Berbagai data pun

sudah disampaikan agar perusahaan-perusahaan tersebut patuh melaporkan SPT-nya

kepada negara. Fenomena di atas menunjukan masih kurangnya tanggung jawab

sosial perusahaan dalam pembayaran pajak (Yoga, 2016b).

Perbedaan yang pertama penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ada

penambahan variabel. Pada penelitian sebelumnya variabel Corporate social

responsibility (CSR) dan Capital Intensity. Sedangkan penelitian yang akan

dilakukan yaitu dengan menambah variabel baru yaitu Leverage. Alasan

menambahkan variabel ini karena sesuai dengan saran penelitian terdahulu untuk

menambahkan variabel lain yang dapat mempengaruhi Penghindaran Pajak

Perusahaan. Dan alasan lainnya menambahkan leverage karena leverage merupakan

Penggunaan utang yang berasal dari sumber dana eksternal berakibat pada munculnya

beban bunga oleh perusahaan. Beban bunga yang muncul digunakan perusahaan

sebagai insentif pajak yang akan mengurangi laba kena pajak perusahaan.
9

Semakin tinggi penggunaan utang dari pihak eksternal perusahaan maka semakin

besar beban bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan sehingga mengindikasikan

perusahaan melakukan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance).

Perbedaan yang kedua yaitu terletak pada tahun pengambilan sampel. Pada

penelitian sebelumnya menggunakan tahun 2012-2015, sedangkan penelitian yang

akan dilakukan menggunakan tahun 2013-2017. Alasannya karena periode waktu

pengamatan yang lebih panjang akan lebih dapat menggambarkan kondisi

sesungguhnya terjadi.

Perbedaaan yang ketiga pada objek perusahaan yang akan diteliti. Penelitian

sebelumnya meggunakan objek perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan objek perusahaan

pertambangan yang terdaftar di BEI.

Dan perbedaan yang keempat yaitu alat statistik. Pada penelitian sebelumnya

tidak disebutkan menggunakan alat statistik apa, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan menggunakan SPSS. Peneliti memilih menggunakan SPSS karena

menyediakan beragam jenis grafik statistik yang bisa mengakomodirdata numerik dan

analisis melalui grafik tertentu.

Alasan memilih perusahaan sektor pertambangan dikarenakan kegiatan

pertambangan di Indonesia telah berkembang pesat dan perusahaan pertambangan

memiliki keunggulan yang kompetitif dipasar global, sebab Indonesia masuk kedalam

jajaran produsen terbesar dunia untuk beberapa komoditas tambang. Selain itu banyak

fenomena-fenomena yang terjadi pada perusahaan tambang akhir-akhir ini. Direktur


10

Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan,

kepatuhan dari para Wajib Pajak Badan di sektor pertambangan masih jauh dari

menggembirakan. Salah satunya yaitu : "Kepatuhan perusahaan tambang, masih

banyak yang belum memuaskan," ungkap Ken dalam konferensi pers di kantor

Kemenkeu Jakarta, Rabu 27 Oktober 2016. Berdasarkan data Direktorat Jendral

Pajak, sampai saat ini masih ada WP Badan sektor pertambangan mineral dan

batubara yang masih memiliki Pajak Penghasilan (PPh) terutang di atas Rp500 juta

mencapai tiga WP Badan. "Untuk yang Rp100-Rp500 juta, itu ada sembilan WP

Badan, dan di bawah Rp100 juta itu masih ada 2.565 WP Badan," ungkapnya.

Sedangkan dari total jumlah WP pertambangan mineral dan batu bara, baru 987 WP

yang mengikuti program kebijakan pengampunan pajak, dengan total nilai tebusan

mencapai Rp221,7 miliar.Sedangkan dari total jumlah WP pertambangan minyak dan

gas bumi, dari total 1.114 WP pertambangan minyak dan gas bumi, baru 68 WP yang

mengikuti program tax amnesty, dengan total nilai tebusan mencapai Rp40 miliar.

(Yoga, 2016a).

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Corporate Social

Responsibility, Capital Intensity dan Leverage Terhadap Penghindaran Pajak

Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2013-2017”.


11

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah Corporate Sosial Responsibility (CSR), Capital Intensity dan Leverage

berpengaruh secara simultan terhadap penghindaran pajak perusahaan

pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-

2017?

2. Apakah Corporate Sosial Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap penghindran

pajak perusahaan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa

Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2017 ?

3. Apakah Capital Intensity berpengaruh terhadap penghindran pajak perusahaan

pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia

(BEI) tahun 2013-2017 ?

4. Apakah Leverage berpengaruh terhadap penghindran pajak perusahaan pada

perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2013-2017 ?

5. Berapa besar pengaruh Corporate Sosial Responsibility (CSR), Capital Intensity

dan Leverage berpengaruh secara simultan terhadap penghindaran pajak

perusahaan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2013-2017?


12

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai

berikut :

1. Untuk membuktikan pengaruh Corporate Sosial Responsibility (CSR), Capital

Intensity dan Leverage secara simultan terhadap penghindaran pajak perusahaan

pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia

(BEI) tahun 2013-2017.

2. Untuk membuktikan pengaruh Corporate Sosial Responsibility (CSR) terhadap

penghindaran pajak perusahaan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar

(listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2017.

3. Untuk membuktikan pengaruh Capital Intensity terhadap penghindaran pajak

perusahaan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2013-2017.

4. Untuk membuktikan pengaruh Leverage terhadap penghindaran pajak perusahaan

pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia

(BEI) tahun 2013-2017.

5. Mengetahui berapa besar pengaruh Corporate Sosial Responsibility (CSR),

Capital Intensity dan Leverage secara simultan terhadap penghindaran pajak

perusahaann pada perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2013-2017.


13

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai

pihak, antara lain :

1. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan tentang

ilmu akuntansi dan sebagai bahan untuk menambah wawasan serta pemahaman

peneliti mengenai tax avoidance (penghindaran pajak) perusahaan.

2. Bagi Perusahaan

Di harapkan penelitian ini dapat membantu manajemen perusahaan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tax avoidance, sehingga dapat

mengambil keputusan untuk setiap tindakan tax avoidance yang akan dilakukan

sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3. Bagi Direktorat Jenderal Pajak

Penelitian ini diharapkan dapat membantu fiskus meningkatkan monitoring dan

pengawasan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan perusahaan.


14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Legitimasi

Teori legitimasi merupakan salah satu teori yang banyak disebutkan dalam

akuntansi sosial dan lingkungan. Teori Legitimasi merupakan sistem pengelolaan

perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah,

individu dan kelompok masyarakat. Hal ini mengindikasi adanya kontrak sosial

antara perusahaan terhadap masyarakat dan adanya pengungkapan sosial lingkungan.

Perusahaan menjalankan kontrak sosial harus menyesuaikan dengan nilai dan norma

yang berlaku agar berjalan dengan selaras (Nugraha & Meiranto, 2015).

Perusahaan semakin menyadari hubungan perusahaan dengan lingkungan

sosial tempat perusahaan beroperasi dapat mempengaruhi kelangsungan hidup

perusahaan. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa

perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan

berdasarkan nilai-nilai justice dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai

kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Teori legitimasi

menyatakan bahwa organisasi harus secara terus menerus mencoba untuk

meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-

norma masyarakat. Teori legitimasi juga menjelaskan bahwa nilai-nilai sosial dan

reaksi terhadap batasan dan norma mendorong pentingnya perilaku organisasi dengan

memperhatikan lingkungan (Nugraha & Meiranto, 2015).


15

Organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang ada

pada kegiatan organisasi dengan norma- norma yang ada pada lingkungan sosial

dimana organisasi tersebut merupakan bagian dalam lingkungan sosial tersebut.

Dasar teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan

masyarakat dimana perusahaan beroperasi. Ketika terdapat ketidakselarasan antara

kedua sistem tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan.

Sebuah perusahaan selalu mengupayakan sejenis legitimasi dari masyarakat dengan

cara melakukan aktivitas tanggung jawab sosial atau yang sering disebut sebagai

Corporate Social Responsibility (CSR). Salah satu bentuk tanggung jawab sosial

perusahaan adalah melalui pemerintah. Perusahaan bisa bertanggungjawab sosial

kepada masyarakat melalui pemerintah dengan cara membayar beban pajak sesuai

dengan ketentuan, dan juga tidak melakukan penghindaran pajak. Karena dana pajak

akan digunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas Negara di berbagai sektor

kehidupan untuk mencapai kesejahteraan umum (Muzakki & Darsono, 2015).

Teori legitimasi telah digunakan dalam kajian akuntansi untuk

mengembangkan teori pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Legitimasi merupakan hal yang sangat diinginkan oleh perusahaan. (Jessica & Toly,

2014) menjelaskan bahwa perbedaan antara organisasi dan nilai-nilai sosial dapat

mengancam legitimasi yang menyebabkan berakhirnya eksistensi perusahaan.

Legitimasi penting untuk menjamin arus modal masuk, tenaga kerja, dan kebutuhan

pelanggan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Dengan demikian, legitimasi


16

memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup perusahaan (going

concern) (Jessica & Toly, 2014).

2.1.2 Teori Stakeholder

Stakeholder theory (teori pemangku kepentingan) relevan untuk menjelaskan

tindakan agresivitas pajak dan CSR. (Hidayat, Ompusunggu, & Suratno, 2016) dalam

stakeholder theory mengatakan bahwa kinerja sebuah organisasi dipengaruhi oleh

semua stakeholder organisasi, oleh karena itu merupakan tanggung jawab manajerial

untuk memberikan benefit kepada semua stakeholder yang berpengaruh terhadap

kinerja organisasi. Pemerintah sebagai regulator, merupakan salah satu stakeholder

perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan kepentingan

pemerintah. Salah satunya adalah dengan cara mengikuti semua peraturan yang

dibuat oleh pemerintah, ketaatan membayar pajak, dan tidak melakukan penghindaran

pajak.

Teori stakeholder memprediksi manajemen memperhatikan ekspektasi dari

stakeholder-stakeholder yang berkuasa, yaitu yang memiliki kuasa mengendalikan

sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan (Jessica & Toly, 2014). Teori

stakeholder menyatakan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang

mengharuskan mereka untuk mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang

terkena dampak tindakan mereka. Agar perusahaan mampu berkembang dan bertahan

lama di dalam masyarakat maka perusahaan membutuhkan dukungan dari para

stakeholder-nya. Untuk membuat keputusan dibutuhkan informasi, salah satunya


17

adalah informasi yang berhubungan dengan aktivitas tanggung jawab sosial

(Corporate Social Responsibility) perusahaan (Jessica & Toly, 2014).

Manajemen sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan pemegang saham,

tetapi juga semua pihak yang dipengaruhi oleh keputusan bisnis. Menurut teori

stakeholder, meningkatkan CSR membuat perusahaan lebih menarik bagi konsumen.

Oleh karena itu CSR harus dilakukan oleh semua perusahaan (Nugraha & Meiranto,

2015).

Berdasarkan asumsi teori stakeholder, perusahaan bertanggung jawab tidak

hanya kepada shareholder atau pemilik perusahaan melainkan kepada pihak

stakeholder atau pihak diluar perusahaan yang menunjang kelangsungan operasional

perusahaan. Pihak luar yang berperan dalam kelangsungan operasional perusahaan

antara lain pemerintah dan lingkungan sosial. Pemerintah memberikan perlindungan

kepada perusahaan untuk melakukan kegiatan operasional usahanya dan perusahaan

wajib melakukan imbal balik kepada pemerintah dengan cara pembayaran pajak

sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Hubungan perusahaan dengan

lingkungan sekitar juga harus terjalin dengan baik agar perusahaan dapat

menjalankan kegiatan operasionalnya tanpa terhalangan oleh nilai, norma ataupun

masalah dengan lingkungan sosial disekitarnya. Usaha perusahaan untuk menjalin

hubungan dengan masyarakat dapat dilakukan dengan kegiatan CSR, baik berupa

bantuan fisik maupun materi yang kiranya dapat digunakan masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraan lingkungan dan pembangunan lingkungan di sekitar

tempat perusahaan beroperasi.


18

Perusahaan yang melakukan kegiatan CSR sebagai bentuk tanggung jawabnya

kepada masyarakat dan lingkungan sosial dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut

peduli terhadap keadaan sekitar dan bertanggung jawab pada masyarakat dan

lingkungan sekitarnya sebagai bentuk tanggung jawab kepada stakeholder. Apabila

perusahaan semakin banyak melakukan kegiatan CSR dan mengungkapkannya secara

publik maka perusahaan tersebut dapat disebut sebagai perusahaan yang peduli pada

lingkungan, maka seharusnya perusahaan juga bertanggungjawab pada stakeholder

lainnya, pemerintah, dengan membayar pajak sesuai ketentuan perpajakan tanpa

melakukan tindakan agresivitas pajak sehingga dana yang terkumpul dari pajak dapat

disalurkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional

dengan maksimal (Nugraha & Meiranto, 2015).

2.1.3 Teori Agensi

Teori agency menurut (Novitasari et al., 2016) adalah hubungan keagenan

sebagai kontrak antara satu atau beberapa orang (pemberi kerja atau principal) yang

memperkerjakan orang lain (agen) untuk melakukan sejumlah jasa dan memberikan

wewenang dalam pengambilan keputusan. Teori agency menyatakan adanya asimetri

informasi antara manajer (agen) dan pemegang saham (principal) karena manajer

lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan

datang dibandingkan dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya

Teori agensi menjelaskan mengenai adanya hubungan antara pihak pemberi

kewenangan (principal) dengan pihak yang diberi kewenangan (agen). dalam teori
19

agensi atau keagenan terdapat kontrak atau kesepakatan antara pemilik sumber daya

dengan manajer untuk mengelola perusahaan dan mencapai tujuan utama perusahaan

yaitu memaksimalkan laba yang akan diperoleh, sehingga kadang kala manajer

melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut baik cara yang baik ataupun

cara yang merugikan banyak pihak (Nugraha & Meiranto, 2015).

Teori agensi muncul ketika ada sebuah perjanjian hubungan kerja antara

principle yang memiliki wewenang dengan agent atau pihak yang diberi kewenangan

untuk menjalankan perusahaan. Manajer (agen) memiliki kewajiban untuk

memberikan informasi mengenai perusahaan kepada pemilik perusahaan (principle)

karena manajer dianggap lebih memahami dan mengetahui keadaan perusahaan yang

sebenarnya. Namun terkadang manajer tidak melaporkan keadaan perusahaan seperti

apa yang sebenarnya. Hal ini bisa saja dilakukan untuk menguntungkan manajer dan

menutupi kelemahan kinerja manajer. Tindakan manajer yang seperti ini biasanya

dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan

manajer sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah keagenan seperti

pengeluaran yang berlebihan, keputusan investasi sub optimal dan asimetris

informasi. Asimetris informasi terjadi ketika manajer memiliki lebih banyak

informasi dibandingkan informasi yang dimiliki oleh pemilik perusahaan.

Perbedaan kepentingan antara principle dan agent dapat mempengaruhi

berbagai hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, salah satunya dalah kebijkan

perusahaan mengenai pajak perusahaan. Sistem perpajakkan di Indonesia yang

menggunakan self assessment system memberikan wewenang kepada perusahaan


20

untuk menghitung dan melaporkan pajaknya sendiri. Penggunaan sistem ini dapat

memberikan kesempatan bagi agent untuk memanipulasi pendapatan kena pajak

menjadi lebih rendah sehingga beban pajak yang ditanggung perusahaan semakin

kecil. Hal ini dilakukan pihak agent karena adanya asimetris informasi dengan pihak

principle sehingga agent dapat mengambil keuntungan tersendiri diluar kesepakatan

kerjasama dengan principle karena adanya manajemen pajak yang dilakukan agent

(Nugraha & Meiranto, 2015).

Teori agensi menurut (Nursari et al., 2016) mengatakan teori agensi

mengasumsikan bahwa prinsipal dan agen bertindak untuk kepentingan mereka

masing-masing. Pada penelitian ini, konflik tersebut terjadi terhadap kepentingan laba

perusahaan antara pemungut pajak (fiskus) dengan pembayaran pajak (manajemen

perusahaan). Fiskus berharap adanya pemasukan sebesar-besarnya dari pemungutan

pajak, sementara dari pihak manajemen berpandangan bahwa perusahaan harus

menghasilkan laba yang cukup signifikan dengan beban pajak yang rendah. Dua

sudut pandang berbeda inilah menyebabkan konflik antar fiskus sebagai pemungut

pajak dengan pihak manajemen perusahaan sebagai pembayar pajak (Nursari et al.,

2016).

2.1.4 Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme suatu organisasi

untuk mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasi

dan aktivitasnya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab di bidang


21

hukum. (Nugraha & Meiranto, 2015) menyatakan bahwa konsep CSR dikenal sejak

awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik

yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,

penghargaan masyarakat, lingkungan serta komitmen dunia usaha untuk

berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan.

CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan

kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan

para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan

kemitraan. CSR dapat dikatakan sebagai hubungan timbal balik dari aktifitaas operasi

perusahaan terhadap masyarakat agar mendapatkan respon yang baik dari

masyarakat. CSR merupakan kontribusi perusahaan bagi masyarakat dalam usaha

peningkatan kualitas kehidupan (Nugraha & Meiranto, 2015). (Lanis & Richardson,

2012) menyatakan bahwa CSR merupakan kunci dalam keberhasilan dan

kelangsungan hidup perusahaan.

Ada banyak penafsiran mengenai definisi CSR. Secara umum, CSR dapat

diartikan sebagai bagai mana perusahaan tidak hanya bertanggungjawab dengan

Shareholder namun juga bertanggungjawab kepada Stakeholder dalam menciptakan

nilai jangka panjang. Menurut (Sari & Adiwibowo, 2017) CSR merupakan suatu

komitmen berkelanjutan oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi kepada

pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas dan

bertindak etis, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerja serta keluarganya.

Kemudian menurut (Dharma & Noviari, 2017) CSR adalah bagaimana perusahaan
22

mengelola proses bisnis untuk menghasilkan dampak positif secara keseluruhan pada

masyarakat. Sedangkan menurut (Khairunisa et al., 2017) CSR merupakan bentuk

komitmen terhadap aktivitas bisnis untuk bertindak secara etis, berkontribusi dalam

pembangunan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup pekerja dan masyarakat.

2.1.5 CSR Disclosure

Pentingnya CSR Disclosure atau pengungkapan CSR membuat banyak

peneliti untuk lebih dalam mempelajari keadaaan ini. Pengungkapan CSR merupakan

proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan ekonomi

perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada

masyarakat secara keseluruhan. Terdapat ketentuan dalam Pasal 66 ayat 2c UU No.

40 tahun 2007, yang menyatakan bahwa semua perseroan wajib untuk melaporkan

pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan. Dalam

pandangan bisnis bahwa pembayaran CSR dan pajak adalah cost of doing business

yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat

melalui penyediaan barang dan jasa untuk masyarakat (public goods and services),

maka perusahaan akan merencanakan CSR dan pajak seefisien mungkin dan

dimungkinkan untuk memilih salah satu dari keduanya. (Hidayat et al., 2016)

menyatakan bahwa pengungkapan CSR yang rendah dianggap sebagai perusahaan

yang tidak bertanggung jawab secara sosial. Perusahaan yang mengungkap CSR

rendah mampu melakukan strategi pajak yang lebih agresif dibanding perusahaan

dengan tingkat CSR yang tinggi. Sementara itu, perusahaan yang melakukan
23

pengungkapan CSR yang tinggi teridentifikasi melakukan kepatuhan pajak yang

tinggi atau tingkat penghindaran pajaknya relatih lebih rendah.

Pengungkapan CSR sebagai sarana untuk teori legitimasi mendukung klaim

bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya, sebuah perusahaan (melalui

manajemen) menyediakan informasi CSR sebagai bagian dari dialog dengan

masyarakat. Teori legitimasi menunjukkan bahwa ketika ada perbedaan antara aksi

perusahaan dan harapan masyarakat, manajemen mempekerjakan media

pengungkapan seperti laporan tahunan untuk membantu meringankan kekhawatiran

masyarakat. Masuknya informasi CSR dalam laporan ini dimaksudkan untuk

mengurangi perhatian publik dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memenuhi

harapan masyarakat. Perusahaan biasanya berusaha untuk melegitimasi dan

mempertahankan hubungan dalam lingkungan sosial dan politik yang lebih luas di

tempat mereka beroperasi dan tanpa legitimasi mereka tidak akan bertahan. Sejumlah

studi akuntansi telah berusaha menguji secara empiris hubungan antara

pengungkapan CSR dan perhatian publik yang timbul dari perilaku perusahaan yang

tidak konsisten dengan harapan masyarakat. (Pradnyadari & Rohman, 2015)

mengamati bahwa tingkat yang lebih tinggi dari perhatian media (sebagai indikator

yang menjadi perhatian publik) yang signifikan adalah terkait dengan pengungkapan

lingkungan dalam laporan tahunan.


24

2.1.6 Capital Intensity

Capital Intensity menggambarkan seberapa besar perusahaan

menginvestasikan asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Capital Intensity

atau intensitas modal mencerminkan seberapa besar modal yang dibutuhkan untuk

menghasilkan pendapatan. Kepemilikan aset tetap dapat mengurangi pembayaran

pajak yang dibayarkan perusahaan karena adanya biaya depresiasi yang melekat pada

aset tetap. Biaya depresiasi dapat dimanfaatkan oleh manajer untuk meminimumkan

pajak yang dibayar perusahaan. Manajemen akan melakukan investasi aset tetap

dengan cara menggunakan dana menganggur perusahaan untuk mendapatkan

keuntungan berupa biaya depresiasi yang berguna sebagai pengurang pajak . Kinerja

perusahaan akan meningkat karena adanya pengurangan beban pajak dan kompensasi

kinerja manajer yang diinginkan akan tercapai. Aset tetap perusahaan memungkinkan

perusahaan untuk mengurangi pajaknya akibat dari penyusutan yang muncul dari aset

tetap setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat aset

tetap yang tinggi memiliki beban pajak yang lebih rendah dibandingkan perusahaan

yang mempunyai aset tetap yang rendah. Perusahaan yang lebih menekankan pada

investasi berupa aset tetap akan memiliki tarif pajak efektif yang rendah (Dharma &

Noviari, 2017).

Seperti yang disebutkan oleh (Muzakki & Darsono, 2015) bahwa menurut

teori agensi setiap individu akan bertindak untuk kepentingan diri mereka sendiri.

Dalam teori agensi dijelaskan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik saham

(principal) dan manajemen (agen). Kepentingan manajemen adalah untuk


25

mendapatkan kompensasi yang diinginkan dengan cara meningkatkan kinerja

perusahaan. Dalam hal ini manajemen dapat memanfaatkan penyusutan aset tetap

untuk menekan beban pajak perusahaan. Manajer akan menginvestasikan dana

menganggur perusahaan ke dalam bentuk aset tetap, dengan tujuan memanfaatkan

penyusutannya sebagai pengurang beban pajak. Sehingga kinerja perusahaan akan

meningkat karena adanya pengurangan beban pajak, dan kompensasi kinerja manajer

yang diinginkan akan tercapai (Muzakki & Darsono, 2015).

Karakteristik sebuah perusahaan juga merupakan salah satu faktor yang dapat

memengaruhi perusahaan dalam melakukan praktik penghindaran pajak. Salah satu

karakteristik perusahaan yaitu capital intensity ratio atau rasio intensitas modal

(Wiguna & Jati, 2017). Aset tetap yang dimiliki perusahaan memungkinkan

perusahaan memotong pajak akibat dari penyusutan aset tetap perusahaan setiap

tahunnya. Hampir seluruh aset tetap akan mengalami penyusutan yang akan menjadi

biaya penyusutan dalam laporan keuangan perusahaan. Sementara biaya penyusutan

ini adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak

perusahaan. Artinya semakin besar biaya penyusutan akan semakin kecil tingkat

pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal tersebut berdampak pada perusahaan

dengan tingkat rasio intensitas modal yang besar menunjukan tingkat pajak efektif

yang rendah, dengan tingkat pajak efektif yang rendah mengindikasikan perusahaan

melakukan praktik penghindaran pajak (Wiguna & Jati, 2017).


26

2.1.7 Leverage

Leverage merupakan bagian dari rasio keuangan yang menggambarkan

hubungan antara utang terhadap modal maupun aset perusahaan. Leverage

menunjukkan seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan

kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Menurut (Faizah &

Adhivinna, 2017), leverage adalah penggunaan dana dari pihak eksternal berupa

hutang untuk membiayai investasi atau aset perusahaan. Penambahan hutang akan

mengakibatkan munculnya beban bunga yang harus dibayarkan perusahaan. Beban

bunga akan mengurangi laba sebelum pajak perusahaan, sehingga mengurangi pajak

yang harus dibayarkan oleh perusahaan (Faizah & Adhivinna, 2017).

Leverage difinisikan sebagai penggunaan aset atau dana yang penggunaannya

memiliki kewajiban untuk membayar biaya tetap. Leverage timbul apabila

perusahaan membiayai aset dengan dana pinjaman yang memiliki beban bunga.

Tingkat leverage dapat menggambarkan resiko keuangan perusahaan. leverage

merupakan jumlah utang yang dimiliki perusahaan untuk pembiayaan dan dapat

mengukur besarnya aktiva yang dibiayai utang. Perusahaan dengan leverage yang

tinggi mengindikasi perusahaan tersebut bergantung pada pinjaman luar atau utang,

sedangkan perusahaan dengan leverage rendah dapat membiayai asetnya dengan

modal sendiri. Besar kecilnya leverage pada perusahaan dapat mempengaruhi besar

kecilnya pajak yang dibayarkan perusahaan. Hal ini dikarenakan biaya bunga dari

utang dapat dikurangkan dalam menghitung pajak sehingga beban pajak menjadi

lebih kecil. Biaya bunga dapat mengurangi besarnya beban pajak, sehingga semakin
27

tinggi tingkat leverage akan menyebabkan Effective Tax Rate (ETR) menjadi lebih

kecil (Nugraha & Meiranto, 2015).

Leverage merupakan penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan,

baik itu sumber jangka panjang maupun jangka pendek. Leverage biasanya digunakan

untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana

yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik

perusahaan (Nursari et al., 2016).

2.1.8 Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayar pajak

penghasilan dalam jumlah rendah (menurut GAAP beban pajak akan ditemukan di

laporan laba rugi suatu perusahaan) relatif terhadap pendapatan sebelum pajak

perusahaan. Penghindaran pajak tidak selalu berarti bahwa perusahaan terlibat dalam

sesuatu yang tidak benar. Ada banyak ketentuan dalam pajak yang memungkinkan

mendorong perusahaan untuk mengurangi pajaknya. Selain itu, dalam prakteknya ada

banyak daerah di mana hukum tidak jelas, terutama untuk transaksi yang kompleks,

dan perusahaan dapat mengambil keuntungannya di mana hasil pajak akhir tidak pasti

(Sari & Adiwibowo, 2017).

Secara umum tindakan penghindaran pajak dianggap sebagai tindakan yang

legal karena banyak memanfaatkan loopholes yang ada dalam peraturan perpajakan

yang berlaku (lawfull). Dengan melakukan penghindaran pajak maka perusahaan

dapat meningkatkan profitabilitas dan arus kas. Namun hal tersebut menjadi dilema
28

etika ketika sebuah perusahaan melakukan penghindaran pajak. Jika suatu perusahaan

melakukan penghindaran pajak yang akan meningkatkan profitabilitas, akan tetapi

pengurangan pajak tersebut dapat memengaruhi dukungan kepada pemerintah dalam

pembangunan maupun program-program sosial lain, maka perusahaan dapat

dikategorikan tidak bertanggung jawab secara social.

Pengindaran pajak dalam penelitian ini diproksikan menggunakan rasio

effective tax rates (ETR). ETR menggambarkan presentase total beban pajak

penghasilan yang dibayarkan perusahaan dari seluruh total pendapatan sebelum pajak

yang diperoleh perusahaan (Dharma & Noviari, 2017). ETR digunakan sebagai

proksi penghindaran pajak karena beberapa alas an, diantaranya adalah ETR menjadi

proksi yang sering digunakan untuk mengukur penghindaran pajak dalam penelitian-

penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh (Sari & Adiwibowo,

2017), (Wiguna & Jati, 2017), (Pradnyadari & Rohman, 2015), (Nugraha &

Meiranto, 2015) dan (Muzakki & Darsono, 2015). Rendahnya ETR juga menjadi

indikator pertanda dari aktivitas penghindaran pajak oleh perusahaan.

Penghindaran pajak dilakukan dengan berbagai skema transaksi keuangan,

baik yang legal maupun illegal berdampak mempengaruhi penurunan penerimaan

negara yang digunakan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan

sistem pemungutan pajak di Indonesia berdasarkan self assessment (wajib pajak

menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang) dengan tulang

punggung kepatuhan sukarela (voluntary compliance), maka seharusnya wajib pajak

menjalankan kewajiban membayar pajak dengan benar. Namun demikian, dari sudut
29

pandang logika bisnis, mereka menganggap bahwa pajak adalah biaya pelaksanaan

usaha (cost of doing business). Model pemikiran ini akan menyebabkan perusahaan

perusahaan berusaha mengeluarkan beban pajak seefisien mungkin, perusahaan akan

melakukan perencanaan pajak (tax planning) yang bertujuan untuk meminimalkan

pajak terutang untuk memaksimalkan laba sebelum pajak yang optimal. Strategi

manajerial untuk meminimalkan pajak melalui tindakan agresivitas pajak menjadi

fitur yang umum dari lanskap perusahaan di seluruh dunia.

Perusahaan selama ini beranggapan memiliki dua beban yang sama untuk

kepentingan kesejahteraan masyarakat yaitu beban pajak dan beban Corporate Social

Responcibility (CSR). Agar perusahaan tidak memiliki dua beban maka perusahaan

mulai mencari cara untuk meminimalkan pajak perusahaan melalui kegiatan

agresivitas pajak. Perusahaan lebih mempertimbangkan pengeluaran dana untuk CSR

yang dapat mengurangi laba kena pajak. Seharusnya perusahaan tidak melakukan

strategic tax behaviour (perilaku penghindaran pajak) yang merusak hubungan

konstitutif antara negara dan perusahaan (Hidayat et al., 2016).

2.1.9 Peraturan Perpajakan di Indonesia

Perusahaan sebagai salah satu wajib pajak memiliki kewajiban untuk

membayar pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan, yakni dihitung dari besarnya

laba bersih sebelum pajak dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Berdasarkan UU

No.16 Tahun 2009 tentang perubahan ke-empat atas Undang0undang No.6 Tahun

1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Ayat 1
30

berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Prof.Dr.Mardiasmo, MBA., 2018)

Kewajiban wajib pajak badan dalam perpajakan antara lain :

1. Kewajiban untuk memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan apabila

wajib pajak badan melakukan kegiatan penyerahan barang kena pajak dan

atau jasa kena pajak dan ekspor barang kena pajak yang terutang, maka wajib

pajak badan tersebut dapat dikukugkan sebagai pengusahan kena pajak (PKP).

Pasal 2 ayat 4 UU No. 28 tahun 2007 menyatakan bahwa Direktorat Jenderal

Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila

wajib pajak atau PKP tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 atau 2.

2. Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan sebagaimana yang terdapat

pada pasal 28 ayat 1 UU No. 28 tahun 2007, yaitu wajib pajak orang pribadi

yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan

Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.

3. Kewajiban melakukan pemotongan dan pemungutan, diantaranya :

a. Kewajiban pajak sendiri (PPh Pasal 25/29)

b. Kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan orang lain

(PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final)
31

c. Kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan atau Pajak

Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPn BM) yang khusus bagi PKP

d. Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

e. Kewajiban membayar dan menyetorkan pajak

f. Kewajiban membuat faktur pajak

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

hubungan dengan faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting.

Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara

variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar

variabel independen dan dipenden (Sugiyono, 2016). Penelitian ini menggunakan

variabel dependen dan variaben independen. Variabel dependen yang digunakan

adalah penghindaran pajak perusahaan yang diukur dengan proksi effective tax rate

(ETR), sedangkan variable independen yang digunakan adalah CSR, capital intensity

dan leverage.

2.2.1 Pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap

Penghindaran Pajak

Perusahaan merupakan salah satu wajib pajak yang memiliki kewajiban untuk

membayar pajak kepada negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Dengan

membayar pajak, perusahaan telah berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan

nasional guna kesejahteraan masyarakat luas (Nugraha & Meiranto, 2015).


32

Masyarakat memandang pajak sebagai dividen yang dibayarkan perusahaan

kepada masyarakat sebagai imbal jasa penggunaan sumber daya yang ada. Oleh

karena itu, apabila perusahaan menghindari kewajiban perpajakannya, meskipun

tidak melanggar hukum, tindakan tersebut dirasa tidak adil bagi masyarakat dan

hanya akan merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan tersebut

beroperasi dan seharusnya dikenakan sanksi atau hukuman. Sesuai dengan teori

legitimasi, perusahaan sebaiknya meyakinkan masyarakat bahwa kegiatan yang

dilakukan sesuai dengan norma dan nilai masyarakat sehingga kegiatan yang

dilakukan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satunya dapat ditunjukkan dengan

ketaatan membayar pajak sesuai dengan ketentuan dan tariff yang berlaku tanpa

melakukan tindakan agresivitas pajak yang dapat merugikan banyak pihak. Dengan

membayar pajak sesuai dengan ketentuan dan tariff yang berlaku, berarti perusahaan

telah berusaha membina hubungan yang baik dengan pemerintah sebagai pengumpul

pajak (Nugraha & Meiranto, 2015).

Corporate social responsibility (CSR) merupakan bentuk tanggung jawab

perusahaan kepada semua stakeholdernya. Pajak merupakan salah satu bentuk

tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholder melalui pemerintah.

Perusahaan yang terlibat penghindaran pajak adalah perusahaan yang tidak

bertanggung jawab sosial (Dharma & Noviari, 2017). Keputusan perusahaan untuk

mengurangi tingkat pajaknya atau melakukan penghindaran pajak dipengaruhi oleh

sikapnya terhadap CSR. Penelitian yang dilakukan (Lanis & Richardson, 2012),

(Khairunisa et al., 2017), (Pradnyadari & Rohman, 2015) menemukan bahwa CSR
33

berpengaruh negative terhadap penghindaran pajak. Semakin tinggi tingkat

pengungkapan CSR perusahaan, diharapkan akan semakin rendah tingkat

penghindaran pajak perusahaan. Hal ini karena penghindaran pajak merupakan

tindakan yang tidak bertanggung jawab sosial.

Disini juga (Muzakki & Darsono, 2015) menyatakan bahwa dalam teori

legitimasi perusahaan selalu berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai

perusahaan dengan norma-norma sosial di lingkungan sosial sekitar, dimana

perusahaan merupakan bagian dari lingkungan sosial tersebut. Hal ini dilakukan

untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Salah satu usaha untuk mendapatkan

legitimasi dari masyarakat adalah dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan

yang berlaku tanpa melakukan aktivitas penghindaran pajak yang bisa merugikan

banyak pihak.

Dengan membayar pajak dengan penuh kesadaran dan sesuai dengan nominal

yang ditetapkan, perusahaan juga telah membina hubungan yang baik dengan

pemerintah. Hal ini sejalan dengan teori stakeholder yang menyatakan bahwa

perusahaan beraktivitas tidak hanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan juga

untuk kepentingan semua pihak atau stakeholder yang terkena dampak atas kegiatan

perusahaan. Berdasarkan teori stakeholder, perusahaan tidak beraktivitas hanya untuk

kepentingan pemegang sahamnya saja, perusahaan juga memiliki tanggung jawab

kepada semua stakeholdernya seperti supplier, pemerintah, pekerja, masyarakat,

konsumen, dan pihak-pihak lain yang terkena dampak kegiatan perusahaaan. Salah

satu bentuk tanggung jawab perusahaan kepada stakeholdernya adalah dengan


34

membina hubungan baik dengan pemerintah. Hal ini bisa dilakukan melalui ketaatan

perusahaan dalam membayar pajak dan tidak melakukan aktivitas penghindaran pajak

(Muzakki & Darsono, 2015)

2.2.2 Pengaruh Capital Intensity Terhadap Penghindaran Pajak

Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan asetnya

dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini capital intensity akan

diproksikan dengan intensitas aset tetap. Intensitas aset tetap adalah jumlah aset tetap

yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset perusahaan. Seperti yang

dijelaskan (Muzakki & Darsono, 2015) bahwa aset tetap perusahaan memungkinkan

perusahaan untuk mengurangi pajaknya akibat dari penyusutan yang muncul dari aset

tetap setiap tahunnya. Karena beban penyusutan berpengaruh sebagai pengurang

beban pajak.

Seperti yang disebutkan oleh (Muzakki & Darsono, 2015) bahwa menurut

teori agensi setiap individu akan bertindak untuk kepentingan diri mereka sendiri.

Dalam teori agensi dijelaskan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik saham

(principal) dan manajemen (agent). Kepentingan manajemen adalah untuk

mendapatkan kompensasi yang diinginkan dengan cara meningkatkan kinerja

perusahaan. Dalam hal ini manajemen dapat memanfaatkan penyusutan aset tetap

untuk menekan beban pajak perusahaan. Manajer akan menginvestasikan dana

menganggur perusahaan ke dalam bentuk aset tetap, dengan tujuan memanfaatkan

penyusutannya sebagai pengurang beban pajak. Sehingga kinerja perusahaan akan


35

meningkat karena adanya pengurangan beban pajak, dan kompensasi kinerja manajer

yang diinginkan akan tercapai.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan (Muzakki & Darsono, 2015) dan

(Nugraha & Meiranto, 2015) menemukan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh

negatif terhadap effective tax rates (ETR). Hal ini berarti Capital intensity memiliki

pengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Yang artinya semakin tinggi capital

intensity perusahaan maka semakin tinggi penghindaran pajak perusahaan. Namun

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wiguna & Jati, 2017) menyatakan

capitl intensity tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

2.2.3 Pengaruh Leverage Terhadap Penghindaran Pajak

Penelitian yang dilakukan (Nugraha & Meiranto, 2015) menyebutkan bahwa

perusahaan dengan jumlah utang yang lebih banyak akan memiliki ETR yang lebih

rendah. Hal ini dikarenakan biaya bunga dapat mengurangi pendapatan perusahaan

sebelum pajak, dan tentunya akan mengurangi besarnya pajak yang harus dibayar.

(Nugraha & Meiranto, 2015) juga menyebutkan hubungan yang negative antara

leverage dan ETR. Namun keadaan ini dapat dimanfaatkan perusahaan untuk

memanipulasi besarnya biaya bunga agar laba yang diperoleh semakin kecil dan

beban pajak yang ditanggung semakin kecil pula. Penelitian yang dilakukan oleh

(Nugraha & Meiranto, 2015) dan (Nursari et al., 2016) menyatakan leverage

berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan. Namun berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Faizah & Adhivinna, 2017) menyatakan bahwa

leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan.


36

Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat secara ringkas pada gambar

2.1 sebagai berikut:


Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Perusahaan Sektor Pertambangan yang


Terdaftar di BEI Tahun 2013-2017

Laporan Tahunan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi penghindaran pajak dalam


Laporan Tahunan

Penghindaran Pajak Perusahaan

Metode Analisis:
Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis Statistik Deskriptif

Uji Asumsi Klasik


1. Uji Normalitas
2. Uji Autokorelasi
3. Uji Multikolinearitas
4. Uji heteroskedasitas

Uji Hipotesis
1. Uji F (Simultan)
2. Uji t (Parsial)
3. Koefisien Determinasi

Hasil Penelitian

Kesimpulan
37

2.3. Model Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang telah

diuraikan sebelumnya, maka model penelitian sebagai dasar untuk mengajukan

hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.3
Model Penelitian

X1 e
H2
CSR

X2 H3 Penghindaran Pajak
Capital Intensity Y

X3
Leverage H4
H1

Keterangan :

: Pengaruh secara simultan

: Pengaruh secara parsial

: Pengaruh variabel lainnya yang tidak diteliti


38

2.4. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran dan model penelitian, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Corporate social responsibility, capital intensity dan leverage secara simultan

berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan

H2 : Corporate social responsibility diduga berpengaruh terhadap penghindaran

pajak perusahaan

H3 : capital intensity diduga berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan

H4 : Leverage diduga berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai CSR, capital intensity, leverage ataupun penghindaran

pajak telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Namun masih jarang yang

mengaitkan antara CSR, capital intensity, leverage dengan penghindaran pajak yang

dilakukan oleh perusahaan.

Beberapa peneliti telah diilakukan oleh peneliti, seperti (Dharma & Noviari,

2017) Hasil penelitian ini menunjukan bahwa corporate social responsibility dan

capital intensity berpengaruh terhadap tax avoidance.

Penelitian mengenai penghindaran pajak telah diteliti oleh (Sari &

Adiwibowo, 2017). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa corporate sosial

responsibility berpengaruh terhadap penghindaran pajak. bahwa perusahaan dengan


39

tanggung jawab membayar jumlah pajaknya jauh lebih rendah maka hal tersebut

menunjukkan tingkat penghindaran pajak yang lebih tinggi.

Penelitian juga dilakukan oleh (Wiguna & Jati, 2017). Yang menunjukan

bahwa Corporate Social Responsibility dan Preferensi Risiko berpengaruh terhadap

penghindaran pajak, sedangkan variable capital intensity tidak berpengaruh terhadap

penghindaran pajak, perusahaan yang memiliki aset tetap yang besar bukan

digunakan perusahaan sebagai pengurang pajak karena biaya penyusutan yang

melekat pada aset tetap, melainkan untuk menunjang kegiatan operasional

perusahaan.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh (Khairunisa et al., 2017). Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa kualitas audit dan corporate social responsibility

berpengaruh terhadap tax avoidance, sedangkan variabel ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap tax avoidance.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Nursari et al., 2016). Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa profitabilitas, leverage, dan kepemilikan

Institutional berpengaruh terhadap tax avoidance.

Penelitian juga dilakukan oleh (Novitasari et al., 2016). Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa return on asset (ROA) dan kompetensi komite audit berpengaruh

terhadap tax avoidance, sedangkan variable leverage, dan komite audit tidak

berpengaruh terhadap tax avoidance.

Berikutnya penelitian juga dilakukan oleh (Nugraha & Meiranto, 2015). Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa corporate social responsibility memiliki pengaruh


40

negatif signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan. Perusahaan yang melakukan

kegiatan CSR dianggap peduli terhadap lingkungan, seperti halnya perusahaan

membayar pajak sesuai dengan peraturan. Ukuran perusahaan memiliki pengaruh

negatif namun tidak signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan karena

perusahaan yang besar akan menjaga nama baik perusahaan di mata publik.

Profitabilitas memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap agresivitas

perusahaan karena adanya reformasi perpajakan yang dapat dimanfaatkan. Leverage

memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan karena

perusahaan memanfaatkan hutang untuk investasi yang bermanfaat. Capital intensity

memiliki pengaruh negatif namun tidak signifikan karena adanya perbedaan

pengakuan aset menurut akuntansi dan menurut perpajakan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Muzakki & Darsono, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa corporate social responsibility (CSR) dan

capital intensity berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penghindaran pajak.

Penelitian juga dilakukan oleh (Delgado, Fernandez-Rodrigues, & Martinez-

Arias, 2014). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Secara keseluruhan, hasil yang

diperoleh dalam penelitian ini menyoroti sensitivitas faktor penentu tarif pajak efektif

perusahaan ke tingkat tarif pajak tertentu. Lebih konkret, untuk perusahaan dengan

ETR yang lebih rendah, variabel yang paling berpengaruh adalah ukuran, intensitas

inventaris, dan profitabilitas.

Selanjutnya penelitian terakhir yang dilakukan oleh (Lanis & Richardson,

2012). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bersama dengan agresivitas pajak
41

perusahaan, ukuran perusahaan secara positif terkait dengan pengungkapan CSR

dalam analisis multivariat. Sementara ukuran perusahaan secara konsisten ditemukan

menjadi variabel yang signifikan dalam banyak bidang penelitian akuntansi, studi

teori legitimasi cenderung mengabaikan ukuran perusahaan dalam desain penelitian.

Secara keseluruhan, hasil kami secara konsisten menunjukkan positif dan hubungan

yang signifikan secara statistik antara agresivitas pajak dan pengungkapan TSP,

sehingga mengkonfirmasikan teori legitimasi dalam konteks agresivitas pajak

perusahaan.
42

Tabel 2.5
Tabel Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
No Tahun Judul Hasil
dan Sumber
1 2017 Nyoman Budhi Setya Pengaruh Corporate Menjelaskan bahwa
Dharma & Naniek Noviari Social Responsibility corporate social
E-Jurnal Akuntansi dan Capital Intensity responsibility dan capital
Universitas Udayana Terhadap Tax intensity berpengaruh
Vo.18.1. Januari (2017) : Avoidance terhadap tax avoidance.
529-556 ISSN: 2302-8556 (Dharma & Noviari, 2017)
2 2017 Lie Liana Permata Sari & Pengaruh Corporate Corporate Social
Agustinus Santosa Social responsibility responsibility (CSR)
Adiwibowo Terhadap berpengaruh terhadap
Diponegoro journal of Penghindaran Pajak penghindaran pajak pada
accounting Volume 6, Perusahaan perusahaan manufaktur
Nomor 4, Tahun 2017, sub sektor industri yang
Halaman 1-13 ISSN terdaftar di BEI. (Sari &
(Online): 2337-3806 Adiwibowo, 2017).
3 2017 I Putu Putra Wiguna & I Pengaruh Corporate Variabel CSR dan
Krtut Jati Social Responsibility, Preferensi resiko eksekutif
E-Jurnal Akuntansi Preferensi Risiko berpengaruh positif
Universitas Udayana Eksekutif Dan terhadap penghindaran
Vol.21.1 Oktober (2017): Capital Intensity Pada pajak , sedangkan Capital
418-446 ISSN: 2302-8556 Penghindaran Pajak Intensity tidak
berpengaruh terhadap
penghindaran pajak.
(Wiguna & Jati, 2017)
4 2017 Kartika Khairunisa, Dini Pengaruh Kualitas Variabel kualitas audit dan
wahjoe Hapsari & Wiwin Audit, Corporate corporate social
Aminah Social Responsibility responsibility memiliki
Jurnal Riset Akuntansi dan Ukuran pengaruh terhadap tax
Kontemporer (JRAK) Perusahaan terhadap avoidance, sedangkan
Volume 9, No1, April Tax Avoidance ukuran perusahaan tidak
2017, Hal. 36-43 ISSN: memiliki pengaruh
2088-5092 (print) terhadap tax avidance.
(Khairunisa et al., 2017)

5 2017 Mardiah Nursari, Pengaruh Variabel Profitabilitas,


Diamonalisa & Edi Profitabilitas, Leverage dan Kepemilikan
Sukarmanto Leverage, dan Institusional berpengaruh
Jurnal Prosiding Akuntansi kepemilikan terhadap tax avoidance.
Volume 2, No.2, Tahun Institutional terhadap (Nursari et al., 2016)
2016 Halaman 438-444 Tax Avoidance
ISSN 2460-6561
43

6 2016 Astri Novitasari , Pengaruh Return on Menjelaskan bahwa Return


Nurhayati & Edi Asset, Leverage, On Asset (ROA) dan
Sukarmanto Ukuran Komite Audit Kompetensi komite audit
Jurnal Prosiding Akuntansi dan Kompetensi berpengaruh terhadap tax
Universitas Islam Bandung Komite Audit avoidance. Sedangkan
Volume 3, No.2, Tahun terhadap Tax Leverage, dan Komite
2017 Halaman 259-266 Avoidance Audit tidak berpengaruh
ISSN 2460-6561 terhadap tax avoidance.
(Novitasari et al., 2016)
7 2015 Novia Bani Nugraha & Pengaruh corporate Corporate Social
Wahyu Meiranto Social Responsibility, Responsibility, Ukuran
Diponegoro journal of Ukuran Perusahaan, Perusahaan, Profitabilitas,
accounting Profitabilitas, Leverage dan Capital
Volume 4, Nomor 4, Leverage dan Capital Intensity memiliki
Tahun 2015, Halaman 1- Intensity terhadap pengaruh terhadap
14 Agresivitas Pajak. agresivitas pajak
ISSN (Online): 2337-3806 perusahaan. (Nugraha &
Meiranto, 2015).
8 2015 Muadz Rizki Muzakki, Pengaruh Corporate Variabel Corporate Social
Darsono Diponegoro Social Responsibility Responsibility (CSR) dan
journal of accounting dan Capital Intensity Capital Intensity
Volume 4, Nomor 3, Terhadap berpengaruh terhadap
Tahun 2015 Halaman 1-8 penghindaran Pajak penghindaran pajak.
ISSN (Online): 2337-3806 (Muzakki & Darsono,
2015).

9 2014 Francisco J. Delgado, Effective Tax Rates Secara keseluruhan, hasil


Elena Fernandez- in Corporate yang diperoleh dalam
Rodriguez, Antonio Taxation: a Quantile penelitian ini menyoroti
Martinez-Arias. Regression for the sensitivitas faktor penentu
Inzinerine Ekonomika- EU tarif pajak efektif
Engineering Economics perusahaan ke tingkat tarif
University of Oviedo pajak tertentu. Lebih
Volume 25, Nomor 5, konkret, untuk perusahaan
tahun 2014 Halaman 487- dengan ETR yang lebih
496 rendah, variabel yang
paling berpengaruh adalah
ukuran, intensitas
inventaris, dan
profitabilitas(Delgado et
al., 2014)
44

10 2012 Roman Lanis dan Corporate social Secara keseluruhan, hasil


Grant Richardson. responsibility and tax kami secara konsisten
Accounting, Auditing & aggressiveness: a test menunjukkan positif dan
Accountability Journal of legitimacy theory hubungan yang signifikan
Uniwersytet Ekonomiczny secara statistik antara
w Katowicach volume 26, agresivitas pajak dan
nomor 1, halaman 75-100 pengungkapan
TSP,sehingga
mengkonfirmasikan teori
legitimasi dalam konteks
agresivitas pajak
perusahaan.
(Lanis & Richardson,
2012)
Sumber: Diolah Dari Penelitian Terdahului
45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Obyek penelitian adalah suatu sifat dari obyek yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemjudian memperoleh kesimpulan (Dharma & Noviari, 2017).

Obyek dalam penelitian ini mengenai pengaruh corporate social responsibility

(CSR), capital intensity dan leverage terhadap penghindaran pajak pada perusahaan

pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017. Perusahaan pertambangan

dipilih dengan pertimbangan agar data yang diperoleh menggambarkan kekhususan

hasil pada satu jenis perusahaan dan untuk menghindari adanya bias jika digabungkan

dengan perusahaan jenis lainya.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik simpulannya (Dharma & Noviari, 2017). Populasi

dalam penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2013-2017 berjumlah sebanyak 41 perusahaan. Dari populasi yang

ada akan diambil sejumlah tertentu yang akan digunakan sebagai sampel penelitian.
46

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sekaran & Bougie, 2016). Metode yang digunakan dalam pengambilan

sampel adalah metode purposive random sampling. Purposive random sampling

adalah metode pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu agar

sampel yang terpilih lebih representatif.

Kriteria yang digunakan untuk perusahaan yang dijadikan sampel

menggunakan kriteria yang dipakai oleh (Dharma & Noviari, 2017).

1. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode tahun 2013-2017.

2. Perusahaan tidak mempublikasikan laporan keuangan dan laporan tahunan yang

lengkap selama periode 2013-2017.

3. Perusahaan tidak mengungkapkan CSR disclosure dalam laporan tahunan.

4. Perusahaan menggunakan mata uang asing dalam laporan keuangan selama

periode penelitian.

Hasil pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive random

sampling ditunjukkan dalam Tabel 3.2. berikut menyajikan hasil seleksi sampel

dengan metode purposive random sampling.


47

Tabel 3.2
Seleksi Sampel

Kriteria Jumlah
Perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode tahun 2013-2017 41
Perusahaan tidak mempublikasikan laporan keuangan dan laporan tahunan
yang lengkap selama periode 2013-2017 18
Perusahaan tidak mengungkapkan CSR disclosure dalam laporan tahunan (-)
Perusahaan menggunakan mata uang asing dalam laporan keuangan
selama periode penelitian 23
Jumlah Sampel Perusahaan 41
Jumlah Observasi 2013-2017 23
Sumber : data diolah peneliti

Jumlah total perusahaan yang termasuk dalam perusahaan pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2017 sebanyak 41 perusahaan, setelah

dilakukan seleksi diperoleh total sampel sebanyak 23 perusahaan pertambangan.

Daftar perusahaan tersebut dipaparkan dalam tabel 3.2 berikut :


48

Tabel 3.2
Sampel Penelitian
No. Nama Perusahaan Kode Perusahaan
1 PT Adaro Energy Tbk ADRO
2 PT Aneka Tambang (Persero) Tbk ANTM
3 PT Bumi Resources Tbk BUMI
4 PT Bayan Resources Tbk BYAN
5 PT Cita Mineral Investindo Tbk CITA
6 PT Cakra Mineral Tbk CKRA
7 PT Citatah Industri Marmer Tbk CTTH
8 PT Darma Henwa Tbk DEWA
9 PT Central Omega Resources Tbk DKFT
10 PT Delta Dunia Makmur Tbk DOID
11 PT Elnusa Tbk ELSA
12 PT Surya Esa Perkasa Tbk ESSA
13 PT Golden Energy Mines Tbk GEMS
14 PT Garda Tujuh Buana Tbk GTBO
15 PT Harum Energy Tbk HRUM
16 PT International Nikel Indonesia Tbk INCO
17 PT Resources Alam Indonesia Tbk KKGI
18 PT Medco Energi Internasional Tbk MEDC
19 PT Mitra Investindo Tbk MITI
20 PT Samindo Resources Tbk MYOH
21 PT Bukit Asam Tbk PTBA
22 PT Petrosea Tbk PTRO
23 PT Golden Eagle Energy Tbk SMMT
Sumber : www.idx.co.id

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu

data yang diukur dalam suatu skala numerik. Data deskriptif digunakan untuk

mendeskripsikan variabel utama keuangan yang diungkapkan perusahaan dalam


49

bentuk grafik dalam laporan tahunan untuk kurun waktu tahun 2013 sampai tahun

2017 (Sujarweni, 2015).

Sementara sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, data

skunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan

atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumter) yang

dipublikasikan dan yang tiddak dipublikasikan (Sujarweni, 2015).

Sumber data penelitian ini merupakan data sekunder berupa laporan tahunan

yang diperoleh dari perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) tahun 2013-2017 dengan mengakses Bursa Efek Indonesia yaitu

www.idx.co.id, Indonesia capital market directory (ICMD) dan www.sahamok.com.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Dharma &

Noviari, 2017). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan mencatat data

yang berhubungan dengan penelitian. Data yang dicatat adalah data yang relevan

dengan variabel penelitian. Penelitian ini juga menggunakan metode studi pustaka.

Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji dan menelaah berbagai literatur seperti
50

buku, jurnal, dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian (Dharma & Noviari,

2017).

(Sugiyono, 2010) juga mendevinisikan dokumentasi merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya

monumental dari seseorang. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Bursa Efek Indonesia atau dari website milik Bursa Efek Indonesia yaitu

www.idx.co.id, serta sumber lain yang relevan seperti dari website perusahaan dan

Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya. (Sekaran & Bougie, 2016) mendefinisikan variabel sebagai

segala sesuatu yang dapat mengambil nilai yang berbeda. Dalam penelitian ini

terdapat 3 (tiga) variabel independen yaitu variabel Corporate Social Responsibility,

Capital Intensity dan Leverage sedangkan variabel dependen adalah Penghindaran

Pajak.

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen atau variable terikat adalah variabel yang dijelaskan oleh

variabel independen atau variabel bebas. (Sekaran, 2013) mendefinisikan variabel

dependen atau terikat merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti.
51

Tujuan peneliti adalah memahami dan membuat variabel terikat, menjelaskan

variabelitasnya atau memprediksinya. Variabel dependen atau terikat dalam

penelitian ini adalah Penghindaran pajak, yaitu upaya tindakan perusahaan untuk

mengurangi atau meminimalisir beban pajak perusahaan (Sari & Adiwibowo, 2017).

Menurut (Sari & Adiwibowo, 2017) penghindaran pajak diproksikan

menggunakan rasio Effective tax rates (ETR). Rasio ETR diukur dengan perhitungan

sebagai berikut :
Beban Pajak
ETR =
Laba Sebelum Pajak

Tarif pajak efektif (ETR) dihitung dari beban pajak total dibagi dengan laba

sebelum pajak. Oleh karena itu ETR mengukur kemampuan perusahaan untuk

mengurangi pembayaran pajak relative terhadap pendapatan sebelum pajak.

Tingkat penghindaran pajak diukur dengan effective tax rate. Dan tingkat

penghindaran pajak dapat dilihat pula dari semakin tinggi kegiatan pengungkapan

CSR perusahaan maka hal tersebut berkaitan dengan tingkat yang lebih rendah dari

agresivitas atau penghindaran pajak (Sari & Adiwibowo, 2017).

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi variabel dependen atau variabel terikat. (Sekaran, 2013) menjelaskan

bahwa variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen


52

baik secara positif atau negatif. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

corporate social responsibility (CSR), capital intensity dan leverage.

3.5.2.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility dihitung dengan total 91 indikator

berdasarkan GRI-G4. Dalam standar GRI-G4 (2016) indicator kinerja yang

digunakan yaitu ekonomi dan sosial mencakup praktik ketenagakerjaan, hak asasi

manusia, masyarakat, tanggungjawab produk. CSR dimensi ekonomi dan dimensi

sosial disebutkan menggunakan tingkat yaitu tinggi atau rendah dan dinilai dengan

model dummy, yaitu apabila criteria yang diperlukan dalam pengungkapan indicator

tersedia dalam laporan keuangan perusahaan yang digunakan maka diberi 1, dan 0

bila criteria yang diperlukan tidak ada dalam pengungkapan tersebut (Sari &

Adiwibowo, 2017). Setelah itu dijumlahkan semua yang bernilai 1, kemudian dibagi

dengan jumlah seluruh indicator (Muzakki & Darsono, 2015).

3.5.2.2 Capital Intensity

Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan

asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini capital intensity

akan diproksikan dengan intensitas aset tetap. Intensitas aset tetap adalah jumlah aset

tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset perusahaan. Seperti

yang dijelaskan (Muzakki & Darsono, 2015) bahwa aset tetap perusahaan

memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajaknya akibat dari penyusutan yang


53

muncul dari aset tetap setiap tahunnya. Karena beban penyusutan berpengaruh

sebagai pengurang beban pajak.

Capital intensity di ukur dengan rumus :

Total Aset Tetap Bersih


Capital Intensity =
Total Aset

3.5.2.3 Leverage

Leverage yaitu penggunaan hutang baik jangka panjang maupun jangka

pendek dari kreditor untuk membiayai operasional dan aktiva perusahaan yang diukur

menggunakan debt to equity ratio (DER) (Faizah & Adhivinna, 2017). Leverage

diukur dengan rumus sebagai berikut:

Total Liability
DER =
Total Equity

Definisi operasional adalah definisi yang dinyatakan dalam kriteria spesifik

untuk pengujian atau pengukuran. Istilah-istilah ini harus mengacu pada standar

empiris (Cooper & Schindler, 2014).


54

Tabel 3.5
Definisi Operasional

No Variabel Devinisi Indikator Skala


1 Penghindaran Kemampuan untuk Rasio
Pajak membayar pajak
Beban Pajak
(Y) penghasilan dalam jumlah ETR =
rendah relative terhadap Laba Sebelum Pajak
pendapatan sebelum pajak
perusahaan (Sari &
Adiwibowo, 2017).
2 Corporate Bagaimana perusahaan Menggunakan table checklist, Rasio
Social memperhattikan dampak dimana setiap indicator yang
Rresponsibility sosial dan lingkungan digunakan dalam laporan tahunan
(X1) dalam lingkup operasinya, perusahaan diberi nilai 1, dan jika
memaksimalkan manfaat tidak diungkapkan diberi nilai 0.
dan meminimalkan Setelah itu dijumlahkan semua
kerugiannya (Sari & yang bernilai 1, kemudian dibagi
Adiwibowo, 2017). dengan jumlah seluruh indikator.
3 Capital Seberapa besar perusahaan Rasio
Intensity menginvestasikan asetnya
(X2) dalam bentuk asset tetap Total Aset Tetap Bersih
CI =
dan persediaan (Muzakki &
Total Aset
Darsono, 2015).
4 Leverage penggunaan hutang baik Rasio
(X3) jangka panjang maupun
jangka pendek dari kreditor Total Liability
DER =
untuk membiayai
Total Equity
operasional dan aktiva
55

perusahaan (Faizah &


Adhivinna, 2017).
Sumber : Di olah peneliti dari jurnal penelitian terdahulu

3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Metode Analisis Regresi Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi

berganda atau multiple regression analysis (MRA). Multiple regression analysis

(MRA) merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear dimana dalam persamaan

regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel

independen) (Dharma & Noviari, 2017).

Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh antar variabel independen dan

variabel dependen dengan skala pengukuran atau rasio dalam suatu persamaan linier,

dalam penelitian ini digunakan analisis regresi berganda yang diolah dengan

perangkat lunak SPSS (Sujarweni, 2015).

Model regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e

Keterangan :

Y : Tax Avoidance diukur dengan proksi ETR

α : Konstanta

β1 - β2 - β3 : Koefisien Regresi
56

X1 : CSR Disclosure

X2 : Capital Intensity

X3 : Leverage

e : Error

3.6.2 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum

(Dharma & Noviari, 2017). Statistik dalam penelitian pada dasarnya merupakan

proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami

dan diinterprestasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan

data dalam bentuk table numeric dan grafik. Statistik deskriptif umumnya digunakan

oleh peneliti untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian

yang utama dan data demografi responden (jika ada) (Sujarweni, 2015).

3.6.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang

dipakai baik atau tidak. Menurut (Wiguna & Jati, 2017) terdapat 4 cara untuk

melakukan uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji autokorelasi, uji

multikolinearitas dan uji heteroskedasitas.

3.6.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Uji
57

normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov satu

arah. Pengambilan kesimpulan untuk menentukan apakah suatu data mengikuti

distribusi normal atau tidak adalah dengan menilai nilai signifikannya. Jika signifikan

> 0,05 maka variabel berdistribusi normal dan sebaliknya jika signifikan < 0,05 maka

variabel tidak berdistribusi normal (Sujarweni, 2015).

3.6.3.2 Uji Autokorelasi

Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel

sebelumnya. Untuk data time series autokorelasi sering terjadi. Tapi untuk data yang

sampelnya crossection jarang terjadi karena variabel pengganggu satu berbeda

dengan yang lain (Sujarweni, 2015). Mendeteksi autokorelasi dengan menggunakan

nilai durbin Watson dengan kriteria

1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

2. Angka D-W di antara -2 dan +2 berarti tidak ada autokorelasi

3. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif

3.6.3.3 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya variabel bebas

yang memiliki kemiripan dengan variabel bebas lainnya dalam satu model (Dharma

& Noviari, 2017). Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi diantara

variabel independen (Wiguna & Jati, 2017). Metode untuk menguji adanya
58

multikolinearitas ini dapat dilihat dari tolerance value atau variance inflation factor

(VIF). Jika nilai tolerance lebih dari 10% atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan

tidak ada multikolinearitas (Sujarweni, 2015).

3.6.3.4 Uji Heteroskedasitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengatamatan ke pengamatan yang

lain. Jika variance tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak

terjadi heteroskedastisitas (Dharma & Noviari, 2017).

Uji Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana varians dan kesalahan

pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas. Model regresi yang baik

adalah tidak terjadi Heteroskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan

dengan menggunakan uji glejser yaitu dengan menguji tingkat signifikansinya.

Pengujian ini dilakukan untuk merespon variabel x sebagai varibel independen

dengan nilai absolute unstandardized residual regresi sebagai variabel dependen.

apabila hasil uji diatas level signifikan (r > 0,05) berarti tidak terjadi

Heteroskedastisitas dan sebaliknya apabila level dibawah signifikan (r < 0,05)

berararti terjadi Heteroskedastisitas (Sujarweni, 2015).

3.6.4 Koefisien Determinasi (R²)

Koefisien Determinasi (R²) dilakukan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model menerangkan variasi variabel independen. Semakin tinggi nilai


59

koefisien determinasi maka semakin tinggi kemampuan variabel independen untuk

menjelaskan varibel dependen (Dharma & Noviari, 2017). Nilai R² berada antara 0

dan 1 semakin mendekati nilai 1 atau 100 maka akan semakin besar pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen, untuk mengetahui besarnya variabel

bebas dalam mempengaruhi variabel terikat dapat diketahui melalui nilai koefisien

determinasi ditunjukan oleh nilai Adjusted R Square (R²) dipilihnya Adjusted R

Square agar tidak bias terhadap jumlah variabel independen yang dimaksudkan

kedalam model, karena tidak seperti R² nilai Adjusted R Square dapat naik atau turun

apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model. Sedangkan R² setiap

tambahan satu variabel independen, maka R Square pasti meningkat tidak peduli

apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen

(Sujarweni, 2015). Kriteria penafsiran koefisien korelasi sebagai berikut :

Tabel 3.4
Koefisien Determinasi
No. Indeks Korelasi Keeratan
1 0,00 - 0,20 Sangat lemah
2 0,21 - 0,40 Lemah
3 0,41 - 0,70 Kuat
4 0,71 - 0,90 Sangat kuat
5 0,91 - 0,99 Sangat kuat sekali
6 1 sempurna
Sumber : (Sujarweni, 2015)

3.6.5 Uji Hipotesis


60

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan model analisis regresi

berganda. Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen, .dalam pengujian hipotesis ini

digunakan bantuan paket program SPSS 22 For Windows. Pengujian hipotesis

dilakukan dengan dua tahap yaitu :

1. Tahap 1 adalah menguji model penelitian dengan uji F

Model penelitian ini dapat dikatakan fit Uji Probabilitas Signifikansi < 0,05.

2. Tahap 2 adalah menguji hipotesis dengan Uji t

Uji t digunakan ungtuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen.

Berdasarkan hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, maka hipotesis statistik

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Corporate social responsibility, capital intensity dan leverage secara simultan

berpengaruh terhadap penghindaran pajak

H01 : Corporate social responsibility, capital intensity dan leverage secara

simultan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak

Ha1 : Corporate social responsibility, capital intensity dan leverage secara

simultan berpengaruh terhadap penghindaran pajak

H2 : capital intensity berpengaruh terhadap penghindaran pajak

H02 : capital intensity tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak

Ha2 : capital intensity berpengaruh terhadap penghindaran pajak

H2 : Leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak


61

H03 : Leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak

Ha3 : Leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak

3.6.5.1 Uji Simultan (Uji F)

Untuk menjawab rumusan masalah no satu akan digunakan uji statistik F.

Pengujian hipotesis secara simultan (keseluruhan) digunakan untuk melihat apakah

semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Dharma & Noviari, 2017).

Signifikansi model regresi secara simultan diuji dengan melihat nilai signifikansi

(sig) dimana jika nilai sig dibawah 0,05 maka variabel independen berpengaruh

terhadap variabel dependen. uji F-statistik digunakan untuk membuktikan ada

pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan

(Sujarweni, 2015). Adapun langkah-langkah pengujian hipotesis tersebut adalah :

a. Menentukan Fhitung berdasarkan hasil output analisis regresi

b. Tingkat signifikansi (a) 0,05 atau 5% untuk menguji apakah hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak

c. Kriteria pengujian

1. Jika Fhitung > Ftabel, berarti H0 ditolak dan Ha diterima

2. Jika Fhitung < Ftabel, berarti H0 diterima dan Ha ditolak

3.6.5.2 Uji Parsial (Uji t)


62

Untuk menjawab rumusan masalah kedua, ketiga dan keempat maka akan

digunakan uji statistik t. Uji statistik t digunakan dalam penelitian untuk

menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual

dalam menerangkan variasi variabel dependen (Sujarweni, 2015). Apabila nilai

probabilitas signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (5%) maka suatu variabel

independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. hipotesis diterima

jika taraf signifikan (a) < 0,05 dan hipotesis ditolak jika taraf signifikan (a) > 0,05.

Kriteria

1. jika t hitung > t table maka Ho ditolak dan Ha diterima

2. jika t hitung < t table maka Ho diterima dan Ha ditolak


63

DAFTAR PUSTAKA

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2014). Business Research Methods. (C. Kouvelis
& J. Ducham, Eds.), McGraw-Hill / Irwin, unit bisnis The McGraw-Hill
Companies, Inc. (12th ed.). Amerika: McGraw-Hill / Irwin, unit bisnis The
McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of Americas, New York, NY,
10020.

Delgado, F. J., Fernandez-Rodrigues, E., & Martinez-Arias, A. (2014). Effective Tax


Rates in Corporate Taxation : a Quantile Regression for the EU. Inzinerine
Ekonomika-Engineering Economics, 25(5), 487–496.

Dharma, N. B. S., & Noviari, N. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility


Dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 18(1), 529–556.

Faizah, S. N., & Adhivinna, V. V. (2017). Pengaruh Return On Asset, Leverage,


Kepemilikan Institusional Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidance.
Jurnal Akuntansi, 5(2), 136–145. https://doi.org/10.24964/ja.v5i2.288

Hidayat, K., Ompusunggu, A. P., & Suratno, H. (2016). Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak dengan Insetif Pajak Sebagai
Pemodera (Studi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI).
Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi, 2(2), 39–58.

Jessica, & Toly, A. A. (2014). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social


Responsibilty Terhadap Agresivitas Pajak. Journal Tax and Accounting, 4(1), 1–
16.

Khairunisa, K., Hapsari, D. W., & Aminah, W. (2017). Pengaruh Kualitas Audit,
Corporate Social Responsibility, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Tax
Avoidance. Jurnal Riset Akuntansi Kontemporer (JRAK), 9(1), 36–43.

Lanis, R., & Richardson, G. (2012). Corporate social responsibility and tax
aggressiveness : a test of legitimacy theory. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, 26(1), 75–100. https://doi.org/10.1108/0951357
1311285621

Muzakki, M. R., & Darsono. (2015). Pengaruh Corporate Social Responsibility Dan
Capital Intensity Terhadap Penghindaran Pajak. Journal, Diponegoro
Accounting, O F, 4(3), 1–8.
64

Novitasari, A., Nurhayati, & Sukarmanto, E. (2016). Pengaruh Return on Asset ,


Leverage , Ukuran Komite Audit dan Kompetensi Komite Audit terhadap Tax
Avoidance ( Pada Perusahaan Jasa Sektor Property dan Real Estate di Bursa
Efek Indonesia Selama Periode 2012-2014 ). Prosiding Akuntansi, 2(2), 438–
444.

Nugraha, N. B., & Meiranto, W. (2015). Pengaruh Corporate Social Responsibility,


Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Dan Capital Intensity Terhadap
Agresivitas Pajak (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2012-2013). Journal, Diponegoro
Accounting, O F, 4(4), 1–14.

Nursari, M., Diamonalisa, & Sukarmanto, E. (2016). Pengaruh Profitabilitas ,


Leverage , dan Kepemilikan Institusional terhadap Tax Avoidance ( Studi
Empiris pada Perusahaan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ( BEI )
pada Periode Tahun 2009-2016 ). Prosiding Akuntansi, 3(2), 259–266.

Pradnyadari, I. D. A. I., & Rohman, A. (2015). Pengaruh Pengungkapan Corporate


Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak. Journal, Diponegoro
Accounting, O F, 4(2003), 1–9.

Prof.Dr.Mardiasmo, MBA., A. (2018). Perpajakan. In Maya (Ed.), Perpajakan


(2018th ed., pp. 1–6). Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Sari, L. L. P., & Adiwibowo, A. S. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility


Terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan. Journal, Diponegoro Accounting, O
F, 6(4), 1–13.

Sekaran, U. (2013). Research Methods For Business. In R. Widyaningrum (Ed.),


Metodelogi Penelitian untuk Bisnis (4th ed., pp. 1–7). jakarta: Salemba Empat.

Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Methods For Busines. A Skill Building
Approach. Research Methods For Busines. A Skill Building Approach (7th ed.).
Inggris: wiley.

Sugiyono, P. D. (2010). Metodelogi Penelitian Bisnis. In Metodelogi Penelitian


Bisnis (pp. 1–3). Alfabeta,cv. Retrieved from www.cvalfabeta.com

Sugiyono, P. D. (2016). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. In


Metodelogi Penelitian (23rd ed., pp. 1–8). Bandung: Alfabeta,cv. Retrieved
from www.cvalfabeta.com
65

Sujarweni, W. (2015). Metodelogi Penelitian-Bisnis & Ekonomi. In Metodelogi


Penelitian-Bisnis & Ekonomi (pp. 1–8). Yogyakarta: Pustakabarupress.

Wiguna, I. P. P., & Jati, I. K. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility ,


Preferensi Risiko Eksekutif , Dan Capital Intensity Pada Penghindaran Pajak. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 21(1), 418–446.

Yoga, S. (2016a). BERITA PAJAK - Ini Bukti Banyak Perusahaan Tambang Tak
Patuh. Retrieved from http://www.klinikpajak.co.id/berita+detail/?id=
berita+pajak+-+ini+bukti+banyak+perusahaan+tambang+tak+patuh+pajak

Yoga, S. (2016b). Kepatuhan Pajak Perusahaan Tambang Memprihatinkan - Kompas.


Retrieved from https://ekonomi.kompas.com/read/2016/10/27/152333226/
kepatuhan.pajak.perusahaan.tambang.memprihatinkan

Anda mungkin juga menyukai