Anda di halaman 1dari 3

31

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Dasar Penegakan Diagnosis


Penegakkan diagnosis tonsillitis kronis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan
fisik. Pasien datang dengan keluhan nyeri saat menelan di tenggorokan sebelah kanan, kiri
dan tengah. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih dua bulan yang lalu. Pasien mengatakan,
saat menelan terasa sakit dan ada yang mengganjal di tenggorokan. Seminggu yang lalu
pasien mengeluh demam, namun sekarang demam sudah turun. Saat ini pasien masih bisa
makan, namun merasa tidak nyaman. Sejak kecil pasien sering mengeluh nyeri
tenggorokan, namun hilang timbul. Saat kambuh biasanya disertai keluhan demam, batuk,
pilek dan nyeri telan. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada daerah tenggorok, terlihat
tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis (+/+), bengkak
(+/+), kripte melebar (+/+), dan terlihat detritus (+/-). Berdasarkan keterangan tersebut
dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa pasien dengan Tonsillitis Kronis.
Berdasarkan teori disebutkan bahwa diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat
ditegakkan dengan melakukan anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisik
yang dilakukan secara menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi
yang berkaitan yang dapat membingungkan diagnosis. Pada anamnesis, penderita biasanya
datang dengan keluhan tonsilitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap,
ada rasa yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi
pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering
disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti
demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar
limfa submandibular. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, hiperemi, odema, kriptus melebar dan beberapa kripta terisi oleh detritus. Pada
umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam
kategori tonsillitis kronik.

4.2. Dasar Penatalaksanaan


Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran tonsil dengan ukuran T3/T3
yang menyebabkan pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum. Selain itu, pasien
mengeluh keadaan ini sering kambuh dalam 2 bulan terakhir. Dua hal diatas merupakan
indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium 1995. Berdasarkan teori disebutkan bahwa indikasi
absolut dilakukanya tonsilektomi adalah serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun
walaupun telah mendapat terapi yang adekuat. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan
maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacial. Sumbatan jalan napas
32

yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleepapneu, gangguan
menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale. Rhinitis dan sinusitis yang kronis,
peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengam pengobatan. Napas bau
yang tidak berhasil dengan pengobatan. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri
grup A Streptokokus beta hemolitikus. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusa/otitis media supuratif.
Sebelum dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih
dahulu dengan pemberian terapi medikamentosa yaitu Amoxicillin 3x500 mg sebagai
antibiotic spectrum luas dan merupakan obat lini pertama untuk terapi tonsilitis kronis.
Selain itu, pasien juga diberikan Dexamethasone 3 x 0,5 mg sebagai obat antiinflamasi
untuk mengurangi gejala hiperemi dan odema. Setelah peradangan tonsil sudah membaik,
pasien dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium untuk
mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time serta pemeriksaan Thorax PA.
Pada pemeriksaan Lab dan Foto Thorax didapatkan hasil dala batas normal, sehingga dapat
langsung dilakukan operasi tonsilektomi.
33

BAB V
KESIMPULAN

1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, diagnosis Ny. A adalah
tonsillitis kronis.
2. Tonsilitis kronis merupakan infeksi berulang pada tonsil palatina dan obstruksi saluran
napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki
dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam berulang,
odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan submandibula.
3. Tonsilitis kronik dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
4. Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain bakteri
streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan virus herpes
simplex dengan penyebab paling sering adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik
(GABHS).
5. Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
6. Penatalaksanaan dari tonsillitis kronik berupa medikamentosa dan operatif .

Anda mungkin juga menyukai