PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budesonide adalah glukokortokoid non halogenasi yang sangat kuat yang
ditujukan untuk pengobatan lokal penyakit paru-paru. Budesonide memiliki
efek glukokortikoid yang tinggi dan efek mineralkortikoid yang lemah.
Kortikosteroid merupakan obat paling efektif untuk penatalaksanaan asma.
Asma menurut Global Initiative for Asthma asma adalah gangguan
inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan
inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak napas,
dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini
berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan bervariasi dengan
sifat sebagian reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap
berbagai rangsangan. Berbagai alat dan formulasi telah dikembangkan untuk
memberikan obat secara efisien, meminimalkan efek samping, dan
menyederhanakan penggunaan. Dengan adanya berbagai alat yang kini
tersedia, hampir semua pasien bisa mendapat obat lewat inhalasi. Terapi
inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui
penghisapan. Cara pakai ini makin berkembang dan banyak dipakai pada
pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat seperti
antibiotik, anti inflamasi, mukolitik dan bronkodilator sering digunakan pada
terapi inhalasi (3).
Inhaler adalah suatu alat untuk penggunaan obat secara inhalasi. Inhalasi
menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (FI IV) adalah sediaan obat atau
larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat yang diberikan
melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal atau
sistemik (2). Secara garis besar ada 3 macam alat atau jenis terapi inhalasi,
1
yaitu nebulizer, MDI (Metered Dose Inhaler), dan DPI (Dry Powder Inhaler).
Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi
memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik,
yaitu langsung ke organ sasaran, awalan kerja lebih singkat, dosis obat lebih
kecil, dan efek samping juga lebih kecil. DPI (Dry Powder Inhaler)
memberikan obat dalam bentuk bubuk kering ke paru-paru. DPI adalah
diformulasikan baik sebagai sistem berbasis operator atau sistem bebas
operator. Berbagai macam alat inhaler serbuk kering saat ini tersedia di pasar
untuk memberikan obat dengan pengiriman obat maksimum dan variabilitas
rendah. Penggunaan inhaler jenis DPI (Dry Powder Inhaler) ini tidak
memerlukan spacer sebagai alat bantu, sehingga lebih praktis untuk pasien.
Beberapa jenis inhaler bubuk kering yang umumnya digunakan di Indonesia
yaitu diskus, turbuhaler, dan handihaler (1).
Perkembangan pesat teknologi pada terapi pengobatan memberikan
manfaat besar bagi pasien, khususnya untuk pasien menderita penyakit saluran
pernafasan. Keuntungan dari terapi inhalasi adalah obat dapat dihantarkan
langsung ke dalam saluran pernafasan masuk ke paru-paru. Kemudian
menghasilkan konsentrasi lokal yang lebih tinggi dengan risiko yang jauh lebih
rendah terhadap efek samping sistemik yang ditimbulkan (3).
Untuk mempermudah penggunaan produk inhaler agar mencapai
keberhasilan terapi sehingga harus dibuat formulasi sediaan DPI (Dry Powder
Inhaler) dengan baik dan praktis digunakan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum Calon apoteker memahami berbagai aspek yang berkaitan
dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di Industri Farmasi dan
mampu melakukan simulasi pembuatan suatu sediaan farmasi dengan skala
industri yang memenuhi persyaratan CPOB.
2
2. Tujuan Khusus
a. Memformulasi rancangan produk dan kemasan sediaan Dry Powder
Inhaler Budesonide berdasarkan farmakologi, farmakokinetik,
farmakodinamik, dan farmakoterapi yang diperoleh dari literatur.
b. Memahami dan mengetahui spesifikasi, prosedur pengujian mutu dari
bahan awal dan produk jadi Dry Powder Inhaler Budesonide.
c. Memahami proses pengolahan dan pengemasan Dry Powder Inhaler
Budesonide.
C. MANFAAT
Calon Apoteker mampu mengimplementasikan pemahaman mengenai
spesifikasi, tahapan proses, tahapan pengujian, dokumentasi, alat dan bahan
yang dibutuhkan dalam merancang suatu formula obat dalam skala industri
dengan memformulasikan Dry Powder Inhaler Budesonide.
.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
mcg/ hari. Serbuk inhalasi pada saat pengobatan dimulai pada
asma berat dan pada saat pengurangan atau penghentian
pemberian kortikosteroid oral; 0,2 – 1,6 mg/ hari dalam dosis
terbagi; pada kasus kurang berat 200 – 800 mcg/ hari; pasien
yang sudah diatasi dengan kortikosteroid yang dihirup 2 kali
sehari dapat diberikan 1 kali sehari (tiap malam) dengan total
dosis perhari sana (sampai 800 mcg 1 kali sehari). Anak-
anak; 200 – 800 mcg/ hari dalam dosis terbagi (800 mcg pada
asma berat).
Rhinitis; dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun, beri beri
200 mcg (2 semprotan) ke dalam tiap lubang hidung 1 kali
sehari di pagi hari atau 100 mcg (1 semprotan) ke dalam
lubang hidung 2 kali sehari; bila gejala dapat dikendalikan,
kurangi hingga 100 mcg (1 semprotan) ke dalam lubang
hidung 1 kali tiap hari.
Polip hidung; Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun, 100
mcg (1 semprotan) ke dalam lubang hidung 2 kali sehari
selama 3 bulan (5).
Stabilitas : Stabil pada suhu 15o – 30oC, tidak stabil terhadap cahaya.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah kedap udara pada suhu 20o – 25oC.
Selama perjalanan penyimpanan pada suhu antara 15 o – 30oC
dan hindari dari cahaya (4).
5
leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam alergi dan non alergi mediasi
inflamasi. Aksi anti inflamasi dari kortikosteroid dapat berkontribusi terhadap
efikasi dalam pengobatan penyakit tersebut. Budesonide mengalami eliminasi
first-pass yang signifikan.
C. FARMAKODINAMIK (6)
Budesonide memiliki efek glukokortikoid yang tinggi dan efek
mineralokortikoid yang lemah. Ini mengikat reseptor glukokortikoid dengan
afinitas pengikatan yang lebih tinggi daripada kortisol dan prednisolon. Ketika
budesonide diberikan secara sistemik, penekanan konsentrasi kortisol endogen
dan gangguan fungsi hipotalamus hipofisis adrenal (HPA) telah diamati.
Selanjutnya, penurunan reaktivitas saluran napas terhadap histamin dan entitas
lain telah diamati dengan formulasi inhalasi. Secara umum, formulasi inhalasi
memiliki tindakan onset cepat dan peningkatan kontrol asma dapat terjadi
dalam 24 jam setelah inisiasi pengobatan.
D. FARMAKOKINETIKA (6)
1. Absorbsi
Penyerapan selesai setelah pemberian oral. Parameter farmakokinetik
dari formulasi bubuk inhalasi adalah sebagai berikut: Tmax = 30 menit;
Ketersediaan sistemik absolut = 39%. Ketika pemberian oral tunggal 9
mg Uceris diberikan, parameter farmakokinetik adalah sebagai berikut:
Tmax = 13,3 ± 5,9 jam; Cmax = 1,35 ± 0,96 ng / mL; AUC = 16,43 ±
10,52 ng · jam / mL. Penting untuk dicatat bahwa parameter memiliki
tingkat variabilitas yang tinggi. Ketika pemberian oral tunggal Entocort
EC diberikan, parameter farmakokinetik adalah sebagai berikut: Tmax =
3-600 menit; Cmax = 5 nmol / L; AUC = 30 nmol.jam/ L. Pemberian
secara inhalasi memiliki bioavailabilitas 6-13%, onset 24 jam hingga 2
minggu, dan Tmax plasma 1-2 jam.
6
2. Distribusi
Sediaan tablet dan kapsul; 2,2 – 3,9 L/ kg; serbuk dan metered; 3 L/ kg.
Ikatan protein sebesar 85-90%.
3. Metabolisme
Budesonide mengalami first pass metabolism di hati sebesar 80-90%.
Budesonide secara cepat mengalami biotransformasi terutama oleh
CYP3A4 untuk 2 metabolit utama, 6 β-hidroksi budesonide dan 16 α-
hidroksi prednisolone.
4. Eliminasi
Waktu paruh budesonide 2-3 jam. Budesonide diekskresikan dalam urin
(60 %) dan feses (40 %) dalam bentuk metabolit. Tidak ada budesonide
yang tidak berubah terdeteksi dalam urin.
E. FARMAKOTERAPI
1. Indikasi
Profilaksis gejala asma bronkial, pengobatan regular asma untuk dewasa
dan anak > 12 tahun (7).
2. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap budesonide, status asthmaticus dan akut
bronkospasma (7).
3. Dosis (5)
Pemberian secara inhalasi aerosol; 200 mcg 2 kali sehari; pada asma
yang terkontrol baik, dosis dapat dikurangi sampai tidak kurang dari 200
mcg/ hari; pada asma berat ditambah sampai 800 mcg/ hari. Serbuk
inhalasi pada saat pengobatan dimulai pada asma berat dan pada saat
pengurangan atau penghentian pemberian kortikosteroid oral; 0,2 – 1,6
mg/ hari dalam dosis terbagi; pada kasus kurang berat 200 – 800 mcg/
hari; pasien yang sudah diatasi dengan kortikosteroid yang dihirup 2 kali
sehari dapat diberikan 1 kali sehari (tiap malam) dengan total dosis
perhari sana (sampai 800 mcg 1 kali sehari). Anak-anak; 200 – 800 mcg/
hari dalam dosis terbagi (800 mcg pada asma berat).
7
Rhinitis; dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun, beri beri 200 mcg (2
semprotan) ke dalam tiap lubang hidung 1 kali sehari di pagi hari atau
100 mcg (1 semprotan) ke dalam lubang hidung 2 kali sehari; bila gejala
dapat dikendalikan, kurangi hingga 100 mcg (1 semprotan) ke dalam
lubang hidung 1 kali tiap hari.
Polip hidung; Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun, 100 mcg (1
semprotan) ke dalam lubang hidung 2 kali sehari selama 3 bulan.
4. Efek Samping (7)
Pemberian kortikosteroid secara sistemik dan inhalasi dapat
menyebabkan infeksi Candida albicans, hipersensitifitas salah satunya
yaitu anafilaksis, immunosupresan, hiperkortisisme dan supresi adrenal,
pengurangan kepadatan mineral tulang, efek pertumbuhan, serta kondisi
eosinofilik dan Churg-Strauss.
5. Interaksi Obat (8)
Terdapat beberapa interaksi obat yang terjadi dengan budesonide, yaitu;
1) Pasien yang telah melakukan terapi jangka panjang dengan
claritomisin, setelah menggunakan inhalasi budesonide mengalami
Cushing’s sindrom.
2) Penggunaan dosis tinggi inhalasi furosemide pada pasien yang
menggunakan gliburid/ metformin akan menyebabkan terjadinya
glikosuria dan meningkatkan kadar hemoglobin terglikasi.
3) Grapefruit menyebabkan peningkatan level atau efek dari
budesonide dengan mempengaruhi enzim metabolism hati/ usus
CYP3A4.
4) Itrakonazol dapat menyebabkan peningkatan level dan atau efek
dari inhalasi budesonide
5) Ketokonazol meningkatkan efek sistemik dari inhalasi budesonide
dan meningkatkan AUC dari budesonide oral.
6) Ritonavir atau nelfinavir dapat menyebabkan peningkatan level
dari budesonide.
8
6. Peringatan dan Perhatian (7)
1) Efek local
Pertumbuhan Candida albicans di mulut dan faring. Setelah
penggunaan inhalasi budesonide, mulut harus dibilass untuk
mengurangi resiko.
2) Deteriorasi asma
Selama periode strees atau asthmaticus status berat, kortikosteroid
tambahan dibutuhkan. Tidak diberikan untuk bantuan cepat pada
bronkospasme akut (bukan agen bronkodilator).
3) Reaksi hipersensitivitas
Terjadi reaksi hipersensitivitas seperti anafilaksis, ruam, dermatitis,
urtikaria, angioedema, dan bronkospame.
4) Imunosupresan
Pasien immunocompromised. Pasien yang mengalami infeksi
saluran pernapasan tuberkulosis, infeksi jamur atau bakteri yang
tidak diobati, infeksi virus atau parasit, herpes simpleks ocular.
Resiko penyakit cacar air atau campak yang lebih serius atau fatal
pada pasien yang rentan.
5) Dosis
Kematian akibat insufisiensi adrenal telah terjadi setelah
penghentian tiba-tiba steroid oral; penurunan dosis secara bertahap.
6) Penurunan kepadatan mineral tulang
Penurunan kepadatan mineral tulang setelah pemberian
kortikosteroid jangka panjang; memonitor pasien yang berisiko.
7) Efek pertumbuhan
Pada anak-anak terjadi penurunan kecepatan pertumbuhan
8) Glaucoma dan katarak
Glaucoma, peningkatan intraocular dan katarak. Memonitor pasien
yang beresiko.
9
9) Kondisi eosinophil dan Churg-Strauss sindrom
Resiko kondisi eosinofilik sistemik dan beberapa kasus Churg-
Strauss sindrom
10
BAB III
RANCANGAN PRODUK
A. TEKNOLOGI FORMULASI
1. Rancangan Formula (13)
a. 1 skala pilot : Bobot akhir 2,5 kg (Sesuai untuk 100.000 kapsul)
b. 1 skala produksi : Bobot akhir 25 kg (Sesuai untuk 1.000.000 kapsul)
c. Cangkang kapsul yang digunakan : Nomor 3
2. Perhitungan Bahan
Tabel III.2 Jumlah Bahan Baku Kapsul
Nama Bahan Jumlah/Kapsul Skala Pilot Skala Produksi
(100.000 Kapsul) (1.000.000 Kapsul)
Budesonid 0,2 mg 0,02 kg 0,2 kg
Laktosa 21,05 mg 2,105 kg 21,05 kg
kasar
Laktosa 3,75 mg 0,375 kg 3,75 kg
halus
11
Bobot molekul : 430,5
Struktur kimia :
2. Bahan Tambahan
Laktosa
Nama kimia : O-β-D -Galactopyranosyl-(1→4)-a-D-glucopyranose
12
monohydrate
Rumus kimia : C12H22O11.H2O
Bobot Molekul : 360,31
Sinonim : CapsuLac, GranuLac, Lactochem, lactosum
monohydricum, Monohydrate, Pharmatose, PrismaLac,
SacheLac, SorboLac, SpheroLac, SuperTab 30GR,
Tablettose
Struktur kimia :
C. METODE FORMULASI
Isi kapsul dalam formulasi dry powder inhalasi budesonid ini dibuat dalam
bentuk serbuk untuk mempermudah pelepasan bahan aktif dengan bahan
13
tambahannya, sehingga setelah dilakukan proses pencampuran tidak dilakukan
proses granulasi.
Sasaran dari formula ini adalah paru-paru maka, untuk mencapai target
bahan aktif yang digunakan harus micronized (yaitu memiliki ukuran 1–5 µm).
zat tambahan yang digunakan adalah laktosa karena tidak toksik, memiliki
stabilitas fisik dan kimia, memiliki kompatibilitas dengan bahan aktif,
kemudahan ketersediaan, dan harga yang murah. Laktosa yang digunakan
adalah laktosa kasar dan laktosa halus. Laktosa kasar digunakan untuk
mengurangi aglomerasi dan meningkatkan aliran. Sedangkan laktosa halus
digunakan untuk mengurangi gaya adhesi antara bahan aktif dan laktosa kasar.
14
BAB IV
PROSES PENGOLAHAN
A. FASILITAS PENGOLAHAN
Budesonide merupakan golongan kortikosteroid yang biasanya digunakan
dalam pengobatan kondisi peradangan seperti asma dan penyakit kronis paru.
Efeknya pada sistem paru adalah hasil dari aktivitas anti-peradangannya
dengan bekerja mengurangi jumlah dan aktivitas sel-sel inflamasi,
menghambat mekanisme bronchoconstrictor, memproduksi otot polos langsung
relaksasi, dan mengurangi jalan napas hyperresponsiveness. Dalam proses
produksi untuk sediaan yang mengandung budesonide, dilakukan di ruangan
produksi non steril dan non β-laktam.
Sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), bangunan dan fasilitas produksi ditata secara khusus
dengan tujuan memperkecil resiko kesalahan, memudahkan pembersihan, dan
perawatan yang efektif untuk menghindari hal-hal yang dapat menurunkan
mutu obat. Bangunan dan fasilitas produksi kapsul Budesonide harus memiliki
desain, konstruksi, dan letak yang memadai. Selain itu, disesuaikan kondisi dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. (12)
Berikut merupakan desain dan tata letak bangunan selama proses
pengolahan kapsul budesonide :
1. Area penimbangan
Penimbangan bahan awal dilakukan di area penimbangan terpisah.
Letaknya di dalam bagian area penyimpanan atau area produksi agar
meminimalisir kontaminasi. Kondisi ruang timbang:
- Suhu : 20-28oC
- Kelembapan : 45-70%
- Tekanan : 5-10 Pa
15
2. Area produksi
Area produksi kapsul ampisilin dilakukan pada kelas E (produksi
nonsteril) non β-laktam yang terpisah dari area produksi golongan β-
laktam. Tata letak ruang produksi kapsul budesonide dilakukan di area
yang saling berhubungan antara satu ruangan degan ruangan lain
mengikuti urutan tahap produksi kelas E (penimbangan, stagging,
granulasi dan pengeringan, filling, polishing, dan pengemasan) untuk
meperkecil risiko terjadinya kesalahan dan kekeliruan antara produk obat
atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang yang
mungkin terjadi dan risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan
proses produksi. Tiap ruangan dipisahkan oleh ruang antara karena tiap
ruangan memiliki tekanan udara dan temperatur yang berbeda. Tekanan
udara di area koridor harus lebih besar dibandingkan dalam ruangan agar
partikel dan kontaminan di ruangan tidak masuk ke koridor. Partikel dan
kontaminan yang ada di ruangan diserap keluar oleh Air Handling Unit
(AHU) yang dibuat terpisah antar tiap ruangan (tidak terpusat) untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang.
a. Pada area produksi kapsul ampisilin, permukaan dinding, lantai dan
langit-langit yang digunakan bebas retak, halus, tidak melepaskan
partikulat dan mudah dibersihkan.
b. Konstruksi lantai terbuat dari bahan kedap air yang permukaannya
rata, sedangkan sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan
berbentuk lengkungan agar mudah dibersihkan.
c. Pipa, fitting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang
yang dipasang mudah diakses dari luar area pengolahan (pipa yang
dipasang tidak menempel dengan dinding tetapi menggantung
dengan menggunakan siku-siku dengan jarak yang cukup).
d. Kebersihan ruang produksi kelas E yakni tidak boleh lebih dari
3.520.000 untuk jumlah partikel berukuran ≥ 0,5 μm dan tidak
boleh lebih dari 29.000 untuk jumlah partikel berukuran ≥ 5 μm.
16
e. Area produksi kapsul ampisilin (pengolahan dan pengemasan)
diventilasi dengan menggunakan sistem pengendali udara termasuk
filter udara dengan efisiensi 99,95% (H13) dengan metode
resirkulasi + make up air 10 – 12% fresh dengan pertukaran udara 6
– 20x per jam, hal ini dilakukan untuk mencegah pencemaran
silang dan kontaminasi. Selain itu, suhu dan kelembapan juga
dijaga agar tidak lebih atau kurang dari 20 - 27°C dan maksimal
70%.
3. Area Penyimpanan
Area penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi (dalam status karantina maupun diluluskan) kapsul budesonide
disimpan pada area penyimpanan kapasitas yang memadai dengan rapi
dan teratur, yakni diberi identitas dengan cara menempelkan nama bahan,
jumlah bahan serta nomor batch-nya secara jelas. Area penyimpanan
harus bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta
dipelihara dalam suhu area penyimpanan yakni tidak boleh di luar
rentang 20-28°C dengan kelembapan maksimal 70% yang setiap harinya
dipantau dan didokumentasikan untuk menjaga mutu sediaan.
4. Area pengawasan mutu
Area pengawasan mutu kapsul budesonide terpisah dari area produksi
dan didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruangan
dibuat sedemikian rupa sehingga memadai untuk mencegah pencampuran
dan pencemaran silang dan disediakan tempat penyimpanan dengan luas
yang memadai untuk sampel, baku pembanding, pereaksi, pelarut, dan
dokumentasi. Pada laboratorium pengawasan mutu juga dipasang unit
pengendalian udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium.
5. Sarana pendukung
Sarana pendukung meliputi ruang istirahat, ruang ganti pakaian, serta
kantin. Ruang istirahat dan kantin dibuat terpisah dari area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja,
membersihkan diri, dan toilet disediakan dalam jumlah yang cukup dan
17
mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area
produksi atau area penyimpanan serta ruang ganti pakaian dibuat
berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.
18
Kapasitas : 20,200 gr
Keterbacaan : ±0,1 g
Linearitas : ±0,2 g
Dimensi : 400 mm x 300 mm
b. Mesh Nomor 60
c. Mesin Mixing
Kapasitas : 500 kg
Rotasi : 360o
Berat alat : 140 kg
Fungsi : Mencampur bulk
19
d. Mesin Filling Capsule
20
Ukuran alat : 120 x 50 x 120 cm (PxLxT)
f. Metal Detector
21
g. In Process Control (IPC)
Bobot Maksimal : 82 g
Readout : 0,1 mg
Reprodusibilitas : 0,2 m
Linearitas : 0,3 mg
Material Weighing Plate : Stainless steel
22
i. Alat Uji Sudut Diam
Berat : 20 Kg
Dimension : Widht(267 mm), Depth(356 mm),Height(608
mm)
Ukuran gelas beaker : 1.000 mL
Timer : Otomatis
C. PERSONALIA
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan
semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-
masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB
serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi
mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
PT.P-Coorporate memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai, tiap personil tidak
dibebani tanggung jawab yang berlebihan. Hal ini dilakukan untuk
menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Selain itu, personalia di PT.P-
Coorporate memiliki struktur organisasi dengan tugas spesifik dan
23
kewenangan penanggunng jawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.
Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang juga mempunyai
tingkat kualifikasi yang memadai. Penerapan aspek CPOB tidak ada yang
terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum
pada uraian tugas.
Apoteker di PT.P-Coorporate sangat berperan penting dalam produksi
kapsul ampisilin karena sebagai manager produksi, manager pemastian mutu
dan manager pengawasan mutu. Apoteker yang ditunjuk sebagai manager
adalah apoteker yang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang
perencanaan, pembuatan, pengujian maupun pemastian mutu obat yang
diproduksi dan memahami prinsip dan seluruh aspek CPOB sehingga dapat
menerapkannya di PT.P-Coorporate untuk menghasilkan obat yang memiliki
mutu, efek, dan aman untuk masyarakat. Apoteker tersebut juga memiliki
kemampuan dalam memimpin dan mengatur dengan baik para karyawan
yang berada di bawahnya.
Selain itu, kualifikasi personil dilakukan baik untuk karyawan baru
dan karyawan lama agar para staf yang bekerja di PT.P-Coorporate terbukti
kompeten. Kualfikasi personil meliputi pelatihan terhadap CPOB dan
dilaksanakan minimal satu tahun sekali oleh departemen pemastian mutu,
setelah personil mengikuti pelatihan, personil tersebut akan diberikan
evaluasi berupa soal-soal yang berkaitan dengan materi pelatihan yang
kemudian akan diberikan penilaian. Selain pelatihan CPOB yang diadakan
oleh departemen pemastian mutu, kepala bagian dari tiap-tiap departemen
seperti riset dan pengembangan, pengawasan mutu, dan produksi juga
mengadakan pelatihan sesuai dengan tanggung jawab dan job desk masing-
masing karyawan. Jadi, semua karyawan yang bekerja di PT.P-Coorporate
adalah karyawan yang memiliki kompetensi dan keterampilan di bidangnya.
Personil yang bekerja di PT.P-Coorporate memiliki jumlah yang cukup
dengan job desc yang ditulis secara jelas dan rinci. Jam kerja di PT.P-
Coorporate adalah 8 jam (8.00 WIB – 17.00 WIB) dengan waktu istirahat
selama 1 jam (12.00 WIB – 13.00 WIB). Hal ini dikarenakan untuk mencegah
24
adanya karyawan yang kelelahan sehingga tidak fokus bekerja dan dapat
mempengaruhi mutu obat yang diproduksi karena membuat kesalahan.
E. TAHAPAN PRODUKSI
Pengolahan untuk 1 bets skala produksi.
1. Penerimaan bahan baku dan bahan kemas
a. Petugas gudang menyiapkan bahan awal sesuai dengan permintaan dari
kepala bagian produksi yang sesuai dengan catatan pengolahan bets
dan menyerahkannya kepada bagian produksi.
25
b. Staf bagian produksi memeriksa label “DILULUSKAN” yang
tercantum pada kemasan bahan awal.
c. Staf bagian produksi membersihkan bagian luar kemasan awal dengan
lap bebas serat.
d. Staf bagian produksi memindahkan bahan awal ke ruang staging untuk
berikutnya siap ditimbang
26
4. Pengayakan
a. Semua bahan yang telah selesai dilakukan penimbangan dilakukan
pengayakan menggunakan mesh 60 oleh operator.
b. Mesin ayakan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian Mesin
pengayak dihidupkan dan dilakukan pengayakan secara terpisah
terhadap bahan aktif budesonide dan bahan pembawa laktosa dengan
cara dilewatkan pada ayakan Mesh nomor 60.
c. Hasil bahan yang telah diayak, masing – masing dimasukkan
kedalam wadah oleh operator secara terpisah.
5. Proses Mixing
a. Operator memeriksa kebersihan dan kesiapan alat mixing dengan
mengecek label bersih pada alat dan memastikan bahwa alat sudah
dikalibrasi.
b. Mesin mixing Drum Rotator model DRW-NC dihidupkan oleh
operator, Laktosa 200 dan Laktosa 201 dicampurkan dalam mesin dan
diaduk selama 15 menit sampai homogen.
c. Setelah homogen, operator menambahkan bahan aktif budesonide
yang telah diayak kedalam mesin mixing dan diaduk selama 15 menit
sampai homogen.
d. Operator didampingi dengan farmasis mengecek hasil mixing, jika
campuran serbuk sudah homogen, tahap selanjutnya dapat dilakukan.
e. Campuran serbuk hasil mixing dipindahkan oleh operator ke dalam
wadah dan ditutup rapat, diberikan label kapsul budesonide lengkap
dengan nomor bets dan tanggal pembuatan campuran serbuknya.
f. Campuran serbuk disimpan ke dalam ruang stagging sampai
menunggu hasil dari bagian pengawasan mutu (QC) dan In Process
Control (IPC).
27
6. Pengambilan Sampel untuk Quality Control (QC) dan In Process
Control (IPC)
a. Pengambilan sampel dilakukan oleh farmasis untuk diserahkan ke
bagian pengawasan mutu.
b. Pengambilan sampel untuk IPC dilakukan oleh farmasis setelah
campuran serbuk homogen.
c. Sampel yang diambil guna untuk dilakukan uji kadar air pada
campuran serbuk, uji kecepatan alir, dan uji sudut diam.
d. Hasil uji tersebut diberitahukan kepada pihak produksi bahwa
campuran serbuk layak untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.
7. Filling Capsul
a. Operator memeriksa kebersihan dan kesiapan alat filling Kwang-Dah
ChinYi Type ACF-70 dengan mengecek label bersih pada alat
memastikan bahwa alat sudah dikalibrasi.
b. Operator memasukkan cangkang kapsul kosong nomor 3 ke dalam
mesin filling dan campuran serbuk yang telah dibuat ke dalam mesin
dengan berat masing-masing serbuk 25 mg per kapsul.
c. Mesin filling Kwang-Dah Chin Yi Type ACF 70 dihidupkan oleh
operator.
d. Farmasis mengambil sampel untuk dikirim ke bagian pengawasan
mutu
e. Kapsul yang sudah diisi dengan serbuk dimasukkan ke dalam wadah
tertutup rapat dan diberi silica gel.
8. Polishing Capsule
a. Operator memeriksa kebersihan dan kesiapan alat Ruian Capsule
Polishing Machine dengan mengecek label bersih pada alat dan
memastikan bahwa alat sudah dikalibrasi.
b. Kapsul dimasukkan ke dalam alat Ruian Capsule Polishing Machine
dan mesin dijalankan.
28
c. Kapsul yang sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam wadah tertutup
rapat dan diberi gel silica.
29
adalah sekitar 100 gram. Faktor-faktor yang mempengaruhi sudut diam
suatu granul adalah bentuk ukuran serta kelembaban granul.Pada
pengujian sudut diam dilakukan dengan cara serbuk ditampung pada kertas
grafik milimeter, catat tinggi dan diameter unggukan serbuk. Menurut
Lachman, 1994 sudut diam yang baik adalah kurang dari 40° dengan
persyaratan waktu alirnya tidak lebih dari 10g/detik.
Dimana :
𝒉
tan α h : tinggi kerucut
𝒓
r : jari-jari permukaan dasar kerucut
α : sudut diam
30
2. Pengujian IPC (In Process Control) Kapsul Budesonide :
a. Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang satu persatu
menggunakan Analytical Balance KERN ABS 80-4N, kemudian dicatat
hasilnya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keseragaman isi
kapsul budesonide. Semua isi kapsul tersebut dikeluarkan dan timbang
seluruh bagian kapsul. Hitung bobot isi tiap kapsul dan hitung bobot rata-
rata isi tiap kapsul. Menurut FI III, kapsul tersebut memenuhi syarat bila
perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata isi
kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan dari kolom A dan untuk
setiap 2 kapsul terhadap bobot rata-rata ditetapkan dalam kolom B.
Tabel IV.1 Syarat Keseragaman Bobot
b. Locking capsules
Kapsul yang telah di filling dilakukan pengecekan locking capsules secara
manual oleh operator. Operator mengunci kapsul dengan cara menekan
bagian kepala dan badan kapsul secara bersamaan agar kapsul benar
terkunci sempurna. Pengujian ini bertujuan agar kapsul terkunci sempurna
dan isi kapsul tidak berhamburan keluar dari cangkang kapsul.
c. Visual inspection
Inspeksi dilakukan oleh operator secara manual menggunakan meja yang
beralaskan lampu yang dilakukan secara manual setelahproduksi satu
batch kapsul selesai. Pengujian ini dilakukan untuk menihat physical
appearance dari kapsul secara manual. Visual inspection kapsul dilakukan
dengan melihat semua kapsul yang telah selesai diproduksi. Pengecekan
ini dilakukan untuk melihat bentuk fisik dari kapsul baik luar cangkang
maupun dalam cangkang kapsul. Pengecekan luar cangkang kapsul
31
dilakukan untuk melihat apakah ada cangkang kapsul yang rusak atau
cacat. Pengecekan dalam cangkang kapsul dilakukan untuk melihat apakah
cangkang kapsul terisi dengan serbuk obat atau tidak. Jika kapsul reject
lebih dari 1,0% harus dilakukan investigasi lanjutan.
d. Penetapan Kadar
Ditimbang dengan seksama100 mg Budesonide dipindahkan ke dalam labu
ukur 100 ml. Obat itu dilarutkan dalam jumlah yang dibutuhkan Metanol
dan volume yang dibuat hingga 100 ml dengan Metanol. Dari larutan ini
10 ml larutan diambil dan diencerkan hingga 100 ml dengan buffer fosfat
pH 6,8 dalam labu ukur untuk mendapatkan konsentrasi 100 μg/ml.
Diambil sebanyak 10 ml larutan dari larutan stok sekunder dan diencerkan
hingga 100 ml dengan buffer fosfat pH 6,8 untuk mendapatkan konsentrasi
10 μg/ ml. Dari larutan stok tersier, dipipet sebanyak 1,0 ml, 2,0 ml, 3,0
ml, 4,0 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml, 8 ml, 9 ml dan 10 ml dan dipindahkan ke labu
ukur 10 ml, diencerkan dengan buffer fosfat pH 6,8 untuk mendapatkan
konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 μg/ml masing-masing labu.
Absorbansi larutan diukur pada 246 nm menggunakan dapar fosfat pH 6,8
sebagai blanko (13).
32
BAB V
PROSES PENGEMASAN
33
Misalnya kotak karton untuk vial/ampul vaksin, kotak karton untuk
blister/strip obat dan lain-lain.
3. Kemasan tersier, merupakan kemasan yang digunakan untuk perlindungan
dan memudahkan proses pendistribusian. Misalnya Kotak Kardus.
B. FASILITAS PENGEMASAN
Dalam proses pengemasan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk
menjaga mutu produk salah satunya adalah ruangan. Tataletak ruang pengemasan
dirancang khusus untuk mencegah campur baur dan kontaminasi silang.
Kemasan primer kapsul budesonide dikemas dalam strip aluminium foil.
Pengemasan dilakukan di kelas E hal ini dikarenakan adanya kontak langsung
antara produk ruahan dengan udara. Sehingga kebersihan harus tetap dijaga.
Syarat ruang pengemasan primer di kelas E :
1. Pengemasan primer
a. Suhu : 20-27° C
b. RH : maksimal 70 %
c. Jumlah partikel/m3 (≥ 0,5 µm) : maksimal 3,5 x 106
d. Jumlah partikel/m3 (> 5 µm) : maksimal 2x 104
e. Jumlah mikroba/m3 : ˂ 200 cfu/m3
f. Air change/hour : maksimal 20 kali
2. Pengemasan sekunder dan tersier dilakukan di rungan kelas F, persyarat yang
harus dipenuhi hanya suhu dan kelembaban ruangan saja, yaitu 20-28° C
untuk suhu dan untuk kelembaban tidah diklasifikasikan. Untuk peryaratan
lain tidak didefinisikan.
3. Mesin pengemasan primer dan skunder dalam keadaan siap pakai. Mesin
pengemasan primer dan skunder sebelumnya harus telah dikalibrasi dan
validasi. Mesin pengemasan juga harus bersih apabila sebelumnya digunakan
pengemasan sediaan lain. Mesin yang bersih harus ditandai label “BERSIH”
baik untuk mesin stripping dan mesin coding. Penempelan label “BERSIH”
ini dicantukan:
34
a. Nama mesin,
b. Nomor pengenal mesin
c. Dibersihkan oleh (operator yang membersihkan)
d. Waktu mulai dan selesai dibersihkan
e. Pencantuman nama produk sebelumnya (apabila digunakan setelah
produk dan nomor batch yang berbeda dari yang akan di kemas ataupun
di coding)
f. Pencantuman nama produk yang akan dikemas atau di coding beserta
nomor batch produk tersebut.
Dilakukan pencantuman tersebut bertujuan untuk memudahkan
penelusuran masalah apabila ditemukan temuan yang berkaitan dengan
pengemasan dan coding.
g. Tidak ada bahan baku/produk/dokumen batch lain di ruang
pengemasan. Kotak penyimpanan produk yang akan dikemas skunder
dan tersier harus benar-benar dipisahkan antara produk satu dengan
yang lainnya,dan kotak penyimpanan produk-produk siap kemas
skunder dan tersier itu harus ditutup. Hal ini dilakukan untuk
menghindari mix up antara satu produk dengan produk yang lainnya.
4. Operator memakai seragam khusus untuk packaging, hair net, dan masker.
35
1. Pengemasan Primer
a. Mesin blister : duan kwei blister
2. Pengemasan Sekunder
a. Inkjet printer coding kemasan skunder
36
1) Nama merek : Hitachi PX-D460E
2) Power Supply : 100-120/200-240V, 50/60
Hz. 1Phaze
3) Berat : 25 kg
4) Dimension : 400 x 300 x 750 mm
5) Max. Number of print chracters : up to 120 characters (option
up to 1.000 characters)
6) Max. Print line number : up to 3 line (option: up to 5
line)
7) Display : TFT LCD (10,4 inch, color),
back light provided
8) Input device : Touch panel, input sound
Provided
3. Kemasan Tersier
a. Mesin carton sealer (segel master box)
37
b. Conveyor check weigher
4. Bahan Pengemas
a. Pengemas primer : PVC, Alumunium
b. Pengemas sekunder : kotak (karton duplex) (Lampiran 1)
c. Brosur (Lampiran 2)
d. Pengemas tersier : Kardus
D. TAHAP PENGEMASAN
1. Pengemasan Primer
Produk ruahan di blister masing masing 10 kapsul, kedalam blister (PVC dan
aluminium). Blister kemudian dicetak no bets, manufacturing date, expired
date, HET. Produk dilakukan pemeriksaan secara visual sebelum dimasukan
ke dalam kemasan sekunder dan diberi brosur.
2. Pengemasan Sekunder
Blister sebanyak 2 buah disusun dan dikemas ke dalam kemasan sekunder
(kotak karton). Proses pengemasan sekunder dilakukan secara manual. Setiap
38
karton diberi nomor batch, manufacturing date, expired date, dan HET secara
otomatis menggunakan mesin Coding.
3. Pengemasan Tersier
Sebanyak 50 kotak karton obat disusun dan dikemas ke dalam kardus yang
dilipat. Obat-obat yang sudah dikemas, dibawa ke gudang karantina untuk
diperiksa oleh bagian Quality Assurance (QA). Jika sudah dinyatakan lolos
uji, maka barang disimpan di gudang penyimpanan produk jadi untuk
kemudian dilakukan serah terima barang dengan pihak distribusi. Proses
pengemasan tersier, setiap dus diberi label yang berisi nomor batch,
manufacturing date, dan expired date.
39
a) Memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari
kegiatan pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari jalur
pengemasan dan area sekitarnya;
b) memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya: dan
c) memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.
40
b. Proses Pengemasan Sekunder
Pengamatan visual : penampilan kemasan sekunder, warna box, ada
tidaknya kesesuaian jumlah brosur, jumlah strip dalam 1 kotak karton,
kesesuaian nomor batch, nomor registrasi, manufacture date, expired date,
dan HET pada kotak karton.
c. Proses Pengemasan Tersier
Pengamatan secara visual : mengenai kesesuaian isi produk dalam 1
kardus, kesesuaian nomor bacth, expired date pada kotak kardus.
4. Finishing
Pada penyelesaian kegiatan pengemasan dilakukan pemeriksaan mengenai
kelengkapan dan kesesuaian dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan
produk. Dalam satu master box hanya boleh terdapay satu batch obat jadi dan
Hanya produk yang berasal dari satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja
yang boleh ditempatkan pada satu palet.
Setelah proses rekonsiliasi pengemasan selesai, maka kelebihan bahan
pengemas dan produk ruahan diawasi secara ketat. Semua sisa bahan
pengemas yang sudah diberi penandaan tapi tidak terpakai hendaklah
dihitung dan dimusnahkan. Jumlah yang dimusnahkan hendaklah dicatat pada
catatan pengemasan bets.
41
BAB VI
PENGAWASAN MUTU
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Pengawasan Mutu bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan
sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu yang dilakukan yaitu mencakup semua kegiatan analitis
yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan baku, spesifikasi bahan baku, pengujian produk antara, produk
ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup pembuatan dokumentasi dan
prosedur pelulusan sebagai bukti bahwa semua pengujian yang relevan telah
dilakukan sehingga bahan dapat diluluskan untuk dipakai dan produk dapat
diluluskan untuk dijual sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. (12)
42
a. Spesifikasi
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, dimana diperlukan:
1) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal;
2) Nama pabrik dan no kode pembuat dan/atau pemasok yang
disetujui
3) Sifat fisika, kimia, serta standar mikrobiologi jika ada, serta
menyatakan standar dan toleransi yang diperbolehkan dalam
bentuk deskripsi atau angka.
4) Frekuensi keberulangan pengujian terhadap bahan yang
disimpan bila perlu
5) Masa kadaluarsa bahan baku zat aktif.
6) Tanggal diterbitkan spesifikasi dan kolom sejarah perubahan
bila saat dilakukan review ditemukan perubahan spesifikasi
yang disebabkan pembaharuan versi dari salah satu
kompendium atau COA manufacturer terkait.
7) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau posedur
rujukan
8) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas
penerimaan;
b. Persyaratan Pengujian
Parameter pengujian tertentu untuk bahan awal yang telah disetujui
pada saat pemberian izin edar dapat dikurangi bila hasil tren
seluruh parameter yang diuji telah memenuhi syarat, minimal pada
20 bets berbeda yang diterima berurutan dari pemasok (pabrik
pembuat) yang sama, mempunyai GMP certificate dari otoritas
negara terkait dan memenuhi minimal 2 dari kriteria berikut:
a) Dapat dipastikan dan diketahui pabrik pembuatnya (bukan
distributor atau broker) dan ada jaminan dari distributor atau
broker yang menyatakan bahwa bahan awal dan coa berasal
dari pabrik pembuat tersebut;
43
b) Pabrik pembuat sudah diaudit secara rutin oleh industri
pengguna atau organisasi profesional dalam bidang mutu dan
memenuhi syarat GMP; dan
c) Untuk Eropa, juga certificate of suitability untuk bahan awal
terkait yang diterbitkan oleh badan otoritas negara terkait dari
pabrik pembuat,namun minimal 1 kali setahun hendaklah.
Dilakukan uji lengkap.
Bila terjadi kegagalan pemenuhan spesifikasi hendaklah
dilakukan pengujian lengkap tiap bets bahan hingga
diperoleh keyakinan terhadap pemasok melalui pengkajian
tren hasil parameter uji. Parameter pengujian yang tidak
boleh dikurangi adalah:
a) pemerian;
b) susut pengeringan atau kadar air, bila ada;
c) identifikasi sesuai dengan monografinya; dan
d) penetapan kadar / potensi untuk bahan aktif obat.
2. Eksipien
Bahan baku eksipien adalah suatu bahan, bukan berupa zat aktif, yang
telah dievaluasi dengan benar keamanannya dan termasuk dalam sistem
pengiriman obat untuk membantu dalam proses pembuatan obat,
melindungi, membantu atau meningkatkan stabilitas obat, ketersediaan
hayati atau akseptabilitas pasien, membantu identifikasi produk atau
meningkatkan atribut lain yang berkaitan dengan kemanan dan efektifitas
obat selama penyimpanan atau penggunaan (12).
a. Spesifikasi
Nama yang ditentukan dan kode produk internal.
a) Rujukan monografi farmakope dan COA manufacturer
dari pemasok yang telah disetujui, bila ada.
b) Standar spesifikasi fisika, kimia, biologi.
c) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
44
d) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas
penerimaan baik berupa deskripsi atau numeris
e) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
f) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali
b. Pengujian
Pengujian bahan baku eksipien hendaklah diuji terhadap pemerian,
pemenuhan spesifikasi sesuai dengan monografinya, susut
pengeringan atau kadar air, dan penetapan kadar / potensi untuk
bahan aktif obat
3. Bahan Pengemas
Bahan pengemas dibagi menjadi tiga, yaitu bahan kemas primer,
sekunder dan tersier. Bahan kemas primer adalah bahan yang digunakan
dalam proses pengemasan obat termasuk bahan cetak yang langsung
bersentuhan dengan produk obat jadi. Bahan kemas sekunder adalah
bahan pengemas luar termasuk bahan cetak yang digunakan untuk
mengemas atau membungkus bahan kemas primer yang tidak langsung
bersentuhan dengan produk jadi. Bahan kemas tersier adalah bahan
kemas yang ditujukan untuk mengemas produk jadi setelah dilakukan
pengemasan sekunder (12).
a. Spesifikasi bahan pengemas
Nama dan kode produk yang ditentukan dan digunakan oleh
perusahaan. Nama dan kode yang diberikan oleh pemasok
1. Nama pemasok yang disetujui
2. Tanggal diterbitkan spesifikasi.
3. Pemerian antara lain jenis bahan, ketebalan, dimensi warna,
kekuatan dan teks
4. Gambar teknis bila perlu
5. Rujukan monografi atau metode pengujian yang digunakan
untuk pemeriksaan dan pengujian spesifikasi atau monografi
yang digunakan
45
6. Frekuensi pengujian ulang terhadap bahan yang disimpan jika
perlu
7. Kondisi penyimpanan atau tindakan pengamanan lain yang
diperlukan
8. Masa pakai jika diperlukan
b. Pengujian
Pengujian bahan pengemas hendaklah dilakukan kesesuaian dengan
spesifikasi yang ditetapkan seperti cacat fisik yang kritis dan
berdampak besar, serta ketepatan tanda identitas bahan yang dapat
memberi kesan meragukan terhadap kualitas produk.
46
identitas, kekuatan, kemurnian dan mutunya. Persetujuan dari Bagian
Pengawasan Mutu mutlak diperlukan setelah tahap produksi kritis
selesai atau bila produk tersimpan lama sebelum tahap produksi
selanjutnya dilaksanakan.
b. Produk antara dan produk ruahan yang ditolak hendaklah diberi
penandaan dan dikendalikan dengan sistem karantina yang dirancang
untuk mencegah penggunaannya dalam proses selanjutnya, kecuali
bila produk tersebut dinilai memenuhi syarat untuk kemudian diolah
ulang.
c. Parameter pengujian yang tidak boleh dikurangi (berdasarkan analisis
risiko yang dilakukan oleh masing-masing industri) adalah:
a) pemerian;
b) uji disolusi (untuk tablet, kapsul dan serbuk);
c) kadar bahan aktif obat; dan
d) uji sterilitas (untuk produk steril), namun minimal 1 kali setahun
hendaklah tetap dilakukan uji lengkap. Bila terjadi kegagalan
pemenuhan spesifikasi hendaklah dilakukan pengujian lengkap
tiap bets produk jadi hingga diperoleh keyakinan terhadap
proses produksi melalui pengkajian tren hasil parameter uji. (12)
47
1. Memenuhi persyaratan pengawasan mutu dalam semua spesifikasi
pengolahan dan pengemasan.
2. Bagian pengawasan mutu obat telah menyimpan produk jadi obat jadi dalam
jumlah cukup (2x analisis) sebagai contoh pertinggal yang akan digunakan
untuk pengujian di masa mendatang.
3. Kemasan akhir atau penandaan memenuhi persyaratan sesuai hasil
pemeriksaan bagian pengawasan mutu obat.
4. Produk jadi obat yang diterima di dalam daerah karantina sesuai dengan
jumlah yang tertera pada dokumen pemindahan barang.
5. Telah dilakukan evaluasi kesesuaian pengisian dan catatan bets.
Berikut spesifikasi produk jadi yang harus dipenuhi dalam pemenuhan mutu
produk :
1. Spesifikasi Produk Jadi
Spesifikasi produk jadi hendaklah mencakup :
a. Nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode produk);
b. Bentuk sediaan
c. Kadar obat produk jadi
d. Karakteristik fisika maupun kimiawi produk jadi
e. Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk
ukuran kemasan;
f. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan;
g. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan;
h. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila
diperlukan;
i. Lama penyimpanan
2. Persyaratan Pengujian Produk Jadi
a. Tiap bets produk jadi hendaklah diuji terhadap spesifikasi yang
ditetapkan dan dinilai memenuhi syarat sebelum diluluskan untuk
distribusi.
b. Produk jadi yang tidak memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu lain
yang ditetapkan hendaklah ditolak. Pengolahan ulang dapat dilakukan
48
apabila memungkinkan, namun produk hasil pengolahan ulang harus
memenuhi semua spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan
sebelum diluluskan untuk distribusi.
D. UJI STABILITAS
Uji stabilitas adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
stabilitas produk farmasi, yang bertujuan untuk menentukan tanggal dan
berakhirnya periode penggunaan selama kondisi penyimpanan yang ditentukan.
Maksud pengujian stabilitas adalah untuk memberikan bukti mengenai
bagaimana mutu bahan baku atau produk berubah sepanjang waktu karena
pengaruh berbagai faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya.
Program uji stabilitas dilakukan untuk memantau produk selama masa edar
dan untuk menentukan bahwa produk tetap, atau dapat diprakirakan akan tetap,
memenuhi spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang
tertera pada label. Program uji stabilitas hendaklah diuraikan dalam suatu
protokol. Peralatan yang digunakan untuk melaksanakan program stabilitas
(antara lain stability chamber) hendaklah dikualifikasi dan dirawat menurut
aturan umum kualifikasi dan validasi.
Studi stabilitas harus mencakup pengujian terhadap produk obat yang
rentan berubah selama penyimpanan dan cenderung mempengaruhi kualitas,
keamanan dan / atau keefektifan. Pengujian harus mencakup fisika, kimia,
biologi dan mikrobiologi, kandungan pengawet (misalnya antioksidan,
pengawet antimikroba). Pada pembuatan protokol stabilitas tidak semua
parameter tes yang tertera pada Asean Guidelines diuji, tetapi tergantung
kategori sediaan obat tersebut. Pada pembuatan protokol stabilitas untuk kapsul
Carvedilol parameter tes yang diujikan berdasarkan Asean Guidelines yaitu
pemerian, warna, bau/isi, kadar, waktu degradasi, disolusi, kandungan air,
jumlah mikroba dan pH (14).
49
1. Program pengujian stabilitas hendaklah dipatuhi dan mencakup :
a. Jumlah contoh dan jadwal pengujian berdasarkan kriteria statistik
tiap sifat yang diuji untuk menjamin kebenaran perkiraan stabilitas.
b. Kondisi penyimpanan.
c. Metode pengujian yang spesifik, bermakna dan dapat diandalkan.
d. Pengujian produk dalam kemasan yang sama dengan kemasan yang
di pasaran.
e. Pada obat jadi untuk rekonstitusi, pengujian stabilitas dilakukan
sebelum maupun sesudah rekonstitusi.
2. Penelitian stabilitas hendaklah dilakukan dalam hal berikut :
a. Produk baru umumnya dilakukan pada bets percobaan.
b. Memiliki kemasan baru yang berbeda dengan standar yang telah
ditetapkan.
c. Perubahan formula, metode pengolahan dan sumber bahan baku.
d. Bets yang diluluskan dengan pengecualian, yaitu yang sifatnya
berbeda dengan standar atau bets yang diolah ulang.
e. Produk yang beredar.
Pengujian stabilitas memungkinkan ditetapkannya cara
penyimpanan yang direkomendasikan, periode uji ulang, masa edar
bahan baku aktif atau produk serta kelebihan jumlah yang perlu
ditambahkan kepada suatu formulasi produk obat. Pengujian stabilitas
produk obat hendaklah dilakukan dengan cara sebagai berikut. (14)
1. Pengujian jangka panjang
Uji Stabilitas jangka panjang didesain yang berasumsi bahwa stabilitas
setiap bagian dari sampel yang diuji mewakili stabilitas semua sampel
pada titik waktu tertentu. Meliputi batch yang berbeda, kekuatan yang
berbeda, ukuran yang berbeda dari proses dan lokasi yang sama, dan
mungkin dalam beberapa kasus, pada proses dan lokasi yang berbeda.
Uji pada waktu sebenarnya adalah uji stabilitas pada kondisi sesuai
dengan yang tertera pada label selama ED +1 dengan kondisi
penyimpanan 30oC ± 2oC/ kelembapan relatif 75% ± 5%, 25oC ± 2oC /
50
kelembapan relatif 75% ± 5% dan pada suhu Chiller 5oC ± 2oC. Lama
periode pengujian biasanya ditentukan oleh masa edar yang
diperkirakan bagi produk obat tersebut.
2. Pengujian intermediate
Uji intermediate adalah uji yang dilakukan pada suhu 30°C dan
kelembapan relative 75%, didesain untuk meningkatkan degradasi
kimia atau fisika yang dapat berpengaruh pada substansi obat atau
produk yang seharusnya disimpan pada suhu 25°C.
3. Pengujian dipercepat
Uji dipercepat adalah uji yang di desain untuk meningkatkan tingkat
degradasi kimia atau perubahan fisika dari suatu substansi obat atau
produk obat dengan menggunakan kondisi penyimpanan yang lebih
ekstrim dari yang seharusnya. Pengujian dipercepat pada produk obat
selama 3-6 bulan terbagi sedikitnya dalam empat interval waktu yang
berbeda dalam kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti temperatur,
serta kelembaban. Dengan cara pengujian stabilitas dipercepat laju
penguraian obat dapat diperkirakan dan stabilitas produk dapat
diramalkan untuk kondisi penyimpanan tertentu, yakni 15 oC dia atas
suhu penyimpanan jangka panjang dengan kelembapan yang sesuia,
misalnya 40oC ± 2oC / kelembapan relatif 75% ± 5%. Berikut ini
adalah tabel pengerjaan pengujian stabilitas pada Stability Chamber
4. On Going Stability
On Going Stability adalah sebuah studi stabilitas berkelanjutan
bermaksud untuk memantau produk sesuai dengan expire datenya dan
untuk menentukan bahwa produk sesuai dengan yang diharapkan,
memenuhi spesifikasi saat disimpan dalam kondisi sesuai label. Hal
ini dapat memungkinkan deteksi setiap masalah stabilitas yang terkait
dengan formulasi dalam produk yang telah dipasarkan. On Going
stability dilakukan 1 tahun sekali 1 batch / produk.
51
Protokol untuk program stabilitas on-going hendaklah menjangkau
akhir masa edar dan hendaklah meliputi, namun tifak terbatas pada
parameter berikut:
a) Jumlah bets per kekuatan dan per ukuran bets berbeda
b) Metode pengujian fisis, kimiawi, mikrobiologis dan biologis yang
relevan
c) Kriteria penerimaan
d) Rujukan metode pengujian
e) Uraian sistem tutup wadah
f) Interval pengujian
52
dalam rancangan protokol stabilitas untuk produk obat tertentu (misalnya, tes
bau harus dilakukan hanya bila perlu dan dengan pertimbangan untuk
keselamatan analis). Selanjutnya, tidak diharapkan setiap tes terdaftar
dilakukan pada setiap titik waktu. Orientasi penyimpanan produk, yaitu tegak
lurus versus terbalik, mungkin perlu disertakan dalam protokol dimana terjadi
perubahan pada sistem penampung / penutupan.
53
BAB VII
DOKUMENTASI
Menurut pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) tahun 2012,
dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi
spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumen berisi
kumpulan protap dari semua aktivitas yang terkait dalam proses produksi tersebut,
misalnya mulai dari penerimaan bahan, penimbangan, pencampuran, pencetakkan
atau pengisian, pengemasan primer, pengemasan sekunder, pengemasan tersier,
karantina dan pelulusan atau penolakan bahan atau produk, dan pengendalian
perubahan, dan dokumen induk produksi, dokumen induk pengemasan, formulir
catatan pengujian, formulir catatan pengolahan dan catatan pengemasan dari produk
terkait (12).
Dokumen yang baik merupakan bagian esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa setiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena
komunikasi lisan (12).
A. SPESIFIKASI
1. Spesifikasi Bahan Awal
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencangkup:
a. Deskripsi bahan termasuk;
1) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal
2) Rujukan monografi farmakope, bila ada
3) Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
4) Standar mikrobiologis, bila ada
b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan
c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batasan penerimaan
d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
54
e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali
2. Spesifikasi Bahan Pengemas
Spesifikasi bahan pengemas hendaklah mencakup, di mana diperlukan:
a. Deskripsi bahan, termasuk;
1) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal
2) Rujukan monografi farmakope, bila ada
3) Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
4) Standar mikrobiologis, bila ada
5) Spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna
b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan
c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.
3. Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
Spesifikasi produk antara da n produk ruahan hendaklah tersedia, apabila
produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara
digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi hendaklah mirip
dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi, sesuai keperluan.
4. Spesifikasi Produk Jadi Spesifikasi produk jadi hendaklah mencangkup:
a. Nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
b. Formula/komposisi atau rujukan
c. Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran
kemasan
d. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan
e. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
f. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila perlu
g. Masa edar atau simpan (12).
55
besarnya bets. Dokumen ini memuat:
1. Nama produk, bentuk sediaan, kekuatan, pemerian, nama penyusun dan
bagian, nama pemeriksa yang terlibat, daftar isi dan daftar distribusi.
2. Informasi tentang kemasan yang digunakan, stabilitas produk, tindakan
pengamanan selama penyimpanan, pengolahan dan pengemasan.
3. Formula/ komposisi untuk satu satuan dosis.
4. Daftar bahan awal bahan baik bahan baku maupun bahan penolong.
5. Spesifikasi bahan baku.
6. Daftar bahan pengemas.
7. Garis besar prosedur pengolahan dan pengemasan.
8. Daftar peralatan yang dipakai untuk pengolahan dan pengemasan.
9. Pengawasan dalam proses selama pengolahan dan pengemasan (IPC: In
Process Control).
10. Masa pakai (daluwarsa) produk. Dokumen produksi induk terdiri dari
prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk yang merupakan
pedoman pengolahan dan pengemasan yang lebih rinci untuk masing-masing
obat jadi dengan bentuk sediaan, kekuatan serta besarnya bets. Prosedur
produksi induk pada dasarnya telah divalidasi (12).
56
spesifik untuk menunjukkan karakteristik mutu
3. Nama dan bobot atau ukuran dalam sistem matiks dari tiap bahan berkhasiat
dan tidak berkhasiat untuk tiap satuan takaran atau ukuran bets
4. Pernyataan mengenai pemakaian jumlah bahan baku yang dilebihkan yang
telah diperhitungkan
5. Banyaknya sisa produk yang boleh ditambahkan ke dalam bets berikutnya
jika diperlukan
6. Jumlah bets berbeda dari bahan berkhasiat dan tidak berkhasiat yang boleh
digunakan dalam satu bets produk
7. Pernyataan mengenai bobot atau ukuran teoritis yang diperbolehkan pada
tahap pengolahan tertentu
8. Pernyataan mengenai hasil teoritis dan batas persentase termasuk persentase
maksimum dan minimum hasil nyata yang diperoleh terhadap hasil teoritis
yang diperkenankan
9. Lokasi pengolahan dan peralatan yang akan digunakan (12).
57
minimum hasil nyata yang diperoleh terhadap hasil teoritis yang
diperkenankan
4. Prosedur rekonsiliasi antara produk ruahan dan bahan pengemas yang
dikeluarkan
5. Lokasi pengemasan dan peralatan yang akan digunakan (12).
58
memungkinkan, namun produk hasil pengolahan ulang harus memenuhi
semua spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan sebelum
diluluskan untuk distribusi (12).
59
utama yang digunakan.
g. Catatan pengawasan-selama-proses dan paraf personil yang
melaksanakan serta hasil yang diperoleh.
h. Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap pengolahan berbeda dan
penting.
i. Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya
dengan tanda tangan pengesahan untuk segala penyimpangan terhadap
Prosedur Pengolahan Induk.
60
e. Catatan pemeriksaan terhadap identitas dan konformitas dengan Prosedur
Pengemasan Induk termasuk hasil pengawasan-selama-proses
f. Rincian kegiatan pengemasan yang dilakukan, termasuk referensi
peralatan dan jalur pengemasan yang digunakan
g. Apabila dimungkinkan, sampel bahan pengemas cetak yang digunakan,
termasuk spesimen dari kodifikasi bets, pencetakan tanggal daluwarsa
serta semua pencetakan tambahan
h. Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya
dengan tanda tangan pengesahan untuk semua penyimpangan terhadap
Prosedur Pengemasan Induk
i. Jumlah dan nomor bets referen atau identifikasi dari semua bahan
pengemas cetak dan produk ruahan yang diserahkan, digunakan,
dimusnahkan atau dikembalikan ke stok dan jumlah produk yang
diperoleh untuk melakukan rekonsiliasi yang memadai (12).
61
DAFTAR PUSTAKA
62
Lampiran 1. Kemasan Inhaler Budesonide
63
Lampiran 2. Brosur Inhaler Budesonide
64