REFERAT
Oleh
Rifqi Rahadian
142011101095
Pembimbing
i
ASMA BERDASARKAN GLOBAL INITIATIVE FOR
ASTHMA (GINA) 2018
REFERAT
Oleh
Rifqi Rahadian
142011101095
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI …………………… ........................................................................ ii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................1
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3
2.1. Definisi ........................................................................................................3
2.2. Epidemiologi ...............................................................................................3
2.3. Faktor Risiko ...............................................................................................3
2.4. Patofisiologi ................................................................................................4
2.5. Klasifikasi ...................................................................................................5
2.6. Diagnosis .....................................................................................................5
2.7. Diagnosis Banding ....................................................................................10
2.8. Tatalaksana................................................................................................11
BAB 3. KESIMPULAN .......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25
ii
1
DAFTAR SINGKATAN
BD : Brochodilators
ICS : Inhaled Corticosteroids
LABA : Long Acting Beta-2 Agonist
SABA : Short Acting Beta-2 Agonist
LTRA : Leukotriene Receptor Antagonist
FENO : Fractional Concentration of Exhaled Nitric Oxide
FVC : Forced Vital Capacity
FEV : Forced Expiratory Volume
FEV1 : Forced Expiratory Volume in 1 second
PEF : Peak Expiratory Flow
SCIT : Subcutaneus Immunotherapy
SLIT : Sublingual Immunotherapy
2
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit heterogen, dicirikan sebagai inflamasi kronis
saluran napas. Asma didefinisikan oleh adanya riwayat mengi (wheezing), napas
pendek, kekakuan dinding dada dan/atau batuk yang bervariasi dari waktu dan
intensitasnya, serta hambatan aliran udara pada saat ekspirasi. Variasi ini dipicu
oleh beberapa faktor seperti olahraga, paparan alergen atau bahan yang
mengiritasi, perubahan cuaca, serta infeksi virus saluran napas. Gejala asma dapat
sembuh secara spontan atau berespon terhadap pengobatan dan dapat hilang untuk
beberapa minggu atau bulan.
2.2 Epidemiologi
Asma merupakan masalah di seluruh dunia. Asma terjadi pada sekitar 300
juta individu. Prevalensi asma secara global berkisar antara 1-16% populasi di
berbagai negara. Terdapat bukti kuat bahwa prevalensi asma pada anak telah
menurun dalam beberapa dekade terakhir. Prevalensi asma menurun di Eropa
Barat dan meningkat di wilayah dimana prevalensi sebelumnya rendah.
Sedangkan, prevalensi asma di Afrika, Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia
terus meningkat.
WHO memperkirakan bahwa asma mewakili 1,8% dari total beban penyakit
secara global. Diperkirakan pula bahwa asma menyebabkan 346.000 kematian di
seluruh dunia setiap tahun, dengan angka kematian fatal yang bervariasi
mencerminkan perbedaan dalam manajemen.
2.4 Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi saluran napas, meliputi sel-sel inflamasi dan
mediator yang berperan dalam ciri klinis dan patofisiologi asma. Penyempitan
saluran napas merupakan sebab utama dari gejala dan perubahan fisiologi asma,
penyempitan saluran napas tersebut akan menstimulasi terjadinya remodeling.
Beberapa faktor yang berkontribusi dalam perkembangan penyempitan saluran
napas pada asma ialah sebagai berikut:
a. Kontraksi otot polos saluran napas
Terjadi karena respon terhadap mediator bronkokonstriksi dan
neurotransmiter. Umumnya dapat diobati dengan bronkodilator.
b. Edema saluran napas
Disebabkan oleh kebocoran mikrovaskular sebagai respon terhadap
mediator inflamasi.
c. Penebalan dinding saluran napas
Penebalan merupakan hasil dari perubahan struktur, sering disebut
sebagai remodeling. Penebalan dinding saluran napas tidak selalu
reversibel dengan beberapa terapi.
5
d. Hipersekresi mukus
Produk dari peningkatan sekresi mukus dan eksudat inflamasi dapat
menyebabkan oklusi lumen (mucus plugging).
2.5 Klasifikasi
Tingkat keparahan asma dinilai secara retrospektif dari tingkat pengobatan
yang diperlukan untuk mengendalikan gejala dan eksaserbasi. Tingkat keparahan
asma dapat dinilai saat pasien menjalani perawatan pengontrolan reguler selama
beberapa bulan:
Asma ringan (mild asthma)
Asma yang terkontrol dengan baik dengan pengobatan STEP 1 atau STEP
2, yaitu dengan obat pereda yang dibutuhkan, atau dengan perawatan
pengontrol dosis rendah seperti ICS dosis rendah, antagonis reseptor
leukotriene (LTRA) atau chromone.
Asma sedang (moderate asthma)
Asma yang terkontrol dengan baik dengan pengobatan STEP 3 misalnya
ICS dosis rendah / LABA.
Asma berat (severe asthma)
Asma yang memerlukan pengobatan STEP 4 atau 5 misalnya ICS/LABA
dosis tinggi untuk mencegah asma menjadi tidak terkendali atau asma
yang tetap tidak terkendali meskipun dengan tatalaksana ini.
2.6 Diagnosis
Diagnosis asma didasarkan pada identifikasi ciri dari gejala pernafasan
seperti mengi, sesak napas (dyspnea), batuk, dan hambatan aliran udara saat
ekspirasi. Jika memungkinkan, bukti yang mendukung diagnosis asma, harus
didokumentasikan saat pasien pertama kali diperiksa, karena ciri dan gejala khas
asma dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Akibatnya,
seringkali lebih sulit untuk mengonfirmasi diagnosis asma setelah pasien diawali
dengan perawatan pengontrol. Berikut ini merupakan gejala khas asma, jika ada
gejala berikut maka akan meningkatkan kemungkinan menderita asma:
6
Lebih dari satu gejala (mengi, sesak napas, batuk, sesak dada), terutama pada
orang dewasa
Gejala sering memburuk di malam hari atau di pagi hari
Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
Gejala dipicu oleh infeksi virus (pilek), olahraga, paparan alergen, perubahan
cuaca, pada saat sedang tertawa, atau paparan bahan iritan (seperti asap knalpot
mobil, asap atau bau kuat).
Ciri-ciri berikut ini menurunkan kemungkinan bahwa gejala pernafasan
disebabkan oleh asma:
Batuk terisolasi tanpa gejala pernafasan lainnya
Produksi sputum kronis
Napas tersengal yang terkait dengan pusing, pusing atau kesemutan di perifer
(parestesia)
Sakit dada
Dispnea akibat latihan
a. Spirometri
Spirometri adalah metode yang disarankan untuk mengukur hambatan
aliran udara dan reversibilitas untuk menegakkan diagnosis asma. Pengukuran
FEV1 dan FVC dilakukan selama manuver forced expiratory menggunakan
spirometer. Tingkat reversibilitas FEV1 bervariasi pada orang yang sehat dan
konsisten pada orang yang terdiagnosis asma, yaitu umumnya 12% dan 200
mL dari nilai pra-bronkodilator. Namun kebanyakan pasien asma, terutama
yang sudah menjalani perawatan kontrol, tidak akan menunjukkan
kemampuan reversibilitas pada setiap penilaian. Spirometri bergantung dari
upaya yang dilakukan pasien pada saat pengujian berlangsung, sehingga
petunjuk tentang bagaimana melakukan manuver forced expiratory yang tepat
harus disampaikan kepada pasien, kemudian nilai tertinggi dari tiga rekaman
ulangan diambil.
Banyak penyakit paru yang dapat menyebabkan FEV1 berkurang,
sehingga penilaian mengenai hambatan aliran udara diperoleh dari rasio FEV1
dengan FVC. Rasio FEV1/FVC biasanya lebih besar dari 0,75-0,80, dan lebih
besar dari 0,90 pada anak-anak. Nilai yang kurang dari ini menandakan
adanya batasan aliran udara atau obstruksi jalan nafas.
b. Peak Expiratory Flow
Pengukuran PEF dilakukan dengan menggunakan peak flow meter yang
dapat digunakan untuk alat bantu diagnosis dan pemantauan asma. PEF saat
ini relatif lebih murah, portabel, dan ideal bagi pasien untuk dipakai di rumah
untuk melakukan pengukuran hambatan aliran udara sehari-hari. Namun,
pengukuran PEF tidak dapat dipertukarkan dengan pengukuran fungsi paru
lainnya seperti FEV1 pada orang dewasa atau anak-anak. Nilai persentase
antara FEV1 dengan PEF tidak setara.
PEF diukur pada pagi hari sebelum perawatan bila nilainya sering
mendekati nilai terendah, dan kemudian di siang atau sore hari ketika nilai
biasanya lebih tinggi. Pada setiap kesempatan, yang tertinggi dari tiga
pengukuran PEF harus dicatat.
9
memiliki biaya rendah dan sensitivitas tinggi. Hasil optimal bergantung pada
penggunaan ekstrak alergen standar dan keterampilan penguji.
Pengukuran IgE alergen spesifik dalam serum lebih mahal dan
umumnya kurang sensitif dibandingkan skin prick test untuk mengidentifikasi
sensitisasi terhadap alergen inhalasi. Pengukuran IgE total dalam serum tidak
memiliki nilai sebagai tes diagnostik untuk atopi, dan IgE total normal tidak
menyingkirkan alergi klinis.
2.8 Tatalaksana
Tujuan jangka panjang pengelolaan asma adalah:
Untuk mencapai kontrol yang baik dari gejala dan mempertahankan
tingkat aktivitas normal
Untuk meminimalkan risiko eksaserbasi, hambatan jalan napas
permanen, dan efek samping dikemudian hari.
Pilihan farmakologis untuk pengobatan jangka panjang pada asma dibagi
menjadi tiga kategori utama berikut:
1. Obat pengontrol (controller)
Digunakan untuk perawatan rutin. Obat pengontrol dapat mengurangi inflamasi
pada saluran pernapasan, mengendalikan gejala, dan mengurangi risiko
eksaserbasi dan penurunan fungsi paru-paru dikemudian hari.
a. Inhaled Corticosteroids (ICS)
ICS adalah obat anti-inflamasi yang paling efektif untuk pengobatan asma
persisten. Namun, ICS tidak dapat menyembuhkan asma dan ketika
penggunaannya dihentikan, sekitar 25% pasien akan mengalami
eksaserbasi dalam waktu 6 bulan. Pasien yang tidak menerima ICS akan
berisiko tinggi mengalami remodeling saluran napas dan hilangnya fungsi
paru.
b. Kombinasi ICS/LABA
Kombinasi ICS/LABA inhaler untuk terapi maintenance asma meliputi:
• Beclometasone/formoterol
12
• Budesonide/formoterol
• Fluticasone furoate/vilanterol trifenoate (sekali sehari)
• Fluticasone propionate/formoterol.
• Fluticasone propionate/salmeterol
• Mometasone/formoterol.
Kombinasi ICS/LABA inhaler dosis rendah untuk terapi maintenance dan
meredakan asma meliputi:
• Beclometasone/formoterol
• Budesonide/formoterol
c. Leukotriene Modifiers (ex: montelukast, pranlukast, zafirlukast, zileuton)
d. Chromones (ex: sodium cromoglycate dan nedocromil sodium)
e. Kortikosteroid sistemik (ex: metilprednisolone)
eksaserbasi (seperti nilai tertinggi FEV1 <80% atau eksaserbasi dalam 12 bulan
sebelumnya) menunjukkan bahwa diperlukan tatalaksana obat pengontrol reguler
(Evidence B).
Pilihan lain: Untuk pasien yang berisiko mengalami eksaserbasi, maka ICS
regular dosis rendah harus dipertimbangkan sebagai tambahan penggunaan SABA
(Evidence B).
Pilihan lain yang tidak disarankan untuk penggunaan rutin: pada orang
dewasa, agen antikolinergik inhalan seperti ipratropium, SABA oral atau teofilin
short-acting adalah alternatif dari SABA inhaler untuk menghilangkan gejala
asma; Namun, agen ini memiliki onset yang lebih lambat daripada SABA inhaler
(Evidence A). SABA oral dan teofilin memiliki risiko efek samping yang lebih
tinggi. LABA onset cepat dan formoterol dapat se-efektif SABA sebagai obat
pereda pada orang dewasa dan anak-anak, namun penggunaan LABA tanpa ICS
sangat tidak dianjurkan karena risiko eksaserbasi (Evidence A).
kelompok usia ini, efeknya mungkin serupa atau lebih efektif daripada
menambahkan LABA.
Pilihan lain: untuk orang dewasa dan remaja adalah meningkatkan ICS ke
dosis sedang, tapi ini kurang efektif daripada menambahkan LABA (Evidence A).
Pilihan lain yang kurang efektif adalah ICS dosis rendah ditambah LTRA
(Evidence A) atau sustained released teofilin dosis rendah (Evidence B).
kenaikan dosis ICS umumnya memberi sedikit manfaat tambahan (Evidence A),
dan terdapat peningkatan risiko efek samping seperti penekanan adrenal. Dosis
tinggi direkomendasikan hanya pada awal pengobatan percobaan selama 3-6
bulan bila kontrol asma yang baik tidak dapat dicapai dengan ICS dosis sedang,
ICS ditambah LABA dan/atau pengontrol ketiga (misalnya LTRA atau sustained
released teofilin, Evidence B). Untuk budesonida dosis sedang atau tinggi,
keefektivan dapat ditingkatkan dengan dosis empat kali dalam sehari (Evidence
B), namun kepatuhan mungkin menjadi masalah. Untuk ICS lainnya, dosis dua
kali sehari sesuai (Evidence D). Pilihan lain untuk orang dewasa atau remaja yang
dapat ditambahkan dengan ICS dosis sedang atau dosis tinggi tapi kurang efektif
dibanding menambahkan LABA, yaitu LTRA (Evidence A) atau teofiline dosis
rendah (Evidence B).
Pengobatan yang dipandu oleh sputum: untuk pasien dengan gejala dan /
atau eksaserbasi menetap meskipun ICS dosis tinggi atau ICS / LABA,
pengobatan dapat disesuaikan berdasarkan eosinofilia (> 3%) pada sputum
yang diinduksi. Pada asma berat, strategi ini menyebabkan eksaserbasi
berkurang dan/atau dosis rendah ICS (Evidence A).
Pengobatan dengan termoplasty bronkial: dapat dipertimbangkan untuk
beberapa pasien dewasa dengan asma berat (Evidence B). Bukti terbatas
dan pada pasien tertentu). Efek jangka panjangnya dibandingkan dengan
pasien kontrol, termasuk untuk fungsi paru-paru, tidak diketahui.
Kortikosteroid oral dosis rendah (setara dengan prednison ≤7,5 mg / hari):
efektif untuk beberapa orang dewasa dengan asma berat (Evidence D);
namun sering dikaitkan dengan efek samping yang substansial (Evidence
B). Kortikosteroid oral dosis rendah seharusnya hanya dipertimbangkan
untuk orang dewasa dengan kontrol gejala yang buruk dan/atau sering
eksaserbasi meskipun baik teknik inhaler dan kepatuhan dengan
tatalaksana STEP 4, dan setelah mengesampingkan faktor kontribusi
lainnya. Pasien harus diberi konseling tentang potensi efek samping
misalnya seperti efek samping osteoporosis (Evidence D).
21
Terapi Lainnya
a. Imunoterapi Alergi
Imunoterapi spesifik alergen dapat menjadi pilihan jika alergi berperan
penting (misalnya: asma dengan alergi rhinokonjungtivitis). Saat ini ada dua
pendekatan: imunoterapi subkutan (SCIT) dan sublingual immunotherapy (SLIT).
Secara keseluruhan, kebanyakan penelitian telah dilakukan pada asma ringan, dan
beberapa penelitian membandingkan imunoterapi dengan terapi farmakologis,
atau menggunakan hasil standar seperti eksaserbasi.
b. Vaksinasi
Influenza menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada
populasi umum, dan risikonya dapat dikurangi setiap tahunnya vaksinasi
Influenza berkontribusi terhadap beberapa eksaserbasi asma akut, dan pasien
dengan asma sedang-berat disarankan untuk menerima vaksinasi influenza setiap
tahun, atau saat bulan vaksinasi (Evidence D). Namun, pasien harus diberi tahu
bahwa vaksinasi tidak diharapkan dapat mengurangi frekuensi atau tingkat
keparahan eksaserbasi asma (Evidence A). Tidak ada bukti peningkatan
eksaserbasi asma setelah vaksinasi dengan vaksin trivalen yang tidak aktif
dibandingkan dengan plasebo. Orang dengan asma, terutama anak-anak dan orang
tua, memiliki risiko penyakit pneumokokus lebih tinggi, namun tidak cukup bukti
untuk merekomendasikan vaksinasi pneumokokus rutin pada penderita asma
(Evidence D).
c. Thermoplasty Bronkial
Termoplasti bronkial adalah pilihan pengobatan potensial pada STEP 5 di
beberapa negara untuk pasien dewasa yang asma tetap tidak terkontrol meskipun
rejimen terapeutik dioptimalkan dan rujukan ke pusat khusus asma (Evidence B).
Termoplasti bronkial melibatkan perawatan saluran udara selama tiga bronkoskop
terpisah dengan gelombang radio frekuensi terlokalisasi. Pengobatannya dikaitkan
dengan efek plasebo yang besar. Pada pasien yang memakai ICS/LABA dosis
tinggi, termoplasti bronkial dikaitkan dengan peningkatan eksaserbasi asma
selama periode pengobatan 3 bulan, dan penurunan eksaserbasi berikutnya,
namun tidak ada efek menguntungkan pada fungsi paru atau gejala asma
22
Intervensi Non-Farmakologis
1. Berhenti merokok dan menghindari asap rokok
Pada penderita asma (anak-anak dan orang dewasa), paparan asap pasif
meningkatkan risiko rawat inap. Perokok aktif dikaitkan dengan peningkatan
risiko asma, rawat inap dan bahkan kematian akibat asma. Hal ini
meningkatkan penurunan fungsi paru dan dapat menyebabkan COPD serta
mengurangi efektivitas kortikosteroid inhalan dan oral. Setelah penghentian
merokok, fungsi paru membaik dan jalan nafas peradangan menurun.
Mengurangi paparan asap secara pasif dapat meningkatkan kontrol asma dan
mengurangi intensitas rawat inap pada orang dewasa dan anak-anak.
2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik reguler memiliki manfaat kesehatan yang penting
termasuk mengurangi risikopenyakit kardiovaskular dan meningkatkan
kualitas hidup. Pada orang muda dengan asma, berenang dapat ditoleransi
dengan baik dan menyebabkan peningkatan fungsi paru dan kebugaran kardio-
pulmo.
3. Menghindari paparan dari lingkungan kerja
Paparan alergen atau sensitizer dari lingkungan kerja memperhitungkan
sebagian besar kejadian asma pada orang dewasa. Gejala mungkin kurang
terlihat, dan akibatnya eksaserbasi menjadi semakin parah. Upaya untuk
23
BAB 3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. 2018. Global Strategy Asthma Management and
Prevention Updated 2018. Available from www.ginasthma.org
2. Global Initiative for Asthma. 2018. Global Strategy Asthma Management and
Prevention Updated 2018: Online Appendix. Available from
www.ginasthma.org