Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Bawang Bombay

Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, habitat, sistematika, nama

lain, jenis, khasiat, dan kandungan kimia.

2.1.1 Morfologi

Bawang bombay mempunyai bentuk yang bermacam-macam yaitu: bulat,

bulat panjang, bulat pipih, pipih dan lonjong. Ukurannya lebih besar dibandingkan

dengan jenis bawang lain. Jika dikupas warnanya putih kekuning-kuningan,

memiliki akar serabut dengan daun berbentuk seperti pipa agak pipih atau

setengah membulat dengan warna hijau tua. Batang semunya merupakan pelepah

daun yang saling membungkus sehingga potongan melintangnya terlihat berlapis-

lapis membentuk cincin. Umbinya merupakan umbi lapis yang tebal. Bunganya

berupa bunga majemuk berbentuk lingkaran bulat dengan tangkai yang besar, kuat

dan dapat membentuk biji berwarna hitam (Wibowo, 2008).

2.1.2 Habitat

Bawang bombay berasal dari daerah Asia Tengah (Palestina) yang

beriklim subtropis dan mulai menyebar ke daratan Eropa dan India. Bawang

bombay tampaknya cocok ditanam di daerah tanah Karo (Sumatera Utara)

Indonesia.Percobaan penanaman di dataran tinggi Karo dengan ketinggian sekitar

2000 meter dari pemukaan laut (dpl), memperoleh hasil yang sangat memuaskan.

Umbi cukup besar dan pertumbuhannya baik. Bibit yang digunakan untuk

penanaman didatangkan dari Belanda (Wibowo, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3Sistematika Tumbuhan

Tumbuhan bawang bombay memilki sistematika sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Klas : Angiospermae

Sub Klas : Monokotiledon

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium cepa L. (Sutarmi, 1986).

2.1.4Nama lain

Tumbuhan bawang bombay memiliki sinonim Allium esculentum Salisb.,

Allium porrum cepa Rehb. Nama asing bawang bombay yaitu: shallot (China),

hom yai (Thailand), piyaj (India) (Shrestha, 2004).

2.1.5Jenis

Bawang bombay memiliki beberapa varietas yang dikenal dan pernah

dicoba di Indonesia dengan hasil yang cukup baikantara lain:

a. Varietas hari pendek: White Creole, Yellow Bermuda, danWhite Bermuda

b. Varietas hari sedang: Crystal Grano, San Yoaquin,dan California Early Red

c. Varietas hari panjang: Yellow Globe, dan Silver King(Wuryanti, 2009).

Beberapa varietas tersebut diantaranya disajikan pada Gambar 2.1.

a b c

Gambar 2.1Beberapa varietas bawang bombay (Allium cepa L.)


Keterangan:(a) White Bermuda, (b) Yellow Globe, (c) California
Early Red

Universitas Sumatera Utara


Varietas hari pendek memerlukan lama penyinaran matahari yang relatif

tidak panjang, sekitar 12 jam per hari. Varietas hari panjang dapat tumbuh dan

memberikan hasil yang baik jika cukup lama mendapatkan penyinaran matahari,

sekitar 14 jam (Wibowo, 2008).

2.1.6 Khasiat dan penggunaannya

Bawang bombay mempunyai khasiat sebagai penurun kadar lemak dalam

darah, pereda pilek, memperbanyak keluarnya urin, menurunkan tekanan darah

tinggi, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah kanker dan sebagai

antioksidan bagi tubuh(Dalimartha, 2011; Utami, 2013).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap khasiat bawang

bombay, antara lain ekstrak etanol bawang bombay sebagai antibakteri terhadap

bakteri gram positif Staphylococcus aureusdan gram negatif Pseudomonas

aeruginosa, sebagai antioksidan dan antimutagenik. Ekstrak bawang bombay

sebagai antiinflamasi dan penurun kadar gula darah.Jus bawang bombay memiliki

daya analgesik dan antiinflamasi, dengan hasil jus segar bawang bombay (7,5

ml/kg) dapat menurunkan volume edema pada telapak kaki tikus putih jantan

lebih cepatdibandingkan dengan pemberian morphine (5 mg/kg) dan natrium

diclofenac (10mg/kg). Minyak atsiri dari bawang bombay dapat memberikan zona

hambat sebesar 14,3 mm terhadap bakteri Eschericia coli(Pakekong, 2016;

Wuryanti, 2009; Hera, 2014; Juniati, 2014; Syafa’at, 2015; Ogunmodede, dkk.,

2012; Nasri,dkk., 2012; Ye, 2012).

2.1.7 Kandungan kimia

Bawang bombay (Allium cepaL.) mengandung senyawa flavonoid,

glikosida, steroid, tanin dan saponin. Selain itu, bawang bombay juga

mengandung allisin, asam amino, minyak atsiri, vitamin B1 (thiamin), vitamin B2

Universitas Sumatera Utara


(riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin C, kalsium, pospor, dan besi (Hera,

2014; Shrestha, 2004).

2.2 Uraian kandungan kimia

2.2.1 Glikosida

Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai

menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida dibagi atas

4 tipe berdasarkan atom penghubung glikon dan aglikon, yaitu:

a. Tipe O-heterosida atau O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom O, contohnya: salisin.

b. Tipe S-heterosida atau S-glikosida, jika glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom S, contohnya: sinigrin dan glukosinolat.

c. Tipe N-heterosida atau N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom N, contohnya: nikleosidin dan kronotosidin.

d. Tipe C-heterosida atau C-glikosida, jika glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom C, contohnya aloin dan viteksin (Farnsworth,

1996).

2.2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yag terbesar

mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam

konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) yang

dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).

Flavonoida sering terdapat sebagai glikosida. Flavonoida merupakan

kandungan khas tumbuhan hijau yang terdapat pada bagian tumbuhan termasuk

daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji.Flavonoida

Universitas Sumatera Utara


bersifat polar karena mengandung sejumlah hidroksil yang tersulih atau suatu gula

(Markham, 1988).

2.2.3 Steroid/triterpenoid

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklo

pentana perhidrofenantren.Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya

berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari

hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.Uji yang biasa digunakan adalah reaksi

Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroida

memberikan warna hijau-biru.Senyawa triterpenoid dan steroid berstruktur siklik

dengan berbagai gugus fungsi yang melekat padanya, seperti gugus alkohol,

aldehid atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk

kristal, sering kali memiliki titik leleh tinggi dan bersifat aktif optik. Triterpenoid

dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa:

triterpenasebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Triterpena tertentu

menjadi terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya (Harborne, 1987).

2.2.4 Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida

steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisa sel darah merah (Harborne, 1987).

2.2.5 Tanin

Tanin merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik

yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Tanin terdapat pada bagian tertentu

dari tumbuhan, seperti daun, buah dan batang. Tanin terbagi dalam dua golongan,

yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Berasal dari turunan pyrogallol

Adanya 3 gugus hidroksil pada inti aromatis.

b. Berasal dari turunan pyrocatechol

Adanya 2 gugus hidroksil pada inti aromatis.

Pyrogallol dan pyrocatechol merupakan hasil peruraian glikosida tanin

yangdapat digunakan sebagai antibakteri dan antifungi dengan adanya gugus –

OH. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan, dan membentuk

senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan garam

besi (Tyler, dkk., 1988).

2.3Metode Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan.Ekstrak adalah sediaan

kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani

menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen

POM, 2000; BPOM, 2012).

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan

asal dengan menggunakan pelarut. Zat aktif yang terdapat dalam simplisia

tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid

dan lain-lain. Tujuan utama ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan

sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Cara dingin

i.Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan,

sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Maserasi dilakukan

dengan cara masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan

derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan

penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk,

serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100

bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup (Ditjen POM, 2000; Ditjen POM,

1979).

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator

dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan

tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000).

Prosedur perkolasi yaitu basahi 10 bagian simplisia atau campuran

simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian

cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3

jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali

ditekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai

menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup

perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml

Universitas Sumatera Utara


per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu

terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika perkolat

yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Ekstrak yang diperoleh

digabung dan disaring, lalu pelarut diuapkan pada tekanan rendah dengan suhu

tidak lebih dari 500C sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang

diperoleh dikeringbekukan dengan freeze dryer (Ditjen POM, 1979).

b. Cara panas

i.Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

ii. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dilakukan

dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen

POM, 2000).

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40º-50ºC (Ditjen POM, 2000).

iv.Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia nabati dengan menggunakan

pelarut air pada suhu 900C selama 15 menit (Ditjen POM, 2000).

v. Dekoktasi

Universitas Sumatera Utara


Dekoktasi adalah proses penyariandengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 900C selama 30 menit(BPOM, 2012; Ditjen POM, 2000).

2.4 Uji Toksisitas

Zat dikatakan beracun (toksik) apabila zat tersebut berpotensi memberikan

efek berbahayaterhadap mekanisme biologi tertentu pada suatuorganisme. Tokson

(zat racun) adalah suatu zat yang masuk ke dalamtubuh yang dapat menyebabkan

kerusakan organ sampai dengan kematian. Sifat toksik dari suatu

senyawaditentukan oleh dosis dan konsentrasi racun di reseptor/tempat kerja.

Suatu tokson akan mengalami proses librasi yaitu penghancuran sediaan di

saluran pencernaan. Tokson kemudian akan diabsorbsi oleh darah dan limfe serta

didistribusikan ke seluruhtubuh. Tokson akan mengalami proses toksikodinamik

didalam sel. Toksikodinamikadalah interaksi antara tokson dan reseptor.

Biotransformasi terjadi setelahtoksonbereaksi dengan reseptor. Biotransformasi

akan menghasilkan zat baru.Zat baru yang dihasilkan dapat bersifat lebih toksik

atau kurang toksik dari sebelumnya.Zat baru yang kurang toksik dari sebelumnya

mengakibatkan terjadinya detoksikasisedangkan zat baru yang lebih toksik dapat

menimbulkan gangguan fungsi sel (Mutschler, 1991).

Toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat dalam kemampuannya

menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu

organisme.Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat

pada sistem biologis dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas

darisediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan

informasimengenai derajat bahaya sediaan uji bila terjadi pemaparan

padamanusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan

manusia (Wirasuta dan Niruri, 2006; BPOM, 2014).

Universitas Sumatera Utara


Uji toksisitas terdiri atas dua jenis, yaituuji toksisitas umum (akut,

subakut/subkronis, kronis) dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas umum

dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatuobat pada hewan uji.

Uji toksisitas khusus dirancang untuk mengevaluasi denganrinci tipe toksisitas

secara khusus, seperti uji teratogenik, uji mutagenik, dan uji karsinogenik (Lu,

1994).

2.4.1 Toksisitas Umum

2.4.1.1 Uji toksisitas akut

Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk

mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelahpemberian suatu

zat dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikandalam waktu tidak

lebih dari 24 jam. Prinsip uji toksisitas akut yaitu pemberian secara oral suatu zat

dalam beberapatingkatan dosis kepada beberapa kelompok hewan uji.

Penilaiantoksisitas akut ditentukan dari kematian hewan uji sebagai parameter

akhir. Takaran dosis yang dianjurkan pada toksisitas akut paling tidak terdapat

empat peringkat dosis dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan

seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh

atau hampir seluruh hewan uji (BPOM, 2014; Retnomurti, 2008).

Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan dosis letal median

(LD50)suatu zat dan memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya

digunakan dalam pengujian yang lebih lama. LD50didefinisikan sebagai dosis

tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akanmembunuh 50% hewan uji.

Secara umum, semakin kecil nilai LD50 maka semakin toksik senyawa tersebut

dan semakin besar nilai LD50 maka semakin rendah toksisitasnya(Lu, 1994;

Wirasuti dan Niruri, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Nilai LD50dapat dihubungkan dengan Efektif Dosis50 (ED50) yaitu dosis

yang secaraterapeutik efektif terhadap 50% dari sekelompok hewan

percobaan.Hubungan tersebut dapat berupa perbandingan antara LD50 dengan

ED50 yangdisebut dengan Indeks Terapeutik (IT). Semakin besar indeks terapeutik

suatu obat makasemakin aman obat tersebut (Retnomurti, 2008).

Nilai LD50 sangat berguna untuk hal-hal sebagai berikut:

a. Klasifikasi zat berdasarkan toksisitasnya yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1Kriteria derajat toksisitas sediaan uji

Kategori LD50
Supertoksik 5 mg/kg atau kurang
Amat sangat toksik 5-50 mg/kg
Sangat toksik 50-500 mg/kg
Toksik sedang 0,5-5 g/kg
Toksik ringan 5-15 g/kg
Praktis tidak toksik >15 g/kg

b. Evaluasi dampak keracunan yang tidak disengaja; perencanaan penelitian

toksisitas subkronik dan kronik pada hewan; memberikan informasi tentang

mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor pejamu dan faktor

lingkungan;mengetahui variasi respons antarspesies atau antarstrain hewan,

reaktivitas suatu populasi hewan; dan memberikan informasi yang dibutuhkan

dalam merencanakan pengujian obat pada manusia (Lu, 1994).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai LD50 sangat bervariasi

antara jenis yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu yang satu dengan

individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara lain:

a. Spesies, strain dan keragaman individu

Universitas Sumatera Utara


Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme dan

detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan kemampuan

bioaktivasi dan toksikasi suatu zat. Tingginya tingkat keragaman suatu spesies

dapat menyebabkan perbedaan nilai LD50.

b. Perbedaan jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang disebabkan

oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina mempunyai sistem

hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga menyebabkan perbedaan

kepekaan terhadap suatu toksikan. Hewan jantan dan betina dari strain dan spesies

yang sama biasanya bereaksi terhadap toksikan dengan cara yangsama, tetapi ada

perbedaan kuantitatif yang menonjol dalam kerentanan.

c. Umur

Hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap

obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi ginjal belum

sempurna. Fungsi biotransformasi dan ekskresi pada hewan yang lebih tua

mengalami penurunan sehingga kepekaannya terhadap obat juga meningkat.

d. Berat badan

Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat dipengaruhi oleh

berat badan. Perbedaan berat badan dalam satu spesies dapat menyebabkan

perbedaan nilai LD50 karena semakin besar berat badan maka jumlah dosis yang

diberikan juga semakin besar.

e. Cara pemberian

LD50 juga dapat dipengaruhi oleh cara pemberian. Pemberian obat peroral

tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan

Universitas Sumatera Utara


peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi penyerapan di saluran

cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh.

f. Kesehatan hewan

Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu

toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan

lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD50 yang berbeda

dibandingkan dengan nilai LD50 yang didapatkan dari hewan sehat.

g. Faktor lingkungan

Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut adalah

temperatur. Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan

fisiologis suatu hewan.

h. Diet

Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD50

suatu zat karena komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan

percobaan (Retnomurti, 2008).

2.4.1.2 Uji toksisitas subkronik

Uji toksisitas subkronik adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk

melihat adanya efek toksik yang muncul setelahpemberian sediaan uji yang

diberikan secara oral pada hewan ujiselama sebagian umur hewan, tetapi tidak

lebih dari 10% seluruh umur hewan. Prinsip dari uji toksisitas subkronik adalah

sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa

kelompok hewan uji dengansatu dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari.

Tujuan toksisitas subkronik oral adalah untuk memperoleh informasi adanya efek

toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, informasi kemungkinan

adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka

Universitas Sumatera Utara


waktu tertentu, untuk memberikan informasi dosis yang tidak menimbulkan efek

toksik dan mempelajari adanya efek reversibilitas zat tersebut (BPOM, 2014).

Efek reversibilitas adalah efek toksik yang hilang bila pemaparan sediaan

uji dihentikan. Efek irreversibilitas adalah efek toksik yang tidak akan hilang atau

permanen meskipun sediaan uji telah dihentikandan pemberian berikutnya akan

menimbulkan kerusakan yang sama sehingga memungkinkan terjadinya

akumulasi efek toksik (Lu, 1994).

2.4.1.3 Uji toksisitas kronik

Uji toksisitas kronik adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efektoksik

yang muncul setelah pemberian sediaan uji secara berulang sampaiseluruh umur

hewan. Uji toksisitas kronik pada prinsipnya sama dengan uji toksisitas subkronik,

tetapi sediaan uji diberikan selama tidak kurang dari12 bulan. Tujuan dari uji

toksisitas kronik oral adalah untuk mengetahui profilefek toksik setelah

pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu yangpanjang, dan

untukmenetapkan tingkatan dosis yang tidak menimbulkan efek toksik. Uji

toksisitas kronik harus dirancang sedemikianrupa sehingga dapatdiperoleh

informasi toksisitas secara umum meliputi efek neurologi, fisiologi,hematologi,

biokimia klinis dan histopatologi(BPOM, 2014).

2.4.2 Metode Penentuan Nilai LD50

Penentuan LD50 merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan bahan

yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang

menyebabkan kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal (Lu,

1994). Metode penentuan nilai LD50 adalah sebagai berikut:

a. Metode Farmakope Indonesia Edisi III

Universitas Sumatera Utara


Syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah perlakuan

menggunakan seri dosis atau konsentrasi yang berkelipatan tetap, jumlah hewan

percobaan tiap kelompok harus sama dan dosis harus diatur sedemikian rupa

supaya memberikan respon dari 0-100%.

Rumus: m = a – b (Σpi – 0,5)

Keterangan:

m = log LD50

a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100%

tiap kelompok

b = beda log dosis yang berurutan

pi = jumlah hewan yang mati setelah menerima dosis i, dibagi dengan jumlah

seluruh hewan uji yang menerima dosis i (Ditjen POM, 1979).

b. Metode Aritmatik Reed dan Muench

Metode ini menggunakan nilai-nilai kumulatif.Asumsi yang dipakai bahwa

hewan yang mati akibat dosis tertentu akan mengalami kematian juga oleh

dosisyang lebih besar dan hewan yang bertahan hidup pada dosis tertentu juga

akan tetap bertahanhidup pada dosis yang lebih rendah.Nilai kumulatif diperoleh

dari menjumlahkan kematian hewan uji pada dosis terbesar yang menyebabkan

kematian 100% hewan uji dengan jumlah hewan uji yang mati pada dosis-dosis

yang lebih kecil. Nilai kumulatif survivor (hidup) diperoleh dari menjumlahkan

hewan uji yang tetap hidup pada dosis terkecil yang tidak menyebabkan kematian

dengan jumlah hewan uji yang tetap hidup pada dosis-dosis diatasnya. Persen

hidup dari dosis-dosis yang berdekatan dengan LD50 dihitung. Penentuan LD50

didapatkan berdasarkan persamaan berikut:

Universitas Sumatera Utara


50% - % kematian tepat di bawah 50%
P.D =
% kematian tepat di atas 50%- % kematian tepat di bawah 50%

Keterangan:P.D = Jarak proporsional (Supriyono, 2007).

c.Metode Thomson dan Weil

Penentuan nilai LD50 dengan cara ini menggunakan tabel yang dibuat oleh

Thomson dan Weil. Percobaan harus memenuhi beberapa syarat yaitu: jumlah

hewan uji tiap kelompok peringkat dosis sama, interval merupakan kelipatan tetap

dan jumlah kelompok paling tidak terdapat 4 peringkat dosis.

Rumus: Log m = log D + d (f + 1)

Keterangan:

m = nilai LD50

D = dosis terkecil yang digunakan

d = log dari kelipatan dosis

f =suatu nilai dalam tabel Thomson dan Weil (Supriyono, 2007).

d. Metode Karber

Prinsip metode ini adalah menggunakan rerata interval jumlah kematian

dalam masing-masing kelompok hewan dan selisih dosis pada interval yang sama.

Hasildari dosis yang lebih besar dari dosis yang menyebabkan kematian seluruh

hewandalam sekelompok dosis dan dosis yang lebih rendah yang dapat ditolerir

oleh seluruhhewan dalam suatu kelompok tidak digunakan. Jumlah perkalian

diperoleh dari hasil kalibeda dosis dengan rerata kematian pada interval yang

sama. Nilai LD50didapatkandari dosis terkecil yang menyebabkan

kematianseluruh hewan dalam satu kelompok,dikurangi dengan jumlah perkalian

dibagi jumlah hewan dalam tiap kelompok.

Rumus: LD50 = a – (b/c)

Universitas Sumatera Utara


Keterangan:

a = dosis terkecil yang menyebabkan kematian tertinggi dalam satu kelompok

b = jumlah perkalian antara beda dosis dengan rata-rata kematian pada interval

yang sama

c = jumlah hewan dalam satu kelompok (Supriyono, 2007).

e. Metodegrafik Miller-Tainter

Metode ini menggunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-

probit yang memiliki skala logaritmik sebagai absis dan skala probit sebagai

ordinat. Persentase kematian dikonversikan menjadi nilai probit sesuai dengan

nilai yang terdapat pada tabel probit. Dosis yang menyebabkan 50% kematian

pada hewan uji atau memiliki nilai probit 5 diambil sebagai nilai LD50 (Gupta dan

Bhardwaj, 2012).

2.5 Hewan Percobaan

Mencit merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam

penelitian. Mencit dinilai cukup efisien dan ekonomis karenamudah dipelihara,

tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kebuntingan yangsingkat yaitu 19-21

hari dan banyak memilki anak perkelahiran. Hewan ini juga memiliki banyak data

toksikologi, sehinggamudah membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1994).

Kondisi biologis dan fisiologis mencit adalah mencit mempunyai lama

hidup 1-2 tahun, lama bunting 19-21 hari. Umur dewasa mencit 35 hari dan umur

dikawinkan 8minggu. Berat dewasa mencit rata-rata 18-35 g dan berat lahir 0,5-

1,0 g. Suhu rektalmencit 35-390C, pernapasan 140-180 kali/menit, dan denyut

jantung 600-650 kali. Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus(Retnomurti, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai